Aceh - HaloEdukasi.com https://haloedukasi.com/sub/aceh Wed, 17 Jan 2024 07:24:05 +0000 id-ID hourly 1 https://wordpress.org/?v=6.6.2 https://haloedukasi.com/wp-content/uploads/2019/11/halo-edukasi.ico Aceh - HaloEdukasi.com https://haloedukasi.com/sub/aceh 32 32 10 Proses Perkembangan Islam di Aceh https://haloedukasi.com/perkembangan-islam-di-aceh Wed, 17 Jan 2024 07:23:59 +0000 https://haloedukasi.com/?p=47623 Sejarah masuknya Islam di Aceh melibatkan perjalanan panjang yang mencerminkan pesona perdagangan dan kehidupan marinir di wilayah ini. Pintu gerbang Islam ke Nusantara terbuka melalui Aceh, dan perjalanan ini tidak hanya mengubah panorama keberagaman agama, tetapi juga menciptakan basis kuat bagi perkembangan Islam di kepulauan ini. Aceh, yang juga dikenal sebagai Tanah Rencong, memegang peranan […]

The post 10 Proses Perkembangan Islam di Aceh appeared first on HaloEdukasi.com.

]]>

Sejarah masuknya Islam di Aceh melibatkan perjalanan panjang yang mencerminkan pesona perdagangan dan kehidupan marinir di wilayah ini. Pintu gerbang Islam ke Nusantara terbuka melalui Aceh, dan perjalanan ini tidak hanya mengubah panorama keberagaman agama, tetapi juga menciptakan basis kuat bagi perkembangan Islam di kepulauan ini.

Aceh, yang juga dikenal sebagai Tanah Rencong, memegang peranan sentral dalam penyebaran agama Islam di Indonesia.Aceh menjadi salah satu titik awal masuknya Islam ke kepulauan Nusantara melalui jalur perdagangan laut.

Kemudahan akses ke Samudra Hindia membuat Aceh menjadi pusat pertemuan budaya, agama, dan ekonomi. Dalam konteks inilah, pesan-pesan Islam diperkenalkan dan menyebar di antara penduduk setempat yang terbuka terhadap pengaruh asing.

1. Peran Pedagang dan Nelayan dalam Penyebaran Islam di Aceh

Sejak abad ke-7 Masehi, pedagang Muslim telah menjelajahi rute-rute perdagangan di sepanjang Samudra Hindia. Mereka membawa tidak hanya barang dagangan, tetapi juga ajaran Islam yang mereka yakini.

Di Aceh, peran pedagang ini menjadi faktor kunci dalam penyebaran Islam. Mereka membentuk hubungan dagang yang erat dengan komunitas lokal, membuka pintu bagi pertukaran budaya dan keagamaan. Nelayan-nelayan Muslim yang berlayar dari berbagai belahan dunia Islam juga memainkan peran penting dalam penyebaran Islam di Aceh.

Mereka membawa cerita-cerita tentang kebesaran Islam dan kebijaksanaan agama ini kepada masyarakat pesisir Aceh. Keberadaan dan keaktifan para nelayan ini membantu membentuk persepsi positif terhadap Islam di kalangan penduduk setempat.

2. Sultan Ali Mughayat Syah: Tokoh Sentral Penyebaran Islam di Aceh

Salah satu tokoh sentral dalam sejarah masuknya Islam di Aceh adalah Sultan Ali Mughayat Syah. Ia merupakan tokoh pemerintahan Aceh yang terkenal, memerintah pada pertengahan abad ke-16. Sultan Ali Mughayat Syah bukan hanya seorang penguasa yang bijaksana, tetapi juga seorang pemeluk Islam yang tekun.

Di bawah kepemimpinannya, Islam mengalami perkembangan signifikan di Aceh. Ia memperkenalkan hukum Islam dan membangun berbagai institusi Islam, seperti masjid dan madrasah. Keberhasilannya dalam memadukan nilai-nilai Islam dengan budaya lokal membuka pintu lebar-lebar bagi masuknya ajaran Islam di seluruh wilayah Aceh.

3. Ketika Aceh Menjadi Pusat Pendidikan Islam di Asia Tenggara

Salah satu hal yang menonjol dalam sejarah masuknya Islam di Aceh adalah peran Aceh sebagai pusat pendidikan Islam di Asia Tenggara. Madrasah-madrasah dan perguruan tinggi Islam di Aceh menjadi magnet bagi pelajar dari berbagai wilayah, termasuk India, Arab, dan bahkan Turki.

Ini menciptakan lingkungan intelektual yang beragam dan berperan penting dalam penyebaran dan penguatan ajaran Islam di kawasan ini.Perguruan tinggi seperti Universitas Syiah Kuala dan Universitas Islam Negeri Ar-Raniry memiliki sejarah panjang sebagai lembaga-lembaga pendidikan Islam yang terkemuka di Asia Tenggara.

Banyak cendekiawan dan ulama terkemuka lahir dari lingkungan pendidikan ini, membawa ilmu pengetahuan dan kebijaksanaan Islam ke berbagai penjuru dunia.

4. Ketika Islam dan Adat Bersatu di Tanah Rencong

Salah satu elemen unik dalam sejarah masuknya Islam di Aceh adalah proses akulturasi antara Islam dan adat istiadat setempat. Masyarakat Aceh mengintegrasikan ajaran-ajaran Islam ke dalam sistem nilai dan tatanan kehidupan adat mereka.

Ini menciptakan sebuah model harmonisasi yang menggambarkan kebijaksanaan masyarakat Aceh dalam memelihara identitas budaya mereka sambil menerima ajaran-ajaran agama baru.Hukum Islam, terutama dalam konteks keluarga dan warisan, diintegrasikan dengan sistem adat setempat.

Hal ini menciptakan landasan hukum yang unik dan menjadi bagian tak terpisahkan dari kehidupan masyarakat Aceh. Proses ini memperkaya warisan budaya dan agama Aceh, menciptakan tradisi unik yang tidak dapat ditemukan di tempat lain.

5. Konflik dan Pergolakan di Aceh: Menjaga Kemerdekaan Beragama

Meskipun sejarah masuknya Islam di Aceh dipenuhi dengan keberhasilan dan harmoni, abad-abad berikutnya melihat masa konflik dan pergolakan. Pada abad ke-19, Aceh menjadi pusat perlawanan terhadap kolonialisasi Barat.

Meskipun berada di bawah tekanan kolonial, masyarakat Aceh tetap teguh mempertahankan identitas dan kemerdekaan beragama mereka. Perlawanan ini tidak hanya sekadar perjuangan politik, tetapi juga sebuah pernyataan kuat tentang keberlanjutan dan keberartian ajaran Islam di tanah ini.

Pada masa ini, ulama-ulama Aceh memainkan peran sentral dalam memimpin perlawanan dan mempertahankan hak-hak agama. Mereka menjadi pilar moral dan spiritual bagi masyarakat Aceh, mengajarkan nilai-nilai Islam yang meneguhkan semangat perlawanan terhadap penjajahan. Sejumlah fatwa dan khotbah ulama menggema, memotivasi rakyat untuk bersatu demi mempertahankan identitas dan kebebasan beragama.

6. Zaman Kesultanan Aceh: Masa Keemasan Penyebaran Islam di Nusantara

Kesultanan Aceh mencapai puncak keemasannya pada abad ke-16 dan 17. Di bawah pimpinan Sultan Iskandar Muda, Aceh menjadi kekuatan maritim yang tangguh dan pusat perdagangan yang makmur. Kesultanan ini menjadi salah satu pusat penyebaran Islam di Nusantara, membangun hubungan diplomatik dengan negara-negara Islam di Timur Tengah dan menjalin kerjasama dengan komunitas Muslim di Asia.

Kesultanan Aceh juga mengirimkan misi perdagangan dan keagamaan ke berbagai wilayah di Asia Tenggara. Diplomasi dan ekspansi keagamaan ini menciptakan jejak-jejak Islam di wilayah-wilayah yang sebelumnya belum terjamah oleh ajaran ini. Aceh menjadi pusat pengetahuan dan peradaban Islam, dan kejayaannya meresap hingga ke pelosok-pelosok kepulauan Nusantara.

7. Peran Ulama Aceh dalam Pelestarian dan Penyebaran Islam

Ulama-ulama Aceh memainkan peran kunci dalam pelestarian dan penyebaran Islam di Nusantara. Mereka bukan hanya guru spiritual tetapi juga pemimpin intelektual dan sosial yang membentuk karakter masyarakat.

Karya-karya ulama seperti Teungku di Tiro dan Teungku Abdurrahman Aziz membawa kebijaksanaan dan pengetahuan Islam kepada masyarakat Aceh dan sekitarnya. Pendidikan agama dan pengajaran Islam melalui kitab-kitab klasik menjadi instrumen penting dalam membentuk generasi penerus yang kuat dan melestarikan nilai-nilai Islam.

