hukum pidana - HaloEdukasi.com https://haloedukasi.com/sub/hukum-pidana Fri, 28 Jul 2023 04:16:26 +0000 id-ID hourly 1 https://wordpress.org/?v=6.6.2 https://haloedukasi.com/wp-content/uploads/2019/11/halo-edukasi.ico hukum pidana - HaloEdukasi.com https://haloedukasi.com/sub/hukum-pidana 32 32 5 Asas Hukum Pidana Khusus yang Tercantum dalam KUHP https://haloedukasi.com/asas-hukum-pidana-khusus Fri, 28 Jul 2023 04:15:38 +0000 https://haloedukasi.com/?p=44576 Asas adalah prinsip atau aturan dasar yang menjadi landasan atau fondasi dalam suatu bidang, sistem, hukum, atau filosofi tertentu. Sedangkan menurut KBBI, asas adalah prinsip dasar, pedoman, atau norma-norma yang menjadi landasan dalam suatu bidang, sistem, hukum, atau filsafat tertentu. Asas membantu memandu atau mengarahkan bagaimana sesuatu harus berfungsi atau beroperasi, memberikan arahan atau panduan […]

The post 5 Asas Hukum Pidana Khusus yang Tercantum dalam KUHP appeared first on HaloEdukasi.com.

]]>
Asas adalah prinsip atau aturan dasar yang menjadi landasan atau fondasi dalam suatu bidang, sistem, hukum, atau filosofi tertentu. Sedangkan menurut KBBI, asas adalah prinsip dasar, pedoman, atau norma-norma yang menjadi landasan dalam suatu bidang, sistem, hukum, atau filsafat tertentu.

Asas membantu memandu atau mengarahkan bagaimana sesuatu harus berfungsi atau beroperasi, memberikan arahan atau panduan yang mendasari tindakan atau keputusan. Asas-asas tersebut sangat penting dalam memastikan bahwa suatu sistem atau bidang berjalan dengan prinsip yang adil, beretika, dan konsisten.

Selain itu, juga dapat membantu menghindari ketidakpastian dan memberikan kerangka kerja yang jelas bagi tindakan dan keputusan. Sedangkan KUHP merupakan singkatan dari Kitab Undang-Undang Hukum Pidana.

Pengertian KUHP

KUHP merupakan salah satu kitab hukum yang mengatur tentang hukum pidana di Indonesia. Kitab tersebut berisi berbagai ketentuan mengenai tindak pidana, sanksi pidana, tanggung jawab pidana, dan prosedur peradilan pidana.

KUHP mengatur berbagai tindak pidana yang meliputi kejahatan terhadap keamanan negara, kejahatan terhadap kemerdekaan, kejahatan terhadap ketertiban umum, kejahatan terhadap keamanan publik, kejahatan terhadap kehidupan orang, kejahatan terhadap kebebasan orang, kejahatan terhadap kehormatan, kejahatan terhadap harta benda, dan banyak lagi.

Selain itu, KUHP juga mengatur tentang sanksi pidana yang dapat diberikan kepada pelaku tindak pidana, baik berupa hukuman penjara, denda, atau hukuman lainnya sesuai dengan tingkat kejahatan yang dilakukan dan juga mengatur tentang asas-asas hukum pidana yang berlaku dalam sistem peradilan pidana di Indonesia.

KUHP merupakan salah satu undang-undang yang sangat penting dan berperan sentral dalam penegakan hukum dan peradilan pidana di Indonesia serta terus mengalami perubahan dan penyempurnaan untuk tetap relevan dan sesuai dengan perkembangan masyarakat dan kebutuhan hukum.

Dalam KUHP di Indonesia, terdapat beberapa asas hukum pidana khusus yang mengatur berbagai jenis kejahatan tertentu.

Berikut asas hukum pidana khusus yang tercantum dalam KUHP.

1. Asas Khusus Kekerasan Seksual

Asas khusus kekerasan seksual memberikan perlindungan khusus terhadap korban kejahatan seksual, seperti pemerkosaan (Pasal 285-294 KUHP) dan pencabulan (Pasal 289-294 KUHP). Asas khusus kekerasan seksual merupakan prinsip-prinsip hukum yang berkaitan dengan tindak kekerasan seksual dalam sistem peradilan pidana.

Prinsip-prinsip tersebut membentuk dasar dan panduan bagi penegak hukum dan pengadilan dalam menangani kasus-kasus kekerasan seksual agar proses peradilan berjalan adil dan tepat, serta menegaskan perlunya memberikan perlindungan khusus bagi korban dan memberlakukan hukuman yang tegas terhadap pelaku kejahatan seksual.

Asas-asas khusus kekerasan seksual bertujuan untuk memberikan pedoman dan panduan bagi sistem peradilan pidana dalam menangani kasus kekerasan seksual dengan penuh keadilan, kebijaksanaan, dan kepedulian terhadap korban.

2. Asas Korupsi

Asas korupsi adalah prinsip-prinsip atau panduan moral dan hukum yang bertujuan untuk mencegah, mengidentifikasi, dan memberantas praktik korupsi. Korupsi merupakan tindakan penyalahgunaan kekuasaan atau jabatan oleh pihak-pihak yang berwenang.

Atau pejabat publik untuk keuntungan pribadi atau kelompok tertentu, dengan merugikan kepentingan masyarakat atau negara secara keseluruhan. Contoh dari asas tersebut yaitu adanya perlakuan khusus terhadap tindak pidana korupsi (Pasal 2-10 Undang-Undang Tindak Pidana Korupsi).

