filsafat - HaloEdukasi.com https://haloedukasi.com/sub/filsafat Fri, 05 Jan 2024 08:49:41 +0000 id-ID hourly 1 https://wordpress.org/?v=6.6.2 https://haloedukasi.com/wp-content/uploads/2019/11/halo-edukasi.ico filsafat - HaloEdukasi.com https://haloedukasi.com/sub/filsafat 32 32 4 Peran Filsafat Terhadap Ilmu Sosiologi https://haloedukasi.com/peran-filsafat-terhadap-ilmu-sosiologi Fri, 05 Jan 2024 08:49:37 +0000 https://haloedukasi.com/?p=47328 Filsafat tidak dapat dipisahkan dari kehidupan manusia dan dunia beserta isinya. Pemahaman tentang semesta dan segala hal di dalamnya ini juga disebut dengan sebutan lain, seperti filosofi atau falsafah. Filsafat juga dianggap sebagai ibu dari segala pengetahuan, baik itu ilmu alam, ilmu sosial, agama, pendidikan, politik, hingga matematika sekalipun. Filsafat membahas berbagai hal-hal di dalam […]

The post 4 Peran Filsafat Terhadap Ilmu Sosiologi appeared first on HaloEdukasi.com.

]]>
Filsafat tidak dapat dipisahkan dari kehidupan manusia dan dunia beserta isinya. Pemahaman tentang semesta dan segala hal di dalamnya ini juga disebut dengan sebutan lain, seperti filosofi atau falsafah. Filsafat juga dianggap sebagai ibu dari segala pengetahuan, baik itu ilmu alam, ilmu sosial, agama, pendidikan, politik, hingga matematika sekalipun.

Filsafat membahas berbagai hal-hal di dalam kehidupan manusia secara mendalam, entah itu pengetahuan, bahasa, akal, nilai, pikiran, hingga eksistensi. Filsafat yang membuat para manusia berpikir secara kritis ini juga berperan penting dalam ilmu sosial.

Ilmu sosial sendiri terbagi menjadi beberapa bidang, yakni sejarah, antropologi, geografi, ekonomi, ilmu politik, ilmu hukum, psikologi sosial, serta sosiologi. Berikut ini adalah penjelasan singkat mengenai peran filsafat terhadap ilmu sosiologi yang berfokus pada kemasyarakatan.

1. Menganalisa Masalah Sosial

Peran filsafat terhadap ilmu sosiologi salah satunya adalah menganalisa masalah-masalah sosial yang terjadi di dalam masyarakat. Hidup bermasyarakat tidak lepas dari adanya masalah dan konflik antar individu maupun kelompok karena hidup berdampingan tidak selalu mengarah pada keteraturan.

Filsafat berperan untuk melihat atau menganalisa adanya masalah-masalah sosial untuk manusia sendiri dapat memahami kompleksnya suatu ideologi, keyakinan, peristiwa, kejadian, dan paham-paham lainnya. Hal ini menjadikan filsafat tidak dapat terpisahkan dari ilmu sosiologi.

Mempelajari filsafat adalah suatu kesempatan bagi manusia untuk tidak bersikap mementingkan diri sendiri karena kehidupan sosial dalam dunia ini cenderung penuh keberagaman sehingga diri kita perlu menyesuaikan diri daripada memaksakan kehendak pribadi.

Kehidupan yang juga bersifat kompleks, dinamis, serta relatif ini penuh dengan hal-hal tak terduga, termasuk berbagai konflik yang hadir di dalam masyarakat tempat kita tinggal. Namun dengan adanya peran filsafat, pemecahan solusi akan lebih variatif seiring bertambahnya wawasan dan terbukanya cara pandang kita.

Filsafat berperan membuka mata setiap manusia untuk bersikap kritis terhadap masalah-masalah yang hadir di sekitarnya serta fenomena sosial yang tengah hangat terjadi di dunia. Tidak sekadar mengritisi, tapi ilmu filsafat juga memampukan manusia mencari jalan keluar terbaik untuk setiap masalah tersebut.

2. Membuka Pikiran dan Meningkatkan Fleksibilitas

Hidup bermasyarakat kita akan selalu bertemu dan berinteraksi dengan orang-orang dengan karakter dan sudut pandang kaku terhadap suatu hal. Sikap tertutup dan fanatisme merupakan bagian dari kehidupan sosial, terutama atas suatu ideologi, pemahaman, keyakinan/agama, dan kesukuan.

Dengan adanya filsafat, khususnya filsafat sosial, peran ilmu ini dapat membantu individu dan kelompok-kelompok “kaku” menjadi lebih fleksibel dan yang cenderung tertutup dapat belajar untuk membuka pikirannya sehingga lebih memahami realitas sosial yang ada.

Pikiran yang lebih terbuka dan fleksibilitas dalam bersosialisasi di tengah masyarakat yang memiliki keberagaman pemahaman, karakter, sikap, agama, gagasan, dan ideologi memudahkan diri sendiri untuk beradaptasi. Adaptasi yang baik juga akan meningkatkan potensi hidup rukun serta saling menghormati alih-alih memicu konflik dan hal-hal memecah-belah kesatuan.

Filsafat adalah ilmu yang berperan untuk individu maupun suatu kelompok belajar bertenggang rasa terhadap individu dan kelompok lain dalam masyarakat. Filsafat juga membantu agar para manusia tidak hanya mementingkan kehendaknya sendiri melainkan lebih bersikap moderat dan menghargai lainnya.

3. Melayani Manusia

Keberadaan filsafat sosial juga sebenarnya untuk kepentingan setiap individu maupun kelompok di dalam masyarakat. Karena peran ilmu filsafat penting dalam kemajuan ilmu sosial, maka salah satu peran yang tidak dapat diabaikan adalah melayani manusia.

Filsafat bukan hanya sekadar teori, melainkan sebuah praktek yang juga dapat dilakukan di dalam kehidupan nyata saat bersosialisasi di tengah masyarakat. Hal ini menjadi alasan dibalik para ilmuwan sosial yang tidak menginginkan teori dan praktek filsafat sosial tidak dipisahkan.

Para ilmuwan tersebut ingin berfokus pada diskusi untuk seluruh teori sekaligus praktek filsafat sosial. Peran filsafat terhadap ilmu sosiologi apabila diterapkan dengan benar mampu menjadi wakil dari pihak-pihak yang berada di bawah dan yang lemah.

Filsafat dan sosiologi sama pentingnya karena pada prakteknya, manusia-manusia yang berada di bawah dan mengalami penindasan dapat terbebaskan. Adanya ilmu filsafat dan sosial saling memengaruhi untuk perubahan suatu individu atau kelompok dalam masyarakat ke arah yang diharapakan lebih baik.

4. Melihat Masyarakat sebagai Kesatuan Manusia

Peran filsafat terhadap ilmu sosiologi lainnya adalah melihat masyarakat sebagai para individu atau manusia yang bersatu dan berjalan bersama. Terlepas dari masyarakat yang terdiri atas individu-individu berbeda karakter, tujuan, kepentingan, sikap, perilaku, hingga kelas sosial, mereka membentuk sebuah masyarakat yang penuh dengan keberagaman.

Adanya kesatuan dan kebersamaan antar individu dalam masyarakat menunjukkan nilai-nilai, struktur, makna, dan proses sosial yang dijunjung bersama. Ilmu filsafat membantu para individu untuk mengenali diri sendiri, orang lain, serta apa yang dimiliki diri ketika sedang bersama orang lain.

The post 4 Peran Filsafat Terhadap Ilmu Sosiologi appeared first on HaloEdukasi.com.

]]>
5 Manfaat Belajar Ilmu Filsafat dalam Sosiologi https://haloedukasi.com/manfaat-belajar-ilmu-filsafat-dalam-sosiologi Sat, 17 Jun 2023 04:08:31 +0000 https://haloedukasi.com/?p=43878 Ilmu filsafat dan sosiologi sejatinya adalah dua ilmu yang saling berkaitan satu sama lain. Ilmu sosiologi sendiri adalah salah satu cabang ilmu yang lahir dari filsafat. Sebelum masuk ke pembahasan, tahukah kalian apa itu filsafat dan ilmu sosiologi? Filsafat sendiri berasal dari kata Yunani yaitu philo dan sophia. Philo bermakna cinta, yang diartikan sebagai suatu […]

The post 5 Manfaat Belajar Ilmu Filsafat dalam Sosiologi appeared first on HaloEdukasi.com.

]]>
Ilmu filsafat dan sosiologi sejatinya adalah dua ilmu yang saling berkaitan satu sama lain. Ilmu sosiologi sendiri adalah salah satu cabang ilmu yang lahir dari filsafat. Sebelum masuk ke pembahasan, tahukah kalian apa itu filsafat dan ilmu sosiologi?

Filsafat sendiri berasal dari kata Yunani yaitu philo dan sophia. Philo bermakna cinta, yang diartikan sebagai suatu keingintahuan yang mendalam, sedangkan sophia adalah suatu kebijaksanaan atau kepandaian.

Maka filsafat dapat disimpulkan sebagai suatu pembahasan dimana kebenaran yang hakiki dari suatu hal yang ada di dunia dan alam semesta ini didapatkan melalui akal dan pemikiran manusia yang bijaksana. Kemudian pada abad ke-19 Masehi, seorang filsuf kebangsaan Perancis yang bernama Auguste Comte memisahkan sosiologi dari filsafat dan menjadi ilmu yang berdiri sendiri.

Auguste Comte menguraikan bahwa Ilmu Sosiologi adalah bagaimana cara suatu masyarakat saling berinteraksi dengan melihat bagaimana hubungan manusia dengan manusia yang lain, manusia dengan kelompok, maupun kelompok dengan kelompok berdasarkan peraturan dan perilaku sosial yang ada di masyarakat.

Lalu apa manfaat belajar filsafat dalam ilmu sosiologi? Dalam artikel ini akan uraikan beberapa manfaat filsafat dalam ilmu sosiologi. Berikut manfaatnya:

1. Dapat berinteraksi antara manusia dengan manusia lainnya

Dengan filsafat, kita bisa mengetahui semua masalah dari berbagai aspek menggunakan  pandangan-pandangan filsafat. Filsafat juga mengajarkan kita berpikir kritis dan logis dalam menyikapi suatu masalah sosial.

2. Sebagai pedoman hidup

Sosiologi menjadikan filsafat sebagai tolak ukur, bagaimana seseorang berinteraksi dengan orang lain dengan menggunakan akal fikiran yang bijak dan benar, sehingga tercapai suatu kehidupan yang tentram dan damai.

3. Memecahkan masalah sosial.

Filsafat juga bermanfaat dalam memecahkan berbagai masalah sosial yang terjadi di masyarakat. Dengan penggunaan logika atau rasional dalam mengatasi permasalahan yang ada, niscaya lingkungan masyarakat dapat terhindar dari berbagai konflik yang mengarah pada perpecahan.

4. Dapat memberikan pemahaman

Terkadang kita terlalu berlarut-larut dalam suatu masalah dan mengganggap dunia ini tidak adil. Dengan filsafat kita bisa belajar tentang filosofi kehidupan yang sesuai digunakan di masyarakat

5. Berperilaku adil dan bertanggung jawab.

Hal ini dimaksudkan karena salah satu tujuan filsafat adalah mencari kebenaran dengan menggunakan akal logika yang bijaksana. Seseorang yang mempelajari filsafat atau ilmu sosial, setiap perilaku dan tingkah lakunya akan difikirkan kembali yang sehingga menjadikan pribadi seseorang bersikap adil dan bertanggung jawab. Hal ini jelas berdampak dalam kehidupan sosialnya yang menciptakan lingkungan aman dan sejahtera.