Para ulama Aceh juga memainkan peran penting dalam menjaga kestabilan dan moralitas masyarakat, memberikan bimbingan dan nasihat yang menjadi landasan kuat bagi peradaban Aceh yang kokoh.

8. Simbol Toleransi dan Keberagaman

Aceh tidak hanya menjadi pusat Islam di Nusantara tetapi juga simbol toleransi dan keberagaman. Meskipun mayoritas penduduk Aceh menganut Islam, masyarakat Aceh selalu terbuka terhadap pluralitas keagamaan.

Tradisi keagamaan seperti Maulid Nabi dan Tari Saman menjadi perayaan yang dihadiri oleh masyarakat beragama Islam dan non-Islam, menciptakan tatanan sosial yang harmonis dan penuh kasih sayang.Pada saat yang sama, nilai-nilai kearifan lokal dan budaya Aceh tetap terjaga dan dihargai.

Kearifan ini terlihat dalam seni tradisional, adat istiadat, dan sikap hidup bersama yang membentuk komunitas yang saling menghormati dan mendukung. Aceh, dalam konteks Islam Nusantara, menjadi contoh bagaimana ajaran agama dapat hidup berdampingan dengan toleransi dan keberagaman.

9. Tsunami Aceh: Ujian dan Pemulihan Dalam Ruang Agama

Pada tanggal 26 Desember 2004, Aceh diuji oleh bencana alam yang dahsyat, Tsunami Samudra Hindia. Puluhan ribu jiwa hilang, dan Aceh mengalami kerusakan parah. Namun, dalam kepedihan tersebut, nilai-nilai keagamaan kembali memainkan peran penting dalam proses pemulihan.

Masyarakat Aceh, yang mayoritas Muslim, merespons bencana ini dengan tekad untuk membangun kembali dan mendukung sesama. Masjid-masjid yang rusak menjadi pusat aktivitas pemulihan, dan ulama-ulama menjadi pemimpin rohaniah dalam mengatasi trauma dan kesulitan.

Solidaritas dan persatuan antarwarga Aceh, yang didasarkan pada nilai-nilai Islam, menjadi pilar utama dalam proses pemulihan yang lama dan penuh tantangan.

10. Pentingnya Menjaga Warisan Islam Aceh untuk Masa Depan

Sejarah masuknya Islam di Aceh bukan hanya cerita masa lalu, melainkan pondasi yang terus membentuk identitas dan keberlanjutan masyarakat Aceh. Menjaga warisan Islam ini menjadi tanggung jawab bersama untuk memastikan bahwa nilai-nilai kebijaksanaan, toleransi, dan keberagaman terus menjadi inti kehidupan di Tanah Rencong.

Pendidikan Islam yang berkualitas dan pemeliharaan tradisi keagamaan menjadi kunci untuk melanjutkan warisan ini. Institusi pendidikan, baik formal maupun informal, perlu terus menjadi tempat untuk menyebarkan ajaran Islam yang sejalan dengan semangat toleransi dan keberagaman.

Dengan demikian, Aceh dapat terus menjadi tempat yang memancarkan cahaya keberagaman dan kearifan Islam untuk generasi-generasi mendatang.

The post 10 Proses Perkembangan Islam di Aceh appeared first on HaloEdukasi.com.

]]>
6 Pahlawan Nasional dari Aceh Beserta Biografi Singkatnya https://haloedukasi.com/pahlawan-nasional-dari-aceh Mon, 25 Apr 2022 02:09:26 +0000 https://haloedukasi.com/?p=33936 Selain diberi julukan serambi Mekah, Aceh juga sering disebut sebagai tanah rencong. Julukan ini disematkan dari senjata tradisional khas Aceh yakni rencong. Sejak dulu, rakyat Aceh terkenal dengan keberaniannya melawan para pernjajah bahkan sampai titik darah penghabisan. Banyak sekali tokoh-tokoh asal Aceh yang berjuang untuk melawan penjajah. Mereka di antaranya disematkan gelar Pahlawan Nasional. Lalu, […]

The post 6 Pahlawan Nasional dari Aceh Beserta Biografi Singkatnya appeared first on HaloEdukasi.com.

]]>
Selain diberi julukan serambi Mekah, Aceh juga sering disebut sebagai tanah rencong. Julukan ini disematkan dari senjata tradisional khas Aceh yakni rencong. Sejak dulu, rakyat Aceh terkenal dengan keberaniannya melawan para pernjajah bahkan sampai titik darah penghabisan. Banyak sekali tokoh-tokoh asal Aceh yang berjuang untuk melawan penjajah. Mereka di antaranya disematkan gelar Pahlawan Nasional. Lalu, siapa saja pahlawan nasional asal Aceh tersebut? Selengkapnya akan dibahas berikut ini.

1. Teuku Umar

Teuku Umar

Teuku Umar lahir pada tahun 1854 di Meulaboh. Ia merupakan anak dari seorang Uleebalang bernama Teuku Achmad Mahmud dengan adik perempuan dari Raja Meulaboh. Saat usianya masih 19 tahun, ia pernah terlibat dalam Perang Aceh. Tidak hanya sampai di situ, keterlibatannya dalam memerjuangkan kemerdekaan adalah dengan berpura-pura untuk bekerja sama dengan Belanda.

Saat itu, ia menggunakan siasat gerilya untuk mengelabui Belanda. Teuku Umar menikah dengan Nyak Sofiah yang merupakan anak dari Uleebalang Glumpang. Kemudian, ia juga menikah lagi dengan seorang putri dari Panglima Sagi XXV Mukim yang bernama Nyak Malighai.

Pada tahun 1880, Teuku Umar menikahi Cut Nyak Dien, yang termasuk salah seorang Pahlawan Nasional dari Aceh juga. Saat itu, Cut Nyak Dien dalam keadaan janda setelah suaminya yang bernama Ibrahim Lamnga meninggal dunia karena melawan Belanda. Setelah pernikah itu, keduanha bersama-sama berjuang untuk melawan Belanda. Sayangnya, Teuku Umar gugur karena peluru musuh yang mengenainya. Saat itu ia tengah melawan pasukan Jenderal Van Heutsz yang menghadangnya di Meulaboh. Teuku Umar wafat pada tahun 1899 di Aceh.

2. Cut Nyak Dien

Cut Nyak Dien

Cut Nyak Dien merupakan salah seorang pahlawan nasional perempuan yang lahir pada tahun 1850. Ia adalah isteri dari Teuku Umar. Bersama suaminya, ia berjuang untuk melawan Belanda di tanah Meulaboh. Suaminya telah gugur saat melawan pasukan Belanda. Oleh karena itu, ia melanjutkan perjuangan suaminya untuk melawan pasukan Belanda yang ada di pedalaman Meulaboh Aceh Barat. Sayangnya, ia berhasil ditangkap oleh Belanda bahkan hingga berusai renta dan rabun. Kondisi Cut Nyak Dien ini didapatkan dari pengikutnya yang bernama Pang Laot. Ia merasa kasihan dengan kondisi Cut Nyak Dien yang sudah digerogoti berbagai penyakit. Berkat laporannya inilah Cut anyak Dien dibawa ke Banda Aceh untuk dirawat.

Setelah mendapatkan perawatan, Cut Nyak Dien sembuh dari penyakit yang menggerogotinya selama ini. Sayangnya, ia kembali diasingkan ke Sumedang karena dianggap dapat memberikan pengaruh yang kuat bagi masyarakat Aceh. Pengasingannya yang kedua ini sampai ia menghembuskan nafas terakhirnya pada tanggal 6 November 1908. Ia kemudian dimakamkan di Gunung Puyuh, Sumedang. Makamnya di Sumedang kemudian baru ditemukan pada tahun 1959 setelah dilakukannya pencarian atas permintaan Ali Hasan yang pada saat itu menjabat sebagai Gubernur Aceh. Atas semua jasanya, ia diberikan gelar Pahlawan Nasional pada tahun 1964.

3. Laksamana Malayahati

Laksamana Malayahati

Laksamana Malayahati merupakan pejuang perempuan dari tanah Aceh. Ia berasal dari Kesultanan Aceh. Ayahnya bernama Laksamana Mahmud Syah sementara kakeknya adalah Laksamana Muhammad Said Syah yang merupakan anak dari Sultan Salahuddin Syah. Sultan Salahuddin Syah pernah memegang kekuasaan pada tahun 1530-1539 Masehi dan merupakan anak dari seorang pendiri kerajaan Aceh Darussalam yaknu Sultan Ibrahim Ali Mughayat Syah.

Meskipun terlahir dari darah sultan, tak membuat Malahayati berdiam diri di kesultanan. Sama seperti ayah dan kakeknya, ia turut memerjuangkan kemerdekaan. Ia bahkan pernah menjadi Kepala Barisan Pengawal Istana Panglima Rahasia dan Panglima Protokol Pemerintah dari Sultan Saidil Mukammil Alauddin Riayat Syah IV. Tidak hanya itu, pada tanggal 11 September 1599, ia pernah memimpin sekitar 2000 orang pasukan Inong Balee atau janda pahlawan yang gugur. Saat itu, pasukan tersebut dipersiapkan untuk melawan kapal serta benteng milik Belanda.

