cerpen - HaloEdukasi.com https://haloedukasi.com/sub/cerpen Tue, 30 Nov 2021 09:16:50 +0000 id-ID hourly 1 https://wordpress.org/?v=6.6.2 https://haloedukasi.com/wp-content/uploads/2019/11/halo-edukasi.ico cerpen - HaloEdukasi.com https://haloedukasi.com/sub/cerpen 32 32 Kritik Sastra Cerpen Saksi Mata https://haloedukasi.com/kritik-sastra-cerpen-saksi-mata Tue, 30 Nov 2021 09:14:29 +0000 https://haloedukasi.com/?p=29253 Saksi Mata Oleh : Seno Gumira Ajidarma Saksi mata itu datang tanpa mata. Ia berjalan tertatih-tatih di tengah ruang pengadilan dengan tangan meraba-raba  udara. Dari lobang pada bekas tempat kedua matanya mengucur darah yang begitu merah bagaikan tiada warna merah yang lebih merah dari merahnya darah yang mengucur perlahan-lahan dan terus menerus dari lobang mata itu. […]

The post Kritik Sastra Cerpen Saksi Mata appeared first on HaloEdukasi.com.

]]>
Saksi Mata

Oleh : Seno Gumira Ajidarma

Saksi mata itu datang tanpa mata. Ia berjalan tertatih-tatih di tengah ruang pengadilan dengan tangan meraba-raba  udara. Dari lobang pada bekas tempat kedua matanya mengucur darah yang begitu merah bagaikan tiada warna merah yang lebih merah dari merahnya darah yang mengucur perlahan-lahan dan terus menerus dari lobang mata itu.

Darah membasahi pipinya membasahi bajunya membasahi celananya, membasahi sepatunya dan mengalir perlahan-lahan di lantai ruang pengadilan yang sebetulnya sudah dipel bersih-bersih dengan karbol yang baunya bahkan masih tercium oleh para pengunjung yang kini menjadi gempar dan berteriak-teriak dengan emosi meluap-luap sementara para wartawan yang selalu menanggapi peristiwa menggemparkan dengan penuh gairah segera memotret Saksi Mata itu dari segala sudut sampai menungging-nungging sehingga lampu kilat yang berkeredap membuat suasana makin panas.            

“Terlalu!”           

“Edan!”          

“Sadis!”           

Bapak Hakim Yang Mulia, yang segera tersadar, mengetuk-ngetukkan palunya. dengan sisa wibawa yang masih ada ia mencoba menenangkan keadaan.           

“Tenang saudara-saudara! Tenang! Siapa yang mengganggu jalannya pengadilan akan saya usir keluar ruangan!”           

Syukurlah para hadirin bisa ditenangkan. Mereka juga ingin segera tahu, apa yang sebenarnya telah terjadi.            

“Saudara Saksi Mata.”           

“Saya Pak.”           

 “Di manakah mata saudara?”           

 “Diambil orang Pak.”           

“Diambil?”         

“Saya Pak.”           

“Maksudnya dioperasi?”           

“Bukan Pak, diambil pakai sendok.”           

“Haa? Pakai sendok? Kenapa?”           

“Saya tidak tahu kenapa Pak, tapi katanya mau dibikin tengkleng.” (masakan khas Surakarta sop tulang belulang kambing-red)           

“Dibikin tengkleng? Terlalu! Siapa yang bilang?”           

“Yang mengambil mata saya Pak.”           

“Tentu saja, bego! Maksud saya siapa yang mengambil mata saudara pakai sendok?”           

“Dia tidak bilang siapa namanya Pak.”           

“Saudara tidak tanya bego?”           

“Tidak Pak.”           

“Dengar baik-baik bego, maksud saya seperti apa rupa orang itu? Sebelum mata saudara diambil dengan sendok yang katanya untuk dibuat tengkleng atau campuran sop kambing barangkali, mata saudara masih ada di tempatnya kan?”           

“Saya Pak.”           

“Jadi saudara melihat   seperti apa orangnya kan?”           

“Saya Pak.”           

“Coba ceritakan apa yang dilihat mata saudara yang sekarang sudah dimakan para penggemar tengkleng itu.”           

Saksi Mata itu diam sejenak. Segenap pengunjung di ruang pengadilan menahan napas.            

“Ada beberapa orang Pak.”           

“Berapa?”           

“Lima Pak.”            

“Seperti apa mereka?”           

“Saya tidak sempat meneliti Pak, habis mata saya keburu diambil sih.”            

“Masih ingat pakaiannya barangkali?”           

“Yang jelas mereka berseragam Pak.”           

Ruang pengadilan jadi riuh kembali seperti dengungan seribu lebah.

***           

Hakim mengetuk-ngetukkan palunya. Suara lebah menghilang.             

“Seragam tentara maksudnya?”           

“Bukan Pak.”           

“Polisi?”           

“Bukan juga Pak.”           

“Hansip barangkali?”           

“Itu lho Pak, yang hitam-hitam seperti di film.”           

“Mukanya ditutupi?”           

“Iya Pak, cuma kelihatan matanya.”           

“Aaaah, saya tahu! Ninja kan?”           

“Nah, itu ninja! Mereka itulah yang mengambil mata saya dengan sendok!”           

Lagi-lagi hadirin ribut dan saling bergunjing seperti di warung kopi. Lagi-lagi Bapak Hakim Yang Mulia mesti mengetuk-ngetukkan palu supaya orang banyak itu menjadi tenang.           

Darah masih menetes-netes perlahan-lahan tapi terus-menerus dari lobang hitam bekas mata Saksi Mata yang berdiri seperti patung di ruang pengadilan. Darah mengalir di lantai ruang pengadilan yang sudah dipel dengan karbol. Darah mengalir memenuhi ruang pengadilan sampai luber melewati pintu menuruni tangga sampai ke halaman.           

Tapi orang-orang tidak melihatnya.           

“Saudara Saksi Mata.”            

“Saya Pak.”           

“Ngomong-ngomong, kenapa saudara diam saja ketika mata saudara diambil dengan sendok?”           

“Mereka berlima Pak.”           

“Saudara kan bisa teriak-teriak atau melempar barang apa saja di dekat saudara atau ngapain kek supaya tetangga mendengar dan menolong saudara. Rumah saudara kan di gang kumuh, orang berbisik di sebelah rumah saja kedengaran, tapi kenapa saudara diam saja?”           

“Habis terjadinya dalam mimpi sih Pak.”           

Orang-orang tertawa. Hakim mengetuk lagi dengan marah.           

“Coba tenang sedikit! Ini ruang pengadilan, bukan Srimulat!”

***           

Ruang pengadilan itu terasa sumpek. Orang-orang berkeringat, namun mereka tak mau beranjak. Darah di halaman mengalir sampai ke tempat parkir. Hakim meneruskan pertanyaannya.            

“Saudara Saksi Mata tadi mengatakan terjadi di dalam mimpi. Apakah maksud saudara kejadiannya begini cepat seperti dalam mimpi?”           

“Bukan Pak, bukan seperti mimpi, tapi memang terjadinya dalam mimpi, itu sebabnya saya diam saja ketika mereka mau menyendok mata saya.”           

“Saudara serius? Jangan main-main ya, nanti saudara harus mengucapkannya di bawah sumpah.”            

“Sungguh mati saya serius Pak, saya diam saja karena saya pikir toh terjadinya cuma dalam mimpi ini. Saya malah ketawa-ketawa waktu mereka bilang mau dibikin tengkleng.”           

“Jadi, menurut saudara Saksi Mata segenap pengambilan mata itu hanya terjadi dalam mimpi?”           

“Bukan hanya menurut saya Pak, memang terjadinya di dalam mimpi.”           

“Saudara kan bisa saja gila.”           

“Lho ini bisa dibuktikan Pak, banyak saksi mata yang tahu kalau sepanjang malam saya cuma tidur Pak, dan selama tidur tidak ada orang mengganggu saya Pak.”           

“Jadi terjadinya pasti di dalam mimpi ya?”           

“Saya Pak.”           

“Tapi waktu terbangun mata saudara sudah tidak ada?”           

“Betul Pak. Itu yang saya bingung. Kejadiannya di dalam mimpi tapi waktu bangun kok ternyata betul-betul ya?”           

Hakim menggeleng-gelengkan kepala tidak bisa mengerti.           

“Absurd,” gumamnya.           

Darah yang mengalir telah sampai ke jalan raya.

***           

Apakah Saksi Mata yang sudah tidak punya mata lagi masih bisa bersaksi? Tentu masih bisa, pikir Bapak Hakim Yang Mulia, bukankah ingatannya tidak ikut terbawa oleh matanya?           

“Saudara Saksi Mata.”           

“Saya Pak.”           

 “Apakah saudara masih bisa bersaksi?”           

“Saya siap Pak, itu sebabnya saya datang ke pengadilan ini lebih dulu ketimbang ke dokter mata Pak.”           

 “Saudara Saksi Mata masih ingat semua kejadian itu meskipun sudah tidak bermata lagi?”           

“Saya Pak.”           

“Saudara masih ingat bagaimana pembantaian itu terjadi?”           

“Saya Pak.”           

“Saudara masih ingat bagaimana darah mengalir, orang mengerang dan mereka yang masih setengah mati ditusuk dengan pisau sampai mati?”           

“Saya Pak.”           

“Ingatlah semua itu baik-baik, karena meskipun banyak saksi mata, tidak ada satupun yang bersedia menjadi saksi di pengadilan kecuali saudara.”           

“Saya Pak.”           

“Sekali lagi, apakah saudara Saksi Mata masih bersedia bersaksi?”           

“Saya Pak.”           

 “Kenapa?”          

“Demi keadilan dan kebenaran Pak.”           

Ruang pengadilan jadi gemuruh. Semua orang bertepuk tangan, termasuk Jaksa dan Pembela. Banyak yang bersorak-sorak. Beberapa orang mulai meneriakkan yel.            

Bapak Hakim Yang Mulia segera mengetukkan palu wasiatnya.           

 “Hussss! Jangan kampanye di sini!” Ia berkata dengan tegas.            

 “Sidang hari ini ditunda, dimulai lagi besok untuk mendengar kesaksian saudara Saksi mata yang sudah tidak punya mata lagi!”           

Dengan sisa semangat, sekali lagi ia ketukkan palu, namun palu itu patah. Orang-orang tertawa. Para wartawan, yang terpaksa menulis berita kecil karena tidak kuasa menulis berita besar, cepat-cepat memotretnya. Klik-klik-klik-klik-klik! Bapak Hakim Yang Mulia diabadikan sedang memegang palu yang patah.

***           

Dalam perjalanan pulang, Bapak Hakim Yang Mulia berkata pada sopirnya,“Bayangkanlah betapa seseorang harus kehilangan kedua matanya demi keadilan dan kebenaran. Tidakkah aku sebagai hamba hukum mestinya berkorban yang lebih besar lagi?”           

Sopir itu ingin menjawab dengan sesuatu yang menghilangkan rasa bersalah, semacam kalimat, “Keadilan tidak buta.” * Namun Bapak Hakim Yang Mulia telah tertidur dalam kemacetan jalan yang menjengkelkan.           

Darah masih mengalir perlahan-lahan tapi terus menerus sepanjang jalan raya samapi kota itu banjir darah. Darah membasahi segenap pelosok kota bahkan merayapi gedung-gedung bertingkat sampai tiada lagi tempat yang tidak menjadi merah karena darah. Namun, ajaib, tiada seorang pun melihatnya. Ketika hari sudah menjadi malam, saksi mata yang sudah tidak bermata itu berdoa sebelum tidur. Ia berdoa agar kehidupan yang fana ini baik-baik saja adanya, agar segala sesuatu berjalan dengan mulus dan semua orang berbahagia.

            Pada waktu tidur lagi-lagi ia bermimpi, lima orang berseragam Ninja mencabut lidahnya–kali ini menggunakan catut.

Jakarta, 4 Maret 1992

Sumber

Saksi Mata adalah salah satu cerpen dari beberapa cerpen yang ada dalam kumpulan cerpen “Saksi Mata” karya Seno Gumira Ajidarma. Kumpulan cerpen tersebut diterbitkan oleh Bentang Pustaka pada tahun 1994. Cerpen Saksi Mata ditulis oleh Seno Gumira berdasarkan keterangan para korban dan saksi mata atas Insiden Dili, yang terjadi pada tanggal 12 November 1991 di Timor Timur.

Tema Cerita

Cerpen Saksi Mata merupakan sebuah cerpen yang mengangkat tema kriminalitas politik, yakni tentang insiden yang terjadi di Dili pada tahun 1991 silam. Cerpen yang merupakan bentuk “protes” atas ketidakadilan dan penindasan dari otoritas berkuasa kepada mereka yang tidak berdaya.

Alur

Kisah dalam cerpen Saksi Mata diceritakan dengan alur maju. Yaitu dimulai dari kehadiran tokoh saksi mata di persidangan dan diikuti dengan jalannya sidang yang berisi tanya jawab antara hakim dengan saksi mata.

Di tengah cerita digambarkan juga keadaan dimana darah dari mata tokoh saksi mata mengalir memenuhi lantai sidang, bahkan meluber hingga ke luar ruangan dan jalan raya, tetapi tak satupun yang melihat. Hal ini merupakan simbol bahwa banyak orang menutup mata atas insiden yang menumpahkan darah di Dili silam.