The post 5 Manfaat Belajar Ilmu Filsafat dalam Sosiologi appeared first on HaloEdukasi.com.

]]>
Hubungan Filsafat Dalam Sosiologi https://haloedukasi.com/hubungan-filsafat-dalam-sosiologi Sat, 17 Jun 2023 03:47:20 +0000 https://haloedukasi.com/?p=43851 Dari masa ke masa kajian tentang filsafat selalu menarik untuk dibicarakan banyak orang. Ada beberapa orang yang salah menafsirkan filsafat sebagai ilmu yang sulit dipahami dan tidak seru, padahal filsafat merupakan salah satu pembahasan ilmu yang kompleks. Salah satu yang akan dibahas disini adalah hubungan antara filsafat dengan ilmu sosiologi. Filsafat adalah suatu disiplin ilmu […]

The post Hubungan Filsafat Dalam Sosiologi appeared first on HaloEdukasi.com.

]]>
Dari masa ke masa kajian tentang filsafat selalu menarik untuk dibicarakan banyak orang. Ada beberapa orang yang salah menafsirkan filsafat sebagai ilmu yang sulit dipahami dan tidak seru, padahal filsafat merupakan salah satu pembahasan ilmu yang kompleks.

Salah satu yang akan dibahas disini adalah hubungan antara filsafat dengan ilmu sosiologi. Filsafat adalah suatu disiplin ilmu yang membahas tentang segala hal di alam semesta secara mendalam dengan akal fikiran manusia untuk mengetahui hakikat sebenarnya alam semesta ini.

Filsafat sudah ada sejak 2700 sebelum Masehi oleh bangsa Yunani Kuno. Sedangkan  sosiologi menurut Auguste Comte adalah disiplin ilmu yang memepelajari masyarakat dan gejala-gejala yang disebabkan oleh masyarakat melalui pemikiran yang rasional dan ilmiah.

Berikut hubungan filsafat dalam ilmu sosiologi.

1. Ilmu yang lahir dari salah satu pembahasan filsafat

Pada abad ke-19, khususnya pada tahun 1839 muncullah sebutan sosiologi sebagai sebuah kajian ilmu sendiri yang berpisah dari ilmu-ilmu pengetahuan yang lain. Auguste Comte merupakan seorang filsuf berkebangsaan Perancis yang mencetuskan istilah sosiologi untuk pertama kalinya.

Objek yang digunakan untuk mempelajari ilmu sosiologi adalah manusia atau masyarakat, sedangkan manusia sendiri juga merupakan salah satu objek kajian filsafat.

2. Tidak bisa dipisahkan dari pemikiran-pemikiran para ahli

Bila sosiologi bertujuan untuk mengetahui hubungan dan interaksi antara manusia satu dengan lainnya dan juga masyarakat, maka filsafat bertujuan untuk mengetahui hakikat kebenaran manusia dengan menggunakan akal fikiran yang bijaksana. Hal ini saling berkaitan karena sosiologi juga mempelajari bagaimana interaksi manusia yang dalam hal ini merupakan salah satu hakikat kebenaran manusia.

3. Memahami karakter, prinsip dan cara berpikir manusia

Karena filsafat merupakan induk dari ilmu sosiologi, maka untuk memahami cara berpikir manusia terhadap manusia yang lain dibutuhkan filosofi-filosofi yang menggunakan akal bijaksana. Disinilah peran ilmu filsafat dengan sosiologi terlihat memiliki keterkaitan satu sama lain.

4. Memiliki fenomena di kalangan masyarakat

Filsafat perlu ada dalam ilmu sosiologi untuk menjelaskan atau memaknai fenomena-fenomena yang terjadi di kalangan masyarakat, baik individu maupun kelompok. Hal ini dimaksudkan bahwa segala hal yang terjadi dalam kehidupan sosial dapat di jelaskan dalam filosofi-filosofi milik para filsuf.

Ilmu sosiologi tetap membutuhkan filsafat dalam kajiannya, tetapi ilmu ini dapat berdiri sendiri dan menjadi ilmu mandiri yang membahas tentang perilaku manusia di masyarakat. Mereka saling terkait dan berhubungan.

The post Hubungan Filsafat Dalam Sosiologi appeared first on HaloEdukasi.com.

]]>
Hubungan Filsafat dengan Sosiologi https://haloedukasi.com/hubungan-filsafat-dengan-sosiologi Mon, 29 May 2023 02:48:35 +0000 https://haloedukasi.com/?p=43305 Filsafat berdasarkan teori merupakan sebuah arti mencintai, menikmati kebijakan atau kebenaran. Hal ini sama halnya yang telah diungkapkan oleh filsuf yang berasal dari Yunani yaitu Socrates, bahwa filosof merupakan orang yenag mencintai dan juga mencari sebuah kebijaksaan ataupun kebenaran. Filosof juga dapat diartikan dengan seseorang yang memiliki pengetahuan benar ataupun yang sedang mencari sebuah kebenaran. […]

The post Hubungan Filsafat dengan Sosiologi appeared first on HaloEdukasi.com.

]]>
Filsafat berdasarkan teori merupakan sebuah arti mencintai, menikmati kebijakan atau kebenaran. Hal ini sama halnya yang telah diungkapkan oleh filsuf yang berasal dari Yunani yaitu Socrates, bahwa filosof merupakan orang yenag mencintai dan juga mencari sebuah kebijaksaan ataupun kebenaran.

Filosof juga dapat diartikan dengan seseorang yang memiliki pengetahuan benar ataupun yang sedang mencari sebuah kebenaran. Sedangkan, sosiologi merupakan sebuah kajian yang telah mempelajari kehidupan sosial manusia, pernyataan ini diungkapkan oleh Auguste Comte sebagai Bapak Sosisologi Modern.

Menurut Max Weber, sosiologi sendiri memili,ki pengertian ilmu yang memiliki sebuah upaya dalam memahami tindakan sosial. Sedangkan menurut Soejono Soekanto sosiologi merupakan ilmu yang telah memusatkan perhatiannya kepada masyarakat yang bersifat umum yang memiliki sebuah usaha untuk mendapatkan pola umum dalam masyarakat.

Berikut hubungan filsafat dan juga sosiologi.

1. Sebagai ilmu di dalam masyarakat

sosiologi sebagai ilmu masyarakat yang memiliki disiplin ilmu menganalisis adanya keterkaitan dengan pengetahuan yang memiliki upaya untuk perkembangan intelektual manusia. Sosiologi yang dulunya bersumber dari ilmu filsafat tidak lepas dari pemikiran ilmu filsafat itu sendiri yang telah membahas mengenai kehidupan manusia.

Ilmu sosiologi sebagai ilmu yang selalu menjadi perdebatan oleh tokoh-tokohnya dengan memberikan informasi yang juga memiliki keterkaitan dengan proses keilmuan yang lainnya. Ilmu yang memiliki keterkaitan dengan ilmu sosiologi diantarannya ideologi, otoritas, ekonomi, tradisi keagamaan, politik, dan lain sebagainya.

Salah satu contoh dari filsafat yang memiliki hubungan dengan sosiologi yaitu ketika Thales sedang berhenti di wilayah Mesir dan melihat keadaan masyarakat dimana masyarakat sangat membutuhkan air yang dapat diambil kesimpulan bahwa air merupakan sesuatu yang sangat penting untuk untuk suatu wilayah.

Sosiologsi yang merupakan ilmu yang mempelajari tentang adanya sebuah relasi baik individu dengan individu ataupun individu dengan kelompok, dan juga institusi sosial serta ideologi yang berada dalam masyarakat.

Sedangkan filsafat sendiri sebagai ilmu yang mempelajari natur pada sebuah objek memiliki hubungan dengan sosiologi agar dapat mempelajari natur itu sendiri dengan individu ataupun kelompok sosial.

2. Sebagai Pranata Sosial

Hubungan filsafat dengan ilmu sosiologi juga terdapat pada pranata sosial, selain sosiologi terdapat juga antropologi filsafat yang juga ikut berperan dalam mencari potensi yang ada dalam diri manusia seperti halnya pranata sosial.

Dimana didalam lingkungan sosial tersebut terdapat sebuah interaksi didalamnya dan dapat menimbulkan terbentuknya aspek pranata sosial. Maka dari itu adanya filsafat dan juga sosiologi dapat membuat peran kedua ilmu tersebut dalam norma-norma dalam tatanan yang berada pada masyarakat dan lingkungannya.

Peran filsafat dalam pembelajaran ilmu sosiologi memiliki sebuah penting tersendiri. karena dapat membentuk pranata sosial yang berada dalam masyarakat agar lebih memiliki sebuah tatanan dalam berkehidupan antara masyarakat itu sendiri.

3. Sebagai perilaku dalam berkehidupan

Filsafat sebagaimana digunakan dalam berkehidupan dapat terbagi menjadi beberapa tahapan diantarannya sebagai konsueris, religius, etis. Hal ini, membuat kita harus menempatkan manusia sebagai manusia bukan sebagai benda yang justru menyimpang dari cara berfikir itu sendiri.

Karena dengan adanya tahapan-tahapan tersebut, manusia tidak dianggap sebagai benda karena memiliki etika terhadap sesama dan sikap religius di mana bentuk takwa kepada Tuhan. Dalam berkehidupan, manusia haruslah memiliki sikap yang etis dalam bermasyarakat antara satu individu atau dengan masyarakat yang cakupannya justru lebih besar lagi.

Sikap etis tersebut dapat membuat individu berperilaku yang baik, dan tidak memilih untuk berperilaku yang menyimpang. Karena perilaku seseorang dapat menentukan suatu ketertiban dalam masyarakat. Maka hubungan filsafat dengan ilmu sosiologi memiliki suatu pengaruh yang sangat penting.

4. Sebagai Pedoman Ilmu Sosiologi

Sosiologi sebagai induk dari ilmu filsafata menjadikan ilmu sosiologi sedikit banyaknya berpedoman dengan ilmu filsafat. Karena kedua ilmu ini memiliki keterkaitan antara satu dengan yang lain. Pokok-pokok ilmu sosiologi yang berasal dari ilmu filsafat ini menjadi sebuah kajian dalam berkehidupan dengan masyarakat yang dalam lingkup kecil ataupun dalam lingkup besar.

Maka dari itu hubungan antara ilmu filsafat dan sosiologi berasal dari pokok pikiran kedua ilmu tersebut. Filsafat sebagai ilmu yang membahas mengenai eksistensi, nilai, pengetahuan, dan juga akal individu yang memiliki cakupan lebih luas.

Dapat dijadikan ilmu sosiologi sebagai pedoman karena sosiologi yang mempelajari mengenai perilaku sosial antar individu ataupun kelompok. Dengan menggunakan akal, eksistensi, dan juga pengetahuan dapat menciptakan sebuah kolaborasi antara dua ilmu tersebut yaitu filsafat dan juga sosiologi.

Sosiologi yang menggunakan manusia sebagai objek kajiannya, Maka dari itu sosiologi dapat ditinjau pengertiannya tidak hanya dari satu pakar saja tetapi dari berbagai pakar. Seperti halnya dari Selo Soemardjan dan Soelaeman Soemardi.

Sosiologi menurut tokoh keduannya ialah sebuah ilmu kemasyarakatan yang telah mempelajari struktur dan juga proses sosial termasuk perubahan sosial yang terjadi di dalamnya.