Pada pertempuran tersebut, ia berhasil membunuh seorang Cornelis de Houtman dalam pertempuran satu lawan satu di geladak kapal. Oleh sebab inilah, ia diberi gelar Laksamana karena keberaniannya dalam melawan dan membunuh salah seorang pemimpin Belanda. Atas semua jasa yang telah diberikannya, ia diberi gelar Pahlawan Nasional pada tanggal 6 November 2017. Selain itu, namanya pun diabadikan dalam berbagai nama tempat seperti pelabuhan yang ada di Teluk Krueng Raya, kapal perang Fregat kelas Fatahillah miliknya TNI AL, Universitas di Bandar Lampung dan masih banyak lagi.

4. Cut Nyak Meutia

Cut Nyak Meutia

Perempuan hebat selanjutnya yang berasal dari tanah rancong ini adalah Cut Nyak Meutia. Ia merupakan salah seorang peminpin yang melakukan perlawanan kepada penjajah di Aceh Utara. Sama seperti Cut Nyak Dien, ia juga melanjutkan perjuangan suaminya yang bernama Teuku Cik Tunong. Ia beserta suami keduanya yakni Pang Naggroe berjuang untuk melawan penjajah. Sayangnya, keduanya gugur pada tanggal 16 september 1910. Cut Nyak Meutia, terlibat dalam bentrokan dengan pasukan Marsoses di Alue Kurieng dan menyebabkan dirinya gugur. Atas semua jasa yang telah diberikannya, ia diberi gelar Pahlawan Nasional pada tahun 1964.

5. Sultan Iskandar Muda

Sultan Iskandar Muda

Sultan Iskandar Muda merupakan seorang Raja yang terkenal karena dapat membawa Aceh pada puncak keemasan. Sultan Iskandar Muda lahir pada tahun 1593. Pada masa pemerintahannya sekitar tahun 1607-1636, Aceh dapat menguasai Sumatera bahkan hingga sebagian Malausia seperti wilayah Johor dan Kedah. Tidak hanya itu, saat itu Aceh melakukan perlawanan kepasa Portugis yang ada di Malaka.

Di bawah pemerintahannya, Aceh dapat mencapai puncak kejayaan sebagai pusat perdagangan serta pembelajaran islam. Atas semua jasa yang telah diberikannya, ia diberi gelar Pahlawan Nasional pada tahum 1993. Tidak hanya itu, namanya pun diabadikan sebagai nama bandar udara internasional yang ada di Aceh yakni Bandae Udara Sultan Iskandar Muda Aceh.

6. Teuku Cik di Tiro

Teuku Cik di Tiro

Teuku Cik di Tiro merupakan seorang ulama sekaligus panglima besar Aceh yang lahir pada tahun 1836. Ia memiliki nama lengkap Teuku Muhammad Saman. Namanya mulai muncul saat menjadi pemimpin perang saat melawan Belanda pada tahun 1881. Delapan tahun setelah menyatakan perang kepada Aceh, ia bersama Teuku Chik Panten Kulu mengorbankan semangatnya untuk melakukan perang di jalan Allah. Ia bahkan sampai pindah ke Aceh Besar saei Lamlo, Pidie dan menjadikannya sebagai basis gerliyawan di Desa Meureu Indrapuri.

Desa Meureu Indrapuri dijadikan sebagai basis gerilya karena kondisi alam yang mendukung yakni berupa dataran rendah serta perbukitan. Kontur alam yang seperti inilah yang dianggap cocok untuk menjadi benteng pertahanan secara alami. Dari pertempuran tersebut, satu per satu benteng milik Belanda direbut oleh pasukannya. Hal ini tentunya membuat Belanda keteteran sampai berulang kali mengganti gubernur untuk melawan pasukan Teuku Cik di Tiro. Sayangya, akhir hidup dari seorang pejuang ini berakhir mengenaskan. Ia meninggal dunia karena diracun melalui makanan yang disajikan oleh seorang perempuan. Oleh karena itulah, ia meninggal dunia pada tahun 1891 dan dimakamkan du Desa Meureu, Indrapuri. Atas semua jasa yang diberikannya, ia diberi gelar Pahlawan Nasional pada tahun 1973.

Itulah keenam tokoh pahlawan Nasional dari Aceh. Aceh tidak hanya melahirkan para laki-laki tangguh saja, melainkan juga sosok-sosok perempuan hebat. Seperti Cut Nyak Dien, Cut Nyak Meutia dan Laksamana Malayahati. Mereka adalah para perempuan hebat yang berani melawan para penjajah sekalipun nyawa taruhannya. Bersama pasangannya, mereka berjuang melawan para penjajah yang semena-mena. Bahkan sekalipun pasangan mereka telah gugur, hal itu tidak menyurutkan semangat yang berkonar untuk melawan penjajah.

The post 6 Pahlawan Nasional dari Aceh Beserta Biografi Singkatnya appeared first on HaloEdukasi.com.

]]>
8 Gunung Tertinggi di Aceh Beserta Gambarnya https://haloedukasi.com/gunung-tertinggi-di-aceh Wed, 09 Mar 2022 06:45:33 +0000 https://haloedukasi.com/?p=31885 Indonesia terkenal akan kekayaan alam, termasuk struktur geografisnya yang sangat beragam. Salah satu keragaman tersebut adalah adanya berbagai gunung aktif maupun tidak aktif yang tersebar di hampir setiap pulau besar di Indonesia, terkecuali pulau Kalimantan.  Membahas soal gunung di Indonesia, Pulau Sumatra merupakan daerah yang termasuk dalam Cincin Api Pasifik sehingga cukup banyak gunung yang […]

The post 8 Gunung Tertinggi di Aceh Beserta Gambarnya appeared first on HaloEdukasi.com.

]]>
Indonesia terkenal akan kekayaan alam, termasuk struktur geografisnya yang sangat beragam. Salah satu keragaman tersebut adalah adanya berbagai gunung aktif maupun tidak aktif yang tersebar di hampir setiap pulau besar di Indonesia, terkecuali pulau Kalimantan. 

Membahas soal gunung di Indonesia, Pulau Sumatra merupakan daerah yang termasuk dalam Cincin Api Pasifik sehingga cukup banyak gunung yang dapat ditemukan di daerah ini.  Di antara berbagai daerah, Provinsi Aceh juga memiliki beberapa gunung aktif dan gunung tidak aktif. Berikut adalah 8 gunung tertinggi di Provinsi Aceh.

1. Gunung Leuser

Gunung Leuser

Gunung tertinggi yang ada di Provinsi Aceh adalah Gunung Leuser. Gunung ini memiliki ketinggian 3404 meter di atas permukaan laut. Gunung Leuser menjadi bagian dari Taman Nasional Gunung Leuser seluas 1.094,692 hektar yang berisi ekosistem pantai hingga pegunungan dengan hutan hujan tropis yang lebat. 

Daerah Gunung Leuser merupakan tempat tinggal bagi empat spesies hewan yang saat ini sudah hampir punah, yaitu Harimau Sumatra (Panthera tigris sumatrae), Orangutan Sumatra (Pongo abelii), Badak Sumatra (Dicerorhinus sumatrensis), serta Gajah Sumatra (Elephas maximus sumatranus). Tidak hanya itu, di kawasan taman nasional sekitar Gunung Leuser juga terdapat 350 spesies burung serta 129 spesies mamalia.

2. Gunung Kemiri

Gunung Kemiri

Gunung Kemiri yang mempunyai ketinggian hingga 3.315 meter di atas permukaan laut ini adalah gunung tertinggi kedua di Aceh. Dalam peta topografi Gunung Kemiri menjadi bagian dari pegunungan di kawasan Taman Nasional Gunung Leuser Leuser, tepatnya di Kabupaten Gayo Lues.

Untuk dapat mencapai puncak Gunung Kemiri, diperlukan waktu sekitar empat hari dengan menyusuri daerah hutan Leuser dengan jalur pendakian diawali dari Desa Gumpang. Sedangkan untuk turun hanya memakan waktu sekitar dua hari lamanya.

3. Gunung Bandahara

Gunung Bandahara

Gunung setinggi 3.030 meter di atas permukaan air laut ini terletak di Kabupaten Gayo Lues. Gunung Bandahara sudah lama menjadi gunung yang tidak aktif. Salah satu tempat yang paling menarik dari Gunung ini adalah air terjun Situ Galo.

Meskipun dapat didaki, Gunung Bandahara tidak seterkenal Gunung Leuser dan belum banyak orang yang mendaki gunung ini karena hutannya masih sangat lebat dan jalur pendakiannya belum banyak diketahui.

