Demokrasi Parlementer - HaloEdukasi.com https://haloedukasi.com/sub/demokrasi-parlementer Fri, 24 Mar 2023 01:56:03 +0000 id-ID hourly 1 https://wordpress.org/?v=6.6.2 https://haloedukasi.com/wp-content/uploads/2019/11/halo-edukasi.ico Demokrasi Parlementer - HaloEdukasi.com https://haloedukasi.com/sub/demokrasi-parlementer 32 32 Sejarah Perkembangan Demokrasi Parlementer di Indonesia (1945-1959) https://haloedukasi.com/perkembangan-demokrasi-parlementer Fri, 24 Mar 2023 01:55:51 +0000 https://haloedukasi.com/?p=42165 Eksperimentasi demokrasi yang menonjol sejak Republik Indonesia memproklamasikan kemerdekaannya, tanggal 17 Agustus 1945, adalah sistem demokrasi liberal atau sistem demokrai parlementer. Sistem parlementer sebenarnya tidak kita temukan di UUD 195. Dalam UUD 1945 hanya mengenal sistem presidensial. Lalu, mengapa demokrasi liberal atau sistem parlementer muncul dalam ketatanegaraan kita? Jalan bagi terbentuknya pemerintahan parlementer terbuka sejak […]

The post Sejarah Perkembangan Demokrasi Parlementer di Indonesia (1945-1959) appeared first on HaloEdukasi.com.

]]>
Eksperimentasi demokrasi yang menonjol sejak Republik Indonesia memproklamasikan kemerdekaannya, tanggal 17 Agustus 1945, adalah sistem demokrasi liberal atau sistem demokrai parlementer. Sistem parlementer sebenarnya tidak kita temukan di UUD 195.

Dalam UUD 1945 hanya mengenal sistem presidensial. Lalu, mengapa demokrasi liberal atau sistem parlementer muncul dalam ketatanegaraan kita? Jalan bagi terbentuknya pemerintahan parlementer terbuka sejak dikeluarkannya Maklumat Wakil Presiden No.X tahun 1945.

Maklumat tersebut diantaranya memuat keputusan tentang Tugas Komite Nasional Indonesia Pusat (KNIP) menjadi badan legislatif yang bertugas menetapkan Garis-garis Besar Haluan Negara sebelum terbentuknya DPR/MPR.

Selain adanya perubahan tugas KNIP yang semual hanya sebagai pembantu presiden, juga terjadi perubahan lain yakni perubahan sistem kabinet presidensiil ke parlementer, melalui keluarnya Maklumat 14 November 1945, setelah mendengar usul Badan Pekerja Komite Nasional Indonesia (BP-KNIP).

Dengan demikian, sistem presidensial hanya berlangsung selama tiga bulan hingga akhirya terbentuk kabnet parlementer dengan Sjahrir sebagai perdana Menteri, tanpa harus dilakukan perubahan UUD 1945.

Pengaruh terbentuknya kabinter parlementer

Jalan ke arah terbentuknya kabinet parlementer dipengaruhi oleh beberapa hal, yaitu :

1. Ketidaksetujuan beberapa tokoh pergerakan

Ketidaksetujuan beberapa tokoh pergerakan terhadap usul perlunya membentuk partai tunggal, degan nama Partai Nasional perlunya membentuk partai tunggal, dengan nama Partai Nasonal Indonesia. Ide ini menimbulkan banyak pertentangan karena kekhawatiran timbulnya fasisme dan totalitarisme.

Sebaliknya, kehadiran partai-partai politik dipandang tepat untuk membangun bangsa Indonesia yang baru merdeka. Sebagai tidak lanjutnya, dalam bulan November 1945, dikeluarkannya Maklumat Wakil Presiden Np.X 3 November 1945 yang membuka pintu seluas-luasnya bagi partai-partai politik.