The post Hubungan Filsafat dengan Sosiologi appeared first on HaloEdukasi.com.

]]>
4 Tokoh Filsafat Islam dan Pemikirannya https://haloedukasi.com/tokoh-filsafat-islam Sat, 31 Dec 2022 04:59:21 +0000 https://haloedukasi.com/?p=40378 Di dalam sejarah, islam memiliki tokoh-tokoh filsafat yang hidupnya dipengaruhi oleh lingkungan dan juga kebudayaan yang berbeda, juga suasana yang berbeda sehingga dapat memengaruhi setiap tokoh filsafat. Pemikiran-pemikiran tokoh filsafat tersebut, dapat memengaruhi lingkungan juga suasana terhadap jalan pikiran yang dimilikinya. Hal tersebut, berperan penting dalam keberhasilan islam sendiri yang sesuai dengan prinsip juga keadaan […]

The post 4 Tokoh Filsafat Islam dan Pemikirannya appeared first on HaloEdukasi.com.

]]>
Di dalam sejarah, islam memiliki tokoh-tokoh filsafat yang hidupnya dipengaruhi oleh lingkungan dan juga kebudayaan yang berbeda, juga suasana yang berbeda sehingga dapat memengaruhi setiap tokoh filsafat.

Pemikiran-pemikiran tokoh filsafat tersebut, dapat memengaruhi lingkungan juga suasana terhadap jalan pikiran yang dimilikinya. Hal tersebut, berperan penting dalam keberhasilan islam sendiri yang sesuai dengan prinsip juga keadaan lingkungan masyarakat.

Pemikiran-pemikiran tokoh filsafat ini dapat memengaruhi perkembangan keilmuan islam juga dunia secara universal. Berikut tokoh filsafat islam dan pemikiran yang dimilikinnya.

1. Al-Kindi

Lahir dari keluarga kaya dan terhormat pada tahun 185 H di Kufah. Al-Kindi mengalami masa pemerintahan lima kalifah Bani Abbas. Al-Kindi berpindah dari Kufah menuju Basrah untuk melanjutkan studinya. Kemudian pernah menetap ke Baghdad yang merupakan jantung kehidupan intelektual pada masa itu.

Pemikiran-pemikiran dari Al-Kindi yang dituangkan yaitu :

  • Talfiq

Al-Kindi memadukan (Talfiq) filsafat dan juga agama. Al-Kindi berpendapat bahwa filsafat merupakan pengetahuan yang benar. Umat islam diwajibkan untuk belajar teologi, sedangkan teologi bagian dari filsafat.

  • Jiwa

Jiwa menurut Al-Kindi merupakan sesuatu yang tidak tersusun, memiliki arti penting, mulia dan juga sempurna. Selain itu, jiwa bersifat Ilahiah, spiritual, dan terpisah juga berbeda dari tubuh.

Pendapat Al-Kindi ini, cenderung mengarah pada pemikiran Plato bukan Aristoteles. Al-Kindi berpendapat bahwa jiwa memiliki tiga daya, yaitu : daya bernafsu, daya berpikir, dan daya pemarah.

  • Moral

Al-Kindi berpendapat bahwa filsafat harus memperdalam pengetahuan manusia tentang diri dan seorang filosof hukuknya wajib menempuh kehidupan yang bersusila. Sebagai seorang filsuf, Al-Kindi prihatin dengan keadaan di mana syariat kurang menjamin perkembangan kepribadian secara wajar. Oleh karena itu, dalam akhlak dan juga moral Al-Kindi mengutamakan kaedah Socrates.

2. Al-Farabi

Memiliki nama asli Abu Nashr Ibn Muhammad Ibn Tarkhan Ibn Auzalagh. Al-Farabi mendapatkan nama ini berasalan dari nama kotanya yaitu kota Farah. Di mana beliau di lahirkan di kota tersebut pada tahun 257 H (870 M).

Setelah dewasa beliau meninggalkan negerinya dan pindah menunu Baghdad yang merupakan pusat dari ilmu pengetahuan juga pusat pemerintahan pada waktu itu, kemudian bertemu dengan Abu Bisyr bin Mattius.

Al-Farabi di kenal sebagai tokoh filsuf besar islam yang memiliki banyak keahlian dalam bidang ilmu keiomuan dan pemandangan ilmu filsafat sebagai bentuk utuh yang menyeluruh, dan dapat dikupas secara sempurna.

Pemikiran-pemikiran yang ditumpahkan dalam ilmu filsafat ini, yaitu :

  • Pemaduan filsafat

Ilmu filsafat ataupun pemikiran tentang filsafat sebelumnya dipadukan oleh Al-Farabi, seperti halnya pemikiran dari Aristoteles, Plato, dan juga Plotinus. Kemudian antara agama dan filsafat juga bagian dari perpaduan tersebut yang membuat Al-Farabi dijuluki sebagai filsuf sinkretisme yaitu Tokoh Filsafat yang percaya dengan kesatuan filsafat.

  • Jiwa

Pemikiran Al Farabi yang selanjutnya yaitu jiwa, yang dipengaruhi oleh tokoh-tokoh sebelumnya seperti Aristoteles, Plato, dan Plotinus. Jiwa bersifat ruhani bukan berwujud materi. Jiwa manusia disebut al-nafs al-nathiqah yang berasal dari alam ilahi.

Mengenai kekekalan jiwa, Al-Farabi membaginya menjadi jiwa Kholidaj dan jiwa Fana. Jiwa Kholidah merupakan jiwa yang mengetahui berbuat baik dan kebaikan, dan dapat melepaskan diri dari ikatan jasmani.

  • Politik

Pemikiran Al-Farabi yang tidak kalah penting dari pemikiran lainnya yaitu tentang politik. Al-Farabi memiliki karya tentang pemikiran politik dengan judul al-Siyasah al-Madiniyyah (Pemerintahan Politik) dan ara’ al-Madinah al-Fadhilah (Pendapat-pendapat tentang negara utama) dalam karya tersebut banyak dipengaruhi oleh pemikiran Plato, bahwa negara seperti bentuk tubuh manusia yang terdiri dari kepala juga bagian yang lainnya.

3. Ibnu Sina

memiliki nama lengkap Abu Ali Al-Husien ibn Abdillah ibn Ali ibn Sina. Beliau lahir di Afsyanah. Ibnu Sina memiliki kecerdasan yang luar biasa, sehingga ketika berumur 10 Tahun beliau sudah dapat menghafal Al-Quran. Pada saat beliau menginjak umur 16 tahun,beliau telah menguasai ilmu pengetahuan, fikih, ilmu ukur, ilmu hitung, filsafat, juga ilmu kedokteran pun dipelajari oleh Ibnu Sina sendiri.

Pemikiran Ibnu Sina, meliputi :

  • Tasawuf

Tasawuf menurut Ibnu Sina yaitu, tasawuf dimulai dari akal dan dibantu oleh hati. Dengan pancaran akal juga kebersihan yati, akal dapat menerima ma’rifah dan Al-fa’al.

Mengenai bersatunya Tuhan dan manusia yang berada dalam hati manusia, Ibnu Sina tidak terima dengan pemahaman tersebut, karena manusia tidak dapat langsung dengan Tuhannya, tetapi lewat perantara terlebih dahulu untuk menjaga kesucian Tuhan.

  • Kenabian

Teori kenabian dan kemukjizatan, Ibnu Sina membagi manusia menjadi tempat kelompok : mereka yang memiliki kecakaoan teoretisnya sudah mecapai ketingkat tinggi sempurna dan tidak membutuhkan guru sebangsa manusia.

Memiliki kesempurnaan daya intuitif tetapi lemah dalam daya imajinatif. Kemudian, orang yang memiliki daya teoretisnya sempurna tetapi tidak praktis. Terakhir yaitu orang yang mengungguli sesama dengan ketajaman daya praktis yang mereka miliki.

4. Al-Ghazali

Al-Ghazali memiliki nama panjang Abu Hamid bin Muhammad bin Ahmad Al-Ghazali. Lahir pada tahun 450 H di Tus yang merupakan kota kecil di Khurassan (Iran). Al-Ghazali pertama belajar agama yaitu di kota Tus, kemudian menuju ke Jurjan dan belajar dengan Imam Al-Juwaini yaitu di Naisabur.

Al-Ghazali menuju kota Mu’askar menemui Nidzam Al-mulk, beliau mendapatkan sebuah kehormatan sehingga tinggal di kota tersebut selama enam tahun dan diangkat sebagai guru di sekolah Nidzamah Bagdad.

Karya yang dimiliki oleh Al-Ghazali yaitu Ihya Ulumiddin yang memiliki arti menghidupkan ilmu-ilmu agama yang ditulisnya selama beberapa tahun dengan berpindah-pindah tempat.

Pikiran-pikiran yang dimiliki Al-Ghazali mengalami perkembangan selama hidupnya, sehingga sulit untuk mendeteksi kesatuan corak secara kelas yang terlihat dari sikap filosof terhadap aliran akidah pada saat masa tersebut. Al-Ghazali telah berhasil mencapai hakikat agama ya g belum dapat dicapai oleh orang-orang sebelumnya.

The post 4 Tokoh Filsafat Islam dan Pemikirannya appeared first on HaloEdukasi.com.

]]>
Sejarah Logika dan Perkembangannya https://haloedukasi.com/sejarah-logika-dan-perkembangannya Sat, 10 Dec 2022 04:56:30 +0000 https://haloedukasi.com/?p=39854 Logika merupakan teori berpikir yang pertama kali dipelajari dan dikembangkan ileh para filsuf Yunani, dan penalarannya bersifat tradisional atau selogistik. Lalu kemudian masuk ke dunia Arab pada masa kejayaan hingga keruntuhan Islam, dan dikenal dengan nama ilmu manthiq. Masuk ke dunia Barat, logika mencapai puncaknya ang kemudian dikenal dengan istilah logika simbolik. Sementara di Indonesia, […]

The post Sejarah Logika dan Perkembangannya appeared first on HaloEdukasi.com.

]]>
Logika merupakan teori berpikir yang pertama kali dipelajari dan dikembangkan ileh para filsuf Yunani, dan penalarannya bersifat tradisional atau selogistik. Lalu kemudian masuk ke dunia Arab pada masa kejayaan hingga keruntuhan Islam, dan dikenal dengan nama ilmu manthiq.

Masuk ke dunia Barat, logika mencapai puncaknya ang kemudian dikenal dengan istilah logika simbolik. Sementara di Indonesia, logika pertama kali masuk dari dunia Arab dengan dipelajaringa logika di berbagai institusi pendidikan Islam.

Alam Pikiran Zaman Yunani

Awal pertumbuhan logika dirumuskan dan dikembangkan oleh para filsuf Yunani. Aristoteles (384-322 SM) merupakan ahli pertama yang merumuskannya sebagai ilmu tentang berbagai hukum berpikir guna memelihara jalan pikiran dari setiap kesalahan. Di sini logika berperan sebagai alat untuk membimbing dan menuntun seseorang agar berpikir lebih teliti.

Aristoteles

Aristoteles menciptakan ilmu baru berupa logika, yang awalnya disebut dengan “analitika” dan “dialektika”. Analitika merupakan nama dari sistem penalaran yang berdasarkan pada pernyataan yang dianggap benar. Sedangkan dialektika merupakan nama dari suatu sistem penalaran yang berdasarkan pada pernyataan yang belum pasti kebenarannya.

Ada sekitar enam buku karya Aristoteles mengenai logika yang oleh muridnya digabungkan menjadi satu dengan dinamai Organon. Enam bagian tersebut antara lain, Categoriae, De Interpretatione, Analytica Priora, Analytica Posteriora, Topica, dan Sophistici Elenchi.