4. Gunung Burni Kelieten

Gunung Burni Kelieten

Gunung Burni Kelieten memiliki nama yang berasal dari bahasa Gayo, yakni Burni yang berarti “gunung” dan Kelieten yang berarti “kelihatan”. Gunung yang termasuk jenis gunung tidak aktif ini  terletak di Kabupaten Aceh Tengah dan mempunyai ketinggian hingga 2.930 meter di atas permukaan laut. 

Untuk dapat mencapai puncak Gunung Burni Kelieten, pendaki perlu naik-turun tiga gunung serta melalui jalur yang kebanyakan menanjak. Akan tetapi, pemandangan dari gunung ini sangat indah dengan pemandangan Danau Tawar yang terlihat dari Puncak Batu.

5. Gunung Geureudong

Gunung Geureudong

Selanjutnya terdapat Gunung Geureudong yang memiliki ketinggian 2.885 meter di atas permukaan air laut. Gunung ini berada di Kabupaten Bener Meriah dan di sekitarnya terdapat banyak tanaman kopi serta buah-buahan. Selain itu, terdapat pula beberapa kolam alami tempat sumber air panas untuk berendam.

Gunung Geureudong merupakan gunung bertipe stratovolcano dan sudah pernah meletus dua kali sebelumnya. Oleh sebab itu, jalur pendakian gunung ini cukup menantang sehingga belum banyak pendaki yang mendatangi Gunung Geureudong. Namun, habitat di gunung ini masih sangat alami bahkan jika beruntung bisa melihat gajah di savana yang ada di Lembah Tamat.

6. Gunung Perkison 

Gunung Perkison 

Gunung setinggi 2.828 meter di atas permukaan laut ini terletak di Kabupaten Aceh Tenggara. Gunung Perkison ini merupakan gunung yang tidak aktif dan memiliki jalur pendakian yang cukup berat karena medannya adalah hutan liar dan hutan lumut.

Walaupun begitu, terdapat pemandangan alam yang indah, seperti Sungai Alas dan bahkan Bukit Barisan di Gunung Bandahara jika beruntung. Selain pemandangan alam, terdapat flora dan fauna yang beragam pula, seperti bunga raflesia,tamanan magpie robin,  tupai, serta hornbills

7. Gunung Peuet Sague 

Gunung Peuet Sague

Nama Gunung Peuet Sague memiliki arti empat segi. Hal itu dikarenakan gunung ini memiliki empat puncak. Gunung Peuet Sague terletak di Kabupaten Pidie setinggi 2.785 meter di atas permukaan air laut. Gunung ini bertipe strato dengan kubah lava di puncaknya.

Gunung Peuet Sague merupakan gunung yang masih aktif meski belum dapat diketahui seberapa aktif gunung ini. Sebelumnya, Gunung Peuet Sague pernah mengalami erupsi pada tahun 1919, 1920, 1924, dan terakhir pada 1979. Kawasan Gunung Peuet Sague masih sangat alami dan belum banyak didatangi oleh pendaki.

8. Gunung Bur Ni Telong

Gunung Bur Ni Telong

Terakhir, terdapat Gunung Bur Ni Telong atau disebut juga dengan Gunung Burni Telong. Gunung ini memiliki ketinggian 2.624 meter di atas permukaan air laut dan berada di Kabupaten Aceh Tengah. Dilansir dari situs Badan Geologi Kementerian ESDM, Gunung Bur Ni Telong yang merupakan gunung aktif ini pernah meletus pada tahun 1837, 1839, 1856, 1919, dan 1924.

Untuk mencapai puncak Gunung Bur Ni Telong pendaki dapat memilih salah satu dari dua arah, yakni dari lereng tenggara melalui Kampung Sentral atau dari lereng barat daya melalui Bandar Lampahan. Gunung ini menjadi salah satu gunung favorit untuk didaki karena terkenal akan lima kawah di puncaknya yang indah.

Demikianlah 8 gunung tertinggi di Provinsi Aceh. Kesimpulannya, sebagai bagian dari Cincin Api Pasifik, pulau Sumatera khususnya Provinsi Aceh memiliki berbagai gunung, baik yang masih aktif maupun yang tidak aktif. Gunung-gunung tersebut menjadi tempat tinggal flora dan fauna yang beragam.

Gunung-gunung tertinggi itu di antaranya adalah Gunung Leuser (3.404 mdpl), Gunung Kemiri (3.315 mdpl), Gunung Bandahara (3.030 mdpl), Gunung Burni Keleten (2.930 mdpl), Gunung Geureudong (2.885 mdpl), Gunung Perkison (2.828 mdpl), Gunung Peuet Sague (2.785 mdpl), serta Gunung Bur Ni Telong (2.624 mdpl).

The post 8 Gunung Tertinggi di Aceh Beserta Gambarnya appeared first on HaloEdukasi.com.

]]>
Suku Mante: Sejarah – Ciri Khas dan Kebudayaannya https://haloedukasi.com/suku-mante Sat, 30 Oct 2021 02:41:07 +0000 https://haloedukasi.com/?p=28069 Indonesia merupakan negara kepulauan dengan berbagai macam suku budaya di dalamnya. Suku-suku tersebut menyebar di seluruh wilayah dan membentuk kebudayaan yang berbeda-beda. Dari ribuan suku yang ada, pada pembahasan kali ini kita akan menggali tentang Suku Mante mulai dari sejarah hingga kebudayaannya.  Siapa itu Suku Mante? Suku Mante merupakan suku yang ada di wilayah pedalaman […]

The post Suku Mante: Sejarah – Ciri Khas dan Kebudayaannya appeared first on HaloEdukasi.com.

]]>
Indonesia merupakan negara kepulauan dengan berbagai macam suku budaya di dalamnya. Suku-suku tersebut menyebar di seluruh wilayah dan membentuk kebudayaan yang berbeda-beda. Dari ribuan suku yang ada, pada pembahasan kali ini kita akan menggali tentang Suku Mante mulai dari sejarah hingga kebudayaannya. 

Siapa itu Suku Mante?

Suku Mante

Suku Mante merupakan suku yang ada di wilayah pedalaman Aceh Tenggara. Mereka hidup terisolir dari masyarakat lainnya sehingga keberadaannya hingga saat ini masih sangat misterius. Namun mereka tetap ada dan menghuni hutan-hutan dan pegunungan di sana. Suku ini diketahui merupakan awal dari suku-suku lainnya di Aceh Besar.

Sejarah Suku Mante

Keberadaannya yang misterius dan terisolir menyebabkan sedikitnya pengetahuan tentang suku Mante ini. Asal muasal suku ini pun masih menjadi perdebatan. Ada beberapa teori yang mencoba mengungkapkan dari mana mereka datang. 

Teori pertama berasal dari buku ‘The Atjehers’ karya Dr. Snouck Hurgronje yang mengatakan sepasang Suku Mante ditemukan pada abad 17 oleh warga lain kemudian dibawa ke Kesultanan Aceh. Keduanya menolak untuk berbicara bahkan enggan untuk makan hingga akhirnya mati kelaparan. 

Teori kedua mengatakan bahwa Suku Mante pada awalnya mendiami Aceh Besar kemudian menyebar ke seluruh daerah terutama di wilayah-wilayah yang jauh dari peradaban. Mereka merupakan sub suku dari Melayu Tua yang datang ke Aceh pada 3000 tahun sebelum Masehi. 

Teori lain datang secara etnologi mengungkapkan bahwa suku ini berkaitan dengan bangsa Funisia di Babilonia atau Dravida yang menghuni lembah sungai Indus dan Gangga. Sayangnya teori ini masih sangat lemah karena minimnya bukti-bukti. Teori terakhir diungkapkan oleh Kementerian Sekretariat Negara dan Kementerian Komunikasi dan Informatika mengatakan bahwa Suku Mante masih berhubungan dengan suku di Aceh lainnya seperti suku Gayo, Suku Batak, dan Suku Alas. 

Ciri Khas Suku Mante

Suku Mante memiliki keunikan tersendiri dibandingkan dengan suku lainnya yang ada di Indonesia. Tubuh mereka tergolong kerdil dengan tinggi kurang dari satu meter. Kulit mereka coklat hingga cerah. Rata-rata mereka membiarkan rambut lurusnya tumbuh memanjang sehingga menyamai ukuran tubuh mereka. 

Banyak yang mengatakan bahwa orang-orang suku Mante ini lincah dan gesit. Meski bertubuh pendek namun mereka memiliki badan yang berotot. Wajahnya persegi, dahi menyempit, hidungnya pesek, serta telinga yang sedikit runcing seperti peri dalam dongeng.

Keunikan mereka yang lainnya yaitu terlihat pada tubuh suku Mante yang memiliki bulu halus. Namun hanya kaum wanita saja yang memiliki keunikan sedangkan kaum laki-laki tidak memilikinya.