Latar

Sebagian besar isi cerpen saksi mata mengambil latar di ruang pengadilan dan sebagian kecil ada di rumah tokoh saksi mata. Adapun latar waktu persidangan tidak ditunjukkan dengan jelas, sementara mimpi yang dialami oleh saksi mata terjadi di malam hari.

Latar suasanya yang tercipta sebenarnya cukup mencekam, meski juga diselipi komedi hitam seperti mata yang dicongkel untuk dibuat tengkleng.

Penokohan

Kisah dalam cerpen Saksi Mata ini berpusat pada tokoh seseorang yang menjadi saksi mata akan suatu peristiwa pembataian. Nahas baginya, sebelum pengadilan dimulai ternyata sekelompok orang berseragam mencongkel kedua matanya untuk menghalangi kesaksiannya. Namun, tokoh saksi mata ini memiliki watak yang teguh dan pemberani sehingga ia tetap datang untuk memberikan kesaksiannya.

Dalam cerpen ini tergambar dengan jelas watak tokoh saksi mata yang berpendirian kuat dan mau berjuang untuk keadilan dan kebenaran meski kondisinya sedang dalam tekanan dan ancaman.

Sementara itu untuk membangun cerita, penulis menghadirkan tokoh hakim sebagai lawan bicara dari tokoh saksi mata. Dan beberapa tokoh pendukung seperti hadirin dalam sidang dan wartawan yang datang menyaksikan kesaksian tokoh utama dalam cerita.

Kelebihan

Kelebihan cerpen ini adalah keberaniannya dalam mengangkat tema yang sensitif menunjukkan cerpen ini memang tidak ditulis untuk main-main. Cerpen ini menyuarakan perlawanan akan penindasan manusia akan manusia lainnya dan juga menggambarkan arogansi dan dominasi penguasa untuk membungkam kebenaran.

Kelebihan lain dari cerpen Saksi Mata ini adalah gaya penulis yang  khas, cara berceritanya yang ringan meskipun memuat kritik sosial dan politik. Ini menunjukkan kelebihan penulis sebagai seorang pendongeng handal yang mahir dalam teknik.

Kekurangan

Kekurangan dari cerpen ini terletak pada adanya ketidaklogisan yang sebenarnya merupakan sebuah simbol pengandaian, namun juga cukup mengganggu. Misalnya saja tentang pencongkelan mata yang terjadi dalam mimpi namun ternyata efeknya menjadi nyata. Atau ketika darah mengalir dari mata tokoh saksi mata hingga membasahi lantai sidang dan mengalir ke jalan raya dan tempat parkir tapi tak ada satupun orang yang melihat.

Selain itu, cerpen ini mungkin tidak bisa dengan mudah dipahami oleh segala usia. Terlebih bagi anak-anak atau mereka yang masih dibawah umur, karena didalam cerpen ini termuat narasi kekerasan yang cukup gamblang dan bisa menimbulkan ketidaknyamanan bagi pembacanya.

Terlepas dari kekurangannya tersebut, cerpen Saksi Mata merupakan cerpen yang sangat baik dan khas. Hal ini dibuktikan dengan penghargaan yang diraih oleh penulisnya, Seno Gumira Ajidarma, dalam Penghargaan Penulisan Karya Sastra pada tahun 1995 oleh Pusat Pembinaan dan Pengembangan Bahasa Indonesia. Cerpen ini bahkan diterjemahkan ke dalam bahasa Inggris dengan judul Eyewitness serta memenangkan Penghargaan Dinny O’Hearn untuk Terjemahan Sastra pada tahun 1997 dalam Premier’s Literary Award.

The post Kritik Sastra Cerpen Saksi Mata appeared first on HaloEdukasi.com.

]]>
Kritik Sastra Cerpen Robohnya Surau Kami https://haloedukasi.com/kritik-sastra-cerpen-robohnya-surau-kami Tue, 30 Nov 2021 06:13:13 +0000 https://haloedukasi.com/?p=29251 Robohnya Surau Kami Karya : A.A Navis KALAU beberapa tahun yang lalu Tuan datang ke kota kelahiranku dengan menumpang bis, Tuan akan berhenti di dekat pasar. Maka kira-kira sekilometer dari pasar akan sampailah Tuan di jalan kampungku. Pada simpang kecil ke kanan, simpang yang kelima, membeloklah ke jalan sempit itu. Dan di ujung jalan nanti […]

The post Kritik Sastra Cerpen Robohnya Surau Kami appeared first on HaloEdukasi.com.

]]>
Robohnya Surau Kami

Karya : A.A Navis

KALAU beberapa tahun yang lalu Tuan datang ke kota kelahiranku dengan menumpang bis, Tuan akan berhenti di dekat pasar. Maka kira-kira sekilometer dari pasar akan sampailah Tuan di jalan kampungku. Pada simpang kecil ke kanan, simpang yang kelima, membeloklah ke jalan sempit itu. Dan di ujung jalan nanti akan Tuan temui sebuah surau tua. Di depannya ada kolam ikan, yang airnya mengalir melalui empat buah pancuran mandi.

Dan di pelataran kiri surau itu akan Tuan temui seorang tua yang biasanya duduk di sana dengan segala tingkah ketuaannya dan ketaatannya beribadat. Sudah bertahun-tahun ia sebagai garin, penjaga surau itu. Orang-orang memanggilnya Kakek.

Sebagai penjaga surau, Kakek tidak mendapat apa-apa. Ia hidup dari sedekah yang dipungutnya sekali se-Jumat. Sekali enam bulan ia mendapat seperempat dari hasil pemungutan ikan mas dari kolam itu. Dan sekali setahun orang-orang mengantarkan fitrah Id kepadanya. Tapi sebagai garin ia tak begitu dikenal. Ia lebih dikenal sebagai pengasah pisau. Karena ia begitu mahir dengan pekerjaannya itu. Orang-orang suka minta tolong kepadanya, sedang ia tak pernah minta imbalan apa-apa. Orang-orang perempuan yang minta tolong mengasahkan pisau atau gunting, memberinya sambal sebagai imbalan. Orang laki-laki yang minta tolong, memberinya imbalan rokok, kadang-kadang uang. Tapi yang paling sering diterimanya ialah ucapan terima kasih dan sedikit senyum.

Tapi kakek ini sudah tidak ada lagi sekarang. Ia sudah meninggal. Dan tinggallah surau itu tanpa penjaganya. Hingga anak-anak menggunakannya sebagai tempat bermain, memainkan segala apa yang disukai mereka. Perempuan yang kehabisan kayu bakar, sering suka mencopoti papan dinding atau lantai di malam hari.

Jika Tuan datang sekarang, hanya akan menjumpai gambaran yang mengesankan suatu kesucian yang bakal roboh. Dan kerobohan itu kian hari kian cepat berlangsungnya. Secepat anak-anak berlari di dalamnya, secepat perempuan mencopoti pekayuannya. Dan yang terutama ialah sifat masa bodoh manusia sekarang, yang tak hendak memelihara apa yang tidak dijaga lagi.

Dan biang keladi dari kerobohan ini ialah sebuah dongengan yang tak dapat disangkal kebenarannya. Beginilah kisahnya.

Sekali hari aku datang pula mengupah Kakek. Biasanya Kakek gembira menerimaku, karena aku suka memberinya uang. Tapi sekali ini Kakek begitu muram. Di sudut benar ia duduk dengan lututnya menegak menopang tangan dan dagunya. Pandangannya sayu ke depan, seolah-olah ada sesuatu yang yang mengamuk pikirannya. Sebuah belek susu yang berisi minyak kelapa, sebuah asahan halus, kulit sol panjang, dan pisau cukur tua berserakan di sekitar kaki Kakek. Tidak pernah aku melihat Kakek begitu durja dan belum pernah salamku tak disahutinya seperti saat itu. Kemudian aku duduk

di sampingnya dan aku jamah pisau itu. Dan aku tanya Kakek, “Pisau siapa, Kek?”

“Ajo Sidi.”

“Ajo Sidi?”

Kakek tak menyahut. Maka aku ingat Ajo Sidi, si pembual itu. Sudah lama aku tak ketemu dia. Dan aku ingin ketemu dia lagi. Aku senang mendengar bualannya. Ajo Sidi bisa mengikat orang-orang dengan bualannya yang aneh-aneh sepanjang hari. Tapi ini jarang terjadi karena ia begitu sibuk dengan pekerjaannya. Sebagai pembual, sukses terbesar baginya ialah karena semua pelaku-pelaku yang diceritakannya menjadi model orang untuk diejek dan ceritanya menjadi pameo akhirnya. Ada-ada saja orang-orang di sekitar kampungku yang cocok dengan watak pelaku-pelaku ceritanya. Ketika sekali ia menceritakan bagaimana sifat seekor katak, dan kebetulan ada pula seorang yang ketagihan menjadi pemimpin berkelakuan seperti katak itu, maka untuk selanjutnya pimpinan tersebut kami sebut pimpinan katak.

Tiba-tiba aku ingat lagi pada Kakek dan kedatangan Ajo Sidi kepadanya. Apakah Ajo Sidi telah membuat bualan tentang Kakek? Dan bualan itukah yang mendurjakan Kakek? Aku ingin tahu. Lalu aku tanya Kakek lagi. “Apa ceritanya, Kek?”

“Siapa?”

“Ajo Sidi.”

“Kurang ajar dia,” Kakek menjawab.

“Kenapa?”

“Mudah-mudahan pisau cukur ini, yang kuasah tajam-tajam ini, menggorok tenggorokannya.”

“Kakek marah?”

“Marah? Ya, kalau aku masih muda, tapi aku sudah tua. Orang tua menahan ragam. Sudah lama aku tak marah-marah lagi. Takut aku kalau imanku rusak karenanya, ibadatku rusak karenanya. Sudah begitu lama aku berbuat baik, beribadat, bertawakal kepada Tuhan. Sudah begitu lama aku menyerahkan diri kepada-Nya. Dan Tuhan akan mengasihi orang yang sabar dan tawakal.”

Ingin tahuku dengan cerita Ajo Sidi yang memurungkan Kakek jadi memuncak. Aku tanya lagi Kakek, “Bagaimana katanya, Kek?”

Tapi Kakek diam saja. Berat hatinya bercerita barangkali. Karena aku telah berulang-ulang bertanya, lalu ia yang bertanya padaku, “Kau kenal padaku, bukan? Sedari kau kecil aku sudah di sini. Sedari mudaku, bukan? Kau tahu apa yang kulakukan semua, bukan? Terkutukkah perbuatanku? Dikutuki Tuhankah semua pekerjaanku?”

Tapi aku tak perlu menjawabnya lagi. Sebab aku tahu, kalau Kakek sudah membuka mulutnya, dia takkan diam lagi. Aku biarkan Kakek dengan pertanyaannya sendiri.

“Sedari muda aku di sini, bukan? Tak kuingat punya istri, punya anak, punya keluarga seperti orang lain, tahu? Tak kupikirkan hidupku sendiri. Aku tak ingin cari kaya, bikin rumah. Segala kehidupanku, lahir batin, kuserahkan kepada Allah Subhanahu wataala. Tak pernah aku menyusahkan orang lain. Lalat seekor enggan aku membunuhnya. Tapi kini aku dikatakan manusia terkutuk. Umpan neraka. Marahkah Tuhan kalau itu yang kulakukan, sangkamu? Akan dikutukinya aku kalau selama hidupku aku mengabdi kepada-Nya? Tak kupikirkan hari esokku, karena aku yakin Tuhan itu ada dan Pengasih dan Penyayang kepada umat-Nya yang tawakal. Aku bangun pagi-pagi. Aku bersuci. Aku pukul beduk membangunkan manusia dari tidurnya, supaya bersujud kepada-Nya. Aku sembahyang setiap waktu. Aku puji-puji Dia. Aku baca Kitab-Nya. Alhamdulillah kataku bila aku menerima karunia-Nya. Astagfirullah kataku bila aku terkejut. Masya Allah kataku bila aku kagum. Apa salahnya pekerjaanku itu? Tapi kini aku dikatakan manusia terkutuk.”

Ketika Kakek terdiam agak lama, aku menyelakan tanyaku, “Ia katakan Kakek begitu, Kek?”

“Ia tak mengatakan aku terkutuk. Tapi begitulah kira-kiranya.”

Dan aku melihat mata Kakek berlinang. Aku jadi belas kepadanya. Dalam hatiku aku mengumpati Ajo Sidi yang begitu memukuli hati Kakek. Dan ingin tahuku menjadikan aku nyinyir bertanya. Dan akhirnya Kakek bercerita lagi.

Pada suatu waktu, kata Ajo Sidi memulai, di akhirat Tuhan Allah memeriksa orang-orang yang sudah berpulang. Para malaikat bertugas di samping-Nya. Di tangan mereka tergenggam daftar dosa dan pahala manusia. Begitu banyak orang yang diperiksa. Maklumlah di mana-mana ada perang. Dan di antara orang-orang yang diperiksa itu ada seorang yang di dunia dinamai Haji Saleh. Haji Saleh itu tersenyum-senyum saja, karena ia sudah begitu yakin akan dimasukkan ke dalam surga. Kedua tangannya ditopangkan di pinggang sambil membusungkan dada dan menekurkan kepala ke kuduk. Ketika dilihatnya orang- orang yang masuk neraka, bibirnya menyunggingkan senyum ejekan. Dan ketika ia melihat orang yang masuk ke surga, ia melambaikan tangannya, seolah hendak mengatakan ‘selamat ketemu nanti’. Bagai tak habis-habisnya orang yang berantri begitu panjangnya. Susut di muka, bertambah yang di belakang. Dan Tuhan memeriksa dengan segala sifat-Nya.