Maklumat yang dikeluarkan setelah pertimbangan usul Badan Pekerja Komite Nasional Indonesia Pusat menetapkan tiga hal, yaitu :

  • Pembentukan partai tunggal bertentangan dengan asas demokrasi
  • Dianjurkan pembentukan partai-partai politik untuk mudah dapat mengukur kekuata perjuangan
  • Pembentukan partai dan organisasi politik memudahkan pemerintah untuk minta tanggung jawab kepada pemimpin-pemimpi barisan perjuangan

Inilah yang mendasari pembentukan partai-partai politik yang mewakili berbagai corak dan aliran yang hidup dalam masyarakat.

2. Perubahan sistem

Perubahan ke sistem parlementer yang liberal semula didorong oleh kelompok muda revolusioner yang merasa kurang setuju dengan kekuasaan negara di bawah pimpinan Presiden Soekarno.

3. Indonesia negara demokasi

Untuk memberi kesan kepada dunai internasional bahwa negara Indonesia adalah negara demokrasi, bukan negara boneka yang diberi oleh pemerintah Jepang.

Sistem parlementer yang sepintas kelihatan seperti tindakan taksis atau ad hoc ternyata berlangusng terus hingga masa pasca revolusi, lama setelah Indonesia memperoleh pengakuan internasional sebagai negara merdeka dan berdaulat.

Berlangsungnya sistem demokrasi parlementer selama lebih dari satu dasawarsa tersebut juga memiliki implikasi yang sangat luas, terutama perjalanan demokrasi Indonesia berikutnya.

Sejak awal kemerdekaan, dalam sidang-sidang Panitia Persiapa Kemerdekaan Indonesia (PPKI) para tokoh kemerdekaan sudah mulai membicaraka mengenai perlunya asas perwakilan politik melalui partai-partai dan golongan-golongan politik.

Dalam sidang-sidang PPKI yang berlangsung pada tanggal 18-19 Agustus 1945 didiskusikan konsep perwakilan politik yang dapat mencerminakn “mikroskomik”, khususnya lembaga Majelis Permusyawaratan Rakyat.

Gagasan perwakilan mikroskosmik ini didasarkan atas pandangan bahwa idealnya lembaga perwakila rakyat sebagai konsekuensi dari sistem kepartaian hrus memasok wakil-wakil rakyat yang mirip dan mencerminkan masyarakat pemilih sehingga dapat dipandang sebagai mikroskosmik masyarakat.

Gagasan senada juga dikemukakan oleh salah seorang anggota BPUPKI yakni Mr. Soepomo. Menurutnya, Majelis Permusyawaratan Rakyat yang akan dibentuk dalam alam Indonesia merdeka seharusnya, “betul-betul merupakan suaty gambar, kaca daripada rakyat”.

Jalan ke arah terbentuknya partai-partai politik ini baru dimulai saat dikeluarkan Maklumat No.X, 3 November 1945. Selama masa Republik Indonesia mencakup kurun waktu mulai 1945 dan berakhir tahun 1959, yaitu sejak dikeluarkannya Dekrit Presiden 5 Juli 1959 untuk kembali ke UUD 1945.

Selama kurun waktu itu, Indonesia telah tiga kali memberlakukan tiga undang-undang dasar, yaitu :

  • Undang-Undang Dasar 1945 yang menjadi dasar berdirinya Republik Indonesia
  • Konstitusi Republik Indonesia Serikat sejak 14 Desember 1949
  • Undang-undang Dasar Sementara Republik Indonesia yang berlaku dari 15 Agustus 1950 sampai dengan 5 Juli 1959.

Alasan Indonesia memberlakukan Konstitusi Republik Indonesia Serikat dilatarbelakangi oleh adanya pengakuan Republik Indonesia terhadap Republik Indonesia yang akan menyerahkan kedaulatan kepada Indonesia Serikat.

Pada 15 Agustus 1950 Indonesia kembali ke dalam bentuk negara kesatuan, karena adanya desakan rakyat di daerah-daerah bagian di seluruh Indonesia yang menghendaki bentuk susunan negara republik kesatuan. Untuk itu, diberlakukan Undang-Undang Dasar Sementara 1950 sekaligus menetapkan berlakunya sistem parlementer.

