demografis - HaloEdukasi.com https://haloedukasi.com/sub/demografis Sat, 11 Feb 2023 02:21:13 +0000 id-ID hourly 1 https://wordpress.org/?v=6.6.2 https://haloedukasi.com/wp-content/uploads/2019/11/halo-edukasi.ico demografis - HaloEdukasi.com https://haloedukasi.com/sub/demografis 32 32 Kenali 5 Tahapan dalam Transmisi Demografis https://haloedukasi.com/tahapan-dalam-transmisi-demografis Sat, 11 Feb 2023 02:20:58 +0000 https://haloedukasi.com/?p=41314 Kelahiran, kematian, dan migrasi merupakan tiga faktor utama yang memengaruhi laju pertumbuhan penduduk. Ketiganya juga memiliki korelasi dengan proyeksi penduduk dan transmisi demografis. Pengertian Transmisi demografis adalah model yang digunakan untuk menggambarkan fenomena atau pergeseran dari tingkat kelahiran, kematian, dan populasi di masyarakat dengan acuan kepemilikan teknologi, pendidikan (terutama wanita), dan perkembangan ekonomi . Model […]

The post Kenali 5 Tahapan dalam Transmisi Demografis appeared first on HaloEdukasi.com.

]]>
Kelahiran, kematian, dan migrasi merupakan tiga faktor utama yang memengaruhi laju pertumbuhan penduduk. Ketiganya juga memiliki korelasi dengan proyeksi penduduk dan transmisi demografis.

Pengertian

Transmisi demografis adalah model yang digunakan untuk menggambarkan fenomena atau pergeseran dari tingkat kelahiran, kematian, dan populasi di masyarakat dengan acuan kepemilikan teknologi, pendidikan (terutama wanita), dan perkembangan ekonomi .

Model ini sering digunakan untuk mengolah data kependudukan di negara-negara Amerika Utara dan Eropa yang sudah terindustrialisasi. Tetapi seringkali tidak tepat ketika diterapkan di negara dengan situasi sosial, politik, dan ekonomi tertentu, sehingga pada akhirnya mampu memengaruhi populasi tertentu.

Transmisi demografis juga berusaha menjelaskan mengapa perubahan-perubahan tersebut bisa terjadi. Model ini terbagi ke dalam beberapa tahapan, di mana setiap tahapan melambangkan perubahan drastis pada salah satu faktor pertumbuhan penduduk.

Dengan menerapkan konsep transmisi demografis, kita dapat memprediksi struktur populasi yang mungkin akan terjadi pada suatu negara. Negara yang berada di tahapan awal atau pertama cenderung memiliki banyak penduduk dengan usia muda, sementara negara yang berada pada tahapan akhir cenderung memiliki banyak penduduk berusia lanjut atau tua.

Tahapan dalam Transmisi Demografis

Awal pengembangan model, transmisi demografis hanya terdapat 4 tahapan. Namun, belakangan ini telah dikembangkan tahapan kelima dalam transmisi demografis yang diharapkan mampu memberikan gambaran mengenai keadaan demografis suatu negara di masa depan.

1. Tahap Pertama

Tahap pertama ada dalam masyarakat pra-industri, di mana angka kelahiran dan kematian sama-sama tinggi. Keduanya berfluktuasi dengan cepat sesuai situasi lingkungan atau alam, seperti kekeringan dan wabah penyakit. Populasi yang dihasilkan relatif konstan dan berusia muda.

Program seperti Keluarga Berencana dan penggunaan alat kontrasepsi hampir tidak ada. Dengan demikian, batas dari angka kelahiran didasarkan pada kemampuan perempuan untuk melahirkan anak. Kegiatan emigrasi mampu menekan angka kematian dalam beberapa kasus, seperti pada abad ke-19 di Eropa dan Amerika Serikat bagian timur.

Selama dalam tahapan ini, masyarakat hidup dan berkembang dengan paradigma Malthusian, serta dengan jumlah penduduk yang didasarkan oleh jumlah persediaan makanan. Sementara fluktuasi pasokan makanan cenderung diterjemahkan langsung ke dalam fluktuasi populasi.