Akhirnya sampailah giliran Haji Saleh. Sambil tersenyum bangga ia menyembah Tuhan. Lalu Tuhan mengajukan pertanyaan pertama.

‘Engkau?’

‘Aku Saleh. Tapi karena aku sudah ke Mekah, Haji Saleh namaku.’

‘Aku tidak tanya nama. Nama bagiku, tak perlu. Nama hanya buat engkau di dunia.’

‘Ya, Tuhanku.’

‘Apa kerjamu di dunia?’

‘Aku menyembah Engkau selalu, Tuhanku.’

‘Lain?’

‘Setiap hari, setiap malam. Bahkan setiap masa aku menyebut-nyebut nama-Mu.’

‘Lain?’

‘Ya, Tuhanku, tak ada pekerjaanku selain daripada beribadat menyembah-Mu, menyebut-nyebut nama-Mu. Bahkan dalam kasih-Mu, ketika aku sakit, nama-Mu menjadi buah bibirku juga. Dan aku selalu berdoa, mendoakan kemurahan hati-Mu untuk menginsafkan umat-Mu.’

‘Lain?’

Haji Saleh tak dapat menjawab lagi. Ia telah menceritakan segala yang ia kerjakan. Tapi ia insaf, pertanyaan Tuhan bukan asal bertanya saja, tentu ada lagi yang belum dikatakannya. Tapi menurut pendapatnya, ia telah menceritakan segalanya. Ia tak tahu lagi apa yang harus dikatakannya. Ia termenung dan menekurkan kepalanya. Api neraka tiba-tiba menghawakan kehangatannya ke tubuh Haji Saleh. Dan ia menangis. Tapi setiap air matanya mengalir, diisap kering oleh hawa panas neraka itu.

‘Lain lagi?’ tanya Tuhan.

‘Sudah hamba-Mu ceritakan semuanya, O, Tuhan yang Mahabesar, lagi Pengasih dan Penyayang, Adil dan Mahatahu.’ Haji Saleh yang sudah kuyu mencobakan siasat merendahkan diri dan memuji Tuhan dengan pengharapan semoga Tuhan bisa berbuat lembut terhadapnya dan tidak salah tanya kepadanya.

Tapi Tuhan bertanya lagi: ‘Tak ada lagi?’

O, o, ooo, anu Tuhanku. Aku selalu membaca Kitab-Mu.’

‘Lain?’

‘Sudah kuceritakan semuanya, O, Tuhanku. Tapi kalau ada yang lupa aku katakan, aku pun bersyukur karena Engkaulah Mahatahu.’

‘Sungguh tidak ada lagi yang kaukerjakan di dunia selain yang kauceritakan tadi?’

‘Ya, itulah semuanya, Tuhanku.’

‘Masuk kamu.’

Dan malaikat dengan sigapnya menjewer Haji Saleh ke neraka. Haji Saleh tidak mengerti kenapa ia dibawa ke neraka. Ia tak mengerti apa yang dikehendaki Tuhan daripadanya dan ia percaya Tuhan tidak silap.

Alangkah tercengang Haji Saleh, karena di neraka itu banyak teman-temannya di dunia terpanggang hangus, merintih kesakitan. Dan ia tambah tak mengerti dengan keadaan dirinya, karena semua orang yang dilihatnya di neraka itu tak kurang ibadatnya dari dia sendiri. Bahkan ada salah seorang yang telah sampai empat belas kali ke Mekah dan bergelar syekh pula. Lalu Haji Saleh mendekati mereka, dan bertanya kenapa mereka dinerakakan semuanya. Tapi sebagaimana Haji Saleh, orang-orang itu pun, tak mengerti juga.

‘Bagaimana Tuhan kita ini?’ kata Haji Saleh kemudian, ‘Bukankah kita di suruh-Nya taat beribadat, teguh beriman? Dan itu semua sudah kita kerjakan selama hidup kita. Tapi kini kita dimasukkan-Nya ke neraka.’

‘Ya, kami juga heran. Tengoklah itu orang-orang senegeri dengan kita semua, dan tak kurang ketaatannya beribadat,’ kata salah seorang di antaranya.

‘Ini sungguh tidak adil.’

‘Memang tidak adil,’ kata orang-orang itu mengulangi ucapan Haji Saleh.

‘Kalau begitu, kita harus minta kesaksian atas kesalahan kita.’

‘Kita harus mengingatkan Tuhan, kalau-kalau Ia silap memasukkan kita ke neraka ini.’

‘Benar. Benar. Benar.’ Sorakan yang lain membenarkan Haji Saleh.

‘Kalau Tuhan tak mau mengakui kesilapan-Nya, bagaimana?’ suatu suara melengking di dalam kelompok orang banyak itu.

‘Kita protes. Kita resolusikan,’ kata Haji Saleh.

‘Apa kita revolusikan juga?’ tanya suara yang lain, yang rupanya di dunia menjadi pemimpin gerakan revolusioner.

‘Itu tergantung kepada keadaan,’ kata Haji Saleh. ‘Yang penting sekarang, mari kita berdemonstrasi menghadap Tuhan.’

‘Cocok sekali. Di dunia dulu dengan demonstrasi saja, banyak yang kita peroleh,’ sebuah suara menyela.

‘Setuju. Setuju. Setuju.’ Mereka bersorak beramai-ramai.

Lalu mereka berangkatlah bersama-sama menghadap Tuhan.

Dan Tuhan bertanya, ‘Kalian mau apa?’

Haji Saleh yang menjadi pemimpin dan juru bicara tampil ke depan. Dan dengan suara yang menggeletar dan berirama rendah, ia memulai pidatonya: ‘O, Tuhan kami yang Mahabesar. Kami yang menghadap-Mu ini adalah umat-Mu yang paling taat beribadat, yang paling taat menyembah-Mu. Kamilah orang-orang yang selalu menyebut nama-Mu, memuji-muji kebesaran-Mu, mempropagandakan keadilan-Mu, dan lain-lainnya. Kitab-Mu kami hafal di luar kepala kami. Tak sesat sedikit pun kami membacanya. Akan tetapi, Tuhanku yang Mahakuasa setelah kami Engkau panggil kemari, Engkau memasukkan kami ke neraka. Maka sebelum terjadi hal-hal yang tak diingini, maka di sini, atas nama orang-orang yang cinta pada-Mu, kami menuntut agar hukuman yang Kaujatuhkan kepada kami ke surga sebagaimana yang Engkau janjikan dalam Kitab-Mu.’

‘Kalian di dunia tinggal di mana?’ tanya Tuhan.

‘Kami ini adalah umat-Mu yang tinggal di Indonesia, Tuhanku.’

‘O, di negeri yang tanahnya subur itu?’

‘Ya, benarlah itu, Tuhanku.’

‘Tanahnya yang mahakaya raya, penuh oleh logam, minyak, dan berbagai bahan tambang lainnya, bukan?’

‘Benar. Benar. Benar. Tuhan kami. Itulah negeri kami.’ Mereka mulai menjawab serentak. Karena fajar kegembiraan telah membayang di wajahnya kembali. Dan yakinlah mereka sekarang, bahwa Tuhan telah silap menjatuhkan hukuman kepada mereka itu.

‘Di negeri mana tanahnya begitu subur, sehingga tanaman tumbuh tanpa ditanam?’

‘Benar. Benar. Benar. Itulah negeri kami.’

‘Di negeri, di mana penduduknya sendiri melarat?’

‘Ya. Ya. Ya. Itulah dia negeri kami.’

‘Negeri yang lama diperbudak negeri lain?’

‘Ya, Tuhanku. Sungguh laknat penjajah itu, Tuhanku.’

‘Dan hasil tanahmu, mereka yang mengeruknya, dan diangkut ke negerinya, bukan?’

‘Benar, Tuhanku. Hingga kami tak mendapat apa-apa lagi. Sungguh laknat mereka itu.’

‘Di negeri yang selalu kacau itu, hingga kamu dengan kamu selalu berkelahi, sedang hasil tanahmu orang lain juga yang mengambilnya, bukan?’

‘Benar, Tuhanku. Tapi bagi kami soal harta benda itu kami tak mau tahu. Yang penting bagi kami ialah menyembah dan memuji Engkau.’

‘Engkau rela tetap melarat, bukan?’

‘Benar. Kami rela sekali, Tuhanku.’

‘Karena kerelaanmu itu, anak cucumu tetap juga melarat, bukan?’

‘Sungguh pun anak cucu kami itu melarat, tapi mereka semua pintar mengaji. Kitab-Mu mereka hafal di luar kepala.’

‘Tapi seperti kamu juga, apa yang disebutnya tidak dimasukkan ke hatinya, bukan?’

‘Ada, Tuhanku.’

‘Kalau ada, kenapa engkau biarkan dirimu melarat, hingga anak cucumu teraniaya semua. Sedang harta bendamu kaubiarkan orang lain mengambilnya untuk anak cucu mereka. Dan engkau lebih suka berkelahi antara kamu sendiri, saling menipu, saling memeras. Aku beri kau negeri yang kaya raya, tapi kau malas. Kau lebih suka beribadat saja, karena beribadat tidak mengeluarkan peluh, tidak membanting tulang. Sedang aku menyuruh engkau semuanya beramal kalau engkau miskin. Engkau kira aku ini suka pujian, mabuk disembah saja. Tidak. Kamu semua mesti masuk neraka. Hai, Malaikat, halaulah mereka ini kembali ke neraka. Letakkan di keraknya!’

Semua menjadi pucat pasi tak berani berkata apa-apa lagi. Tahulah mereka sekarang apa jalan yang diridai Allah di dunia. Tapi Haji Saleh ingin juga kepastian apakah yang akan dikerjakannya di dunia itu salah atau benar. Tapi ia tak berani bertanya kepada Tuhan. Ia bertanya saja pada malaikat yang menggiring mereka itu.

‘Salahkah menurut pendapatmu, kalau kami, menyembah Tuhan di dunia?’ tanya Haji Saleh.

‘Tidak. Kesalahan engkau, karena engkau terlalu mementingkan dirimu sendiri. Kau takut masuk neraka, karena itu kau taat sembahyang. Tapi engkau melupakan kehidupan kaummu sendiri, melupakan kehidupan anak istrimu sendiri, sehingga mereka itu kucar-kacir selamanya. Inilah kesalahanmu yang terbesar, terlalu egoistis. Padahal engkau di dunia berkaum, bersaudara semuanya, tapi engkau tak mempedulikan mereka sedikit pun.’

Demikianlah cerita Ajo Sidi yang kudengar dari Kakek. Cerita yang memurungkan Kakek.

Dan besoknya, ketika aku mau turun rumah pagi-pagi, istriku berkata apa aku tak pergi menjenguk.

“Siapa yang meninggal?” tanyaku kaget.

“Kakek.”

“Kakek?”

“Ya. Tadi subuh Kakek kedapatan mati di suraunya dalam keadaan yang mengerikan sekali. Ia menggorok lehernya dengan pisau cukur.”

“Astaga! Ajo Sidi punya gara-gara,” kataku seraya cepat-cepat meninggalkan istriku yang tercengang-cengang.

Aku cari Ajo Sidi ke rumahnya. Tapi aku berjumpa dengan istrinya saja. Lalu aku tanya dia.

“Ia sudah pergi,” jawab istri Ajo Sidi.

“Tidak ia tahu Kakek meninggal?”

“Sudah. Dan ia meninggalkan pesan agar dibelikan kain kafan buat Kakek tujuh lapis.”

“Dan sekarang,” tanyaku kehilangan akal sungguh mendengar segala peristiwa oleh perbuatan Ajo Sidi yang tidak sedikit pun bertanggung jawab, “dan sekarang ke mana dia?”

“Kerja.”

“Kerja?” tanyaku mengulangi hampa.

“Ya, dia pergi kerja.”[]

[Dinukil dari AA Navis, Robohnya Surau Kami, (Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama), 2007, hlm. 1-14.]

Sumber : Disini

Robohnya Surau Kami merupakan sebuah cerpen karya A.A Navis yang terpillih sebagai salah satu cerpen terbaik majalah sastra pada tahun 1955. Cerpen yang memiliki kisah sederhana, unik, menarik, namun sangat kaya makna ini syarat akan kritik atas kehidupan zaman modern saat ini.

Cerpen Robohnya Surau Kami mengisahkan tentang seorang kakek penjaga surau yang ahli ibadah dan suka membantu orang lain. Suatu ketika, seorang pembual bernama Ajo Sidi menemui kakek tersebut untuk mengobrol dengannya. Singkat cerita, sang kakek ditemukan meninggal dunia karena bunuh diri dengan menggorok sendiri lehernya dengan pisau cukur. Ternyata tindakan kakek tersebut dipicu oleh cerita yang disampaikan oleh Ajo Sidi kepada kakek pada pertemuan mereka sebelumnya.

Tema

Cerpen Robohnya Surau Kami merupakan sebuah cerpen yang mengangkat tema tentang lalainya seseorang yang sejatinya merupakan kepala keluarga, dimana kelalaiannya itu pada akhirnya menjadi penyebab kematiannya sendiri.

Alur

Cerpen Robohnya Surau Kami dibangun dengan alur mundur. Cerita dalam cerpen ini mengisahkan tentang peristiwa yang telah terjadi, yakni penyebab meninggalnya tokoh kakek.

Latar/Setting

  1. Latar tempat : di kota, dekat pasar, surau, dan selainya
  2. Latar waktu: beberapa tahun lalu

Penokohan

Ada empat tokoh penting dalam cerpen ini, yakni tokoh Aku, Kakek, Haji Soleh, dan Ajo Sidi.

