Indonesia merupakan negara yang sudah dikenal akan kekayaan warisan kebudayaan serta keanekaragaman sukunya. Negeri yang memiliki ribuan suku lebih serta 300 grup suku tersebut tentunya mempunyai cukup banyak ragam bahasa daerah.
Hal ini disebabkan setiap suku pastinya memiliki cara berbahasa berbeda dari lainnya. Hingga kini, jumlah tutur daerah dalam negeri mencapai 718. Meskipun demikian, tetapi tidak sedikit penutur beberapa bahasa daerah lokal berkurang, sehingga ada beberapa tutur terancam punah.
Menurunnya penutur bahasa daerah tersebut disebabkan beberapa latar belakang, seperti tidak diwariskan penggunaannya ke generasi selanjutnya atau sudah beralih menggunakan tutur lain. Berikut akan ditampilkan beberapa contoh tutur di Indonesia yang hampir punah.
Dituturkan dari suku Sakai yang berdiam di Kecamatan Mandau serta Kecamatan Dumai, Riau. Tutur Sakai mirip dengan Bahasa Minangkabau dan Melayu. Karena Etnis Sakai selaku penutur ini dikabarkan terancam punah karena terisolasi, maka demikian penggunaan bahasanya semakin berkurang.
Asal tuturan Bajau Tungkal Satu dari Provinsi Jambi. Penutur bahasa ini tersebar ke Kabupaten Tanjung Jabung Barat, Desa Tungkal Satu dan Kecamatan Tungkal Ilir. Menurut hasil riset Badan Pengembangan dan Pembinaan Bahasa Kemendikbud, pemakaian bahasa Bajau Tungkal Satu cukup menurun bahkan sampai dinyatakan punah.
Bahasa Lematang muncul dari Provinsi Sumatera Selatan. Dituturkan oleh masyarakat sekitar Sumatera Selatan seperti Desa Serdang Menang, Kabupaten Ogan Komering Ilir dan Desa Muara Lematang. Penyebab tuturan ini mulai berkurang penuturnya karena kebanyakan pemakaiannya sudah dicampur dengan bahasa lainnya, sehingga keasliannya menurun.
Merupakan tutur Jawa di mana diciptakan dari provinsi Banten. Pertama kali tutur Jawa Banten muncul pada sekitar abad 16, tepatnya pada masa pemerintahan Sultan Maulana Hasanuddin. Penyebab tutur ini akan hilang karena jumlah penuturnya relatif berkurang.
Diciptakan oleh etnis Dayak Tunjung dari Kabupaten Kutai Kartanegara dan Kabupaten Kutai Barat. Merupakan tutur dari Provinsi Kalimantan Timur. Tutur Tunjung juga termasuk yang kemungkinan hilang penuturnya karena jumlah penuturnya menyusut serta banyak generasi etnis tersebut jarang menurunkan kepada generasi di bawahnya.
Merupakan tuturan turunan Bahasa Dayak di mana digunakan pada masyarakat Kabupaten Barito Timur, Kalimantan Tengah. Kosa kata bahasa Paku sangat berbeda dibanding tutur tradisional sekitarnya, sehingga sulit untuk dipelajari serta tidak banyak penggunanya. Tutur ini hanya banyak digunakan pada generasi terdahulu.
Berasal dari Sulawesi Utara, di mana dituturkan oleh kebanyakan masyarakat di Desa Tababo, Kecamatan Belang. Tutur Ponosokan diciptakan serta digunakan suku Ponosakan. Dahulunya, banyak desa sekitar yang memakai bahasa ini. Tetapi, kini hanya digunakan pada penduduk Desa Tababo. Bahkan, di Desa Tababo sendiri jumlah penuturnya juga berkurang.
Banyak dipakai penduduk sekitar Sulawesi Utara seperti di Kecamatan Bintauna, Kabupaten Kepulauan Siau Tagulandang Biaro dan Kabupaten Kepulauan Sangihe. Tutur ini termasuk rumpun baik Melayu-Polinesia dan Austronesia. Bahasa Sangihe Talaud kemungkinan menghilang karena hingga saat ini jumlah generasi menurunkannya tidak banyak.
Diciptakan di Sulawesi Utara serta digunakan pada penduduk di beberapa daerah seperti Kabupaten Minahasa, Desa Tombasian Atas dan Kecamatan Tareran. Jumlah penuturnya, terutama yang berada di generasi muda merendah hingga nyaris tidak ditemukan. Karenanya, tutur Minahasa diyakini dapat punah.
Berasal dari Kabupaten Alor, Nusa Tenggara Timur. Penuturnya tersebar di Desa Baolang serta Desa Bandar. Sampai sekarang, banyaknya penggunanya relatif menurun. Maka itu, perlu dilakukan upaya pelestarian tutur ini agar tidak hilang keberadaannya.
Memiliki sebutan lain sebagai Bahasa Weda. Asalnya dari Maluku Utara. Sawai termasuk pada rumpun Austronesia. Tutur Sawai dipakai oleh penduduk Kabupaten Halmahera Tengah. Alasan mengapa Sawai termasuk tutur yang kemungkinan hilang karena jumlah penggunanya tidak banyak kini.
Asal tutur Kalabra dari Provinsi Papua Barat. Pengguna bahasa tersebut umumnya bertinggal di Semenanjung Doberai, Kabupaten Sorong dan Kampung Klamono. Kalabara termasuk bahasa yang berkurang pemakainya, sehingga perlu adanya upaya pelestarian.