Ketika gelombang cahaya tampak yang dipancarkan oleh matahari (berwarna mejikuhibiniu) bertemu dengan partikel penyusun atmosfer Bumi seperti nitrogen, oksigen, karbondioksida, argon, ozon dan gas lainnya yang menghasilkan peristiwa penghamburan cahaya.
Gelombang cahaya tampak ini memiliki panjang gelombang yang berbeda. Perhatikan tabel spektrum panjang gelombang dan warna asli cahaya tampak, berikut ini:
Warna Asli | Panjang Gelombang (nm) |
Ungu | 400-435 |
Biru | 435-480 |
Hijau-Biru (Nila) | 480-490 |
Biru-Hijau | 490-500 |
Hijau | 500-560 |
Kuning-Hijau | 560-580 |
Kuning | 580-595 |
Orange (Jingga) | 595-610 |
Merah | 610-750 |
Dari tabel tersebut diketahui bahwa cahaya yang memiliki panjang gelombang terendah adalah warna hijau-biru (nila), biru dan ungu.
Hubungan antara panjang gelombang dengan peristiwa penghamburan adalah semakin rendah panjang gelombang maka akan semakin besar penghamburan cahayanya.
Jika kita analisa dari tabel 1 tersebut, warna yang banyak dihamburkan harusnya berwarna ungu, tetapi mengapa langit terlihat berwarna biru?
Ketika cuaca sedang cerah, sering kita menyaksikan luas dengan warna biru. Lalu kita sering bertanya, “Mengapa langit bisa berwarna biru?”, “Peristiwa apa yang terjadi sehingga langit berwarna biru?”
Kunci dari langit berwarna biru adalah peristiwa penghamburan atau yang dikenal dengan efek Tyndall.
Karena kuantitas (jumlah) dari cahaya biru ini jauh lebih besar jika dibanding dengan cahaya berwarna ungu akibatnya cahaya biru lebih banyak dihamburkan sehingga menghasilkan warna biru di langit pada saat cuaca cerah.
Sistem indra penglihatan manusia ternyata juga memiliki andil mengapa langit berwarna biru. Mata manusia memiliki sistem kerucut (sistem yang berfungsi untuk menangkap warna) yang ternyata lebih sensitif terhadap warna biru. Akibatnya mata manusia lebih mudah menangkap warna biru.