  1. Aku
    Tokoh Aku digambarkan sebagai seorang yang memiliki watak selalu ingin tau akan urusan orang lain. Tokoh yang memiliki peran penting dalam cerpen ini. Dari tokoh Aku inilah pembaca bisa mengetahui kisah Kakek yang mengakhiri hidupnya dengan menggorok lehernya sendiri dengan pisau.
  2. Ajo Sidi
    Tokoh Ajo Sidi merupakan orang yang memiliki watak suka membual. Penggambaran watak tokoh ini begitu jelas dalam cerpen, yakni melalui perkataan tokoh Aku dimana menurut tokoh Aku, Ajo Sidi adalah pembual yang hebat dan mampu memikat siapapu yang mendengarnya.
  3. Kakek
    Tokoh kakek merupakan tokoh sentral dalam cerpen. Kakek digambarkan sebagai sosok yang egois dan lalai, pendek akal pikirannya, serta mudah dipengaruhi orang lain.
  4. Haji Soleh
    Tokoh Haji Soleh sebenarnya merupakan tokoh rekaan yang diciptakan oleh Ajo Sidi tatkala bercerita. Haji Soleh digambarkan sebagai seorang ahli ibadah, namun egois . Ajo Sidi sengaja membuat tokoh Haji Soleh sebagai sindiran dan ejeken.

Sudut pandang

Sudut pandang cerpen ini adalah orang pertama sebagai pelaku utama. Dimana pengarang memposisikan dirinya sebagai tokoh Aku yang secara langsung terlibat dalam cerpen yang ditulisnya.

Selain itu pengarang juga berperan sebagai tokoh bawahan pada saat tokoh kakek bercerita tentang Haji Soleh di depan tokoh aku.

Gaya Bahasa

Diantara gaya bahasa yang digunakan dalam cerpen ini adalah:

  1. Kosakata terkait keagamaan seperti Allah Subhanau Wataala, Masya Allah, Alhamdulillah, Astagfirullah, Akhirat, Tawakal, berdoa, dosa dan pahala, Surga, neraka, menginsyafkan umat-Mu, kitab-Mu, hamba-Mu, Malaikat, haji, Syekh, dan sebagainya
  2. Menggunakan majas, diantaranya majas alegori dan sinisme.
  3. Menggunakan simbol, yakni pada judul Robohnya Surau yang melambangkan runtuhnya idiologi beragama.

Amanat Cerpen

Setiap cerita yang dituangkan oleh seorang penulis, tentunya memiliki amanat yang hendak disampaikan baik secara eksplisit maupun secara implisit. Adapun cerpen Robohnya Surau Kami, ada beberapa amanat yang bisa didapat dari kisah dalam cerpen ini, yaitu:

  1.  Seseorang hendaknya lebih bersabar ketika menghadapu ejekan atau nasehat yang menyentil diri kita.
  2. Manusia tidak seharusnya berbangga diri akan ibadah atau perbuatan baiknya. Sebab bisa jadi, hal itu tidak ada artinya di mata Tuhan.
  3.  Jangan terpesona dengan gelar dan nama besar.
  4. Jangan menyia-nyiakan apa yang dimiliki
  5.  Jangan mementingkan diri sendiri dan melupakan kewajiban pada orang lain

Keunggulan Cerpen

Keunggulan cerpen ini terletak pada alurnya yang tak terduga (plot twist) di akhir kisah. Teknik penceritaan yang tidak biasa juga menjadikan cerpen ini menjadi lebih menarik, dimana A.A Navis mengisahkan kejadian di alam lain dan bahkan ada dialog imajiner tokoh cerita dengan Sang Pencipta.

Selain itu, penggambaran dari latar perkampungan dalam cerpen ini bisa dibilang sangat bagus sebab membuat pembaca seakan-akan bisa menelusuru latar perkampungan yang kental.

Dan yang paling utama tentu saja pesan atau amanat yang diusung cerpen ini mampu menjadi pengingat bagi pembacanya bahwa seorang manusia hidup tidak cukup hanya beribadah semata namun melupakan kewajibannya akan perkara duniawi.

Kekurangan Cerpen

Salah satu kekurangan dari cerpen ini terletak pada gaya bahasanya yang terlalu tinggi sehingga cukup sulit untuk dipahami. Ditemukan juga beberapa kalimat yang kurang efektif dalam hal pemilihan kata, sehingga bisa menimbulkan kesalahan pemahaman dari pembaca.

Selain itu, penggunaan alur mundur atau flash back dirasa justru mengurangi ketegangan pada cerita.

The post Kritik Sastra Cerpen Robohnya Surau Kami appeared first on HaloEdukasi.com.

]]>
Kritik Sastra Cerpen Maling https://haloedukasi.com/kritik-sastra-cerpen-maling Thu, 25 Nov 2021 08:08:34 +0000 https://haloedukasi.com/?p=29019 Cerpen, merupakan kepanjangan dari Cerita Pendek. Bagi penggemar cerita, termasuk didalamnya adalah cerpen, pasti pernah mengindentifikasi unsur intrinsiknya, tidak hanya alur cerita saja. Dan berikut ini adalah unsur intrinsik dari Cerpen Maling karya Lidya Kartika Dewi. 1. Alur Alur merupakan rangkaian cerita yang dibangun berdasarkan tahapan – tahapan kejadian sehingga menjalakan sesuatu cerita yang didatangkan […]

The post Kritik Sastra Cerpen Maling appeared first on HaloEdukasi.com.

]]>
Cerpen, merupakan kepanjangan dari Cerita Pendek. Bagi penggemar cerita, termasuk didalamnya adalah cerpen, pasti pernah mengindentifikasi unsur intrinsiknya, tidak hanya alur cerita saja.

Dan berikut ini adalah unsur intrinsik dari Cerpen Maling karya Lidya Kartika Dewi.

1. Alur

Alur merupakan rangkaian cerita yang dibangun berdasarkan tahapan – tahapan kejadian sehingga menjalakan sesuatu cerita yang didatangkan oleh para pelakon dalam sesuatu cerita. Bersumber pada lapisan periode waktu, alur bisa dibedakan jadi alur konvensional serta alur nonkonvensional.

Sebuah cerpen bisa dikatakan mempunyai alur konvensional bila waktu dalam bercerita berentetan dari periode awal hingga periode akhir. Sedangkan itu, cerita dikatakan mempunyai alur nonkonvensional bila periode- periode dalam cerita tidak berentetan.

Cerpen bertajuk” Maling” memakai alur nonkonvensional. Dalam cerpen tersebut, terjalin kilas balik yang menunjukkan cerminan masa yang telah terjadi dari kehidupan keluarga Pak Cokro. Perihal tersebut bisa dilihat dalam kutipan berikut.

” Dahulu, saat sebelum rumahnya direnovasi, Pak Cokro serta istrinya sangat ramah serta melindungi ikatan baik dengan para tetangganya, terlebih dengan keluarga Bu Marni yang rumahnya persis di depan rumah Pak Cokro. Begitu dekatnya ikatan bertetangga itu sehingga mereka telah semacam kerabat. Apabila memiliki kelebihan santapan, Pak Cokro senantiasa menyuruh istrinya membaginya pada Bu Marni.” Kasihan. Bu Marni telah janda lagi, 4 anaknya masih kecil- kecil,” katanya.

Sehabis bagian yang menampilkan kehidupan masa yang telah terjadi pada keluarga Pak Cokro tersebut, alur bergerak secara konvensional sebab tidak terdapat lompatan waktu ke masa yang akan datang lagi.

2. Penokohan

Dalam suatu cerpen, tokoh dibedakan jadi tokoh utama serta tokoh pendukung. Tokoh utama merupakan kedudukan inti yang sangat berarti dalam suatu cerita.

Ada pula tokoh pendukung merupakan tokoh yang memenuhi keberadaan tokoh utama. Walaupun tokoh pendukung kerap dikatakan selaku tokoh yang tidak berarti, sesungguhnya tokoh pendukunglah yang menyokong keberadaan tokoh utama.

Guna memastikan mana yang tokoh utama atau tokoh pendukung, bisa ditetapkan dengan mengamati hal- hal sebagai berikut ;

  1. Memandang kuantitas kemunculan tokoh tersebut dalam cerpen.
  2. Memerhatikan petunjuk yang diberikan oleh pengarang lewat pendapat pengarang.

Dalam cerpen” Maling”, tokoh utamanya merupakan Pak Cokro serta Bu Marni. Kedua tokoh ini memegang peranan sentral. Pak Cokro ditafsirkan selaku seseorang OKB (orang kaya baru) yang angkuh serta sombong semenjak jadi kaya.

Sedangkan Bu Marni ditafsirkan selaku orang miskin yang berbesar hati, tetapi jengkel pula memandang tingkah Pak Cokro, tetangganya.

Kemunculan kedua tokoh tersebut menimbulkan bermacam nilai kemanusiaan saat ini, dapatkah Kamu mengatakan tokoh pendukung dalam cerpen tersebut? Jangan lupa ingatlah pula guna keberadaan tokoh tersebut di dalam cerita.

3. Latar

Latar ialah salah satu faktor aksesoris isi cerita yang tidak dapat dipisahkan dari analisis aspek tekstual karya sastra. Begitu pula dalam cerpen, latar mempunyai peranan yang sangat berarti dalam membangun cerita secara utuh.

Latar ialah salah satu faktor aksesoris isi cerita. Latar ataupun setting mengacu pada penafsiran tempat, ikatan waktu, serta area sosial tempat terbentuknya peristiwa – peristiwa yang dikisahkan.

Latar membagikan pijakan cerita secara konkret serta jelas. Perihal ini berarti untuk membagikan kesan nyata pada pembaca, menghasilkan atmosfer tertentu yang seolah – olah serius juga sekaligus bertautan.

Latar bisa dipecah jadi 2 tipe, ialah latar tempat serta latar waktu. Latar tempat ialah bentukan posisi masing- masing kejadian terjalin, sebaliknya latar waktu ialah bentukan waktunya.

Dalam cerpen” Maling”, latar tempat yang digunakan merupakan di dekat tempat tinggal Pak Cokro serta Bu Marni. Perihal ini bisa dilihat dalam kutipan berikut.

” Tetapi, sore itu telinga Bu Marni memanas. Motor bebek yang biasa dipakai Hendi, anak Pak Cokro yang kedua, lenyap. Mengenali perihal itu, dengan membuka pintu pagar depan rumahnya lebar- lebar, Pak Cokro yang baru kembali kerja langsung berteriak- teriak. ”

Sedangkan, latar waktu yang digunakan merupakan sore serta pagi hari. Perihal tersebut bisa dilihat dalam kutipan berikut.

” Akhir- akhir ini, sore hari, kerap kali pintu pagar depan rumah Pak Cokro dibuka lebar- lebar. Serta, setiap kali secara tidak terencana Bu Marni memandang Pak Cokro tengah duduk melamun. Awal mulanya Bu Marni menebak Pak Cokro keletihan sehabis seharian bekerja. Tetapi, belum lama Bu Marni mulai curiga, kala ramai ditayangkan di sebagian stasiun Televisi, kalau di kementerian tempat Pak Cokro bekerja sudah terbongkar suatu kejadian berupa mega korupsi “

” Hingga kala sore itu pintu pagar depan rumah Pak Cokro terbuka lebar serta nampak Pak Cokro tengah duduk melamun, Bu Marni langsung mengatakan dengan suara keras, menyongsong Sekar, anaknya yang awal yang baru kembali dari mengaji di rumah Ustadzah Yoyoh. “

Juga terdapat dalam kutipan berikut.

” Hari masih pagi. Masih sangat pagi. Matahari masih malu- malu bersinar dari ufuk timur. Tumbuhan jambu air yang daunnya lebat serta buahnya rimbun yang berkembang di taman depan rumah Bu Marni masih nampak fresh, sebab masih digayuti embun. Serta, Bu Marni tengah padat jadwal menyapu taman depan rumahnya yang dikotori daun- dauan jambu air yang gugur, dikala terdengar suara berikan salam.”

Hal-hal yang telah disebutkan diatas, ialah unsur-unsur instrinsik yang ada di cerpen Maling. Adapun kritik dan nasihat yang disampaikan dalam cerita tersebut ialah, Maling tidak hanya bisa ditemukan secara langsung, namun menjadi maling juga dapat dilakukan semua orang yang tidak memiliki keimanan dan kesadaran tinggi. Maling bahkan bisa dilakukan oleh para pejabat yaitu korupsi yang kian marak terjadi di masyarakat saat ini.

Tidak hanya karya Lidya Kartika Dewi saja, sejumlah cerpen karya sastra yang sudah banyak ditemukan di beberapa buku seperti misalnya karya Pramoedya Ananta Toer, Ahmad Tohari dan Mochtar Lubis. Mereka-para pengarang, menunjukkan kritikan pada sejumlah kejadian yang tengah terjadi di Indonesia saat ini.

Kritik yang terdapat di dalam karya sastra dapat bersifat sebatas mengangkat sebuah masalah ke permukaan ataupun disertai dengan jalan keluar yang bersifat subyektif. Salah satu tema yang banyak digunakan dalam karya sastra Indonesia zaman sekarang adalah perlawanan terhadap kepemimpinan yang dinilai tidak beres.

Kritik dalam kaitannya dengan tema tersebut bertujuan untuk menggugah nurani masyarakat dalam menyikapi ketidakberesan-ketidakberesan yang dilakukan para penguasa.