Kematian yang signifikan akibat kelaparan seringkali terjadi. Secara keseluruhan dinamika populasi pada tahap pertama sama dengan hewan yang hidup di alam liar. Menurut Edward Revocatus (2016), ini merupakan tahap awal dari transmisi demografis di dunia, yang ditandai dengan aktivitas primer, seperti praktik pertanian, penggembalaan, penangkapan ikan berskala kecil, dan bisnis kecil-kecilan.

2. Tahap Kedua

Pada tahap kedua, angka kelahiran tetap tinggi, namun angka kematian menurun secara drastis. Terjadi pertumbuhan populasi yang sangat tinggi di tahapan ini. Di Eropa, perubahan yang mengarah ke tahap kedua dimulai pada Revolusi Pertanian, sekitar abad ke-18 dan pada awal perubahan terjadi sangat lambat.

Sementara negara-negara yang saat ini sedang berada dalam tahap ini antara lain, seperti Afghanistan, Yaman, Irak, dan sebagian besar negara Afrika Sub Sahara (tidak termasuk Afrika Selatan, Botswana, Eswatini, Zimbabwe, Namibia, Kenya, Lesotho, Ghana, dan Gabon yang sudah mulai memasuki tahap ketiga).

Setidaknya terdapat dua faktor yang menyebabkan penurunan angka kematian, yaitu:

  • Peningkatan pasokan makanan dan sarana transportasi yang lebih baik.
  • Perbaikan dalam sistem kesehatan masyarakat, terutama pada anak-anak.

Ledakan populasi adalah konsekuensi dari tahap kedua, bukan karena peningkatan fertilitas namun karena penurunan angka kematian. Selama paruh kedua abad ke-20, banyak dari negara-negara kurang berkembang mulai memasuki tahap kedua. Tanpa adanya pemerintahan yang progresif, pada tahap ini pula, negara-negara tersebut rentan menjadi negara gagal.

Ciri lain dari tahap kedua transmisi demografis adalah terjadi perubahan struktur umur penduduk. Pada tahap pertama, mayoritas kematian terjadi antara umur 5-10 tahun pertama kehidupan. Sementara pada tahap kedua perlu adanya peningkatan kelangsungan hidup anak-anak dan pertumbuhan populasi.

3. Tahap Ketiga

Pada tahap ketiga transmisi demografis, angka kelahiran mulai menurun secara drastis dan angka kematian juga kembali menurun namun secara perlahan. Hal ini terjadi sebagai akibat dari peningkatan kondisi ekonomi, perluasan status dan pendidikan perempuan, serta akses ke kontrasepsi.

Penurunan tingkat kelahiran ini berfluktuasi dari satu negara ke negara lain, seperti halnya rentang waktu yang dialami. Selain itu, melalui penurunan angka kelahiran, tahap ketiga menggerakkan populasi menuju suatu kestabilan dalam segala aspek kehidupan.

Terdapat beberapa faktor yang berkontribusi pada penurunan angka kelahiran pada tahap ketiga transmisi demografis, antara lain:

  • Adanya kesadaran bahwa untuk memastikan masa tua yang nyaman, seseorang tidak perlu memiliki anak yang banyak. Ketika kematian anak terus menurun dan pendapatan meningkat, orang tua menjadi percaya diri bahwa sedikit anak cukup dapat membantu keperluan keluarga dan merawat mereka di usia senja.
  • Adanya peningkatan urbanisasi mengubah nilai-nilai tradisional. Kehidupan di perkotaan yang otomatis meningkatkan biaya tanggungan anak-anak dalam sebuah keluarga juga menjadi pertimbangan seseorang ketika ingin memiliki anak.
  • Dibuatnya undang-undang yang melarang seorang anak untuk bekerja dan berkontribusi secara signifikan dalam urusan rumah tangga selama masih dalam usia wajib belajar.
  • Peningkatan jumlah melek huruf dan lapangan pekerjaan, memberikan pandangan kritis pada wanita tentang menjadi seorang ibu dan wanita karier.
  • Perbaikan terhadap teknologi kontrasepsi, baik dari segi ketersediaan dan pengetahuan tentang cara menggunakannya. Hal ini merupakan faktor utama dari penurunan angka kelahiran.

Selama periode tahap ini, berpotensi menghasilkan pertumbuhan ekonomi melalui peningkatan rasio usia kerja terhadap penduduk tanggungan, disebut bonus demografi.