Selain itu, kabinet parlementer berhasil diselenggarakan pemilu. Pemilu yang pertama diselenggarakan tahun 1955 (tanggal 29 September untuk DPR dan 15 Desember untuk konstituante) dalam sistem multipartai.

Sebanyak 28 partai politik dan perorangan berhasil mendapatkan kursi di parlemen yang merupakan fraksi-fraksi terbesar, empat di antaranya yaitu :

  • PNI (57 kursi)
  • Masyumi (57 kursi)
  • NU (45 kursi)
  • PKI (39 kursi)

Faktor yang mempengaruhi sistem demokrasi parlementer

Disadari bahwa upaya mewujudkan kehidupan sosial politik yang demokratis ternyata sangat berat. Selain karena adanya faktor eksternal, seperti agresi militer Belanda pertama tahun 1947 dan agresi Belanda kedua tahun 1948, tidak kalah peliknya adalah faktor internal dari bangsa Indonesia sendiri.

Beberapa faktor internal yang berpengaruh terhadap kelangsungan demokrasi liberal atau sistem demokrasi parlementer, adalah :

1. Ketidakstabilan politik

Ketidakstabilan politik yang dipacu oleh pertentangan internal partai politik. Selain karena pemlu 1955 yang tidak menghasilkan mayoritas di parlemen. Akibatnya, pemerintahan koalisi yang terbentuk tidak berjalan lancar dan mantap.

Kabinet-kabinet yang terbentuk umumnya tidak berusia lama, yakni rata-rata mencapai delapan bulan. Setidaknya terdapat delapan kali kabinet yang memerintah antara tahun 1945 dan 1959. Situasi ini kemudian menyulitkan dilaksanakannya pembangunan ekonomi, sedangkan partai oposisi tidak mampu secara konstruktif.

Perpecahan yang terjadi diantara elit-elit partai disebabkan oleh dua hal, yaitu :

  • Terakumulasinya rasa permusuhan setelah sekian lama sehingga menyebabkan memuncaknya permusuhan itu hingga berada diatas titik toleransi.
  • Merebaknya frustasi terhadap kesulitan ekonomi dan mulai mengaburnya harapan-harapan revolusi.

Pertentangan antar elit partai tersebut kemudian merebak menjadi pertentanga politik yang bersifat luas. Hal ini terjadi karena adanya kecenderungan partai untuk memperluas dukungan dengan memanfaatkan kesetiaan primodial dalam masyarakat, agama, budaya.

Dan pada saat yang sama pengaruh para pemimpin daerah terhadap partai-partai membesar. Sehingga dukungan terhadap partaipun meluas pula menjadi bersifat kedaerahan dan golongan.

2. Kegiatan politik yang berjalan dengan semarak

Kegiatan partisipasi politik dimasa ini berjalan dengan semara, terutama melalui saluran partai politik yang mengakomodasi berbagai ideologi dan nilai-nilai promordialisme yang tumbuh di tengah masyarakat.

Kompetisi antar kekuatan dan kepentingan politik mengalami masa keleluasaan, yang ditandai oleh tarik-menarik antar partai di dalam lingkaran kekuasaan dengan kekuatan politik di luar lingkungan kekuasaan.

3. Distribusi kekuasaan yang khas

Dalam masa demokrasi parlementer dicirikan oleh distribusi kekuasaan yang khas. Dalam demokrasi parlementer menempatkan Presiden Soekarno da militer pada posisi yang kurang menguntungkan terhadap pembagian peran politik.

Presiden Soekarno ditempatkan sebagai pemilik kekuasan simbolik dan seremonial, sementara kekuasaan pemerintahan yang riil dimiliki oleh perdana menteri, kabinet, dan parlemen. Dalam hal ini partai politik memainkan peranan sentral dalam kehidupan politik dan proses pemerintahan.

Kondisi ini telah mendorong kekecewaan Presiden Soekarno sehingga berinisiatif untuk menghapus partai-partai politik da memperkenalkan sistem demokrasi terpimpin.