The post Kritik Sastra Cerpen Maling appeared first on HaloEdukasi.com.

]]>
9 Penulis Cerpen Terkenal Indonesia Beserta Karyanya https://haloedukasi.com/penulis-cerpen-terkenal-indonesia Tue, 23 Nov 2021 04:44:05 +0000 https://haloedukasi.com/?p=28868 Cerita pendek atau cerpen adalah salah satu jenis karya sastra yang berbentuk prosa naratif fiktif dan tidak lebih dari 10.000 kata. Cerpen langsung pada tujuan atau penyelesaian sebuah masalah dalam cerita dan cerpen berbeda dengan novel. Di Indonesia, cerpen mulai terkenal sekitar tahun 1936. Perkembangan sastra di Indonesia ditandai dengan kemunculan pantul, dongeng, legenda, fabel, […]

The post 9 Penulis Cerpen Terkenal Indonesia Beserta Karyanya appeared first on HaloEdukasi.com.

]]>
Cerita pendek atau cerpen adalah salah satu jenis karya sastra yang berbentuk prosa naratif fiktif dan tidak lebih dari 10.000 kata. Cerpen langsung pada tujuan atau penyelesaian sebuah masalah dalam cerita dan cerpen berbeda dengan novel.

Di Indonesia, cerpen mulai terkenal sekitar tahun 1936. Perkembangan sastra di Indonesia ditandai dengan kemunculan pantul, dongeng, legenda, fabel, dan lainnya.

Beberapa cerpen yang terkenal di Indonesia sampai saat ini yaitu Timun Mas, Si Kancil, dan Bawang Merah Bawang Putih. Berikut ini beberapa penulis cerpen terkenal di Indonesia yang perlu kamu ketahui, diantaranya:

1. Danarto

Danarto

Danarto merupakan seorang penulis cerpen asal Sragen, Jawa Tengah. Danarto memiliki banyak kumpulan cerpen terbaiknya, salah satunya Godlob yang ditulis pada tahun 1975.

Keahlian menulisnya beliau dapatkan tidaklah hal yang mudah. Danarto pernah mengikuti program menulis di Kyoto, Jepang, demi mengasah kemampuan menulisnya supaya menjadi lebih baik lagi. Cerpen hasil karya seperti Berhala, Rintik, Adam Ma’Rifat, dan Setangkai Melati di Sayap Jibril.

2. A.S Laksana

A.S Laksana

A.S Laksana merupakan seorang penulis cerpen asal Semarang dan telah menulis banyak cerpen serta buku. Salah satu karya terbaik A.S Laksana  berjudul Bidadari yang Mengembara terpilih sebagai buku sastra terbaik pada tahun 2014 versi Majalah Tempo.

Tidak hanya seorang penulis cerpen, Beliau juga pernah menjadi wartawan di beberapa media. Satu cerpen karyanya yang terkenal lainnya yaitu Murjangkung yang ditulis pada tahun 2013.

3. Chairil Gibran Ramadhan

Chairil Gibran Ramadhan

Chairil Gibran Ramadhan adalah seorang penulis kelahiran Jakarta 11 September 1972 yang sudah menggeluti bidang sastra sejak tahun 1996.

Sudah banyak karya Chairil  yang dimuat di dalam majalah dan juga kabar ternama seperti Kompas, Media Indonesia, Suara Pembaruan, Republika, The Jakarta Post.

Salah satu cerpen terbaik karya Chairil berjudul Sebelas Colen di Malam Lebaran. Tidak hanya itu, Chairil juga menerbitkan berbagai buku yang berisi kumpulan cerpen karyanya, salah satunya yaitu Ibu Kota Keberaksaraantahun 2011.

4. Hamsad Rangkuti

Hamsad Rangkuti

Hamsad Rangkuti adalah seorang penulis cerpen. Salah satu karya terbaiknya berjudul berjudul Maukah Kau Menghapus Bekas Bibirnya di Bibirku dengan Bibirmu merupakan cerita pendek terkenal karya Hamsad Rangkuti. Beliau sudah wafat pada tahun 2018, namun karya-karya Hamsad masih tetap dinikmati oleh para pembaca hingga saat ini.

Tidak hanya itu, cerpen lainnya berjudul Sampah Bulan Desember, Lukisan Perkawinan, dan Cemara juga masih menjadi karya yang tidak terlupakan.  

Banyak penghargaan yang Hamsad dapatnya dalam menulis cerpen seperti Penghargaan Sastra Pusat Bahasa tahun 2011, Pemenang Cerita Anak Terbaik 75 Tahun Balai Pustaka tahun 2011, dan Penghargaan Anugerah Kebudayaan, serta Penghargaan Mestro Seni Tradisi tahun 2014.

5. Triyanto Triwikromo

Triyanto Triwikromo

Triyanto Triwikromo dikenal sebagai seorang sastrawan. Karya beliau seperti  berjudul Anak-anak Mengasah Pisau, Sayap Anjing, Malam Sepasang Lampion,hingga Surga Sungsang. Tidak hanya itu, cerpen berjudul Anak-anak Mengasah Pisaumendapat respon positif dari pelukis handal Yuswantoro Adi. Lalu cerpen tersehut dituangkan menjadi sebuah lukisan hingga lagu, teater.

6. A. A Navis

A. A Navis

A.A. Navis merupakan seorang sastrawan terkenal asal Padang Panjang ini telah berpulang pada Maret 2003 lalu di umur 78 tahun. Salah satu cerpen terbaik karya Navis yang berjudul Robohnya Surau Kami juga digunakan pada kurikulum pelajaran Bahasa Indonesia di sekolah-sekolah.

Tidak hanya itu, Havis juga mempunyai beberapa cerpen lainnya seperti Bertanya Kerbau Pada Pedati, Kabut Negeri Si Dali, Hujan Panas dan Kabut Muslim, Jodoh, Bianglala.

7. Helvy Tiana Rosa

Helvy Tiana Rosa

Helvy Tiana Rosa adalah seorang penulis cerpen sekaligus novelis merupakan kakak dari Asma Nadia yang juga menggeluti bidang sastra. Helvy juga termasuk salah satu pendiri Forum Lingkar Pena, Teater Bening, dan ikut serta dalam membesarkan Majalah Annida.

Dalam perjalanan kariernya, sebuah cerpen berjudul Ketika Mas Gagah Pergiberhasil menginspirasi banyak orang untuk menemukan hidayah, dan berhijrah ke jalan yang benar.

Helvy mendapat banyak sekali penghargaan baik di dalam negeri maupun luar negeri, salah satunya ialah sebagai The World’s Most 500 Influential Muslims, Royal Islamic Strategic Studies Centre, Jordan pada tahun 2019.

8. Ifa Avianty

Ifa Avianty

Ifa Avianty adalah seorang penulis islami sekaligus penggiat literatur Islami. Karya-karyanya sudah banyak diterbitkan dalam majalah-majalah Islami. Gaya bahasa yang digunakan Ifa dalam karyanya cenderung kering, kocak, dan menggunakan latar belakang modern. Namun, tidak meninggalkan idealisme Islamnya. Beberapa karyanya yang juga terkenal yaitu Cinta Semusim, Mencari Belahan Jiwa, Ranu, Daun Kamboja Luruh Satu-Satu.

9. Putu Wijaya

Putu Wijaya

Putu Wijaya adalah seorang seniman yang tidak hanya menggeluti satu bidang saja. Beliau merupakan seorang penulis, pelukis, hingga penulis skenario sinetron dan film.

Ada sekitar 18 cerpen karya Putu sejak tahun 1978. Kumpulan cerpen populernya ialah Bom tahun 1978, Es Campur ­tahun 1980, Gres tahun 1982,  Peradilan Rakyat tahun 2006.

Berbagai penghargaan telah diterima oleh Putu, mulai dari dalam negeri maupun luar negeri. Salah satunya yaitu Penerima Profesional Fellowship dari The Japan Foundation Kyoto, Jepang pada tahun 1992.

Itulah beberapa tokoh-tokoh cerpen terkenal di Indonesia yang karyanya sudah tidak bisa diragukan lagi yang perlu kamu ketahui.

The post 9 Penulis Cerpen Terkenal Indonesia Beserta Karyanya appeared first on HaloEdukasi.com.

]]>
9 Cara Menulis Cerpen dan Strukturnya https://haloedukasi.com/cara-menulis-cerpen Mon, 25 Oct 2021 07:39:39 +0000 https://haloedukasi.com/?p=27791 Dalam menulis cerpen, penulis harus melewati beberapa tahapan seperti menyusun detail, latar, konflik, plot, hingga pengembangan karakter dalam ceritanya. Maka dari itu, penting bagi penulis untuk memahami beberapa cara menulis cerpen dan strukturnya yang akan kami bahas di bawah ini.  1.  Kembangkan Ide Langkah pertama untuk menulis cerpen adalah memunculkan dan mengembangkan ide. Anda dapat […]

The post 9 Cara Menulis Cerpen dan Strukturnya appeared first on HaloEdukasi.com.

]]>
Dalam menulis cerpen, penulis harus melewati beberapa tahapan seperti menyusun detail, latar, konflik, plot, hingga pengembangan karakter dalam ceritanya. Maka dari itu, penting bagi penulis untuk memahami beberapa cara menulis cerpen dan strukturnya yang akan kami bahas di bawah ini. 

1.  Kembangkan Ide

Langkah pertama untuk menulis cerpen adalah memunculkan dan mengembangkan ide. Anda dapat mendapatkan inspirasi dari peristiwa kehidupan nyata, kisah orang lain atau bahkan kombinasi berita kecil yang Anda dengar dari beberapa kejadian dalam kehidupan. Pastikan catat ide yang Anda dapatkan agar nantinya dapat Anda tuangkan dalam cerita pendek yang Anda susun.

2.  Pilihlan Sudut Pandang

Dalam cerpen, Anda perlu memilih sudut pandang yang akan digunakan. Anda bisa pilih sudut pandang orang pertama, sudut pandang orang kedua, atau sudut pandang orang ketiga yang serba tahu. Sudut pandang ini tidak bisa berubah di tengah cerita. Sehingga, pastikan Anda konsisten dengan pilihan Anda. 

3.  Pelajari Tentang Karakter 

Karakter memainkan peran penting dalam cerita. Sebelum menentukan karakter yang Anda pilih, kami memiliki beberapa pertanyaan yang bisa Anda jawab. Berikut adalah enam pertanyaan yang harus Anda ketahui tentang setiap karakter:

  • Apa yang Anda inginkan dari karakter yang Anda buat?
  • Keputusan atau tindakan besar apa yang diambil karakter tersebut untuk mencapai hal tersebut?
  • Apa konsekuensi tak terduga yang muncul?
  • Apa hasil dari konsekuensi ini?
  • Apa tindakan moral yang harus dilakukan karakter Anda?
  • Bagaimana karakter Anda berubah pada akhir cerita?

Kembangkan karakter yang hidup, dan cara untuk melakukannya adalah pastikan Anda tahu lebih banyak tentang karakter Anda daripada apa yang pembaca Anda ketahui. 

4.  Hindari Karakter yang Klise

  • Jangan langsung menjelaskan penampilan karakter Anda, kepribadian, dll. Biarkan pembaca menemukan karakter ini sendiri saat mereka membaca.
  • Berikan kelemahan karakter Anda. Tidak ada orang yang sempurna.
  • Berikan karakter Anda setidaknya satu karakteristik unik. 
  • Jika Anda harus mendeskripsikan secara langsung tentang karakter, buatlah tampak alami. Misalnya karakter tersebut menggambarkan dirinya sendiri kepada karakter lain, atau karakter lain menggambarkan karakter tersebut kepada orang lain.

5.  Berikan Konflik pada Karakter 

Cerita pasti memiliki konflik yang dibuat untuk menarik perhatian pembaca. Untuk membuatnya menarik, jangan mengatur konflik, tapi mulailah cerita Anda tepat di tengah konflik atau memulai cerita di tengah-tengah aksi agar pembaca tidak bosan.

Ada beberapa jenis konflik yang perlu Anda ketahui:

  • Konflik dengan diri sendiri
  • Konflik dengan orang lain
  • Konflik dengan alam

6.  Interpretasikan dengan Tulisan

Untuk membuat cerpen lebih menarik, jangan selalu mendeskripsikan sesuatu dengan satu kalimat. Misalnya, jangan hanya bilang bahwa ayahmu lucu. Tunjukkan pembaca dari apa yang dia katakan dan lakukan, lalu biarkan pembaca memutuskan apakah dia lucu atau tidak. 

7.  Ciptakan Plot yang Menarik

Plot adalah apa yang menjadi sandaran cerita Anda karena merupakan rangkaian peristiwa yang terjadi dalam cerita Anda yang berupa alur cerita. Plot adalah faktor yang menentukan apakah cerita Anda unik atau hampir sama dengan cerita lainnya.

Jika Anda ingin membuat pembaca tetap fokus dan tertarik dengan cerita Anda, plot cerita Anda harus selalu berubah secara tak terduga, baik di awal maupun di akhir.

8.  Fokus pada Pesan yang Akan Disampaikan

Jangan lupa bahwa dalam cerpen yang Anda buat, Anda harus memiliki pesan yang dapat menginspirasi pembaca. Jika Anda juga ingin orang-orang menikmati ceritanya dan fokus pada gaya bahasa atau hal-hal yang bersifat teknis, itu bagus. Namun, apa yang membuat sebuah cerita berdampak dan teringat dalam benak pembaca adalah pesan yang diambil pembaca setelah mereka membaca ceritanya.