Theoprastus

Theprastus merupakan salah satu murid terbaik Aristoteles, dan menggantikannya mengepalai Peripatetik. Selain itu, Theoprastus juga berjasa dalam penyempurnaan teori logika yang diwariskan oleh gurunya, Aristoteles.

Sumbangan terbesar Theoprastus adalah penafsirannya tentang suatu “pengertian yang mungkin”, serta tentang “sifat asasi dari setiap kesimpulan”. Definisi pengertian yang mungkin menurutnya adalah “sesuatu yang tidak memuat kontradiksi dalam artinya.

Kaum Stoik dan Megaria

Logika mengalami kemajuan pesat hingga pada puncaknya ketika ditulis oleh kaum Stoik dan Megaria. Di mana kaum Megaria merupakan aliran yang didirikan oleh Euclid (abad 3), salah seorang murid Socrates. Eubilides merupakan salah satu murid terkenal Euclid yang melahirlan teori Liar Paradox dalam logika, serta Ichtyas yang menggantikan Euclid menjadi kepala aliran Megaria.

Aliran logika pada masa ini lebih cenderung mengarah pada pembahasan susun kata sebagai penjelmaan pikiran dan masalah aktual pada masa ini, yaitu berbagai masalah Paradox. Teori Paradox yang disusun oleh Chrysippus konon terdiri dari 28 buku. Akibat terlampau dalam pemikirannya dalam menyelasaikan masalah paradox tersebut, dikabarkan Philetos daro Cos meninggal dunia secara mendadak.

Porphyrius

Porphyrius merupakan ahli pikir terkenal dari Iskandariah dalam bidang logika, dan tercatat jasanya karena menambahkan satu bagian baru dalam bidang logika.

Bagian tersebut bernama Eisagoge yang menjadi pengantar Categoriae. Dalam bagian tersebut, membahas tentang berbagai lingkungan dari zat dan berbagai lingkungan dari sifat di dalam alam, yang biasa disebut dengan klasifikasi.

Sidang Besar Nicae

Sidang tersebut bertujuan menyelesaikan berbagai pertentangan keyakinan dalam dunia Kristiani. Pertentangan keyakinan tersebut terjadi antara Arius dari Iskandariah yang berprinsip bahwa Yesus memiliki zat berbeda dari zat Tuhan (heter-ousis) dan Alexander dari Konstantinopel yang berpkeyakinan bahwa keduanya memiliki zat serupa (homo-ousius).

Sidang Besar Nicae juga memberikan putusan terhadap penghapusan ratusan ragam Injil yang tersebar kala itu, serta meresmikan empat Injil (Matius, Lukas, Markus, dan Yahya) beserta Kisah Para rasul. Selain itu, juga memutuskan untuk menghapus pelajaran alam pikiran Yunani di dua pusat, yaitu Athena dan Antiokia. Sedangkan Iskandariah diberikan kelonggaran karena di situ lah filsafat Plotinus atau Neo Platonism (204 – 270 M) memiliki pengaruh sangat kuat dan sesuai dengan ajaran Nasrani.

Komentator Terakhir Roma

Berbagai keputusan dalam Sidang Besar Nicae membawa dampak hebat terhadap perkembangan logika di Yunani. Manlius Severnius Boethius (480-524 M) menjadi ahli pikir terakhir di Roma, di mana ia menyalin Logika dari bahasa  Yunani ke dalam bahasa Latin. Salinan tersebut menjadi buku Logika pertama yang berbahsa Latin termasuk sebagian merupakan “bab-bab terlarang”.

Hingga akhirnya, pada 524 M Boethius dijatuhi hukuman mati, yang berakibat pada padam hingga matinya pelajatan logika di dunia Barat selama hampir lebih dari seribu tahun lamanya. Masa tersebut dikenal dengan istilah “Dark Ages”.

Logika Zaman Islam

Penyalinan buku-buku logika Yunani kuno, Parsi, dan Sanskrit ke dalam bahasa Arab dimulai pada pertengahan abad ke-8 oleh para Khalif Al-Mukmin dari dinasti Abbasiah di Bagdad, dan Khalif Abdul-Rahman dari dinasti Umayyah di Cordova.

Penyalinan Berbagai Buku Logika

Penyalinan pertama tentang buku Logika dilakukan oleh Johana bin Patrik, yaitu dengan judul “Kategori Karangan Aristo” (Maqulatul-Asyarat li-Aristu), yang disusul oleh Ibnu Sikkit Jakut Al-nahwi dengan memberikan beberapa tambahan dalam buku “Perbaikan dalam Logika” (Ishlah fil-Manthiqi). Kemudian penyalinan berbagai bagian dalam logika oleh Jakub bin Ishak Al-Khindi.

Penyalinan masih terus berlanjut, seperti yang dilakukan oleh Ishak bin Hunain yang menyalin Categoriae dab De Interpretatione (Maqulat li-Aristu dan Kitabu Arishthathalis: Bari Arminias). Eisagoge dan Topica oleh Said bin Jakuh yang dinamai (Isaguji wa Tupiqa Aristu). Abubisyri Matta Al-Mantiqi yang menyalin Analytica.

Penyalinan pada masa itu masih bagian demi bagian dengan penggunaan berbagai istilah pada setiap salinan yang terkadang masih kurang cermat. Oleh Abu-Nasar Muhammad bin Muhammad bin Ozluq bin Thurchan Al-Farabi berbagai kekurangan tersebut diperbaikinya.

Abu Abdillah Al-Khwarizmi yang merupakan salah satu tokoh logika kala itu juga merupakan penyususn dan pencipta Aljabar, memberi komentar tentang keseluruhan logika dalam bukunya yang bejudul Mafatihul-Ulum fil Manthiqi. Selain itu, ada buku karangan Ibn Sina yang khusus membahas tentang logika, yaitu Isyarat wal Tanbihat fil Manthaqi.

Abu Ali Muhammad bin Hasan bin Al-Haitsman, di Eropa lebih dikenal dengan Al-Hazem telah menulis dua buku mengenai logika, antara lain Muchtasharul Manthiqi dan Talchisu Muqaddamati Purpurius wa Kutubi Aristhathalis.

Logika pada Masa Kemunduran Islam

Memasuki awal abad ke-14 telah terjadi reaksi negatif dari berkembangnya logika dalam dunia Islam. Dianggap terlalu memuja akal dalam mencari sebuah kebenaran, sehingga melahirkan berbagai paham ekstrimis dan disusul dengan berbagai tuduhan seperti zindiq, ilhad, dan kufur bagi para penganutnya.

Hingga pada abad ke-14, di mana Islam mengalami kemunduran kekuasaan, Ibnu Taimiah menentang keras pelajaran logika dan membuat buku dengan judul Fashihtu ahlil-Imam fil-Raddi ‘ala Manthiqil Yunani (Ketangkasan Pendukung Keimanan Menangkis Logika Yunani).

Kemudian disusul oleh karya tulis Saaduddin Al-Taftazani yang berjudul Tahzibul-Manthiqi wal-Qalam, yang memuat tentang haramnya mempelajari logika. Menjelang akhir abad ke-14 kegiatan ilmiah meredup sejalan dengan pelarangan terhadap pelajaran logika, ditambah pula oleh jatuhnya Andalusia ke tangan Ferdinand dan Isabella di pertengahan abad ke-15.

Pada awal abad ke-20, Ibnu Kaldun mengeluarkan karya berjudul Muqaddamah yang di dalamnya memuat dasar-dasar logika bernama Al-Manthiq. Kemudian disusul oleh Abdurrahman Al-Akhdhari yang menyusun dasar-dasar pelajaran logika dalam bentuk sajak, dengan judul Sullam fil-Manthiqi. Muhibullah Al-Bisyari Al-hindi mengarang tentang logika dengan judul Sullamul-Ulum fil-Manthiqi.

Pada awal abad ke-20 muncul gerakan pembaruan dunia Islam yang dipelopori oleh Jamaluddin Al-Afghani dan Muhammad Abduh. Sejalan dengan itu, kegemaran terhadap logika kembali muncul di Mesir dan meluas hingga ke seluruh Islam di dunia.

Perkembangan Logika di Negara Barat

Setelah melewati fase “Dark Aged”, pada abad ke-12 bangsa Eropa mulai menggali kembali pelajaran logika. Peter Abelard menjadi orang pertama yang menghidupkan kembali logika di perguruan tinggi yang dibangunnya di paris.

Logika Tua (Ars Vetus)

Logika pada masa ini masih terbatas sekitar Categoriae, De Interpretatione, dan Eisagoge. Namun, dikarenakan ketekunan dan kesungguhan Peter Abelard menggali berbagai naskah tua, hingga dipertemukannya ia dengan peninggalan Cicero tentang Topica dan berbagai komentar dari Apuleus mengenai Perihermenias, buah tangan Boethius tentang De Syllogismo Hypothetico, De Syllogismo Categorico, dan De Interpretatione.

Logika Baru (Ars Nova)

Karya Aristoteles tentang Logika dalam bentuk buku Organon baru dikenal dunia Barat secara lengkap setelah berbagai proses penyalinan yang luas dari berbagai karya ahli pikir Islam ke dalam bahasa Latin. Beberapa karya Ibn Sina tentang logika banyak disalin ke dalam bahasa Latin di penghujung abad ke-12. Banyaknya proses penyalinan buku-buku logika membuka kembali mata dunia Barat akan alam Yunani kuno.

Beberapa ahli pikir seperti Albertus Magnus, Robert Grosseste, St. Thomas Aquinas, dan Giles of Rome banyak memberikan sumbangan baru dalam perkembangan logika. Semenjak itu, literatur mengenai logika mengalami perkembangan pesat di dunia barat kala itu.

Kemunduran Logika Kaum Scholastik

Menuju akhir abad ke-14 pengaruh logika kaum Scholastik mulai mengalami kemunduran dikarenakan banyaknya perdebatan tidak bernilai antara kaum Nominalis dan kaum rasionalis. Logika makin lama makin terasa hampa dan kosong untuk digunakan sebagai alat berpikir. Sehingga banyak menimbulkan kemuakan pada sebagian orang.

Logika Golongan Port Royal

Pada 1658, karya Ibn Sina tentang logika disalin oleh Napier ke dalam bahasa Perancis. Dari sini mulai terlihat kebangkitan logika di tangan para tokoh terkenal dengan sebutan Golongan Port Royal. Diterbitkannya buku ou I’art de Pencer pada 1662 oleh Antoine Arnauld dan Pierre Nicole dibantu beberapa penulis lainnya dari golongan Port Royal.

Pembaruan logika di Barat berikutnya disusul oleh penulis-penulis lain, seperti Gottfried Wilhem von Leibniz dengan bukunya Dissertatio de Arte Combinatoria (1666), dan Giovanni Giralamo Saccheri  dengan bukunya Logika Demonstrativa (1501).

Kemudian disusul oleh Leonhard Euler, seorang ahli matematika dan logika Swiss dengan bukunya Lettres a une princesse d’Allegmane. George Wilhelm Friedrich Hegel dengan bukunya Wissenschaft der Logik. Bernard Bolzano menerbitkan buku dengan judul Wissenschoftlehre (1837), dan yang terakhir adalah John Stuart Mill (1843) yang menerbitkan buku dengan judul A System of Logic.

