Seperti namanya, puisi naratif ialah puisi yang menceritakan atau menjelaskan suatu objek. Seringkali, sang penulis bersuara sebagai narator atau tokoh.
Puisi naratif biasanya lebih panjang daripada puisi biasanya. Isinya berupaya menceritakan sesuatu secara jelas sehingga dapat diterima dengan jelas pula. Berikut contoh puisi naratif yang ditulis oleh sastrawan Indonesia.
Balada Ibu yang Dibunuh
Karya WS Rendra
Ibu musang di lindung pohon tua meliang
Bayinya dua ditinggal mati lakinya.
Bualan sabit terkait malam memberita datangnya
Waktu makan bayi-bayinya mungil sayang.
Matanya berkata pamitan, bertolaklah ia
Dirasukinya dusun-dusun, semak-semak, taruhan harian atas nyawa.
Burung kolik menyanyikan berita panas dendam warga desa
Menggetari ujung bulu-bulunya tapi dikibaskannya juga.
Membubung juga nyanyi kolik sampai mati tiba-tiba
Oleh lengking pekik yang lebih menggigitkan pucuk-pucuk daun
Tertangkap musang betina dibunuh esok harinya.
Tiada pulang ia yang mesti rampas rejeki hariannya
Ibu yang baik, matinya baik, pada bangkainya gugur pula dedaun tua.
Tiada tahu akan meraplah kolik meratap juga
Dan bayi-bayinya bertanya akan bunda pada angin tenggara
Lalu satu ketika di pohon tua meliang
Matilah anak-anak musang, mati dua-duanya.
Dan jalannya semua peristiwa
Tanpa dukungan satu dosa, tanpa.
Matinya Sang Juara Tinju
Karya Sitor Situmorang
Telah berlaku pula
Hukum dewata
Janganlah diberi nama
Dengarlah ceritanya
Cerita orang tua-tua
Kusampaikan pada pembaca
Di seluruh negeri terkenal ia juara
Juara yang selalu menang
Dan orang mengalah saja
Mendengar segala ceritanya
Tiada yang berani
Tiada yang mau
Membantah kata-katanya
Di kedai-kedai
Ketika minum tuak garang
Selain juara ia pemburu pula
Kalau bukan rusa, babi hutanlah mangsanya
Mana juara, pula pemburu
Pandai menari
Membuat ukiran indah sekali
Serta memetik kecapi…
Ia suka mabuk
Dan bila ia mengutuk
Tak ada yang tak kena
TApi dari segala mangsa
Istrinya yang paling menderita
Dua anak dilahirkan
Satu laki, satu perempuan
Satu pun tak ada kesukaan bapaknya
Berkata orang: “Mana ‘kan pula
Anak lahir, bapak di penjudian.”