4. Tahap Keempat

Pada tahap keempat transmisi demografis, angka kelahiran maupun kematian sudah sangat rendah sehingga pertumbuhan populasi juga sangatlah rendah. Hal ini seringkali mengarah pada stabilitas populasi total. Negara yang berada pada tahap ini umumnya dianggap maju dan terindustrialisasi.

Tingkat kematian yang rendah disebabkan oleh sejumlah alasan, seperti rendahnya jumlah penyakit dan produksi makanan yang tinggi. Sementara tingkat kelahiran rendah karena setiap orang memiliki lebih banyak kesempatan dalam memilih apakah ingin memiliki anak atau tidak, dan lebih memilih karier mereka.

Pada tahap keempat ini, sudah mulai ada risiko terjadinya peningkatan rasio ketergantungan. Yaitu suatu kondisi di mana terdapat banyak orang tua non-produktif yang harus ditanggung oleh generasi muda yang masih produktif. Ada 4 negara yang telah memasuki tahap keempat transmisi demografis, yaitu Amerika Serikat, Inggris, Jepang, dan Argentina.

5. Tahap Kelima

Tahap kelima merupakan tahapan transmisi demografis yang baru diobservasi belakangan ini. Ada dua kemungkinan dalam tahap kelima, yaitu angka kelahiran menurun sehingga menjadi lebih rendah dari angka kematian. Atau sebaliknya, angka kematian yang mengalami peningkatan dan angka kelahiran mengalami penurunan.

Satu hal yang pasti adalah akan ada penurunan populasi di negara yang berada pada tahap kelima transmisi demografis.

Adapun alasan yang mendasari penurunan angka kelahiran, antara lain:

  • Terlalu fokus pada materialisme dan kekayaan, sehingga tidak ingin memiliki anak atau keluarga.
  • Pendidikan tinggi yang semakin merata dan menyeluruh, sehingga membuat orientasi hidup sebagian orang adalah karier mereka.
  • Semakin banyak ketersediaan fasilitas aborsi dan kontrasepsi.
  • Semakin mahal biaya hidup yang menyebabkan seseorang enggan memiliki anak.
  • Keengganan untuk menikah karena kebutuhan hidupnya bisa terpenuhi oleh wahana kenikmatan lainnya.

Sementara alasan untuk peningkatan angka kematian pada tahap kelima dalam transmisi demografis, antara lain munculnya penyakit degeneratif yang tidak menular, gaya hidup modern yang tidak sehat. Seperti kanker, tumor, AIDS/HIV, obesitas, diabetes, penyakit jantung, dan autoimun. Contoh negara yang diperkirakan akan atau sudah memasuki tahap kelima transmisi demografis antara lain Swedia dan Italia.

Contoh Kasus

Setiap negara setidaknya telah mengalami beberapa tahapan dalam transmisi demografis. Tergantung pada beberapa faktor yang memengaruhinya hingga negara tersebut mampu masuk ke tahapan selanjutnya.

  • Amerika Serikat

Dari tahun 1800 hingga 1940, Amerika Serikat telah mengalami transmisi demografis dari sebagian besar penduduk pedesaan AS dengan tingkat kesuburan tinggi, dengan rata-rata kelahiran 7 anak per wanita kulit putih, kemudian menurun menjadi 2 anak per wanita kulit putih. Penurunan ini akibat dari kemajuan teknologi.

Sejak saat itu, Amerika Serikat mengalami penurunan kesuburan meski sangat rendah. Sementara angka kematian di sebagian besar wilayah kolonial Amerika Utara berkisar antara 15 hingga 25 kematian per 1000 penduduk per tahunnya.

Harapan hidup mereka berada di angka 40, dan di beberapa tempat mencapai 50. Penduduk Philadelphia hanya memiliki harapan hidup hingga 20 tahun, dengan rata-rata keseluruhan mencapai 40 tahun pada abad ke-18.

Saat itu, North Carolina menjadi wilayah dengan prevalensi tertinggi penyakit endemik mematikan seperti malaria dengan angka kematian mencapai 45 hingga 50 per 1000 penduduk per tahun. New Orleans juga demikian, 50 per 1000 bahkan terkadang bisa lebih, hingga disebut sebagai “ibu kota kematian Amerika Serikat”.