Perkembangan Logika-Simbolik

Logika Simbolik

Gagasan mengenai logika simbolik sebenarnya sudah dimulai sejak diusulkannya ars combinatoria oleh Leibniz dengan menurunkan berbagai definisi rumit dari penggabungan sejumlah kecil konsep sederhana yang kemudian dijadikan pangkal.

Lalu terdapat usulan program mengenai bahasa dan penalaran dalam segenap ilmu. Program tersebut meliputi beberapa pengembangan, diantaranya characteristica universalis (bahasa semesta) dan calculus ratiocinator (logika matematika).

Pelopor dan Tokoh Logika-Simbolik

Diperkenalkan oleh Leibniz, tujuan utama logika simbolik adalah untuk menjabarkan logika agar menjadi sebuah ilmu pasti. Setiap definisi atau pengertian, pernyataan, dan hubungan digantikan dengan berbagai simbol. Namun baru mendapatkan perhatian sekitar pertengahan abad ke-19.

Pengembangan dimulai pertama kali ketika George Boole dan Augustus de Morgan. Boole secara sistematik menggunakan berbagai simbol yang cukup luas dengan metode analisis menurut matematika. Sedangkan Augustus de Morgan yang merupakan ahli matematika Inggris memberikan sumbangan berupa pemikirannya mengenai relasi dan negasi.

Tokoh logika simbolik lain yaitu John Venn yang berusaha menyempurnakan analisis logika milik Boole dengan merancang diagram lingkaran-lingkaran, yang kini dikenal dengan diagram Venn, untuk menggambarkan berbagai hubungan dan memeriksa sahnya sebuah simpulan dari suatu silogisme.

Hingga pada puncaknya sekitar awal abad ke-20, perkembangan logika simbolik telah menghasilkan dua filsuf besar asal Inggris, yaitu Alfred North Whitehead dan Bertrand Arthur William Russell dan tiga jilid karya tulis berjudul Principia Mathematica (1910 – 1913) dengan 1992 halaman.

Perkembangan Logika di Indonesia

Pada 1950, sebuah buku logika berbahasa Jawa namun dengan huruf Arab berjudul Ilmu Manthiq, yang merupakan terjemahan dari kitab nadhom As-Sullamul-Munauroq karya Abdurrahman Al-Akhdhari (abad ke-16), disusun oleh K.H. Bisyri Musthofa Rembang, beredar luas tidak hanya di seluruh Jawa, namun juga luar Jawa seperti Lampung.

Pada 1954, penerbit W. Versluy N. V di Jakarta menerbitkan buku dengan judul “Logika” atau “Ilmu Pikir”, yang merupakan karya Joesoef Sou’yb digadang-gadang menjadi buku logika pertama dalam bahasa Indonesia.

Namun, saat ini logika mulai mengalami perkembangan sejalan dengan dibukanya Fakultas Filsafat di Universitas Gadjah Mada (1967). Logika yang dikembangkan di fakultas tersebut mengikuti perkembangan berbagai teori terakhir logika yang juga beriringan dengan berkembangnya teori himpunan.

The post Sejarah Logika dan Perkembangannya appeared first on HaloEdukasi.com.

]]>
Hermeneutika: Pengertian – Sejarah Perkembangan dan Tokohnya https://haloedukasi.com/hermeneutika Sat, 12 Nov 2022 04:10:08 +0000 https://haloedukasi.com/?p=39523 Pengertian Hermeneutika Hermeneutika merupakan salah satu cabang dari ilmu filsafat. Secara etimologi, istilah hermeneutika berasal dari bahasa Yunani kuno hermeneuein yang memiliki arti mengatakan atau mengungkapkan dengan lantang, menjelaskan atau menerangkan situasi, dan menerjemahkan. Jika kita runut lebih jauh, kata hermeneutika sering dikaitkan dengan salah satu dewa dalam mitologi bangsa Yunani, yaitu Hermes. Dalam kisahnya, Hermes […]

The post Hermeneutika: Pengertian – Sejarah Perkembangan dan Tokohnya appeared first on HaloEdukasi.com.

]]>
Pengertian Hermeneutika

Hermeneutika merupakan salah satu cabang dari ilmu filsafat.

Secara etimologi, istilah hermeneutika berasal dari bahasa Yunani kuno hermeneuein yang memiliki arti mengatakan atau mengungkapkan dengan lantang, menjelaskan atau menerangkan situasi, dan menerjemahkan.

Jika kita runut lebih jauh, kata hermeneutika sering dikaitkan dengan salah satu dewa dalam mitologi bangsa Yunani, yaitu Hermes.

Dalam kisahnya, Hermes memiliki tugas sebagai perantara terkait pesan yang disampaikan oleh dewa-dewa di Olympus, lalu menginterpretasikan dan memberikan pemahaman kepada manusia ke dalam bahasa yang digunakan oleh pendengarnya.

Secara umum, hermeneutika diartikan sebagai studi tentang pemahaman dan interpretasi sebuah makna, terutama tindakan dan teks.

Menurut Richard E. Palmer, definisi Hermeneutika dapat dibagi menjadi enam, yaitu antara lain:

  • Hermeneutika sebagai teori penafsiran kitab suci (theory of biblical exegesis)
  • Hermeneutika sebagai metodologi filologi umum (general philological methodology)
  • Hermeneutika sebagai ilmu tentang semua pemahaman bahasa (science of all linguistic understanding)
  • Hermeneutika sebagai landasan metodologis dari ilmu-ilmu kemanusiaan (methodological foundation of geisteswissenschaften)
  • Hermeneutika sebagai pemahaman eksistensial dan fenomenologi eksistensi (phenomenology of existence and of existential understanding)
  • Hermeneutika sebagai sistem penafsiran (system of interpretation)

Sejarah Perkembangan Hermeneutika

Istilah hermeneutika pertama kali digunakan sejak kemunculan buku dasar-dasar logika karya Aristoteles, seperti Peri Hermeneias. Sejak saat itu, penggunaan rasionalitas dan konsep logika dijadikan sebagai dasar dari hermeneuitas.

Memasuki abad pertengahan (medieval age), hermeneutika digunakan oleh Friedrich Scheleirmarcher seorang ahli Theologia Jerman (1768-1834) sebagai teknik untuk menafsirkan teks-teks tertentu dalam Alkitab.

Sedangkan dalam Islam, istilah Takwil digunakan oleh para ulama untuk penginterpretasian ayat-ayat Mutasyabbihat.

Pada abad pertengahan, ada empat tingkatan interpretasi yang berkembang yaitu, literal, moral, alegoris, dan anagogis. Berikut penjelasannya.

  • Interpretasi Literal

Pencarian makna yang jelas dari sebuah teks dalam kitab suci adalah inti dari pendekatan ini. Makna yang sebenarnya seringnya tersirat dalam setiap kalimat yang telah diterjemahkan ke bahasa tertentu. Namun kadangkala ada pula makna yang sudah tersurat sehingga bisa langsung dipahami oleh pembaca.

  • Interpretasi Moral

Pendekatan ini ingin mengungkapkan adanya sebuah nilai atau hikmah yang bisa diambil di balik sebuah informasi atau situasi yang terjadi.

  • Interpretasi Alegoris

Pendekatan ini masih berkaitan erat dengan interpretasi moral. Interpretasi alegoris menginginkan pembaca atau audiensnya bisa menyimpulkan bagaimana karakter tokoh yang ada dalam sebuah informasi yang disampaikan.

  • Interpretasi Anagosis

Dalam sebuah kitab suci, makna yang ingin disampaikan melalui pendekatan ini adalah penafsiran tentang pandangan kehidupan yang akan datang. Seperti surga sebagai “tempat tinggal abadi”.

Pada abad 18 M sampai awal 19 M, negara-negara Eropa memasuki masa pencerahan (rennaisance) diamana dari empat tingkatan interpretasi yang telah berkembang di abad pertengahan oleh Ernesti (1761) seorang ahli Filologi, direduksi menjadi Literal dan gramatikal eksegesis.

Pemahaman ini kemudian terus dikembangkan oleh beberapa ahli seperti Friedrich August Wolf dan Friedrich Ast.

Seiring perkembangan zaman, dengan banyaknya praktek dan penelitian pada hermeneutika, Schleiermacher mengeluarkan hermeneutika dari disiplin filologi dan memasukannya sebagai salah satu disiplin ilmu filsafat baru.

Selanjutnya, tahun 1889 hingga 1976 Martin Heidegger mengembangkan hermeneutika dari Dilthey sebagai dasar ilmu kemanusiaan yang mengarah ke kajian ontologis, di mana ia menggabungkan konsep kesejarahan dengan makna kehidupan.

Hans-Gorg Gadamer menganggap hermeneutika bukan sebagai metode, namun pemahaman dicapai melalui dialektika. Dengan mengajukan banyak pertanyaan terhadap pesan (khususnya teks) akan memudahkan kita dalam menemukan makna.

Dari panjangnya sejarah hermeneutika, Jurgen Habernas (1929) adalah tokoh yang paling signifikan dengan teorinya tentang kritik sosial.

Ia menganggap bahwa yang menentukan sebuah pemahaman adalah adanya kepentingan sosial (social interest) yaitu adanya keterlibatan kepentingan kekuasaan dari interpreter itu sendiri.

Tokoh-tokoh Hermeneutika

Jika kita berbicara tentang sejarah perkembangan aliran hermeneutika, maka hal tersebut tidak bisa terlepas dari kisah para tokoh-tokoh penting yang mengembangkannya.

1. Friedrich D. E. Scehleiermacher (1768 – 1834)

Dalam pernyataanya, Friedrich Schleiemacher menyebutkan bahwa tugas hermenutika adalah memahami teks sebaik atau bahkan lebih baik daripada pengalamnnya sendiri, memahami pengarang teks lebih baik daripada pengarangnya itu sendiri, dan memahami pengarang teks lebih baik daripada memahami diri sendiri.

Schleiermacher dalam pernyataanya banyak dipengaruhi oleh Freidrich Ast dan Freidrich August Wolf. Tugas dari hermeneutika menurut Ast adalah untuk mengeluarkan makna-makna internal dari sebuah teks beserta sifatnya berdasarkan jamannya.

Menurutnya tugas tersebut dapat dibagi menjadi tiga bagian, yaitu sejarah, tata bahasa, dan aspek kerohaniannya (geistege). dari ketiganya dapat dijelaskan dengan tiga taraf berikut antara lain:

  • Hermeneutik atas huruf (Hermeneutik des Buchstabens) atau bahan baku teks
  • Hermeneutik atas makna (hermeneutik des Sinnes) atau bentuk teks
  • Hermeneutik atas aspek kejiwaan (Hermeneutik des Geistes) atau jiwa teks

2. Hans-Georg Gadamer (1900 – 2002)

Hans-Georg Gadamer lahir tahun 1900 di Marburg. Masa mudanya ia gunakan untuk belajar filsafat di salah satu universitas yang ada di kotanya. Meskipun Gadamer disebut sebagai hermeneut sejati, namun karier filsafatnya baru mencapai puncak ketika ia menjelang pensiun yaitu sekitar tahun 1960, dengan bukunya yang berjudul ‘Kebenaran dan Metode’ (Wahrheit und Methode) sebuah dukungan berarti bagi karya Heidegger ‘Sein und Zeit’ (Being and Time).

Secara mendasar, Gadamaer menyatakan bahwa hermeneutika bukanlah persoalan tentang mengajarkan atau tidak mengajarkan tentang metode yang digunakan untuk Geisteswissenschaften. Namun lebih ke sebuah usaha untuk memahami dan menginterpretasikan sebuah teks.