Kebudayaan Suku Mante 

Jika biasanya orang-orang akan beraktivitas pada siang hari, berbeda dengan suku Mante yang akan beraktivitas pada pagi buta. Biasanya mereka akan keluar dari tempat tinggal mereka saat menjelang subuh untuk mengambil air dan mencari makanan di sungai. Kemudian mereka akan kembali setelah matahari terbit. 

Manusia pada umumnya memang memakan akan saja baik daging maupun sayuran namun Suku Mante benar benar memakan segalanya. Mereka bisa memakan apa saja yang ditemukan di hutan termasuk rerumputan dan lumut. Cara memakan mereka juga berbeda yaitu langsung dimakan tidak dimasak terlebih dahulu. Suku Mante diketahui tidak menggunakan api dalam kehidupan sehari-hari.

Selain tidak menggunakan api, penghuni pedalaman Aceh ini juga sangat menghindari manusia selain dari suku mereka. Meski menjauhi orang lain namun diketahui mereka sering mengintip kehidupan manusia modern. Mereka juga menghindari penggunaan api dalam kehidupan sehari-hari. 

Bahasa Suku Mante

Suku Mante memiliki bahasanya sendiri yang sampai saat ini belum dapat diketahui golongan bahasa apa yang digunakan oleh mereka. Begitu juga dengan aksen dan logat mereka yang unik dan berbeda. Satu-satunya orang yang dapat mengetahui bahasa mereka adalah orang dari suku mereka sendiri. 

Ketika bertemu dengan seseorang yang tersesat di hutan makan orang suku Mante akan menunjukkan jalan dengan bahasa isyarat yaitu menggambar denah di tanah dengan menggunakan kuku dan jari mereka. 

Rumah Adat Suku Mante 

Tidak seperti suku-suku lainnya yang memiliki ciri khas pada bentuk rumahnya, suku Mante tidak memiliki hal tersebut. Hal tersebut lantaran cara hidup mereka yang masih sangat primitif. Mereka hidup secara nomaden atau berpindah-pindah dari hutan ke hutan lainnya atau pegunungan dan bukit. Di hutan mereka akan tinggal di dalam Goa atau tempat lainnya yang dapat digunakan untuk berteduh. 

Diketahui hutan tempat tinggal mereka yaitu hutan Lokop, Kabupaten Aceh Timur, hutan Oneng, Pintu Rimba, Rikit Gaib di Kabupaten Aceh Tengah dan Aceh Tenggara. Tempat tinggal mereka yang sulit dijangkau manusia ini lah yang menyebabkan terasingnya suku Mante dari peradaban modern. 

The post Suku Mante: Sejarah – Ciri Khas dan Kebudayaannya appeared first on HaloEdukasi.com.

]]>
8 Kerajinan Tangan Khas Aceh yang Sangat Menarik https://haloedukasi.com/kerajinan-tangan-khas-aceh Thu, 28 Oct 2021 01:22:59 +0000 https://haloedukasi.com/?p=28028 Saat kita berkunjung ke suatu tempat terkadang kita ingin mengenangnya dengan membeli sesuatu yang khas dari daerah tersebut. Beberapa kerajinan di bawah ini merupakan hasil karya masyarakat Aceh yang menjadi ciri khas mereka. 1. Tas Aceh  Tas merupakan suatu hal yang banyak kita jumpai di berbagai daerah. Namun tas Aceh memiliki keunikan sendiri yang tidak […]

The post 8 Kerajinan Tangan Khas Aceh yang Sangat Menarik appeared first on HaloEdukasi.com.

]]>
Saat kita berkunjung ke suatu tempat terkadang kita ingin mengenangnya dengan membeli sesuatu yang khas dari daerah tersebut. Beberapa kerajinan di bawah ini merupakan hasil karya masyarakat Aceh yang menjadi ciri khas mereka.

1. Tas Aceh 

 Tas Aceh 

Tas merupakan suatu hal yang banyak kita jumpai di berbagai daerah. Namun tas Aceh memiliki keunikan sendiri yang tidak ada pada tas di daerah lainnya. Tas Aceh memiliki motif yang menggambarkan budaya Aceh seperti rencong, pinto Aceh serta motif etnik lainnya. Meski bermotif tradisional tetapi gaya dari tas ini mengikuti perkembangan zaman sehingga tetap terlihat modis. 

Tas ini sebenarnya sudah ada sejak zaman nenek moyang mereka. Tas Aceh kemudian dikenal oleh masyarakat luas baik dalam maupun luar negeri setelah bencana tsunami Aceh tahun 2004. 

2. Kain Kasab Aceh

Kain Kasab Aceh

Kasab Aceh merupakan kerajinan tangan asli provinsi paling utara pulau Sumatera ini yang terbuat dari sulaman benang emas atau perak. Kain ini umumnya digunakan untuk menghiasi kain beludru yang proses pembuatannya masih tradisional. Kain ini pada zaman dahulu tidak hanya sebagai hiasan saja melainkan menunjukkan status sosial pemiliknya. Warna Kuning  untuk sang raja, warna merah diperuntukkan bagi hulubalang raja atau panglima, hijau adalah warna untuk ulama dan hitam untuk rakyat kelas bawah.

Kain Kasab Aceh saat ini tidak lagi menunjukkan kasta seseorang melainkan sudah melebur menjadi kebudayaan Aceh. Saat ini kain Kasab Aceh sering digunakan pada saat acara keagamaan, pernikahan, khitanan, aqiqah dan lainnya karena dianggap sebagai lambang ketaatan terhadap agama. Masyarakat Aceh biasanya akan meletakkan kain ini sebagai tirai, pintu masuk, dekorasi dinding atau langit-langit rumah bahkan hingga miniatur seperti gantungan kunci dan cinderamata.

3. Meukeutop

Meukeutop

Meukeutop merupakan penutup kepala yang kerap digunakan oleh kaum pria di Aceh. Bentuknya lonjong dan memanjang ke atas yang dihiasi dengan tenunan sutra dan lilitan tengkuluk. Kopiah ini terdiri dari 5 warna dengan artinya masing-masing yakni merah untuk kepahlawanan, hijau representasi dari agama Islam, kuning untuk kesultanan, hitam mengartikan ketegasan, dan putih untuk kesucian. 

4. Kain Tenun Aceh

Kain Tenun Aceh

Budaya tenun sudah mendarah daging bagi masyarakat Nanggroe Aceh Darussalam. Pasalnya mereka sudah mengenal tradisi ini sejak abad ke 10.  Berbeda dengan kain tenun dari daerah lainnya yang lekat dengan motif makhluk hidup, kain tenun Aceh menghindari hal-hal tersebut. Hal tersebut lantaran masyarakat Aceh yang sangat menjunjung tinggi Ajaran Islam dimana terdapat kepercayaan bahwa malaikat tidak akan memasuki rumah yang memiliki benda yang menyerupai makhluk hidup. 

Sebagai gantinya, masyarakat Aceh membubuhkan kalimah-kalimah Allah, buah delima yang disebut dalam kitab suci Alquran, motif awan, motif pepohonan, serta motif daun sirih. Kain-kain ini biasanya dijadikan selendang ataupun penutup kepala. Bagi masyarakat Aceh pakaian bukan sekedar penutup tubuh melainkan juga mengandung rezeki dan harapan. 

5. Anyaman Pandan

Anyaman Pandan

Anyaman merupakan salah satu teknik dalam membuat suatu kerajinan. Orang-orang di Aceh memanfaatkan daun pandan untuk membuat kerajinan tangan yang memiliki nilai fungsi dan estetika. Daun pandan sebelum dianyam harus disayat dan dipilah terlebih dahulu untuk kemudian direbus agar tidak ada hama. Setelah itu daun pandan diangkat dan dijemur hingga kering kemudian diberi warna. 

Pada awalnya daun pandan hanya dijadikan tikar namun seiring perkembangannya semakin banyak variasi lainnya. Contoh kerajinan dari daun pandan adalah tas, sandal, sarung bantal kursi dan masih banyak lagi. Kerajinan ini paling banyak ditemukan di Kabupaten Pidie, Kabupaten Pidie Jaya dan kabupaten Aceh Utara.

6. Perhiasan Emas Khas Aceh 

Perhiasan Emas Khas Aceh 

Aceh sudah mengenal ukiran pada emas sejak abad ke 13 atau ketika masih berada di bawah kekuasaan Sultan Iskandar Muda. Emas-emas tersebut dipoles menjadi perhiasan yang cantik dan elegan. Kecintaan pada emas tersebut masih berlangsung hingga masa sekarang. 

Beberapa perhiasan emas khas Aceh antara lain ayeum gumbak yang digunakan oleh kaum pria di sisi kanan kupiah meukeutop, pinto aceh yang sering digunakan sebagai mahar, cucok sanggoi yang disematkan disanggul seperti tusuk konde, keutab lhee lapeh yaitu kalung yang memiliki tiga tingkat, hingga talo keuieng yang merupakan ikat pinggang emas. 