9. Buat Draf Pertama

Setelah Anda menyiapkan hal-hal di atas, hal selanjutnya yang perlu Anda lakukan adalah menulisnya. Jangan terlalu khawatir tentang paragraf pertama yang menarik atau terlalu banyak detail. Tulis saja apa yang ada dalam kepala karena sebuah cerita 8.000 kata mungkin akan berkurang menjadi 4.000 kata setelah Anda memotong kalimat yang tidak perlu.

Hal-hal lainnya setelah Anda menulis semuanya adalah:

  • Edit dan periksa, mungkin tiga atau empat kali.
  • Hapus kalimat yang tidak jelas.
  • Pastikan awalan cerita Anda menarik.
  • Pastikan Anda memiliki solusi untuk konflik Anda.
  • Tunjukkan pada teman penulis yang kritis dan revisi berdasarkan saran mereka.

Struktur Cerpen

Abstrak

Abstrak merupakan awalan cerita dimana karakter dan latar dijelaskan. Pada bagian ini penulis perlu menetapkan pengaturan dan suasana dan memperkenalkan karakter yang akan berperan dalam cerpen.

Orientasi

Orientasi adalah bagian yang menunjukkan peristiwa dalam cerita menjadi rumit dan konflik dalam cerita perlahan akan muncul. Penulis tidak harus menulis awalan konflik melalui peristiwa yang besar dan jelas pada bagian ini.

Komplikasi

Komplikasi adalah titik perhatian tertinggi pembaca. Setelah insiden awal, serangkaian peristiwa lain mendorong cerita dan konflik menjadi klimaks. Klimaks terjadi ketika aksi berada pada titik tertingginya. Pembaca akan bertanya-tanya apa yang akan terjadi selanjutnya; apakah konflik akan terselesaikan atau tidak? 

Evaluasi

Evaluasi merupakan bagian cerita yang menjelaskan konflik telah menemui titik terangnya dan beberapa pertanyaan mulai terjawab. 

Koda

Koda merupakan pesan moral atau nilai yang disampaikan penulis melalui ceritanya dari konflik dan alur cerita yang sedemikian rupa. 

The post 9 Cara Menulis Cerpen dan Strukturnya appeared first on HaloEdukasi.com.

]]>
8 Unsur Intrinsik Cerpen dan Contohnya https://haloedukasi.com/unsur-intrinsik-cerpen Wed, 01 Sep 2021 06:29:03 +0000 https://haloedukasi.com/?p=26713 Cerita pendek atau yang biasa disebut sebagai cerpen merupakan suatu bentuk karya sastra yang sering dijumpai. Cerita yang relatif singkat dibandingkan cerita pada novel. Cerpen merupakan karya sastra fiksi yang ditulis dalam bentuk prosa singkat, memiliki isi yang padat serta langsung pada inti cerita. Sebelum menulis cerpen atau membacanya, sebaiknya memahami lebih dahulu mengenai unsur […]

The post 8 Unsur Intrinsik Cerpen dan Contohnya appeared first on HaloEdukasi.com.

]]>
Cerita pendek atau yang biasa disebut sebagai cerpen merupakan suatu bentuk karya sastra yang sering dijumpai. Cerita yang relatif singkat dibandingkan cerita pada novel.

Cerpen merupakan karya sastra fiksi yang ditulis dalam bentuk prosa singkat, memiliki isi yang padat serta langsung pada inti cerita.

Sebelum menulis cerpen atau membacanya, sebaiknya memahami lebih dahulu mengenai unsur intrinsik yang terkandung di dalam cerpen. Unsur intrinsik yang menjadi pembangun isi cerpen antara lain :

1. Tema 

Tema merupakan pokok pikiran atau ide pokok yang digunakan dalam cerita. Tema menjadi suatu dasar dalam pembuatan yang akan dikembangkan menjadi sebuah cerita. Cerpen biasanya memiliki tema tunggal dengan alur tunggal pula, berbeda dengan novel yang memiliki banyak alur dan sub tema dalam tema besar. 

Tema biasanya tidak diungkapkan secara langsung dalam cerpen, melainkan dengan membaca secara keseluruhan cerpen barulah bisa mengerti tema dari cerpen tersebut.

Contoh tema dapat meliputi cerpen komedi  yang dalam ceritanya menimbulkan gelak tawa serta menghibur, cerpen remaja yang menceritakan kisah hidup remaja, cerpen persahabatan yang menceritakan mengenai persahabatan seseorang atau sekelompok orang, dan lainnya.

2. Alur

Alur atau plot merupakan jalannya suatu cerita. Alur juga dapat diartikan sebagai urutan cerita. Alur dalam sebuah cerita dapat berupa alur maju, mundur, dan campuran.

  • Alur Maju

Alur maju yang merupakan rangkaian suatu peristiwa dalam cerita dengan urutan maju sesuai dengan waktu kejadian dan terus bergerak maju.

Contoh alur maju yang menceritakan setiap kejadian sesuai tuntutan : “Andi berangkat ke sekolah menggunakan sepeda kesayangannya. Ia mengayuh sekuat tenaga agar tidak terlambat. Sesampainya di sekolah Andi belajar dengan giat serta selalu memperhatikan guru. Setelah bel pulang sekolah berbunyi Andi berkemas dan mengayuh sepeda menuju jalan pulang”.

  • Alur Mundur

Alur mundur yang merupakan rangkaian suatu peristiwa dalam cerita dengan urutan mundur dan cerita bergerak mundur atau flashback.

Contoh alur mundur : “Andi terlambat masuk sekolah dan dimarahi guru karena bangun kesiangan. Andi bangun kesiangan karena kemarin malam Andi bermain game dan lupa waktu. Siangnya, Ibu Andi sudah mengingatkan untuk tidak bermain game terlalu lama karena besok masuk sekolah. Namun, Andi tetap bermain game hingga larut malam dan membuatnya terlambat masuk sekolah”.

  • Alur Campuran

Alur campuran yang merupakan rangkaian suatu peristiwa dalam cerita dengan urutan maju dan mundur.

Contoh alur campuran : “Hari-hari berjalan seperti biasa, bangun pagi untuk memenuhi tanggung jawab sebagai pelajar. Dina selalu menjemputku, kadang dia harus menungguku lebih lama karena aku belum selesai bersiap diri. Teringat ketika beberapa hari lalu seragamku kotor terkena tumpahan kopi yang dibawa Icha saat aku sedang terburu-buru bersiap diri. Sekarang aku sudah lebih baik, terbukti aku sudah lebih siap sebelum Dina datang kemudian di ikuti oleh sapaan hangat”.

3. Tokoh 

Tokoh merupakan unsur yang paling penting, tanpa tokoh cerita tidak akan hidup dan hanya menjadi suatu narasi. Tokoh merupakan orang atau karakter yang tampil dalam cerita. Tokoh memiliki karakter yang mampu diekspresikan dengan perilaku, ucapan, dan tindakan yang ditampilkan dalam cerita. 

Jenis Tokoh dalam unsur intrinsik cerpen dibagi menjadi beberapa sesuai karakter, yaitu :

  1. Tokoh Protagonis : Tokoh yang memiliki watak baik dan biasanya menjadi tokoh utama dalam cerita.
  2. Tokoh Antagonis : Tokoh yang memiliki watak jahat dan menjadi lawan dari tokoh utama dalam cerita.
  3. Tokoh Tritagonis : Tokoh yang menjadi penengah antara tokoh protagonis dan tokoh antagonis.
  4. Tokoh Figuran : Tokoh yang membantu menghidupkan suasana dalam cerita atau tokoh sampingan.

Contoh tokoh cerpen, dalam cerpen bawang merah bawang putih yang menjadi tokoh protagonis adalah bawang putih, tokoh antagonis bawang merah serta ibunya, tokoh tritagonis nenek yang menemukan selendang bawang putih yang hanyut, serta tokoh figuran seperti orang yang lewat, atau tetangga bawang putih yang tidak memiliki peran dan hanya sebagai pembangun suasana di dalam cerita.

4. Penokohan

Penokohan memiliki arti yang lebih luas dibandingkan tokoh. Jika tokoh menyebutkan siapa tokoh dalam cerpen dan wataknya, sedangkan penokohan merupakan penggambaran dari tokoh tersebut dengan ucapan, tindakan, pandangan. 

Penokohan bertujuan untuk memberikan gambaran yang jelas mengenai bagaimana watak seorang tokoh dalam cerpen. Dengan penggambaran fisik atau penjelasan narasi.

Contoh penokohan dalam cerpen bawang merah bawang putih yang mana bawang merah memiliki watak jahat dengan terus memperlakukan bawang putih sebagai pembantu dan berbicara kasar kepadanya. 

Lalu bawang putih memiliki hati yang lembut, selalu menolong orang, serta tidak serakah yang digambarkan melalui ucapan serta tindakan bawang putih ketika menerima perintah dari ibu tiri dan kakak tirinya.

5. Latar

Pengertian latar menurut KBBI adalah keterangan mengenai waktu, tempat, dan suasana dalam sebuah karya sastra. Latar dalam cerpen terdiri dari 3 jenis, yakni latar waktu, latar tempat, dan latar suasana. Latar bisa disebut juga dengan setting. Untuk mempermudah pemahaman mengenai latar, berikut adalah contoh latar berdasarkan jenisnya:

Contoh latar waktu : “Andi dan teman-teman bermain bola pada sore hari hingga matahari tenggelam.”

Contoh latar tempat : “Di sebuah rumah dekat gedung tua itu merupakan tempat tinggal Pak Kades,…”

Contoh latar suasana : “Kabar duka mengiringi kepergian nenek, aku mencoba menguatkan diri untuk mengikhlaskan kepergian nenek. Namun air mataku tidak dapat ku tahan.”

6. Sudut Pandang

Sudut pandang menjadi salah satu unsur intrinsik cerpen, maka sudut pandang mempunyai peranan yang penting. Sudut pandang merupakan cara pandang penulis dalam menyajikan suatu cerita. Sudut pandang terbagi menjadi 2 jenis, yakni sudut pandang orang pertama dan sudut pandang orang ketiga. 

Dalam sudut pandang orang pertama terdiri dari 2 jenis, yakni sudut pandang orang pertama pelaku utama dan sudut pandang orang pertama pelaku sampingan. 

Sudut Pandang Orang Pertama

  • Sudut pandang orang pertama pelaku utama : “ Aku sedang berdiam diri sambil memandangi selembar kertas di hadapanku, ini adalah hasil ujian yang telah dibagikan oleh guru kepadaku,…”
  • Sudut pandang orang pertama pelaku sampingan : “ Zata adalah teman baikku, kemana pun aku ingin pergi Zata selalu bersedia menemaniku. Zata senang membaca buku, terutama bacaan seperti novel.”

Sedangkan dalam sudut pandang orang ketiga juga terdiri dari 2 jenis, yakni sudut pandang orang ketiga serba tahu dan sudut pandang orang ketiga pengamat.

Sudut Pandang Orang Ketiga

  • Sudut pandang orang ketiga serba tahu : “Sudah sejak masuk kuliah Fadi mulai tertarik dengan dunia agensi dan pemodelan, hingga suatu hari Fadi merasa yakin untuk bergabung dengan suatu agensi setelah mencari berbagai informasi dan prosedur pendaftaran,…”
  • Sudut pandang orang ketiga pengamat : “Ia terlihat berbeda seperti hari biasanya, hari ini nampak lebih muram. Kemarin dia sempat mengeluh sakit sekitar bagian kakinya, apa mungkin karena pekan olahraga kemarin?,…” 

7. Gaya Bahasa

Gaya bahasa merupakan salah satu unsur intrinsik dalam cerpen, gaya bahasa digunakan penulis untuk menjelaskan cerita lebih imajinatif dan ekspresif. Bagi pembaca, gaya bahasa dapat memberikan pesan atau perasaan emosional sesuai dengan alur cerita.

Gaya bahasa dapat juga disebut dengan majas. Majas terdiri dari beberapa macam, seperti majas hiperbola, majas personifikasi, majas retorika, dan lain-lain.

Contoh gaya bahasa dalam sebuah cerpen : “Setiap hari, petang hingga malam para petani harus berjibaku dengan panasnya terik matahari dan menumpahkan tenaga untuk berladang”

8. Amanat

Amanat menjadi salah satu unsur penting dalam sebuah cerpen, tanpa amanat cerpen menjadi tidak bernilai atau bermutu. Amanat merupakan sebuah pesan yang disampaikan dalam cerpen. Secara tersirat amanat disampaikan oleh penulis cerpen kepada para pembaca melalui substansi cerita. 

Contoh pada cerita rakyat Malin Kundang, amanat yang disampaikan kepada para pembaca yakni agar tidak bertindak kasar dan durhaka kepada orang tua.

The post 8 Unsur Intrinsik Cerpen dan Contohnya appeared first on HaloEdukasi.com.

]]>
6 Perbedaan Hikayat dan Cerpen yang Perlu dipahami https://haloedukasi.com/perbedaan-hikayat-dan-cerpen Tue, 03 Nov 2020 07:39:14 +0000 https://haloedukasi.com/?p=13334 Setelah mempelajari tentang hikayat dan cerpen maka kali ini kita akan membahas mengenai perbedaan antara hikayat dan cerpen, berikut penjelasannya. 1. Perbedaan Berdasarkan Pengertian Hikayat merupakan karya sastra lama yang di dalamnya memuat cerita tentang kekuatan, kehebatan, keajaiban dari toko utama dalam cerita tersebut. Sedangkan cerpen merupakan sebuah karya sastra fiktif yang di dalamnya terdapat […]

The post 6 Perbedaan Hikayat dan Cerpen yang Perlu dipahami appeared first on HaloEdukasi.com.