Ada empat faktor yang terdapat di dalam interprestasi menurut Gadamer, antara lain:

  • Bildung, bisa juga disebut dengan pembentukan jalan pikiran. Hal ini menggambarkan cara utama bagaimana manusia mengembangkan bakat-bakatnya.
  • Sensus communis atau pertimbangan praktis yang baik, merupakan istilah yang merujuk pada kata komunitas. Sensus communis ini mampu mebuat kita mengetahui hampir-hampir secara interpretasi.
  • Pertimbangan, dalam hal ini kita akan melakukan penggolongan hal tertentu berdasarkan pandangan yang bersifat universal atau mengenali sesuatu sebagai contoh perwujudan hukum.
  • Selera, merupakan keseimbangan antara insting pancaindra dengan kebebasan intelektual. Selera yang diperlihatkan akan membuat kita mundur dari hal-hal yang kita sukai, serta meyakinkan kita dalam membuat pertimbangan.

Dari faktor atau konsep yang disebutkan di atas, konsep pengalaman masuk di dalamnya. Pengalaman tersebut sifatnya personal, jadi hanya akan valid jika hal tersebut diulangi (terjadi) oleh individu lain.

3. Jurgen Habermas (1929 – sekarang)

Lahir pada tahun 1929 di Gummersbach, selain menekuni bidang filsafat, Gabermas juga tertarik pada bidang politik dan banyak berpartisipasi dalam diskusi “persenjataan kembali” (reamament) di Jerman.

Meski hermeneutika bukanlah pusat kajiannya, namun gagasan-gagasannya banyak mendukung pustaka hermeneutika. Hal ini dapat ditemukan dalam bukunya “Knowledge and Human Interest”.

Menurut Habernas dalam sebuah penjelasan “menuntut adanya penerapan proporsi-proporsi teoritis terhadap fakta yang terbentuk secara bebas melalui pengamatan sistematis” (Habermas, 1972:144). Sementara itu pemahaman memiliki arti “sebuah kegiatan di mana pengalaman dan pengertian teoritis berpadu menjadi satu”.

Pendekatan dalam hermeneutika dimisalkan dengan adanya aturan-aturan linguistik abstrak dalam kegiatan yang bersifat komunikatif. Hal ini dikarenakan sebuah penalaran memiliki sifat melebihi bahasa.

Menurut Habernas, pemahaman hermeneutika mempunyai tiga momentum:

  • Pengetahuan praktis yang sifatnya reflektif, akan mengarahkan kita pada pengetahuan tentang diri sendiri. Dengan melihat pada sebuah dimensi social di mana kita sedang berada, kita akan melihat bagaimana gambaran diri kita sendiri. Oleh karena itu, kita diharapkan untuk mampu membaurkan diri dalam masyarakat.
  • Pemahaman teradap aliran hermeneutika perlu adanya sebuah penghayatan. Apabila hal ini dihubungkan dengan sebuah kata kerja, maka akan membawa kita pada sebuah tindakan nyata (praxis).
  • Pemahaman hermeneutika sifatnya global. Dimulai dengan mengandaikan adanya sebuah tujuan khusus beserta pemahamannya, yang mana hal tersebut bisa ditentukan secara bebas atau independent dengan tujuan utama, yaitu mencapai perealisasinya. Melalui tindakan yang sifatnya komunikatif, aliran hermeneutika memiliki bentuknya yang nyata, yaitu kehidupan sosial (social life).

4. Jacques Derrida (1930 – 2004)

Jacques Derrida merupakan filsuf kontemporer Perancis kelahiran 15 Juli 1930 (El Biar, Aljazair), dan sering dianggap sebagai pengusung tema dekonstruktif dalam filsafat pascamodern.

Derrida memuat gagasannya tentang “obat’ buatan plato dalam La Dissemimanation. Ia meyatakan bahwa semua benda cair seperti tinta, cat, maupun parfum adalah obat-obatan yang diminum lalu terserap ke dalam tubuh. 

Dari pernyataan ini, dapat kita ketahui bahwa memahami sebuah istilah jauh lebih penting dari pada sekedar mengetahui makna atau tanda kata-kata yang dipergunakan dalam ucapan.

Lebih tepatnya, pembaca memposisikan diri sebagai tokoh dalam teks yang ia baca dengan tujuan agar lebih mudah dicerna.

Dari seluruh gagasannya, dapat kita simpulkan bahwa Jacques bukanlah seorang pemikir relatif -empiris, skeptis, maupun seseorang yang anti dengan kebenaran. Namun, jika ada keraguan terhadap kebenaran di dalamnya, maka bukan interpretasi terhadap teks yang lemah, melainkan bahasa lah yang menjadi faktor kelemahannya.

5. Wilhelm Dilthey (1833 – 1911)

Wilhelm Dilthey merupakan filsuf asal Jerman yang termahsyur dengan riset historisnya dalam bidang hermeneutika. Ambisinya terhadap penyusunan dasar epistemologis baru terhadap pertimbangan sejarah mengenai pemahaman dunia sebagai dua wajah, yaitu interior dan eksterior sangatlah besar.

Selain itu, Dilthey memiliki ketertarikan terhadap karya-karya dan kehidupan intelektual dari seorang Schleiermacher, seperti kemampuannya dalam menggabungkan teologi dan kesusastraan dengan karya-karya filsafat.

Dalam sejarahnya, Dilthey seakan-akan meneguhkan sejarah dan filsafat menjadi satu tujuan untuk mengembangkan sebuah pandangan filosofis yang komprehensif, serta tidak terhalang oleh dogma metafisika dan tidak diredupkan oleh adanya prasangka.

Satu hal yang menjadi kesulitan Dilthey dalam penelitiannya, yaitu menyejajarkan antara sejarah dengan penelitian ilmiah.

6. Paul Ricoeur (1913 – 2005)

Ricoeur menyatakan bahwa keseluruhan filsafat pada dasarnya merupakan sebuah interpretasi, seperti yang ia kutip dari Nietzsche, bahwa hidup adalah sebuah interpretasi (Ricoeur, 1974).

Setiap kata merupakan sebuah simbol yang penuh dengan makna dan intensi yang tersembunyi. Jadi tidak mengherankan jika menurut Ricoeur tujuan hermeneutika adalah menghilangkan misteri yang terdapat dalam sebuah simbol dengan cara membuka selubung daya-daya yang belum diketahui dan tersembunyi di dalam simbol-simbol tersebut (Montifiore, 1983).

Adanya “perjuangan” melawan distansi kultural merupakan salah satu tujuan yang ingin dicapai oleh berbagai macam hermeneutika.

Lebih luas lagi, Paul Ricoeur mendefinisikan hermeneutika sebagai teori yang digunakan dalam upaya pemahaman dalam hubungan interpretasi terhadap teks. Menurut Ricoeur, manusia adalah bahasa, dan bahasa merupakan syarat utama bagi semua pengalaman manusia.

The post Hermeneutika: Pengertian – Sejarah Perkembangan dan Tokohnya appeared first on HaloEdukasi.com.

]]>
Stoikisme: Pengertian – Sejarah & Penerapannya https://haloedukasi.com/stoikisme Tue, 01 Nov 2022 07:53:10 +0000 https://haloedukasi.com/?p=39439 Pengertian Stoikisme Secara terminologi, stoikisme berasal dari bahasa Yunani stoikos atau stoa, yang memiliki arti serambi atau beranda. Dalam konteks awam, stoikisme sering disebut dengan istilah “menderita dalam kesunyian”, beserta etika-etika yang berkaitan dengan hal tersebut. Stoikisme merupakan salah satu aliran filsafat yang mengajarkan kita tentang cara menciptakan sebuah kebahagiaan nyata dalam hidup. Sebuah pola […]

The post Stoikisme: Pengertian – Sejarah & Penerapannya appeared first on HaloEdukasi.com.

]]>
Pengertian Stoikisme

Secara terminologi, stoikisme berasal dari bahasa Yunani stoikos atau stoa, yang memiliki arti serambi atau beranda.

Dalam konteks awam, stoikisme sering disebut dengan istilah “menderita dalam kesunyian”, beserta etika-etika yang berkaitan dengan hal tersebut.

Stoikisme merupakan salah satu aliran filsafat yang mengajarkan kita tentang cara menciptakan sebuah kebahagiaan nyata dalam hidup.

Sebuah pola pikir untuk mencapai self mastering (penguasaan diri), ketekunan, dan kebijaksanaan, yang mana merupakan sesuatu yang digunakan seseorang untuk menjalani kehidupan yang ideal dan bahagia.

Dengan memahami keadaan apa saja yang tidak bisa kita ubah dan apa yang bisa kita ubah adalah cakupan yang ada dalam aliran stoikisme.

Intinya, kita dilatih agar dapat memandang dan merespon segala sesuatu secara rasional.

Stoic adalah sebutan untuk mereka yang menganut pola pikir stoikisme.

Sejarah Stoikisme

Stoikisme merupakan sebuah aliran atau mazhab filsafat Yunani kuno yang didirikan di kota Athena, Yunani, oleh Zeno sekitar tahun 301 SM di mana pada saat itu ia hampir kehilangan segalanya saat melakukan pelayaran untuk berdagang.

Pada tahun ke 5 M, Zeno pindah ke daerah yang disebut dengan Stoa Poikile, dan mendirikan sebuah sekolah Stoa yang kemudian terus dikembangkan oleh Kleanthes dan Chrysippus.

Kleanthes mampu menyumbangkan gagasan baru tentang hubungan etika dengan iman, yang biasa disebut dengan teologi. Sedangkan Chrysippus telah menulis sebanyak 705 buku literatur yang berisi tentang telaah perbintangan astronomi.

Stoikisme tetap populer hingga kurang lebih selama lima abad (301 SM – 3 M), yang selanjutnya banyak mempengaruhi pemikiran agama Kristen, baik di bidang akademis maupun aturan dalam hidup.

Tokoh dan Pandangan Stoikisme

Tokoh dan pandangan Stoikisme dapat dibagi menjadi tiga perkembangan, antara lain:

  • Stoikisme Awal

Awal mula dicetuskannya istilah Stoikisme oleh Zeno sekitar tahun 301 SM hingga 262 SM, dibantu oleh Chrisipus dari tahun 280 SM hingga 206 SM, dan  Cleanthes (331-232).

  • Stoikisme Perantara (Middle Stoicism) 

Tokoh-tokoh yang berpengaruh di era pertengahan antara lain Panaetius sekitar tahun 185 SM hingga 110 SM, Posidonius di tahun 135 SM hingga 50 SM, dan yang terakhir adalah Cicero sekitar tahun 106 SM hingga 43 M.

  • Stoikisme Akhir atau  Stoa Romawi (Roman Stoicism)

Di era Romawi, stoic yang berpengaruh dan ikut mengembangkan paham stoikisme antara lain Cicero dari tahun 106 SM hingga 43 M, Seneca Muda di tahun 1 sampai 65 M, Epictetus tahun 55 M sampai dengan 135M, dan yang terakhir adalah Marcus Aurelius  dari tahun 121 M hingga 180 M.

Sedangkan jika di era sekarang, stoikisme sering digunakan sebagai psikoterapi untuk mengatasi gangguan depresi.

Cara Penerapan Stoikisme

Seperti yang disebutkan sebelumnya, bahwa menjadi seorang stoic berarti kita paham bahwa kita hanya harus fokus terhadap terhadap apa yang bisa membuat kita bahagia.

Namun, prinsip tersebut tidak serta merta menjadikan diri kita sebagai pribadi yang dingin dan mengisolasi diri dari lingkungan.