7. Nepa

Nepa

Nepa adalah sebutan untuk aneka kerajinan oleh masyarakat Aceh khususnya suku Gayo. Masyarakat Gayo biasanya membuat gerabah menjadi berbagai macam peralatan rumah tangga seperti vas, asbak, periuk, kendi dan lainnya. Gerabah ini memiliki motif yang diukir indah pada bagian luar. Pusat industri dari kerajinan gerabah  ada di Aceh Tengah. Di sana selain menjual produk juga bisa belajar membuat gerabah langsung dengan pengertiannya. 

8. Kerajinan Batok Kelapa

Kerajinan Batok Kelapa

Batok atau tempurung kelapa biasanya dibuang begitu saja sehingga menjadi limbah. Namun di tangan masyarakat Aceh limbah tersebut bisa berubah menjadi barang yang berguna dan cantik. Batok kelapa ini disulap menjadi miniatur, gantungan kunci, gelas, tatakan lampu, patung dan aksesoris lainnya. 

Pusat kerajinan batok kelapa berada di Pulau Weh yaitu di Aceh bagian Utara.  Harganya pun sangat bervariasi mulai dari belasan ribu hingga jutaan rupiah. 

9. Batik Aceh 

Batik Aceh

Di tanah rencong ternyata terdapat sebuah industri yang memproduksi batik. Batik ini kemungkinan berasal dari pendatang yang berasal dari pulau Jawa di sana. Motif batik telah disesuaikan dengan kondisi masyarakat dan budaya setempat. Ciri khas dari batik Aceh adalah memiliki corak warna yang mencolok seperti merah, merah muda, hijau, dan kuning. Beberapa motif batik Aceh yang paling populer adalah motif tolak angin, motif pintu Aceh, motif bunga jeumpa, motif awan meucanek, motif batik rencong, motif batik awan berarak, gayo, dan motif  pucok reubong. 

The post 8 Kerajinan Tangan Khas Aceh yang Sangat Menarik appeared first on HaloEdukasi.com.

]]>
12 Upacara Adat Aceh yang Perlu diketahui https://haloedukasi.com/upacara-adat-aceh Wed, 27 Oct 2021 02:39:19 +0000 https://haloedukasi.com/?p=27961 Aceh merupakan sebuah provinsi paling ujung utara dari pulau Sumatera. Budayanya yang paling terkenal adalah tari Saman. Sebenarnya Aceh masih menyimpan banyak kebudayaan lainnya seperti upacara adat yang masih lestari hingga saat ini. Berikut ini adalah upacara adat Aceh yang perlu kamu ketahui. 1. Upacara Adat Troen U Blang Upacara ini merupakan upacara yang mirip […]

The post 12 Upacara Adat Aceh yang Perlu diketahui appeared first on HaloEdukasi.com.

]]>
Aceh merupakan sebuah provinsi paling ujung utara dari pulau Sumatera. Budayanya yang paling terkenal adalah tari Saman. Sebenarnya Aceh masih menyimpan banyak kebudayaan lainnya seperti upacara adat yang masih lestari hingga saat ini. Berikut ini adalah upacara adat Aceh yang perlu kamu ketahui.

1. Upacara Adat Troen U Blang

Upacara Adat Troen U Blang

Upacara ini merupakan upacara yang mirip dengan tradisi kenduri di pulau Jawa. Tradisi ini dilakukan oleh para petani menjelang penanaman padi. Tujuan dari dilaksanakan hajatan kini adalah meminta kepada Tuhan agar memberkati ladang mereka dan terhindar dari hama yang dapat mengganggu hasil panen.  

Para istri petani biasanya akan menyiapkan nasi dengan lauk pauknya yang dibungkus dengan pisang. Kemudian mereka akan berkumpul di ladang kosong yang rimbun dan memakan makanan mereka bersama. Tradisi ini sudah ada sejak dahulu kala dan masih berjalan hingga saat ini. 

2. Upacara Adat Kenduri Beureuat

Upacara Adat Kenduri Beureuat

Upacara ini merupakan upacara yang dilakukan ketika memasuki pertengahan bulan Sya’ban dalam kalender Hijriah. Waktu pelaksanaannya yaitu setelah magrib hingga isya. Acara ini disebut juga dengan “beureukat” yang artinya berkah. Masyarakat Aceh yang lekat dengan ajaran Islamnya meyakini bulan Sya’ban merupakan bulan pergantian buku catatan amal sehingga mereka mencari keberkahan pada bulan tersebut. 

Tempat yang dipilih untuk melaksanakan tradisi ini umumnya di tempat-tempat suci seperti masjid, mushola, maupun tempat pengajian. Dalam acara ini masyarakat sholat magrib dan berdoa bersama kemudian dilanjut dengan makan bersama. 

3. Upacara Adat Meugang

Upacara Adat Meugang

Beberapa hari menjelang Ramadhan masyarakat Aceh memiliki tradisi yang sudah dilakukan sejak masa Kesultanan Aceh. Upacara tersebut adalah tradisi Meugang atau dikenal juga dengan nama Makmeugang. Upacara ini diisi dengan menyembelih binatang ternak seperti kambing, sapi, atau kerbau. 

Tradisi ini mirip dengan tradisi kurban pada saat Idul Adha hanya saja latar belakangnya berbeda. Kurban pada saat Idul Adha dilatarbelakangi oleh agama sedangkan tradisi meugang berasal dari Sultan Iskandar Muda yang memerintahkan kerajaan untuk menyembelih binatang kurban. Daging kurban  dibagikan kepada rakyatnya sehari sebelum bulan Ramadhan. 

4. Upacara Adat Peusijuek

Upacara Adat Peusijuek

Masyarakat Aceh ketika telah mendapatkan apa yang diharapkan maka mereka akan menggelar acara syukuran yang disebut dengan Peusijuek. Umumnya mereka akan menggelar acara ini ketika memperoleh benda berharga seperti sawah, pernikahan, mobil atau motor baru, kenaikan jabatan, rumah dan lainnya. 

Prosesi upacara akan dipimpin oleh seorang pemuka agama yang akan memandu berdoa. Upacara ini memerlukan beberapa bahan yang mempunyai arti tersendiri seperti rerumputan dan daun-daunan yang merupakan simbol dari keharmonisan. Selain itu terdapat beras dan padi sebagai simbol dari kemakmuran dan kesuburan, air dan tepung ketan yang merepresentasikan rasa kekeluargaan dan ketentraman. 

5. Upacara Adat Peutron Aneuk

 Upacara Adat Peutron Aneuk

Ritual ini merupakan ritual sakral yang dilakukan untuk bayi yang berusia 44 hari, tiga bulan, lima bulan atau tujuh bulan. Berdasarkan sejarahnya ritual ini sudah ada sejak Kesultanan Samudera Pasai dan terus berlanjut. Tujuannya adalah untuk meminta keberkahan dan keselamatan bagi anak dan keluarganya. 

Prosesi Peutron Aneuk di setiap daerah memiliki perbedaan. Biasanya prosesi tersebut berupa bayi akan diberi doa oleh tokoh agama dan diberi sedikit sari buah-buahan dan makanan lainnya agar indera perasa berfungsi dengan baik. Prosesi lainnya yaitu bayi akan dibawa keluar dan dituntun untuk menginjak tanah untuk pertama kalinya. Namun ada juga yang melakukannya dengan cara memandikan anak di masjid. 

6. Upacara Uroe Tulak Bala

Upacara Uroe Tulak Bala

Upacara Uroe Tulak Bala banyak dilakukan oleh masyarakat pesisir Aceh terutama di pantai selatan.Tujuan dari ritual ini sesuai dengan namanya yaitu ”Tulak” yang artinya menolak dan “Bala” yang artinya musibah sehingga artinya adalah menolak segala bentuk musibah. Tradisi ini dilakukan pada bulan Safar kalender Islam tepatnya di hari rabu terakhir. 

Menurut kepercayaan masyarakat Aceh Tuhan akan mengirimkan musibah pada saat bulan Safar. Oleh sebab itu mereka melakukan upacara doa bersama di Masjid pada malam hari. Keesokan harinya mereka akan membuat beberapa makanan seperti kue timpan, ketupat singkong, nasi lemang, ketupat ketan dan makanan khas lainnya. Makanan tersebut akan dibawa ke pemandian dan disantap bersama-sama.

Prosesi ini dipimpin oleh pemuka agama yang akan membacakan air tepung tawa dan membasuhkan kepada masyarakat dengan menggunakan daun. 

7. Upacara Adat Reuhab

Upacara Adat Reuhab

Tradisi ini dilakukan ketika ada kerabat yang meninggal dunia oleh masyarakat Gampong Kuta Aceh. Hal yang harus disiapkan dalam upacara ini adalah sebuah kamar yang akan di sakralkan selama 40 hari. Kamar tersebut akan digunakan untuk menyimpan baju terakhir yang dipakai oleh mendiang, kain dan tikar yang digunakan untuk membungkus jenazah ketika dimakamkan, dan juga, bantal, guling, sprei, alat sholat, Al-qur’an dan tirai untuk menghias dinding. 