Satu-satunya wilayah yang tidak menerapkan pola ini adalah Amerika Selatan. Namun saat ini, Amerika Serikat diakui sebagai negara dengan tingkat kesuburan dan kematian yang sama-sama rendah. Setiap tahunnya, angka kelahiran mencapai 14 per 1000 penduduk. Sementara angka kematian hanya 8 per 1000 penduduk per tahunnya.

  • India

Hasil dari penelitian yang dilakukan oleh Goli dan Arokiasamy mengenai kondisi demografsi India pada 2013, menunjukkan bahwa India telah mengalami transmisi demografis sejak pertengahan tahun 1960-an, dan transisi fertilitas yang dimulai sejak 1965.

Pada 2013, India berada di paruh akhir tahap ketiga dalam transmisi demografs, dengan populasi sekitar 1,23 miliar jiwa. Hampir 40 tahun lamanya India tertinggal dalam proses transisi demografis, jika dibandingkan dengan negara-negara Uni Eropa, Jepang, dan lainnya.

Apabila transmisi demografis India dibarengi dengan basis populasi yang lebih tinggi, maka akan menghasilkan dividen demografis yang kaya dalam beberapa dekade mendatang.

  • Rusia

Pada abad ke-18, Rusia mulai memasuki tahap kedua dalam transmisi demografis, bersamaan dengan negara-negara Eropa lainnya. Efek yang ditimbulkan dari proses transmisi demografis Rusia terbatas pada sedikitnya penurunan angka kematian dan kestabilan pertumbuhan populasi.

Pada abad ke-19, populasi Rusia naik hampir empat kali lipat dari sebelumnya, dari yang awalnya 30 juta menjadi 133 juta jiwa, terus bertambah hingga Perang Dunia I dan berbagai kekacauan yang mengikutinya. Dengan cepat Rusia beralih ke tahap ketiga dalam transmisi demografis.

Meski pada pertengahan 1920-an tingkat kesuburan mereka mulai pulih kembali dan hampir mencapai 7 anak per wanita, mereka banyak mengalami tekanan seperti kelaparan pada 1931-1933, kekalahan pada Perang Dunia II pada 1941. Sehingga fertilitas di Rusia setelah perang hanya mengalami pemulihan peningkatan mencapai 3 anak per wanita.

Pada 1970, Rusia berada di tahap keempat dalam transmisi demografis dengan angka kelahiran dan angka kematian masing-masing di urutan 15/1000 dan 9/1000. Namun anehnya, tingkat kelahiran mereka masuk ke keadaan fluks kontan, dan berulang kali melampaui 20/1000 dan jatuh di bawah 12/1000.

Antara 1980-an dan 1990-an, Rusia kembali mengalami transisi demografis yang unik. Para pengamat menyebutnya “bencana demografis”. Hal ini karena angka kematian melebihi jumlah kelahiran, harapan hidup setiap orang turun tajam (terutama laki-laki) dan angka bunuh diri meningkat tajam. Pada 1992 hingga 2011, angka kematian melebihi angka kelahiran. Sementara sejak 2011 hingga saat ini, yang terjadi justru sebaliknya.

  • Madagaskar

Pada abad ke-19, transmisi demografis Madagaskar lebih banyak dipengaruhi oleh faktor manusia, terutama negara bagian Merina. Kebijakan negara bagian Merina banyak merangsang pertumbuhan produksi pertanian, yakni membantu menciptakan populasi yang lebih besar dan sehat, serta dengan meletakkan dasar bagi ekspansi militer dan ekonomi Merina.

Sejak 1820, biaya ekspansionisme semacam itu telah membuat negara meningkatkan eksploitasi kerja paksa terhadap rakyatnya, dengan mengorbankan produksi pertanian sehingga mengarah ke transmisi demografis negatif. Infertilitas dan kematian bayi di Madagaskar meningkat tajam saat itu, dan terus mengalami peningkatan akibat wabah penyakit, mal nutrisi, dan stres yang semuanya berakar dari kebijakan kerja paksa negara.

Hal ini menyebabkan antara 1820 hingga 1895, pertumbuhan populasi di Madagaskar terhitung hanya sangat kecil. Selain itu, rezim Prancis di era kolonial juga memperparah keadaan di Madagaskar saat itu.