]]>
Setelah mempelajari tentang hikayat dan cerpen maka kali ini kita akan membahas mengenai perbedaan antara hikayat dan cerpen, berikut penjelasannya.

1. Perbedaan Berdasarkan Pengertian

Hikayat merupakan karya sastra lama yang di dalamnya memuat cerita tentang kekuatan, kehebatan, keajaiban dari toko utama dalam cerita tersebut. Sedangkan cerpen merupakan sebuah karya sastra fiktif yang di dalamnya terdapat konflik pada toko utama dalam cerita.

2. Perbedaan Berdasarkan Pengarangnya

Pengarang adalah orang yang menciptakan sebuah karya yang di sisni berarti sebuah karya tulisan atau cerita.

Pada hikayat nama pengarang sebagian besar tidak diketahui, hal ini terjadi karena hikayat lebih banyak diceritakan dari mulut ke mulut atau secara lisan sehingga tidak jelas siapa yang sudah menciptakan cerita tersebut, sedangkan cerpen memiliki nama pengarang yang jelas dan biasanya nama pengarang di tulis di bawah judul cerpen itu sendiri.

3. Perbedaan Berdasarkan Tema

Tema adalah ide pokok atau gagasan yang mendasari terciptanya sebuah karya atau cerita. Tema yang diangkat dalam hikayat cenderung sama yakni cerita mengenai perjuangan dari tokoh hikayat sampai akhirnya dia memiliki kekuatan serta kekuasaan.

Sedangkan cerpen memiliki banyak variasi tema yang artinya tidak terpaku pada satu tema saja. Cerpen bisa menceritakan kisah persahabatan, percintaan, kisah keluarga, konflik agama, budaya dan sebagainya.

4. Perbedaan Berdasarkan Latar

Latar adalah unsur intrinsik sebuah cerita yang mencakup tiga hal yakni waktu, tempat dan suasana. Latar ini berkaitan erat dengan tema yang di usung dalam sebuah cerita.

Hikayat yang hanya berkisah pada satu tema tentunya memiliki latar yang sama pada setiap ceritanya yaitu di jaman dahulu pada sebuah kerajaan dengan suasana perjuangan seseorang untuk memperoleh kekuatan dan kekuasaan.

Sedangkan cerpen yang memiliki banyak tema tentunya juga memiliki latar yang lebih beragam dengan waktu, tempat dan suasana yang berbeda pada setiap cerita.

5. Perbedaan Berdasarkan Alur Cerita

Alur cerita adalah rangkaian urutan peristiwa pada sebuah cerita. Hikayat biasanya memiliki alur cerita maju karena menceritakan kisah dari awal perjuangan sampai akhirnya tokoh mencapai sebuah tujuan.

Sedangkan cerpen memiliki alur cerita yang beragam bisa menggunakan alur maju, mundur atau campuran.

6. Perbedaan Berdasarkan Sudut Pandang

Sudut pandang merupakan arah pandang penulis dalam bercerita. Terdapat dua macam sudut pandang yakni sudut pandang orang pertama dan sudut pandang orang ketiga.

Hikayat yang tidak diketahui jelas siapa pengarangnya, maka hikayat menggunakan sudut pandang orang ketiga dalam menceritakan kisahnya. Sedangkan cerpen yang memiliki tema lebih bervariasi bisa menggunakan sudut pandang orang pertama maupun orang ketiga.

Selain dapat menceritakan kisah tokoh lain penulis cerpen juga dapat menceritakan kisah hidupnya sendiri dengan menggunakan sudut pandang orang pertama.

The post 6 Perbedaan Hikayat dan Cerpen yang Perlu dipahami appeared first on HaloEdukasi.com.

]]>
8 Perbedaan Novel dan Cerpen yang Perlu dipahami https://haloedukasi.com/perbedaan-novel-dan-cerpen Sat, 08 Aug 2020 02:37:30 +0000 https://haloedukasi.com/?p=9386 Cerpen dan novel merupakan salah satu dari karya sastra yang ada di Indonesia. Dimana cerpen atau cerita pendek merupakan karya sastra yang ditulis dengan cerita yang cukup pendek. Sedangkan novel merupakan karya sastra yang memiliki cerita lebih luas dan kompleks. Selain dari pengertiannya, cerpen dan novel memiliki perbedaan yaitu: 1. Berdasarkan Jumlah Kata Perbedaan cerpen […]

The post 8 Perbedaan Novel dan Cerpen yang Perlu dipahami appeared first on HaloEdukasi.com.

]]>
Cerpen dan novel merupakan salah satu dari karya sastra yang ada di Indonesia. Dimana cerpen atau cerita pendek merupakan karya sastra yang ditulis dengan cerita yang cukup pendek.

Sedangkan novel merupakan karya sastra yang memiliki cerita lebih luas dan kompleks. Selain dari pengertiannya, cerpen dan novel memiliki perbedaan yaitu:

1. Berdasarkan Jumlah Kata

Perbedaan cerpen dan novel secara jelas dapat dilihat dari unsur jumlah katanya.

Dimana cerpen yang merupakan cerita pendek memiliki jumlah kata kurang dari 10.000 kata sedangkan novel biasanya memiliki jumlah kata lebih dari 35.000.

Sehingga cerpen dapat ditulis hanya dengan satu halaman sedangkan novel bisa ditulis dengan lebih dari 100 halaman.

2. Berdasarkan Topik Cerita

Perbedaan kedua dari cerpen dan novel dapat dilihat dari unsur topik ceritanya.

Biasanya dalam cerpen membahas topik-topik cerita yang sederhana sehingga alur ceritanya dapat dengan mudah ditebak oleh pembaca.

Sedangkan novel memiliki topik cerita yang lebih kompleks dengan alur cerita yang rumit dan ada kesan, emosi serta efek.

3. Berdasarkan Plot

Plot dalam cerpen dan novel juga menjadi salah satu yang dapat membedakannya. Plot dalam cerpen dengan urutan pengantar, konflik, klimaks dan kemudian solusi.

Sedangkan plot dalam novel biasanya lebih rumit dan panjang serta memiliki dinamis dengan ruang yang tak terbatas.

Sehingga hal tersebut membuat novel memiliki jumlah kata yang lebih banyak dibandingkan dengan cerpen.

4. Berdasarkan Karakter

Perbedaan novel dan cerpen dapat dilihat juga dari karakter, dimana dalam cerpen setiap karakternya akan terungkap dengan jelas.

Sedangkan novel memiliki karakter yang terungkap secara perlahan dan bertahap dalam setiap ceritanya.

Hal tersebut membuat cerpen lebih banyak diminati oleh anak-anak dan remaja sedangkan novel lebih banyak diminati oleh orang dewasa.

5. Berdasarkan Penggunaan Kata

Penggunaan kata dalam cerpen sangat berbeda dengan novel.

Biasanya dalam cerpen, penggunaan katanya lebih mudah dipahami oleh pembaca sedangkan novel, penggunaan katanya lebih sulit dipahami oleh pembaca.

Sehingga ketika membaca novel perlu konstentrasi untuk dapat memahami alur ceritanya.

6. Berdasarkan Konflik

Cerpen dan novel memiliki perbedaan dalam segi konflik. Biasanya dalam cerpen ceritanya bertentangan dengan klimaka sedangkan dalam novel, konfliknya dapat memicu lebih dari satu konflik dengan beberapa highlight yang sulit ditebak.

Sehingga dengan membaca novel diharapkan pembaca dapat menyelesaikan konflik yang ada dalam novel tersebut.

7. Berdasarkan Penokohan

Perbedaan cerpen dan novel dapat dilihat juga dari penokohannya, dimana biasanya dalam cerpen hanya berisi beberapa karakter tokoh.

Sedangkan dalam novel penokohannya lebih besar dari jumlah karakter dalam cerpen.

Karakter setiap tokoh dalam cerpen dan novel juga berbeda, biasanya dalam cerpen hanya memiliki karakter utama sedangkan novel terdiri dari banyak karakter.

8. Berdasarkan Latar Belakang

Perbedaan novel dan cerpen yang terakhir dapat dilihat dari latar belakangnya.

Dimana latar belakang cerita dalam cerpen sangat sempit dan terbatas dan jumlah bidikannya tidak lebih dari 10.

Sedangkan dalam novel, latar belakangnya memiliki satu bidikan dengan jumlah yang besar dengan jangkauan yang luas.

Selain itu perbedaan latar belakangnya juga termasuk tempat, waktu dan suasana.

The post 8 Perbedaan Novel dan Cerpen yang Perlu dipahami appeared first on HaloEdukasi.com.

]]>
10 Gaya Bahasa Dalam Cerpen Robohnya Surau Kami https://haloedukasi.com/gaya-bahasa-dalam-cerpen-robohnya-surau-kami Thu, 02 Jan 2020 08:51:02 +0000 https://haloedukasi.com/?p=2979 Cerpen atau cerita pendek adalah salah satu bentuk karya sastra fiksi, yang dibangun dari dua unsur yaitu unsur intrinsik dan ekstrinsik dalam cerpen. Salah satu unsur intrinsik dalam cerpen adalah gaya bahasa yang turut mempengaruhi nilai dari suatu karya sastra. Untuk menganalisis mengenai macam – macam majas dalam cerpen sebagai gaya bahasa yang digunakan, cerpen […]

The post 10 Gaya Bahasa Dalam Cerpen Robohnya Surau Kami appeared first on HaloEdukasi.com.

]]>
Cerpen atau cerita pendek adalah salah satu bentuk karya sastra fiksi, yang dibangun dari dua unsur yaitu unsur intrinsik dan ekstrinsik dalam cerpen. Salah satu unsur intrinsik dalam cerpen adalah gaya bahasa yang turut mempengaruhi nilai dari suatu karya sastra.

Untuk menganalisis mengenai macam – macam majas dalam cerpen sebagai gaya bahasa yang digunakan, cerpen berjudul “Robohnya Surau Kami” buah karya A.A. Navis akan dijadikan sebagai acuan.

A.A.Navis lahir di Padang Panjang, Sumatera Barat pada 17 November 1924 dan memiliki beberapa karya lain seperti Hujan Panas (1964), Kemarau (1967), Di Lintasan Mendung (1983), Dialektika Minangkabau (1983), Alam Terkembang Jadi Guru (1984), Bertanya Kerbau Pada Pedati (2002) dan Saraswati, Si Gadis Dalam Sunyi (2002).

Robohnya Surau Kami adalah cerpen bertema sosio – religi dari A.A.Navis yang terbit pertama kali pada 1956. Cerpen ini menceritakan tentang kematian seorang kakek penjaga surau atau masjid kecil di kota kelahiran sang tokoh utama cerpen.

Dengan cara bunuh diri setelah mendapat cerita dari Ajo Sidi si pembual tentang Haji Soleh yang masuk neraka walaupun sehari – hari ia beribadah di masjid seperti si kakek.

Cerpen ini cukup memikat para pembacanya dan dianggap sebagai karya monumental dalam dunia sastra Indonesia sehingga dijadikan sebagai bahan ajar dan literatur klasik dalam bahasa Indonesia.

Penggunaan Gaya Bahasa

Sebagai cerita klasik, sudah pasti cerpen Robohnya Surau Kami mengandung banyak majas atau gaya bahasa di dalamnya yang turut memperkaya isi kandungannya. Pembahasan mengenai apa saja gaya bahasa dalam cerpen Robohnya Surau Kami dapat disimak berikut ini.

1. Majas Perbandingan

Majas perbandingan adalah gaya bahasa yang menyatakan perbandingan dengan tujuan untuk meningkatkan kesan kepada pembacanya. Ada beberapa macam majas perbandingan sebagai gaya bahasa dalam cerpen Robohnya Surau Kami yaitu:

  • Majas Simile

Simile merupakan pengungkapan dengan menggunakan perbandingan secara eksplisit yang dinyatakan dengan kata depan atau kata penghubung.

Gaya bahasa perbandingan yang ditemukan dalam cerpen Robohnya Surau Kami salah satunya adalah majas simile, yang berasal dari kalimat : “Seluruh hidupnya bagai jadi meredup seperti lampu kemerisikan sumbu”. Kalimat tersebut digolongkan kepada majas simile karena menggunakan kata bagai dan seperti.

  • Majas Metafora

Pengertian majas metafora mengungkapkan sesuatu secara langsung berupa perbandingan analogis. Gaya bahasa dalam cerpen Robohnya Surau Kami ini terlihat pada salah satu kalimat, misalnya pada kalimat

Sedangkan bibirnya membariskan senyum, serta matanya menyinarkan cahaya yang cemerlang”. Majas tersebut mengandung mengenai makna kebahagiaan seseorang terhadap sesuatu yang terjadi pada dirinya, melalui kalimat diatas mengandung arti ada sebuah kebahagiaan yang ditunggu – tunggu.

  • Majas Personifikasi

Personifikasi membandingkan benda – benda tidak bernyawa sehingga seolah – olah hidup atau bersifat seperti manusia. Majas personifikasi terlihat pada kalimat

Kedamaian alam yang memagutnya tadi, serta merta terlempar jauh, terpelanting remuk”. Majas personifikasi terdapat pada kata alam yang seakan – akan hidup seperti manusia.