Kamar tersebut diberi wewangian seperti kemenyan dan tidak boleh dalam keadaan gelap. Di malam terakhir yaitu malam ke 40 akan diadakan doa bersama yang dikenal dengan sebutan Samadiah. Ritual ini wajib dilakukan jika tidak maka akan dianggap tidak menghormati mendiang. 

8. Upacara Jak Ba Ranub dan Jak Ba Tanda

 Upacara Jak Ba Ranub dan Jak Ba Tanda

Tradisi ini merupakan tradisi lamaran yang dilakukan oleh masyarakat Aceh. Acara ini dilakukan dengan cara orang tua mempelai pria memberi kuasa kepada utusan khusus atau disebut dengan theulangke. Theulungake akan mengatakan maksud kedatangan mereka yaitu untuk meminang. 

Dalam prosesi ini biasanya hantaran yang dibawa berupa daun sirih yang sudah disusun, buah-buahan, makanan, baju dan lain sebagainya. Sirih merupakan simbol dari ikatan antara pria dan wanita jika ada yang melanggar maka ia akan diberi sanksi adat. 

Setelah Jak Ba Ranub selesai maka akan dilanjut dengan prosesi Jak Ba Tanda yaitu acara untuk menentukan waktu pernikahan. 

9. Upacara Adat Seumeuleung

Upacara Adat Seumeuleung

Tradisi Seumeuleung merupakan sebuah ritual yang dilakukan sebagai tanda terimakasih dari rakyat kepada Raja. Hal tersebut sudah berlangsung sejak Aceh berada dibawah kekuasaan Samudera Pasai. Dalam tradisi ini dayang kerajaan akan menyuapi sang Raja dengan hasil panen terbaik mereka. 

Setelah itu Raja akan memberi sambutan berupa pidato mengenai persatuan, adat istiadat  serta hukum. Setelah semuanya selesai maka rakyat dipersilahkan untuk menikmati hidangan yang sudah disediakan oleh Raja. Waktu pelaksanaan Seumeuleung yaitu tepar bersamaan dengan Idul Adha. 

10. Upacara Adat Meuleumak

Upacara Adat Meuleumak

Upacara adat ini justru berasal dari anak-anak muda di Gampong Lamkawe, Kabupaten Pidie. Mereka ingin menguatkan rasa persaudaraan sesama masyarakat Aceh dan terbentuklah acara memasak bersama yang disebut dengan Meuleumak. Biasanya tradisi ini akan diadakan pada saat Idul Fitri. 

Masakan yang dibuat dalam acara Meulemak biasanya makanan khas Aceh seperti leumang, bebek gulai kurma, seupet kuwet dan lain sebagainya. 

11. Upacara Adat Khanduri Pang Ulee

Upacara Adat Khanduri Pang Ulee

Khanduri Pang Ulee merupakan sebuah tradisi yang digunakan untuk merayakan kelahiran Nabi Muhammad atau umumnya dikenal dengan Maulid Nabi. Masyarakat Aceh umumnya akan merayakan maulid nabi antara bulan Rabiul Awal, Rabiul Akhir, dan Jumadil Ula. 

Masyarakat baik yang muda maupun yang tua akan berkumpul ke masjid setelah Isya untuk berdzikir dan mengagungkan nama Rasulullah. 

12. Upacara Adat Reusam Ziarah

Upacara Adat Reusam Ziarah

Pada hari ketiga setelah lebaran Idul Fitri orang-orang di Sibreh Keumudee mempunyai tradisi yaitu mengunjungi makam leluhur. Tradisi tersebut dikenal dengan nama Reuseum Ziarah yang memiliki tujuan untuk memberi doa kepada mendiang. Setelah melakukan doa, acara akan dilanjutkan dengan makan bersama terutama dengan anak-anak yatim. Tradisi ini sudah berlangsung sejak tahun 1900 an. 

The post 12 Upacara Adat Aceh yang Perlu diketahui appeared first on HaloEdukasi.com.

]]>
Kenali Penyebab Terjadinya Gempa di Aceh Beserta Cara Menanggulanginya https://haloedukasi.com/penyebab-terjadinya-gempa-di-aceh Tue, 12 Oct 2021 02:56:25 +0000 https://haloedukasi.com/?p=27493 Aceh atau yang dikenal dengan serambi mekkah merupakan salah satu provinsi di Indonesia yang ibu kotanya berada di Banda Aceh. Aceh terletak di Pulau Sumatera bagian ujung utara dan merupakan provinsi paling barat di Indonesia. berdasarkan hasil sensus Badan Pusat Statistik (BPS), Aceh telah memiliki jumlah penduduk sekitar 5,2 juta jiwa. Aceh merupakan daratan yang […]

The post Kenali Penyebab Terjadinya Gempa di Aceh Beserta Cara Menanggulanginya appeared first on HaloEdukasi.com.

]]>
gempa aceh 2004

Aceh atau yang dikenal dengan serambi mekkah merupakan salah satu provinsi di Indonesia yang ibu kotanya berada di Banda Aceh. Aceh terletak di Pulau Sumatera bagian ujung utara dan merupakan provinsi paling barat di Indonesia. berdasarkan hasil sensus Badan Pusat Statistik (BPS), Aceh telah memiliki jumlah penduduk sekitar 5,2 juta jiwa.

Aceh merupakan daratan yang letaknya paling dekat dengan episentrum gempa bumi Samudera Hindia 2004. Sehingga Aceh menjadi kawasan yang rawan gempa maupun Tsunami. Salah satu bencana paling sejarah yang terjadi Aceh adalah Tsunami 2004 di mana telah mematikan banyak korban dan menghancurkan banyak infrastruktur.

DTerdapat banyak sekali kejadian gempa yang terjadi di Aceh salah satunya yakni Gempa Simulue.Pada Selasa, 7 Januari 2020 pukul 13:05 WIB silam, di Aceh telah terjadi gempa bumi dengan kekuatan magnitudo 6,4 skala ritcher tepatnya di pesisir barat Pulau Sumatera dan wilayah Aceh. Kepala Pusat Vulkanologi dan Mitigasi Bencana Geologi (PVMBG) dan Badan Geologi Kementerian Energi dan Sumber daya Mineral (ESDM), yakni Kasbani, mengemukakan bahwa pusat gempa bumi yang terjadi berada di bawah laut di mana lokasi terdekatnya yaitu Pulau Simulue Tenggara.

Adapun guncangan-guncangan dari gempa bumi yang dirasakan oleh masyarakat beragam mulai dari skala Modified Mercalli Intensity (MMI) II sampai III dan penyebarannya mulai dari Tapak Tuang, Singkil, Gunung Sitoli, Nias Utara, Medan, Nias Barat hingga menuju Meulaboh. Untungnya, gempa tersebut telah dinyatakan oleh BMKG tidak berpotensi tsunami.

Akibat gempa bumi tersebut telah menimbulkan dampak kerusakan yakni sebanyak dua unit Sarana Pemerintah seperti kantor berita Antara yang mengalami kerusakan ringan. Selain itu beberapa gedung pemerintah di Sinabang juga mengalami keretakan dan jendela kaca yang pecah. Namun masih belum diketahui apakah ada korban cedera atau korban jiwa kala itu.

Penyebab Terjadinya Gempa Aceh

Secara umum, gempa bumi terjadi dipengaruhi oleh banyak faktor seperti adanya pergeseran lempeng bumi, letusan gunung berapi, kejadian alam seperti tanah longsor, dan seismistas terinduksi. Namun terkhusus pada gempa bumi yang terjadi di Aceh telah dijelaskan oleh Daryono selaku Kepala Bidang Mitigasi Gempa Bumi dan Tsunami BMKG bahwa gempa yang terjadi di Aceh tepatnya Simulue diakibatkan adanya subduksi Lempeng Indo-Australia yang menunjam ke bawah Lempeng Eurasia di Zona Megathrutst. Dengan kata lain, gempa terjadi karena dipicu penyesaran naik atau thrust fault.

Selain itu, penyebab terjadinya gempa karena lokasi terdekatnya yakni Pulau Simulue adalah daerah yang tersusun oleh endaman kuarter, batuan sedimen berumur tersier serta batuan berumur pratersier. Sebagian batuan berumur pra-tersier tersebut sudah mengalami pelapukan yang sifatnya lepas, lunak, dan belum kompak serta dapat memperkuat efek guncangan. Sehingga hal itu menjadikan lokasi rawan terhadap gempa bumi.

Cara Menanggulangi Gempa di Aceh

Pemerintah melakukan pengimbauan terhadap masyarakat supaya tetap tenang, mengikuti arahan-arahan dan informasi yang diberikan oleh pemerintah daerah dan BPPD setempat. Selain itu, masyarakat yang terdampak gempa juga diminta agar tidak terpancing kepada isu-isu yang tidak bertanggung jawab terkait gempa bumi dan tsunami serta tetap waspada adanya kejadian gempa susulan.