Transmisi Demografis Periode Kedua

Transmisi demografis periode kedua adalah suatu kerangka konseptual yang pertama kali dirumuskan oleh Ron Lesthaeghe dan Dirk van de Kaa pada 1986.

Model ini membahas mengenai perubahan pola perilaku seksual dan reproduksi yang terjadi di Eropa Barat dan Amerika Utara sekitar tahun 1963. Penggunaan pil KB dan obat-obat murah lainnya, serta IUD sebagai metode kontrasepsi saat itu dan diadopsi oleh masyarakat hingga sekarang.

Dikombinasikan dengan meningkatnya peran perempuan dalam masyarakat dan tenaga kerja, telah mengakibatkan banyak perubahan yang memengaruhi demografi negara-negara industri dan menghasilkan tingkat kesuburan sub-pengganti.

Perubahan-perubahan tersebut antara lain seperti peningkatan jumlah wanita yang memilih untuk tidak menikah atau memiliki anak, peningkatan kohabitasi di luar pernikahan, peningkatan jumlah ibu tunggal, peningkatan jumlah wanita di pendidikan tinggi dan karier profesional, dan berbagai peningkatan individualisme, terutama pada wanita.

The post Kenali 5 Tahapan dalam Transmisi Demografis appeared first on HaloEdukasi.com.

]]>
Rekayasa Demografis: Pengertian – Tujuan dan Contohnya https://haloedukasi.com/rekayasa-demografis Sat, 14 Jan 2023 04:18:43 +0000 https://haloedukasi.com/?p=40697 Pengertian Rekayasa demografis atau demographic engineering adalah serangkaian penuh kebijakan dan upaya penggeseran, pemindahan, dan bahkan pembersihan populasi etnis tertentu untuk kepentingan tertentu, seperti konsolidasi penguasaan suatu negara atau wilayah tertentu untuk menciptakan populasi yang homogen secara etnis atau secara sengaja untuk memengaruhi komposisi dan distribusi populasi. Mereka (pihak yang melakukan rekayasa demografis) memiliki dimensi spasial […]

The post Rekayasa Demografis: Pengertian – Tujuan dan Contohnya appeared first on HaloEdukasi.com.

]]>
Pengertian

Rekayasa demografis atau demographic engineering adalah serangkaian penuh kebijakan dan upaya penggeseran, pemindahan, dan bahkan pembersihan populasi etnis tertentu untuk kepentingan tertentu, seperti konsolidasi penguasaan suatu negara atau wilayah tertentu untuk menciptakan populasi yang homogen secara etnis atau secara sengaja untuk memengaruhi komposisi dan distribusi populasi.

Mereka (pihak yang melakukan rekayasa demografis) memiliki dimensi spasial yang jelas karena mereka ingin menciptakan kembali distribusi teritorial komunitas dengan memfasilitasi kontrol dan/atau asimilasi kelompok etnis minoritas, atau dengan jalan menghilangkan populasi minoritas dari wilayah yang bersangkuta (McGarry, 1998: 630).

Rekayasa demografis umumnya dilakukan dengan berbagai cara, seperti pemalsuan hasil sensus, penggambaran ulang perbatasan, pemindahan populasi, asimilasi, imigrasi baik secara sukarela maupun secara paksa, kebijakan pronatalis (untuk mengibah tingkat kelahiran), dan genosida.

Menurut Wainer, Teitelbaum, McGarry, dan Seker, dalam definisi yang lebih inklusif, rekayasa demografis memiliki 3 ciri utama, yaitu negara memiliki peran utama dalam upaya rekayasa demografis, pertimbangan terhadap aspek destruktif hingga konstruktif, dan perhatian khusus terhadap ruang dan wilayah. Seker juga menambahkan bahwa semua kebijakan dan program yang dibuat negara bertujuan untuk meningkatkan kekuatan politik dan ekonomi satu kelompok etnis atas kelompok lain (Seker, 2007: 61).

Apabila rekayasa demografis diambil sebagai konsep integratif, kemungkinan akan muncul dua kontribusi penting yang patut untuk dipertimbangkan. Pertama, rekayasa demografis akan mampu memfasilitasi eksplorasi berbagai rangkaian antara fase destruksi dan konstruksi, di mana keduanya akan saling bergantung satu sama lain.