4. Belum terciptanya stabilitas dalam pemilu

Hasil pemilihan umum yang dilaksanakan tahun 1955 belum mampu menciptakan stabilitas. Ini karena masa 1945-1959 ditandai oleh tersentralisasinya kekuasaan pada tangan elit-elit partai dan masyarakat berada dalam keadaan terasingkan dari proses politik.

Hal ini kemudahan menimbulkan masalah krusial yang tidak lebih gawat, yakni terjadinya kekecewaan pemerintah daerah terhadap pemerintah pusat. Kekecewaan itu kemudian melahirkan sejumlah pemberontakan seperti PRRI/Permesta pada tahun 1956 dan pemberontalam yang bersifat kedaerahan lainnya.

Kehancuran demokrasi parlementer

Demokrasi parlementer mengalami kehancuran setelah mengalami perpecahan antar elit dan antar partai politik di satu sisi, serta di ssi lain akibat adanya sikap Presiden Soekarno dan militer yang menentang model demokrasi yang dijalankan.

Perpecahan yang akut antar partai politik yang diperparah oleh konflik tersembunyi antara kekuatan partai dengan Presiden Soekarno dan militer, serta adanya ketidakmampuan setiap kabinet dalam merealisasikan programnya dan mengatasi potensi perpecahan regional, membuat periode revolusi dan demokrasi parlementer ditandai oleh krisis integritas dan stabilitas yang parah.

Dari berbagai realitas tersebut, setidaknya kegagalan demokrasi parlementer diakibatkan oleh dua hal penting, yakni menguatnya politik aliran dan sulitnya dicapai konsensus sehingga sulit dicapai sebuah kompromi politik.

Hal penting lainnya adalah masih rentannya sistem ekonomi yang pada akhirnya berdampak terhadap tatanan sistem politik yang dibangunnya. Meskipun demikian, kita tidak dapat mengabaikan langkah-langkah penting yang telah di ambil oleh para pendiri bangsa terutama dalam meletakkan landasan dan dasar-dasar bagi terbentuknya sebuah pemerintahan.

Termasuk dalam hal ini adalah keinginan kuat untuk membentuk pemerintahan yang demokratis dengan memperkenalkan sistem multipartai dan pelaksanaan pemilihan umum.

The post Sejarah Perkembangan Demokrasi Parlementer di Indonesia (1945-1959) appeared first on HaloEdukasi.com.

]]>
Masa Demokrasi Parlementer: Pengertian – Sistem Pemerintahan dan Pemberontakan yang Terjadi https://haloedukasi.com/masa-demokrasi-parlementer Fri, 17 Dec 2021 02:36:58 +0000 https://haloedukasi.com/?p=29650 Setelah masa kemerdekaan pada tahun 1945 hingga 1950, Indonesia selanjutnya mengalami masa demokrasi parlementer. Berikut perkembangan sistem pemerintahan pada masa tersebut serta pemberontakan yang terjadi. Pengertian Masa Demokrasi Parlementer Masa demokrasi parlementer (1950-1959) adalah masa ketika pemerintah Indonesia menggunakan UUDS 1950 (Undang-Undang Dasar Sementara) sebagai undang-undang negara. Masa ini disebut juga dengan masa demokrasi liberal […]

The post Masa Demokrasi Parlementer: Pengertian – Sistem Pemerintahan dan Pemberontakan yang Terjadi appeared first on HaloEdukasi.com.

]]>
Setelah masa kemerdekaan pada tahun 1945 hingga 1950, Indonesia selanjutnya mengalami masa demokrasi parlementer. Berikut perkembangan sistem pemerintahan pada masa tersebut serta pemberontakan yang terjadi.

Pengertian Masa Demokrasi Parlementer

Masa demokrasi parlementer (1950-1959) adalah masa ketika pemerintah Indonesia menggunakan UUDS 1950 (Undang-Undang Dasar Sementara) sebagai undang-undang negara. Masa ini disebut juga dengan masa demokrasi liberal karena sistem ekonomi dan politik pada masa tersebut menggunakan prinsip liberal.

Dalam sistem demokrasi parlementer, perdana menteri bertugas menjalankan pemerintahan, sedangkan presiden hanya berperan sebagai kepala negara.