  • Menerima Hal di Luar Kendali Kita 

Beberapa hal, seperti masa lalu, perasaan dan persepsi orang lain terhadap kita adalah hal diluar kendali kita. Jangan membuang-buang waktu hanya untuk memikirkan hal-hal tersebut.

Terkadang dengan ada peristiwa di masa lalu yang menurut kita kurang menyenangkan, dan kita berharap bisa memutar ulang waktu agar bisa memperbaikinya.

Sering melihat ke masa lalu dan menyesalinya hanya akan membuat kita semakin terpuruk dan mearasa tidak bergairah untuk melanjutkan hidup.

Daripada menengok kembali ke belakang, bukankah alangkah lebih baik jika kita mempersiapkan sesuatu yang lebih besar untuk menyongsong masa depan yang lebih baik.

Begitu pula dengan perasaan dan persepsi orang lain terhadap kita. Hanya karena kita ingin orang lain melihat kita dengan perspektif berbeda, kita rela berpura-pura menjadi orang lain.

Kita tidak perlu merasa harus menyesuaikan diri dengan standar orang lain, terutama jika itu harus mengorbankan moral diri sendiri. Tidak semua orang harus menyukai kita, dan itu wajar.

Semakin kita berani berhenti menyenangkan semua orang, semakin baik pula terhasap fokus kita terhadap kebahagiaan diri sendiri.

  • Berpikir sebelum Berbicara dan Bereaksi

Memiliki pandangan yang berbeda adalah sebuah kewajaran. Namun jika kita terlalu memaksakan prinsip dan nilai yang kita yakini ke orang lain, maka akan berakibat buruk terhadap hubungan kita dengan orang tersebut.

Karena yang kita anggap benar belum tentu dianggap benar pula oleh orang lain. Dengan menjaga sikap dan tutur kata kita kepada orang lain, hal tersebut akan membantu mengurangi frekuensi penyesalan kita di kemudian hari.

Kita tidak pernah tahu seberapa besar dampak ucapan dan perilaku kita terhadap lawan bicara kita. Mungkin saja ucapan kita menambah beban dan ketakutan dalam diri mereka.

Selain untuk menjaga perasaan orang lain, dengan berpikir sebelum berbicara dan bertindak, secara tidak langsung kita menunjukkan siapa diri kita melalui perkataan yang keluar dari mulut kita.

Dengan sikap seperti ini pula akan menjadikan orang lain segan terhadap kita. Sebab, kita telah menunjukkan perhatian dengan ucapan-ucapan yang baik.

  • Selalu Rendah Hati

Merasa haus akan pujian merupakan tanda tidak adanya sifat rendah hati.

Dengan menyadari kelebihan dan kekurangan yang ada pada diri akan membuat kita lebih bisa mengahargai orang lain dan tidak merasa diri superior.

Selalu memposisikan diri sebagai orang lain juga akan membangun memecah pola yang terlalu fokus terhadap diri sendiri, serta rasa empati kita kita terhadap orang lain akan terbangun sehingga kita akan lebih mudah terkoneksi dengan orang lain.

Pada akhirnya, dengarkanlah apa kata hati anda. Menjadi pribadi rendah hati akan lebih menenangkan dan menyenangkan daripada sibuk ke sana ke mari mencari validasi dan apresiasi dari orang lain.

  • Menjadi Pribadi Pemaaf 

Menjadi stoic, bukan berarti merubah diri menjadi pribadi yang dingin dan mengisolasi diri. Mereka tetap senang dengan diskusi dan konfrontasi, namun mereka tidak akan tertarik terhadap konflik yang mengarah pada  tindakan pembalasan dendam.

Sadar jika semua orang pasti pernah berbuat salah. Selalu melihat sebuah masalah dari perspektif orang lain akan membuat kita paham, mampu menerima dan memaafkan orang lain.

Ketika orang lain bereaksi negatif kepada kita, selalu ingat ucapan Albert Einstein, “anda tidak bisa menyelasaikan masalah dengan tetap di energi yang sama”.

  • Terbuka Terhadap Pengetahuan Baru

Selain memperbaiki hubungan dengan sesama, otak juga memerlukan latihan rutin agar tetap sehat dan kuat.

Dengan membaca buku self improvement, mendengarkan podcast, dan menonton film dokumenter akan menambah wawasan serta mengasah imajinasi kita.

Dalam sebuah penelitian bertajuk “Journal of College Teaching and Learning”, membaca buku selama 30 menit setiap hari dapat menurunkan tekanan darah, frekuensi detak jantung, dan stress.

Selain itu, denga rutin membaca buku akan meningkatkan usia harapan hidup seseorang sebanyak 20%.

  • Dikotomi Kendali

Dikotomi kendali dibedakan menjadi dua, yaitu dikotomi internal dan eksternal.

Dikotomi eksternal adalah segala sesuatu yang berada di luar kendali dan tanggung jawab kita. Hal ini seperti persepsi dan reaksi orang lain terhadap kita.

Dikotomi internal merupakan segala hal yang berada di bawah kendali dan tanggung jawab kita. Seperti persepsi kita, emosi kita, sikap kita, reaksi kita, dan ucapan kita terhadap suatu hal. Semua itu berada di bawah kendali kita sepenuhnya.

Orang bijak akan lebih memilih memanfaatkan waktunya untuk fokus terhadap apa yang bisa ia kendalikan. Semakin kita berusaha mengendalikan hal di luar kontrol kita, semakin sering kita merasa tertekan.

  • Selalu Bersiap untuk Kemungkinan Terburuk

Saat kita memiliki sebuah rencana yang matang, pasti kita mengharapkan hasil yang sempurna. Namun terkadang, hidup tidak bisa selalu sesuai dengan prasangka dan keinginan kita.

Kita harus selalu siap dengan segala kemungkinan yang bisa saja terjadi, entah itu hasil sesuai yang diharapkan atau bahkan hasil terburuk yang mati-matian kita hindari.

Tujuan dari ini semua agar kita tetap memiliki kendali diri saat hasil yang didapatkan tidak sesuai dengan ekspektasi kita.

  • Amor Fati (Mencintai Takdir)

Dalam menjalani hidup, selain diharuskan untuk selalu berusaha dan berproses, manusia diharapakan mampu mencintai dan menerima takdir yang telah ditetapkan kepadanya.

Sepahit dan sememilukan apapun takdir, kita harus mampu menerimanya secara lapang dada. Karena dibalik setiap kejadian baik atau buruk, pasti ada hikmah yang selalu bisa dipetik.

Sebagaimana perkataan Epictetus yang selama hidupnya banyak ditempa hal memilukan, “jangan berharap segala sesuatunya terjadi seperti yang kita inginkan. Berharaplah apa yang terjadi, terjadi sebagaimana mestinya”.

The post Stoikisme: Pengertian – Sejarah & Penerapannya appeared first on HaloEdukasi.com.

]]>
Filsafat: Pengertian – Teori dan Cabang Keilmuannya https://haloedukasi.com/filsafat Wed, 26 Oct 2022 03:56:00 +0000 https://haloedukasi.com/?p=39236 Pengertian Filsafat Secara etimologi, filsafat berasal dari bahasa Yunani philosophia, yang mana merupakan gabungan dari kata philo dan sophia. Philo berarti cinta, sementara sophia berarti kearifan atau kebijaksanaan. Jadi, dapat diketahui bahwa filsafat adalah sebuah keinginan untuk mencapai cita dan cinta dalam kebijaksanaan. Dalam usaha pencarian tentang pengertian filsafat, banyak ahli yang telah merumuskan dan […]

The post Filsafat: Pengertian – Teori dan Cabang Keilmuannya appeared first on HaloEdukasi.com.

]]>
Pengertian Filsafat

Secara etimologi, filsafat berasal dari bahasa Yunani philosophia, yang mana merupakan gabungan dari kata philo dan sophia. Philo berarti cinta, sementara sophia berarti kearifan atau kebijaksanaan. Jadi, dapat diketahui bahwa filsafat adalah sebuah keinginan untuk mencapai cita dan cinta dalam kebijaksanaan.

Dalam usaha pencarian tentang pengertian filsafat, banyak ahli yang telah merumuskan dan mendefinisikan pengertian filsafat. Dikarenakan perbedaan latar belakang dan sudut pandang dari tiap ahli filsuf, maka lahirlah rumusan tentang pengertian filsafat yang berbeda pula.

Namun, dari sekian banyaknya pengertian filsafat, dapat kita bedakan pengertian filsafat berdasarkan hal-hal berikut, antara lain:

  • Filsafat sebagai Suatu Sikap dan Pandangan Hidup

Secara harfiah, pandangan hidup diartikan sebagai jalan hidup yang tempuh seseorang untuk mencapai tujuannya. Jadi, dalam aspek ini filsafat dipandang sebagai pedoman dalam menyikapi hal tertentu dalam hidup.

  • Filsafat sebagai Suatu Metode

Filsafat dijadikan sebagai acuan cara bertindak menurut sistem tertentu dengan memperhatikan unsur-unsur dibelakang objek formal yang menjadi pusat pemikirannya.

  • Filsafat sebagai Suatu Kumpulan Persoalan

Selain sebagai acuan dalam memecahkan masalah pribadi para filsuf, namun filsafat juga masih belum mampu memecahkan banyaknya persoalan kehidupan manusia yang sampai saat ini belum terungkap. Sebagai contoh tentang keadaan ruh manusia, berada dimanakah ruh manusia yang telah meninggal setelah jasad dikuburkan.

  • Filsafat sebagai Suatu Sistem Pemikiran

Dalam sejarah perkembangannya, filsafat tidak bisa lepas dari para ahli filsuf yang menjadikan filsafat sebagai bahan dan sistem pemikiran, seperti Socrates, Thales, Anaximanes, Plato, Aristoteles, dan Anoximandros.

  • Filsafat sebagai Suatu Usaha untuk Memperoleh Pandangan secara Menyeluruh

Dalam prakteknya, filsafat berusaha menggabungkan berbagai kesimpulan dari berbagai cabang ilmu serta peristiwa-peristiwa yang manusia alami menjadi sebuah pandangan secara menyeluruh.

  • Filsafat sebagai Suatu Analisis Logis

Berbicara tentang filsafat berarti juga berbicara tentang analisis terhadap bahasa dan penjelasan makna-makna yang terkandung dalam kata dan pengertian filsafat itu sendiri dengan tujuan menghilangkan kekaburan-kekaburan makna dari sutau peristiwa tertentu.

Teori Filsafat

Dalam mempelajari ilmu filsafat, tentunya kita harus berkiblat pada pemikiran para filsuf. Berikut ini beberapa tokoh sentral ahli filsuf termahsyur dunia, antara lain yaitu:

  • Thales

Hidup di abad ke 6 sebelum masehi, Thales dan Miletos merupakan orang yang mendapat gelar filsuf pertama di dunia. Thales berpendapat bahwa arkhe (asas atau prinsip) dari alam semesta yang ditempati manusia ini adalah air.

Semuanya berasal dari air dan keakan kembali menjadi air (K. Bertens, 1975:26). Thales mengungkapkan pendapatnya tersebut dikarenakan semua bahan makanan makhluk hidup beserta benihnya memuat zat lembab.

  • Phytagoras

Phytagoras yang juga seorang matematikawan, merupakan filsuf pertama yang menggunakan kata philosophia. Phytagoras berpendapat bahwa bilangan adalah segalanya, dimana bilangan tersebut terdiri dari bilangan genap dan ganjil, bilangan terbatas dan tak terbatas.