  • Majas Alegori

Majas alegori yang menyatakan dengan cara lain, kiasan atau penggambaran lain. Majas alegori biasanya berbentuk cerita penuh dengan simbol moral.

2. Majas Pertentangan

Contoh majas pertentangan terdapat pada kata – kata yang mengandung kiasan dengan menyatakan pertentangan dengan yang sebenarnya dimaksudkan oleh pembicara atau penulisnya untuk meningkatkan kesan kepada pembaca. Dalam Robohnya Surau Kami, terdapat dua macam majas pertentangan.

  • Majas Hiperbola

Majas hiperbola adalah gaya bahasa yang melebih – lebihkan suatu peristiwa. Dalam salah satu bagian mengandung kalimat bermajas hiperbola sebagai gaya bahasa dalam cerpen Robohnya Surau Kami seperti berikut :

Api neraka tiba – tiba menghawakan kehangatannya ke tubuh Haji Saleh”. Majas hiperbola dalam kutipan tersebut adalah kata – kata api neraka.

  • Majas Litotes

Majas litotes terdapat pada gaya bahasa yang merendahkan diri atau tidak menyebutkan yang sebenarnya. Gaya bahasa Litotes terdapat pada kalimat

Pada simpang kecil ke kanan, simpang yang kelima, membeloklah ke jalan sempit itu. Dan di ujung jalan nanti Tuan temui sebuah surau tua”. Kata surau tua termasuk pada majas litotes pada cerpen, yang artinya adalah sebuah masjid di suatu perkampungan.

3. Majas Pertautan

Majas pertautan merupakan kata – kata kiasan yang bertautan dengan gagasan atau ingatan. Ada dua majas pertautan sebagai gaya bahasa dalam cerpen Robohnya Surau Kami yaitu:

  • Majas Sinekdoke

Pada salah satu judul cerpen yang bernama Dari Masa ke Masa terdapat dialog “Apa janji itu beliau lakukan?” Tanya sobat saya yang bekas diplomat itu. Yang menjadi salah satu gaya bahasa majas sinekdoke totem pro parte adalah kata – kata bekas diplomat.

  • Majas Eufemisme

Terdapat pada salah satu cerpen yang berjudul Anak Kebanggan, yaitu : “Bila perlu, meski dengan resiko besar, bangunkanlah kembali mahligai angan – angannya”.

Contoh majas eufemisme terletak pada kata “bangunkanlah kembali mahligai angan – angannya”, yang berarti memberikan semangat kepada yang jiwa semangatnya sedang redup.

4. Majas Perulangan

Majas perulangan atau majas penegasan adalah kata – kata kiasan yang menyatakan penegasan untuk meningkatkan kesan serta pengaruh kepada pendengar atau pembacanya. Dalam cerpen Robohnya Surau Kami, hanya ada satu majas perulangan yang ditemukan.

  • Majas Asonansi

Salah satu gaya bahasa dalam cerpen Robohnya Surau Kami adalah contoh majas asonansi pada cerpen Dari Masa ke Masa yaitu pada kalimat “Orang – orang muda lebih mudah digembalakan”. Asonansi terlihat pada kata muda dan mudah.

5. Majas Sindiran

Majas sindiran adalah gaya bahasa yang mengungkapkan maksud atau pernyataan menggunakan kata – kata bersifat menyindir untuk memperkuat maknanya.  Gaya bahasa dalam cerpen Robohnya Surau Kami mengandung satu majas sindiran yaitu majas sinisme.

  • Majas Sinisme

Majas atau gaya bahasa yang menggunakan kata – kata sebaliknya, mirip dengan ironi tetapi lebih kasar. Majas sinisme sebagai gaya bahasa dalam cerpen Robohnya Surau Kami terlihat pada kalimat yang dinyatakan oleh tokoh aku  :

“…dan yang terutama ialah sifat masa bodoh manusia sekarang, yang tak hendak memelihara apa yang tak dijaga lagi”. Pernyataan itu adalah sebuah simbol untuk menunjukkan keadaan masyarakat sekarang, untuk mengingatkan, menasehati atau mengejek pembaca dan masyarakat secara umum.

Sebagai salah satu bentuk karya sastra, cerpen sudah jelas dapat memberikan manfaat sebagaimana bentuk karya sastra yang lainnya.

Cerpen dapat memberikan hiburan berupa kenikmatan membaca,mengembangkan imajinasi, memberikan pengalaman, menggambarkan perilaku manusia secara umum.

Maka dengan manfaatnya tersebut, sudah tentu suatu cerpen sangat layak untuk dijadikan bahan pembelajaran mengenai bagaimana berbahasa Indonesia yang baik dan benar.

The post 10 Gaya Bahasa Dalam Cerpen Robohnya Surau Kami appeared first on HaloEdukasi.com.

]]>
2 Contoh Unsur Intrinsik Dalam Cerpen https://haloedukasi.com/contoh-unsur-intrinsik-dalam-cerpen Mon, 30 Dec 2019 08:20:02 +0000 https://haloedukasi.com/?p=2853 Cerpen memiliki dua unsur penting yang terkandung di dalamnya. Unsur-unsur tersebut yaitu unsur intrinsik dan ekstrinsik dalam cerpen. Kedua komponen tersebut merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari ciri-ciri cerpen. Pada pembahasan kali ini akan dibahas secara khusus mengenai unsur intrinsik cerpen. Unsur intrinsik menurut para ahli secara umum adalah unsur pembangun cerpen yang berasal dari […]

The post 2 Contoh Unsur Intrinsik Dalam Cerpen appeared first on HaloEdukasi.com.

]]>
Cerpen memiliki dua unsur penting yang terkandung di dalamnya. Unsur-unsur tersebut yaitu unsur intrinsik dan ekstrinsik dalam cerpen. Kedua komponen tersebut merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari ciri-ciri cerpen.

Pada pembahasan kali ini akan dibahas secara khusus mengenai unsur intrinsik cerpen. Unsur intrinsik menurut para ahli secara umum adalah unsur pembangun cerpen yang berasal dari cerpen itu sendiri.

Apa Itu Unsur Instrinsik ?

Unsur intrinsik terdiri dari tema, tokoh dan penokohan, alur cerita, latar, macam-macam gaya bahasa dalam cerpen, sudut pandang, dan amanat.

Agar lebih memahami unsur intrinsik cerpen, mari kita simak dalam beberapa contoh unsur intrinsik pada beberapa penggalan cerpen berikut.

Penggalan cerpen “Hening di Ujung Senja”, karya Wilson Nadeak (dalam kumpulan cerpen Kompas 2007)

Ia tiba-tiba muncul di muka pintu. Tubuhnya kurus, di sampingnya berdiri anak remaja. Katanya itu anaknya yang bungsu. Kupersilakan duduk sambil bertanya-tanya dalam hati, siapa mereka berdua?

“Kita teman bermain waktu kecil. Di bawah pohon bambu. Tidak jauh dari tepi Danau Toba,” katanya memperkenalkan diri. Wau, kataku dalam hati. Itu enam puluh tahun yang lalu. Ketika itu masih anak kecil, usia empat tahun barangkali. “Ketika sekolah SD kau pernah pulang ke kampung dan kita bersama-sama satu kelas pula,” katanya melanjutkan. Aku tersenyum sambil mengangguk-angguk. Belum juga dapat kutebak siapa mereka. Ia seakan-akan mengetahui siapa mereka sesungguhnya. “Wajahmu masih seperti dulu,” katanya melanjutkan. “Tidakkah engkau peduli kampung halaman?” tanyanya. “Tidakkah engkau peduli kampung halamanmu?” tanyanya membuat aku agak risih. Dulu pernah keinginan timbul di hati untuk membangun kembali rumah di atas tanah adat yang tidak pernah dijual. Pelahan-lahan timbul ingatan di dalam benakku.

“Rumah kita dahulu berhadap-hadapan, ya?” kataku. Ia mengangguk. “Kalau begitu, kau si Tunggul?”

Ya,” jawabnya dengan wajah yang mulai cerah.

Lalu ia mengatakan perlunya tanah leluhur dipertahankan. “Jangan biarkan orang lain menduduki tanahmu. Suatu saat nanti, keturunanmu akan bertanya-tanya tentang negeri leluhur mereka,” katanya dengan penuh keyakinan. “Kita sudah sama tua. Mungkin tidak lama lagi kita akan berlalu. Kalau kau perlu bantuan, aku akan menolongmu.”

“Akan kupikirkan,” kataku. “Nanti kubicarakan dengan adik dan kakak,” jawabku.

Pertemuan singkat itu berlalu dalam tahun. Pembicaraan sesama kakak-beradik tidak tiba pada kesimpulan. Masing-masing sibuk dengan urusan sendiri. Dan ketika aku berkunjung ke kampung halaman, kutemukan dia dengan beberapa kerabat dekat lainnya. Kudapati ia terbaring di tempat tidur, di ruangan sempit dua kali dua meter. Beberapa slang oksigen di hidungnya. Ia bernapas dengan bantuan oksigen. Matanya berkaca-kaca sambil mulutnya berkata, “Kudengar kau datang. Beginilah keadaanku. Sudah berbulan-bulan.” Agak sulit baginya berbicara. Dadanya tampak sesak bernapas. Aku tidak mungkin berbicara mengenai tanah itu. Kuserahkan persoalannya kepada keluarga dekat.

Pada penggalan cerpen di atas, berikut unsur instrinsik yang terkandung di dalamnya:

Tema                                     : menjalani usia tua

Tokoh dan penokohan     : Aku, memiliki sifat ramah, perhatian dengan anggota keluarga.

Alur cerita                             : mundur (ada pada kalimat “Pertemuan singkat itu berlalu dalam tahun”)

Latar                                      : Rumah tokoh utama (ada pada kalimat “Ia tiba-tiba muncul di muka pintu”)

Sudut pandang                   : orang pertama (menceritakan dengan kata “aku”)

Gaya bahasa                         : majas asosiasi pada kalimat “wajah yang mulai cerah”,  majas depersonifikasi pada kalimat “Matanya berkaca-kaca”,  majas simile pada kalimat “Dadanya tampak sesak bernapas”.

Amanat                                  : selagi muda saling menyayangi dengan anggota keluarga agar di usia tua tidak kesepian.

Penggalan cerpen “Gerhana Mata”, karya Djenar Mahesa Ayu (dalam kumpulan cerpen Kompas 2007)

Saya tahu, saya akan bisa mengulanginya lagi. Tapi dengan satu konsekuensi. Harus mengerti statusnya sebagai laki-laki beristri. Bertemu kala siang, bukan kala pagi atau malam hari. Kala siang dengan durasi waktu yang amat sempit. Bukan kala pagi atau malam hari yang terasa amat panjang dalam penantian dan rindu yang mengimpit. Membuat saya kerap merasa terjepit. Antara lelah dan lelah. Antara pasrah dan pasrah. Saya terjebak dan berputar-putar pada dua pilihan yang sama. Saya jatuh cinta.

Andai saja saya bisa mendepak cinta dan menghadirkan logika, mungkin tak akan seperti ini saya tak berdaya. Mungkin suara-suara yang kerap menghantui dengan pertanyaan dan jawaban akan lain bunyinya. Mungkin malam akan membuat saya takut. Dan dengan tubuh lain ke dalam selimut saya akan beringsut. Juga tak akan ada siang di mana saya meradang dan menggelepar atas tubuh yang menyentuh di atas seprai kusut lantas terhenti oleh dering panggilan ponsel yang membuat satu-satunya fungsi pada tubuhnya yang mempersatukan tubuh kami jadi menciut.

Mungkin…

Mungkin satu saat nanti ia akan mengalami gerhana mata seperti saya. Dan kami bisa tinggal dalam satu dunia yang sama. Tak bertemu hanya kala siang. Tak menunggu kala pagi dan malam. Tak ada pertanyaan mengapa hanya bertemu kala siang. Bukan kala pagi atau malam. Tak ada jawaban karena cinta membutakan saya. Diganti dengan jawaban, karena cinta telah membutakan kami berdua.

Mungkin…

Enam tahun sudah waktu bergulir. Sejak kemarin, di jari manis kanan saya telah melingkar cincin dengan namanya terukir. Dalam kegelapan malam kedua mata ini menumpahkan air. Di atas pembaringan tanpa suami yang tetap tak akan hadir.

Pada penggalan cerpen di atas, berikut unsur instrinsik yang terkandung di dalamnya:

Tema                                     : cinta buta

Tokoh dan penokohan     : Saya, memiliki mudah jatuh cinta,

Alur cerita                             : mundur (ada pada kalimat “Enam tahun sudah waktu bergulir”)

Latar                                      : di kamar, lebih tepatnya di kasur tokoh utama (ada pada kalimat “Di atas pembaringan”)

Sudut pandang                   : orang pertama (menceritakan dengan kata “saya”)

Gaya bahasa                       : majas personifikasi pada kalimat “Andai saja saya bisa mendepak cinta dan menghadirkan logika”,  “cinta membutakan saya “,cinta telah membutakan kami berdua”, dan “Mungkin suara-suara yang kerap menghantui..”, majas simile pada kalimat “mengalami gerhana mata seperti saya”, majas hiperbola “kedua mata ini menumpahkan air”.

Amanat                                  : sebaiknya jangan jatuh cinta dengan laki-laki suami orang.

Demikian contoh unsur intrinsik pada cerpen yang sering kita jumpai.

The post 2 Contoh Unsur Intrinsik Dalam Cerpen appeared first on HaloEdukasi.com.

]]>