Kedua, rekayasa demografis memungkinkan pembahasan mengenai momen-momen destruktif dan konstruktif secara independen dari perspektif kronologis, serta mampu memperlakukannya sebagai dimensi yang dapat hadir bersamaan di waktu tertentu dan dalam kebijakan negara yang telah disahkan.

Dapat disimpulkan bahwa rekayasa demografis mampu mensintesis inti destruktif dari kebijakan-kebijakan nasional, seperti pembersihan etnis dan pertukaran populasi dengan program pembangunan bangsa yang bersifat konstruktif namun diskriminatif.

Tujuan Rekayasa Demografis

Seperti yang telah dipaparkan sebelumnya bahwa salah satu tujuan rekayasa demografis adalah untuk membentuk homogenitas etnis. Meski pun demikian, hal tersebut bukanlah tujuan utama dilakukannya rekayasa demografis. Sebelum ada istilah negara bangsa, rekayasa demografis dilakukan sebagai upaya untuk mengamankan wilayah kekaisaran yang baru saja ditaklukkan, atau sebagai upaya meningkatkan jumlah populasi di wilayah tertentu yang masih jarang penduduknya.

Rekayasa demografis juga sering dilakukan untuk mencapai suatu kepentingan strategis, seperti jalur perdagangan, serta meningkatkan kekuatan politik dan ekonomi dari kelompok etnis yang dianggap distingtif. Memasuki era negara bangsa, yaitu runtuhnya era kekaisaran, rekayasa demografis digunakan sebagai upaya untuk mendukung kebangkitan nasionalisme, biasanya nasionalisme etnis dan nasionalisme keagamaan.

Contoh Rekayasa Demografis

Dari era kekaisaran hingga era negara bangsa, rekayasa demografis masih tetap ada dan dilakukan oleh beberapa pihak atau negara untuk tujuan tertentu. Berikut ini merupakan beberapa contoh dari rekayasa demografis yang pernah terjadi dan bahkan masih terjadi hingga sekarang.

  • Israel

Banyak dari kalangan para sarjana dan organisasi HAM menyebut bahwa kebijakan-kebijakan pemerintah Israel adalah bentuk rekayasa demografis. Human Rights watch dalam laporannya menyatakan bahwa pemerintah Israel membuat kebijakan yang di dalamnya memuat kejahatan apartheid yang bertujuan untuk memecah belah penduduk Palestina dengan menjaga kontrol politik orang Yahudi terhadap wilayah Palestina.

Mantan Perdana Menteri Israel David Ben-Gurion berpendapat bahwa kelangsungan hidup orang Yahudi sebagai mayoritas tidak dapat diganggu gugat dengan cara apa pun. Yigal Allon, mantan Menteri Luar Negeri Israel, mendukung untuk mempertahankan lembah Jordan yang berpendudukan jarang, sementara memberikan izin otonomi di daerah lainnya yang berpenduduk padat seperti West Bank. Sehingga, secara demografis dan strategis seluruh tanah dan negara dikuasai oleh bangsa Yahudi.

Imigrasi besar-besaran bangsa Yahudi Rusia ke Palestina, diharapkan mampu mendukung dalam upaya mempertahankan wilayah dengan mempertahankan Yahudi sebagai kelompok mayoritas. Di wilayah West Bank ada sebuah rute penghalang yang digunakan untuk memaksimalkan populasi Yahudi dan meminimalkan populasi penduduk asli Palestina, yang sering disebut dengan pagar demografi.

Upaya Israel dalam membangun mayoritas Yahudi juga dilakukan dengan melakukan serangan militer dan pengusiran oleh pasukan Yahudi yang menyebabkan sekitar 20.000 penduduk Palestina keluar dari kota Lod. Rumah yang mereka tinggalkan kini berganti kepemilikan ke imigran Yahudi. Pada tahun-tahun setelah perang 1948, lebih dari 10.00 imigran Yahudi menetap di kota Lod.