Masa demokrasi parlementer di Indonesia berlangsung dari 17 Agustus 1950 hingga 5 Juli 1959. Pada masa ini terjadi ketidakstabilan politik yang ditandai dengan seringnya pergantian kabinet. Selain itu, pada masa ini pula terjadi beberapa peristiwa penting seperti Konferensi Asia-Afrika dan pemilu pertama di Indonesia.

Sistem Pemerintahan pada Masa Demokrasi Parlementer

Pada masa demokrasi parlementer, undang-undang negara yang digunakan adalah UUDS 1950. Sementara itu, sistem pemerintahan menurut UUDS 1950 adalah sistem parlementer. Oleh karena itu, kabinet disusun berdasarkan perimbangan kekuatan kepartaian dalam parlemen.

Pada masa ini apabila kabinet dianggap tidak mampu menjalankan tugas maka akan segera dibubarkan oleh parlemen. Sistem kabinet pada masa ini menggunakan sistem kabinet Zaken kabinet. Zaken kabinet adalah suatu kabinet yang menterinya dipilih dari tokoh-tokoh ahli di bidangnya tanpa mempertimbangkan latar belakang partai. Banyaknya partai yang saling berebut untuk memegang kekuasaan menyebabkan seringnya pergantian kabinet.

Berikut ini kabinet pada masa demokrasi parlementer

No.KabinetPeriode
1Kabinet NatsirSeptember 1950 – Maret 1951
2Kabinet SukimanApril 1951 – Februari 1952
3Kabinet WilopoApril 1952 – Juni 1953
4Kabinet Ali Sastroamidjojo IJuli 1953 – Juli 1955
5Kabinet Buhanuddin HarahapAgustus 1955 – Maret 1957
6Kabinet Ali Sastroamidjojo IIMaret 1956 – Maret 1957
7Kabinet DjuandaMaret 1957 – Juli 1959

Selain kabinet yang sering mengalami pergantian, sistem kepartaian pada masa ini adalah sistem multi partai atau sistem kepartaian yang memiliki banyak partai politik. Partai politik pada masa ini adalah sebagai berikut:

  • Majelis Syuro Muslimin Indonesia (Masyumi).
  • Partai Nasional Indonesia (PNI).
  • Partai sosialis Indonesia (PSI).
  • Partai Komunis Indonesia (PKI).
  • Partai buruh Indonesia (PBI).
  • Partai Rakyat Jelata (PRJ).
  • Partai Kristen Indonesia (Parkindo).
  • Partai Rakyat Sosialis (PRS).
  • Persatuan Marhaen Indonesia (Permai).
  • Partai Katholik Republik Indonesia (PKRI).

Partai politik yang tidak memegang jabatan pada kabinet dan parlemen seringkali melakukan oposisi yang tidak sehat dan berusaha untuk menjatuhkan partai politik yang sedang memerintah sehingga menyebabkan seringnya pergantian kabinet.

Pemberontakan yang terjadi Pada Masa Demokrasi Parlementer

Berikut beberapa pemberontakan yang terjadi pada masa demokrasi parlementer:

Pemberontakan Angkatan Perang Ratu Adil (APRA)

APRA dipimpin oleh Kapten Raymond Westerling. Gerakan ini didasari kepercayaan rakyat akan datangnya seorang ratu adil yang akan membawa suasana aman dan tenteram serta memerintah dengan adil dan bijaksana. Ratu Adil menjadi sebuah ideologi di Jawa Tengah dan Jawa Timur, karena diyakini oleh masyarakat, Westerling memanfaatkan nama tersebut untuk menarik dukungan. 

APRA tidak setuju akan rencana Republik Indonesia Serikat (RIS) yang akan dibubarkan melalui Konferensi Meja Bundar (KMB). Tujuan gerakan APRA adalah untuk mempertahankan negara federal yang telah terbentuk di Indonesia dan memiliki tentara tersendiri pada negara bagian RIS.