Pada bencana-bencana gempa yang terjadi sebelumnya, pemerintah banyak mengatur strategi untuk penanggulan bencana di Aceh mulai dari penyediaan makanan, pakaian, pelayanan kesehatan, tempat pengungsian sementara hingga air bersih. selain itu, terdapat juga penanggulan berupa rekonstruksi yakni membangun kembali infrastruktur yang telah rusak akibat gempa bumi.

The post Kenali Penyebab Terjadinya Gempa di Aceh Beserta Cara Menanggulanginya appeared first on HaloEdukasi.com.

]]>
12 Alat Musik Tradisional Aceh dan Gambarnya https://haloedukasi.com/alat-musik-tradisional-aceh Fri, 11 Dec 2020 10:17:23 +0000 https://haloedukasi.com/?p=16630 Indonesia adalah negara yang terkenal akan keseniannya, mulai dari seni tari, seni musik, seni pahat dan lainnya. Pada seni musik sendiri terdapat beberapa alat musik yang memiliki peran yang sangat penting, misalnya digunakan untuk mengiringi tarian-tarian dari berbagai daerah. Pada materi kali ini, kita akan membahas mengenai alat musik tradisional apa saja yang terdapat di […]

The post 12 Alat Musik Tradisional Aceh dan Gambarnya appeared first on HaloEdukasi.com.

]]>
Indonesia adalah negara yang terkenal akan keseniannya, mulai dari seni tari, seni musik, seni pahat dan lainnya.

Pada seni musik sendiri terdapat beberapa alat musik yang memiliki peran yang sangat penting, misalnya digunakan untuk mengiringi tarian-tarian dari berbagai daerah.

Pada materi kali ini, kita akan membahas mengenai alat musik tradisional apa saja yang terdapat di Kepulauan Aceh.

Sebagai warga negara yang baik dan calon penerus bangsa ini, kita sebagai kaum-kaum muda harus melestarikan berbagai alat musik dari berbagai daerah juga tentunya.

1. Arbab

Arbab

Abrab merupakan alat musik tradisional yang sekarang ini hampir punah keberadaannya. Hal ini dikarenakan arbab yang semakin sulit ditemukan dan juga mulai tergeser dengan alat musik modern yaitu biola.

Arbab terbuat dari kayu, kuli hewan kambing, batok kelapa dan juga senar. Cara memainkan alat musik ini yaitu dengan cara digesek. Arbab terkenal di sekitaran Aceh Besar hingga Aceh Barat.

Arbab sering digunakan di berbagai acara, misalnya pertunjukan rakyat, hiburan, dan jua pasar malam. Arbab terdiri dari dua bagian yaitu badan Arbab dan juga penggesek.

2. Calempong

Calempong

Calempong ini terdiri dari beberapa potongan kayu yang disusun. Calempong dapat ditemukan di daerah Tamiang. Cara memainkan alat musik ini dengan cara disusun diantara kedua kaki dari pemainnya.

Celempong biasanya dimainkan sebagai pengiring tarian dan dimainkan oleh para wanita yang masih gadis. Namun, seiring dengan perkembangan zaman alat musik tradisional ini hanya dimainkan oleh orang tua (wanita) saja.

3. Rapai

rapai

Rapai merupakan salah satu alat musik tradisional khas Aceh. Alat musik ini dimainkan dengan cara dipukul atau bisa juga ditabuh menggunakan tangan kosong, tidak menggunakan alat bantu stik dan sejenisnya.

Rapai ini memiliki fungsi yaitu untuk mengatur tempo, ritme ketika lantunan syair islami sedang dinyanyikan. Rapai ini juga dimainkan hampir setiap acara seni tarik suara yang diadakan di Aceh.

4. Bereguh

bereguh

Bereguh memiliki bentuk yang melengkung dan juga ujungnya yang runcing. Bereguh ini terbuat dari tanduk hewan kerbau. Cara memainkan bereguh yaitu dengan cara ditiup pada ujungnya.

Alat musik ini penggunaannya tersebar di seluruh wilayah Aceh. Pada umumnya, bereguh tidak digunakan sebagai alat musik, melainkan digunakan sebagai alat komunikasi diantara dua orang yang berjauhan atau ketika sedang berada di hutan.

5. Tambo

tambo

Tambo ini terbuat dari batang iboh, kulit sapi dan juga rotan yang memiliki fungsi sebagai alat peregang kulit. Tambo ini cara memainkannya dengan cara dipukul.

Pada zaman dahulu, tambo digunakan sebagai alat komunikasi yang digunakan sebagai penanda datangnya solat lima waktu dan juga berguna untuk mengumpulkan masyarakat apabila ingin membicarakan masalah yang ada di dalam suatu kampung.

Pada zaman modern sekarang ini, tambo sudah jarang sekali digunakan oleh masyarakat. Saat ini tambo sudah tergantikan dengan alat modern yang bernama mikrofon.

6. Taktok Trieng

taktok trieng

Taktok Trieng memiliki kemiripan bentuk dengan alat musik Rapai. Alat musik ini terbuat dari bahan alami, yaitu bambu. Cara memainkannya mudah saja, yaitu dengan cara dipukul.

Taktok Trieng ini dibedakan menjadi dua jenis dan pastinya memiliki fungsi yang berbeda. Yang pertama digunakan di Meunasah yaitu di balai pertemuan dan ditempat lain yang terlihat wajar.

Kedua, digunakan di sawah yang berfungsi untuk mengusir hewan seperti serangga ataupun burung yang memakan hasil panen di sawah.

7. Serune Kalee

serune kalee

Serune Kalee ini memiliki bentuk yang sama dengan terompet, namun memiliki struktur bentuk seperti klarinet.

Serune Kalee berasal dari dua kata yaitu “serune” yang berarti alat musik tradisional Aceh dan “kalee” yang merupakan nama desa di Laweung.

Apabila digabungkan istilah serune kalee memiliki arti yaitu sebuah seruling yang berasal dari daerah Kalee.

Alat musik ini terbuat dari kayu yang kuat namun ringan. Sampai saat sekarang ini serunee kalee masih dilestarikan keberadaannya oleh masyarakat Aceh. Serune kalee digunakan sebagai instrumen yang utama pada suatu pertunjukkan musik di Aceh.

8. Canang

canang

Canang memiliki bentuk yang mirip dengan gong dan terbuat dari kuningan. Canang memiliki fungsi sebagai pengiring tari tradisional Aceh.

Di samping itu, canang juga berfungsi sebagai hiburan bagi anak-anak gadis di daerah Aceh.

Canang biasanya dimainkan ketika pekerjaan di sawah telah usai atau untuk mengisi waktu luang saja. Hampir di seluruh wilayah Aceh terdapat alat musik canang ini, namun memiliki nama atau istilah sendiri-sendiri.

9. Teganing

teganing

Teganing juga merupakan alat musik tradisional yang berasal dari Aceh. Teganing terbuat dari bambu dan cara memainkannya yaitu dengan memukul bagian dawai menggunakan alat pemukulnya.

Teganing dimainkan oleh beberapa orang pada saat memiliki waktu luang atau bersantai di rumah pada waktu sore hari.

10. Bangsai Alas

bangsai alas

Alat musik ini merupakan alat musik tiup yang terbuat dari bambu. Alat musik ini berkaitan dengan hal hal yang berbau mistis. Apabila ada seseorang yang meninggal, bangsi yang dibuat sengaja dihanyutkan di sungai.

Setelah itu, bangsai tersebut diambil oleh anak-anak namun bangsai harus direbut kembali oleh si pembuat aslinya. Bangsai ini yang nanti akan menjadi alat musik yang menghasilkan suara yang begitu merdu.

11. Genggong

genggong

Genggong juga merupakan alat musik tradisional tiup yang berasal dari Aceh. Berdasarkan tradisi, genggong dimainkan pada saat larut malam. Genggong berfungsi untuk membangunkan pacarnya yang sudah tidur.

Suara yang berasal dari genggong seakan-akan hanya dapat didengarkan oleh beberapa orang saja.

12. Kecapi Aceh

kecapi aceh

Kecapi Aceh merupakan alat musik tradisional khas dari Aceh yang terbuat dari bambu yang sudah tua. Biasanya jenis bambu untuk pembuatan kecapi yaitu bambu olog reglu dan oloh. Tali dari kecapi sendiri terbuat dari bambu juga dan tergolong alat ideopon.

Pemain kecapi ini biasanya hanyalah kaum wanita saja dan hanya dimainkan dengan permainan tunggal di teras dan berfungsi untuk hiburan saja.

The post 12 Alat Musik Tradisional Aceh dan Gambarnya appeared first on HaloEdukasi.com.

]]>