  • Kuwait

Dalam beberapa dekade terakhir, pemerintah Kuwait dinilai telah membuat kebijakan yang mengarah ke upaya rekayasa demografis. Terutama terkait sejarah naturalisasi dan krisis tanpa kewarganegaraan (Bidoon) di Kuwait. Beberapa waktu belakangan, pemerintah Kuwait mengesahkan Undang-Undang Kewarganegaraan resmi terkait pemberian bantuan jalur hukum bagi non-warga negara yang ingin memperoleh kewarganegaraan.

Namun, secara otokritas akses untuk menjadi warga negara Kuwait dikontrol oleh keluarga Al Sabah, sehingga akses tersebut tidak tunduk pada pengawasan peraturan eksternal. Sementara kebijakan naturalisasi dalam UU Kewarganegaraan diterapkan tanpa adanya transparansi dan sewenang-wenang. Sehingga non-warga negara Kuwait tidak menerima hak yang sesuai untuk memperoleh kewarganegaraan.

Akibatnya banyak terjadi manipulasi terhadap proses naturalisasi dari Al Sabah yang didasari oleh kepentingan politik. Selama 3 dekade setelah kemerdekaan pada 1961, Al Sabah telah menaturalisasi ratusan ribu Badui dari Arab Saudi, dan sebanyak 200.000 imigran pada 1980. Sepanjang 1980-an, kebijakan tersebut terus berlanjut, namun tidak disetujui secara hukum oleh pemerintah Kuwait.

Tujuan utama upaya naturalisasi terhadap Badui Arab Saudi adalah untuk mengubah susunan demografis penduduk yang membuat kekuatan Al Sabah tetap aman. Mereka beranggapan bahwa imigran Badui lebih mudah dikendalikan daripada ekspatriat dari Palestina, Lebanon, dan Suriah yang secara aktif ikut berpartisipasi dalam dunia politik Kuwait. Dengan demikian, tak satu pun Bidoon tanpa kewarganegaraan di Kuwait yang berasal dari suku Ajman.

Ototritas sistem peradilan Kuwait yang lemah memperumit krisis Bidoon yang tak kunjung dapat memiliki akses ke pengadilan guna mengajukan kasus kewarganegaraan mereka. Meski 70% dari populasi Kuwait merupakan non-warga negara, Al Sabah terus menolak pengajuan kewarganegaraan sebagian besar dari mereka, termasuk dari mereka yang telah memenuhi persyaratan naturalisasi yang secara resmi telah diatur dalam Undang-Undang Kewarganegaraan Kuwait.

Namun demikian, otoritas Kuwait mengizinkan praktik pemalsuan upaya naturalisasi dari ratusan ribu non-warga negara yang memiliki kepentingan politik tertentu, dan dengan tetap menolak kewarganegaraan Bidoon. Perserikatan Bangsa-Bangsa mencatat segala aktivitas politik, cendekiawan, peneliti, dan upaya naturalisasi Al Sabah sebagai upaya rekayasa demografis yang sama dengan kebijakan milik Bahrain.

  • Kekaisaran Ottoman

Rekayasa demografis yang dilakukan oleh Kesultanan Utsmaniyah dibagi ke dalam 3 fase. Fase pertama antara abad ke-16 dan ke-18, di mana kebijakan pemindahan penduduk dilakukan untuk mencapai rekayasa demografis penduduk di wilayah yang baru ditaklukkan.

Fase kedua antara tahun 1850-an dan 1931, terjadi ketika militer Utsmaniyah mengalami kekalahan di Balkan yang mengakibatkan ribuan Muslim mengungsi ke wilayah-wilayah terdekat, dan merupakan awal dari rekayasa demografis di Anatolia yang berlanjut menjadi genosida Armenia.

Fase terakhir dari 1850 hingga 1950, menurut Erik-Jan Zurcher, Turkolog Belanda, merupakan bagian dari zaman rekayasa demografis Eropa. Pada saat itu banyak terjadi perpindahan penduduk dan genosida. Pada 1955, muncul suatu kebijakan bernama pogrom Istanbul yang merupakan rekayasa demografis akibat provokasi negara yang menyebabkan penduduk etnis minoritas seperti Armenia, Yunani, dan Yahudi memilih untuk pergi.

The post Rekayasa Demografis: Pengertian – Tujuan dan Contohnya appeared first on HaloEdukasi.com.

]]>