Pada Kamis, 5 Januari 1950, Westerling mengirim surat yang berisi ultimatum kepada pemerintah RIS. Dalam surat tersebut ia menuntut agar pemerintah RIS menghargai negara-negara bagian, terutama Negara Pasundan serta pemerintah RIS harus mengakui APRA sebagai tentara Pasundan.

Pemerintah RIS diberi waktu tujuh hari untuk menjawab, jika menolak maka akan terjadi pertempuran. Untuk mencegah terjadinya tindakan Westerling, pada tanggal 10 Januari 1950, Wakil Presiden RI, Mohammad Hatta mengeluarkan perintah penangkapan Westerling. Pada tanggal 23 Januari 1950, pasukan APRA melakukan pembantaian dan pembunuhan para anggota TNI di bandung.

Kegagalan kudeta menyebabkan terjadinya demoralisasi anggota terhadap Wasterling dan ia pun melarikan diri ke Belanda. Perginya Wasterling menyebabkan APRA berdiri tanpa pemimpin, dan pada Februari 1950 APRA tidak berfungsi kembali.

Pemberontakan Republik Maluku Selatan (RMS)

Pemberontakan RMS dipimpin oleh Mr. Dr. Christian Robert Steven Soumokil. Gerakan pemberontakan ini menolak pembentukan NKRI dan ingin merdeka serta melepaskan diri karena menganggap Maluku memiliki kekuatan politik, ekonomi dan geografis untuk berdiri sendiri. Penyebab utama munculnya gerakan pemberontakan ini adalah tidak ratanya jatah pembangunan daerah yang tidak sebanding dengan daerah di Jawa. Pemberontakan ini diatasi melalui ekspedisi militer yang dipimpin oleh Kolonel A.E. Kawilarang (Panglima Tentara dan Teritorium Indonesia Timur)

Pemberontakan Andi Aziz

Peristiwa pemberontakan Andi Aziz terjadi pada 5 April 1950). Pemberontakan diawali dari tuntutan Kapten Andi Aziz dan pasukannya agar hanya mereka yang dijadikan pasukan keamanan yang mengamankan situasi di Makasar yang pada saat itu sering terjadi bentrokan antara kelompok propersatuan dan pro-negara federal. Tuntutan tersebut tidak dipenuhi, yang kemudian memicu ketidakpuasan pasukan Andi Aziz. Pasukan Andi Aziz menyerah dan ditangkap oleh pasukan militer yang dipimpin oleh Kolonel A.E. Kawilarang.

Pemberontakan PRRI dan Permesta

Pemberontakan ini terjadi di Sumatra dan Sulawesi. Penyebabnya adalah hubungan yang kurang harmonis antara pemerintah pusat dengan pemerintah daerah karena jatah keuangan yang diberikan tidak sesuai anggaran yang diusulkan. Hal tersebut menyebabkan ketidakpercayaan terhadap pemerintah pusat.

Selanjutnya dibentuklah gerakan dewan, yaitu:

  • Dewan Banteng di Sumatera Barat dipimpin oleh Letkol Ahmad Husein
  • Dewan Gajah di Sumatera Utara dipimpin oleh Letkol Simbolon
  • Dewan Garuda di Sumatera Selatan dipimpin oleh Letkol Barlian
  • Dewan Manguhi di Sulawesi Utara dipimpin oleh Letkol Ventje Sumual

Puncaknya pada tanggl 10 Februari 1958, Ketua Dewan Banteng mengeluarkan ultimatum kepada pemerintah pusat yang isinya Kabinet Djuanda harus mengundurkan diri dalam waktu 5×24 jam. Pemerintah kemudian memberhentikan Letkol Ahmad Husein secara tidak hormat. Kemudian pada 15 Februari 1958, Letkol Ahmad Husein mengumumkan berdirinya PRRI dan diikuti dengan pengumuman Permesta pada 17 februari 1958 di Sulawesi. Pemberontakan ini ditumpas oleh operasi militer dan pada 29 Mei 1961, Ahmad Husein dan tokoh PRRI lainnya menyerah.

The post Masa Demokrasi Parlementer: Pengertian – Sistem Pemerintahan dan Pemberontakan yang Terjadi appeared first on HaloEdukasi.com.

]]>