Menurutnya, ‘apabila bilangan mengatur alam semesta, maka bilangan adalah kuasa yang diberikan kepada kita guna mendapat mahkota, untuk itu kita menguasai bilangan’.

  • Herakleitos

Menurut Herakleitos, perubahan adalah satu-satunya kemantapan. It rest by changing (K. Bensten, 1975:42). Salah satu ungkapan yang terkenal dari Herakleitos adalah panta rhei kai uden menei, semua mengalir dan tidak ada yang menetap atau tinggal.

  • Paramenides

Paramenides merupakan tokoh filsuf yang menolak segala bentuk gerakan dan perubahan di alam semesta ini. Realitas adalah sebuah keseluruhan yang menyatu dan statis. Menurutnya, jalan kebenaran bersandar hanya pada satu keyakinan: yang ada itu ada, itulah kebenaran.

  • Socrates

Dalam kajiannya tentang filsafat, Socrates lebih memfokuskan pemikiran dan pemahamannya kepada manusia. Yaitu tingkah laku manusia dalam kesehariannya.

Dalam teorinya, Socrates berusaha menjawab beberapa pertanyaan, antara lain seperti apa itu hidup yang baik, kebaikan apa yang bisa membuat manusia bahagia, dan norma apa yang bisa menjadi parameter baik buruknya suatu perbuatan.

  • Plato

Salah satu pemikiran Plato yang paling penting dan terkenal adalah teorinya tentang filsafat idealisme Plato. Menurutnya, manusia adalah makhluk ganda dan memiliki tubuh yang tidak dapat dipisahkan dengan indera serta tunduk terhadap takdir.

  • Aristoteles

Sejak munculnya Aristoteles sebagai seorang filsuf, pemikiran-pemikiran filsafat menjadi lebih tersusun secara sistematis, yang mana dapat dikelompokkan menjadi 8 bagian, yaitu logika, filsafat alam, psikologi, biologi, matematika, etika, politik dan ekonomi, retorika dan poetika.

  • Ibn Sina

Ibn Sina bersikukuh bahwa satu-satunya bentuk pengetahuan yang bernilai adalah ide-ide abstrak yang berasal dari pemikiran-pemikiran cerdas yang aktif. Sedangkan penyesuaian antara ide-ide abstrak dengan realitas hanyalah sebuah kebetulan belaka.

  • Al Kindi

Menurut Al Kindi, ilmu pengaetahuan terbagi menjadi 2, yaitu pengetahuan yang diperoleh langsung oleh Nabi dari Tuhan (devine science), dan pengetahuan yang didasarkan atas pemikiran manusia (human science).

Mazhab Filsafat

Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), mazhab adalah haluan atau aliran mengenai hukum fikih yang menjadi ikutan umat Islam.

Namun, di ilmu filsafat ada 7 mazhab yang muncul sebagai akibat dari pemikiran-pemikiran para filsuf, antara lain sebagai berikut:

  • Rasionalisme

Mazhab rasionalisme adalah aliran filsafat yang beranggapan bahwa otoritas rasio (akal) merupakan sumber dari segala pengetahuan yang saat ini ada, dan pengalaman hanya digunakan untuk memperkuat pengetahuan yang didapatkan dari akal.

  • Empirisme

Mazhab empirisme merupakan kebalikan dari mazhab rasionalisme, yang berpendapat bahwa pengalaman merupakan sumber utama dari sebuah pengetahuan, baik pengalaman lahir maupun batin.

  • Idealisme

Idealisme merupakan salah satu aliran filsafat yang beranggapan bahwa seluruh realitas bersifat spiritual/psikis, dan menganggap materi yang sifatnya fisik tidak ada.

  • Positivisme

Mazhab positivisme berpendirian bahwa ilmu alam merupakan satu-satunya sumber atau pangkal dari pengetahuan yang benar dan segala sesuatu yang berkenaan dengan metafisik ditolak. Semua didasarkan pada data empiris, sehingga tidak ada yang namanya spekulasi.

  • Pragmatisme

Mazhab pragmatisme merupakan aliran filsafat yang mengajarkan bahwa sesuatu dianggap benar jika hal tersebut memiliki manfaat di kehidupan nyata. Pedoman dari mazhab ini adalah logika pengamatan. Oleh karena itu kebenaran yang dimaksud sifatnya relatif tidak mutlak.

  • Fenomenologi

Mazhab fenomenologi merupakan aliran yang di dalamnya membicarakan tentang sebuah fenomena, atau segala sesuatu yang muncul di masyarakat. Namun fenomena ini sifatnya tidak nyata atau semu.

  • Eksistensialisme

Mazhab ini menjelaskan tentang cara bagaimana manusia bisa berada (exist) di dunia ini. Hal ini berbeda dengan keberadaan benda-benda, dimana benda ada tanpa adanya keterhubungan benda satu dengan yang lainnya.

Sedangkan manusia bisa berada di dunia ini karena adanya hubungan (keterkaitan) dengan sesama manusia serta benda-benda sekitar.

Cabang Filsafat

Dalam perkembangannya, cabang-cabang filsafat dapat dibagi menjadi empat, antara lain sebagai berikut:

  • Logika

Logika merupakan salah satu cabang filsafat yang digunakan untuk mengkaji dan menganalisis benar atau tidaknya suatu pemikiran. Dalam penerapannya, diharapkan seseorang dapat menilai sesuatu dengan pemikiran atau nalar yang lurus dan tepat sehingga bisa mendapatkan kesimpulan yang tepat sehingga kita mampu membedakan mana argumen yang baik dan tidak baik.

  • Metafisika

Dalam cabang filsafat metafisika, hal yang akan dikaji adalah hakikat atau makna dari sesuatu yang ada dan nampak (kasat mata). Dengan mempelajari metafisika, seseorang akan mampu mengenali Tuhannya dengan baik.

Jika dikaitkan dengan pendidikan, maka yang dibahas dalam metafisika ilmu pendidikan adalah tentang hakikat substansi dan pola organisasi ilmu pendidikan. 

  • Epistemologi

Epistemologi merupakan salah satu cabang filsafat yang menjelaskan tentang terciptanya sebuah pengetahuan, baik dari mana pengetahuan itu berasal, batas-batas dan sifat-sifat pengetahuan, serta metode dan kesahihan pengetahuan. 

Sehingga dengan mempelajari epistemologi diharapkan seseorang dapat mengetahui kebenaran dari suatu ilmu dengan meninjau dari substansi ilmu itu sendiri.

  • Aksiologi

Dalam kajiannya, aksiologi menjelaskan tentang arti nilai atau moral sekaligus kegunaan dari sebuah pengetahuan bagi kehidupan manusia.

Di sini aksiologi memiliki peran sebagai pembimbing sekaligus pelindung bagi manusia, karena aksiologi secara tidak langsung telah mengajarkan nilai-nilai yang ada di kehidupan manusia.

Dalam realitanya, teori-teori dari aksiologi hampir sama dengan agama, yaitu sama-sama sebagai pedoman hidup manusia.

The post Filsafat: Pengertian – Teori dan Cabang Keilmuannya appeared first on HaloEdukasi.com.

]]>
5 Manfaat Belajar Filsafat yang Jarang diketahui https://haloedukasi.com/manfaat-belajar-filsafat Tue, 09 Jun 2020 03:01:52 +0000 https://haloedukasi.com/?p=7215 Filsafat merupakan sebuah studi ilmu yang mempelajari tentang fenomena yang ada dalam kehidupan dan pemikiran manusia secara kritis dan skeptis dengan mendalami sebab-sebab terdalam, lalu dijabarkan secara teoritis dan mendasar. Filsafat dibagi menjadi dua dasar pengertian yaitu pengertian etimologis dan pengertian terminologis. Secara etimologis, istilah filsafat berasal dari bahasa Arab, yaitu falsafah atau juga dari […]

The post 5 Manfaat Belajar Filsafat yang Jarang diketahui appeared first on HaloEdukasi.com.

]]>
Filsafat merupakan sebuah studi ilmu yang mempelajari tentang fenomena yang ada dalam kehidupan dan pemikiran manusia secara kritis dan skeptis dengan mendalami sebab-sebab terdalam, lalu dijabarkan secara teoritis dan mendasar.

Filsafat dibagi menjadi dua dasar pengertian yaitu pengertian etimologis dan pengertian terminologis.

Secara etimologis, istilah filsafat berasal dari bahasa Arab, yaitu falsafah atau juga dari bahasa Yunani yaitu philosophia yang terdiri dari kata philien yang berarti cinta dan sophia yang berarti kebijaksanaan.

Jadi bisa kita artikan bahwa filsafat berarti cinta akan kebijaksanaan atau love of wisdom dalam arti yang sedalam-dalamnya.

Oleh karena itu, banyak dari penulis cenderung mendefinisikan filsafat adalah ilmu pengetahuan yang menyangkut atau mengenai segala sesuatu dengan cara memandang sebab-sebab atau asal-usul terdalam.

Berikut hal-hal yang menjadi manfaat dengan belajar filsafat:

1. Manfaat dengan Pendekatan Historis dengan Variasinya

Manfaat ini dipandang sangat baik bagi pemula karena pembaca akan dituntun untuk mengenal pemikiran para filsuf terdahulu.

Selain itu pembaca akan tahu latar belakang secara kronologis terhadap sebuah pemikiran.

2. Manfaat dengan Pendekatan Metodologis

Manfaat ini dianggap penting karena apabila ingin memahami filsafat dengan cara berfilsafat pula.

Dengan adanya manfaat ini, beragam manfaat berfilsafat ditimbang-timbang, kemudian kalau ditemukan manfaat yang terbaik kemudian dipilih sebagai manfaat.

3. Manfaat dengan Pendekatan Analitis dengan Beragam Variasinya

Manfaat ini memandang bahwa tugas utama pengantar filsafat adalah menjelaskan unsur-unsur filsafat.

Dalam hal ini, filsafat dijelaskan secara sistematis dan diterangkan segamblang-gamblangnya agar mudah dipahami.

4. Manfaat dengan Pendekatan Eksistensial

Manfaat ini memandang bahwa untuk menjelaskan filsafat ialah dengan memperkenalkan jalan-hidup filosofis tanpa terbelenggu dengan sistematikanya.

Dalam pemanfaatan ini, tema-tema pokok filsafat didalami agar pembaca dengan sendirinya memahami gambaran tentang filsafat.

5. Manfaat dengan Pendekatan terpadu

Manfaat ini mensintesis berbagai pendekatan sekaligus yang terpadu dalam satu buku filsuf saja.

Pada dasarnya manfaat yang disebutkan di atas memiliki keunggulan dan kelemahannya masing-masing.

Tergantung manfaat mana yang dianggap lebih tepat, cocok dan sesuai dengan pembaca.

Sekiranya tidak cocok dari kelima hal demikian, maka selanjutnya pembaca bisa belajar langsung pada yang ahli. Baru kemudian mengenali sekiranya mana manfaat yang tepat guna.

Setelah belajar filsafat, pikiran akan lebih terbuka. Siapa pun bisa memahami satu sama lain di antara kehidupan kita ini.

Perbedaan yang terjadi dalam filsafat itu bukan sebuah masalah, jadi tak khayal apabila orang-orang yang belajar filsafat dengan baik cenderung tidak gegabah dalam bertindak.

Dan apabila setiap orang dapat memahami filsafat, kekerasan dalam hal keyakinan dan ideologi tidak akan lagi menjadi permasalahan yang picik di dunia ini.

The post 5 Manfaat Belajar Filsafat yang Jarang diketahui appeared first on HaloEdukasi.com.

]]>