Asas korupsi juga menekankan pada penanganan kasus korupsi dengan ketentuan hukuman yang lebih berat dan pemberian sanksi tambahan, seperti pidana denda dan pencabutan hak politik. Dengan mengedepankan asas-asas korupsi tersebut, diharapkan upaya pencegahan dan pemberantasan korupsi dapat lebih efektif, dan negara dapat mencapai tata pemerintahan yang bersih dan berintegritas.

3. Asas Terorisme

Asas terorisme merupakan prinsip-prinsip atau karakteristik umum yang terkait dengan tindakan terorisme. Karena terorisme merupakan tindakan kekerasan yang dilakukan oleh individu atau kelompok dengan tujuan menciptakan ketakutan dan mencapai tujuan-tujuan politik, ideologis, atau agama tertentu.

Contohnya yaitu adanya peraturan khusus mengenai tindak pidana terorisme (Pasal 14-26 Undang-Undang Terorisme). Asas tersebut menetapkan hukuman yang sangat berat bagi pelaku tindak pidana terorisme dan memberikan kewenangan ekstra bagi penegak hukum untuk mencegah dan menangani kasus terorisme.

Dalam upaya melawan terorisme, pemerintah dan masyarakat internasional bekerja sama untuk mengenali, mencegah, dan menindak pelaku terorisme serta mendukung program-program deradikalisasi dan pencegahan untuk mengatasi akar permasalahan yang menyebabkan ekstremisme dan radikalisme.

4. Asas Narkotika

Asas narkotika merupakan prinsip-prinsip dan panduan hukum yang berkaitan dengan pengendalian, peredaran, dan penggunaan narkotika. Narkotika merupakan sejenis zat atau obat-obatan yang dapat menyebabkan ketergantungan fisik dan psikologis pada penggunanya. Serta berpotensi menimbulkan efek samping yang berbahaya bagi kesehatan dan masyarakat.

Contohnya diberlakukannya perlakuan khusus terhadap tindak pidana narkotika (Pasal 111-127 KUHP). Asas narkotika menetapkan hukuman berat bagi pelaku tindak pidana narkotika dan mengatur tentang rehabilitasi dan perawatan bagi pengguna narkotika.

Asas narkotika tersebut membentuk kerangka kerja bagi pemerintah dan lembaga terkait untuk mengembangkan kebijakan yang efektif dalam pencegahan, pengendalian, dan penanganan narkotika, serta melindungi masyarakat dari bahaya penyalahgunaan narkotika dan dampak negatif yang mungkin timbul akibatnya.

5. Asas Perlindungan Anak

Asas perlindungan anak menekankan prinsip-prinsip dan panduan hukum yang bertujuan untuk melindungi hak-hak dan kesejahteraan anak. Karena Anak-anak merupakan individu yang berada bawah usia 18 tahun, dan sebagai kelompok yang rentan, mereka memiliki hak-hak khusus yang perlu diakui dan dihormati.

Contoh perlakuan khusus terhadap tindak pidana yang melibatkan anak di bawah umur terdapat pada Pasal 80-98 KUHP. Asas perlindungan anak menetapkan bahwa anak di bawah umur tidak dapat dihukum dengan hukuman pidana yang sama.

Contohnya eperti orang dewasa dan harus diberikan perlindungan khusus dan pendekatan pemasyarakatan yang sesuai. Asas perlindungan anak menjadi dasar untuk mengembangkan kebijakan, program, dan regulasi yang mendorong perlindungan dan kesejahteraan anak.

Hal itu penting untuk memastikan bahwa hak-hak anak dihormati dan dipenuhi, sehingga anak-anak dapat tumbuh dan berkembang dalam lingkungan yang aman, mendukung, dan memungkinkan mereka untuk mencapai potensinya .

Asas-asas hukum pidana khusus tersebut merupakan contoh umum dan tidak mencakup semua jenis kejahatan yang diatur dalam KUHP. Setiap jenis kejahatan bisa memiliki perlakuan hukum khusus yang berbeda berdasarkan karakteristik dan dampaknya.

Perlu diperhatikan kepada penegak hukum, ahli hukum, dan masyarakat umum untuk memahami asas-asas tersebut agar penegakan hukum berjalan dengan adil dan efektif.

The post 5 Asas Hukum Pidana Khusus yang Tercantum dalam KUHP appeared first on HaloEdukasi.com.

]]>
10 Macam Delik dalam Hukum Pidana dan Contoh Kasusnya https://haloedukasi.com/macam-delik-dalam-hukum-pidana Fri, 21 Jul 2023 05:01:23 +0000 https://haloedukasi.com/?p=44554 Delik merujuk pada pelanggaran hukum yang termasuk dalam hukum perdata. Secara umum, delik adalah tindakan melawan hukum yang menyebabkan kerugian atau kerugian kepada orang lain atau harta benda orang lain. Dalam konteks hukum perdata, delik dapat berupa pelanggaran terhadap hak-hak pribadi, seperti pencemaran nama baik, pencemaran lingkungan, atau perbuatan melawan hukum yang menyebabkan kerugian materil […]

The post 10 Macam Delik dalam Hukum Pidana dan Contoh Kasusnya appeared first on HaloEdukasi.com.

]]>
Delik merujuk pada pelanggaran hukum yang termasuk dalam hukum perdata. Secara umum, delik adalah tindakan melawan hukum yang menyebabkan kerugian atau kerugian kepada orang lain atau harta benda orang lain.

Dalam konteks hukum perdata, delik dapat berupa pelanggaran terhadap hak-hak pribadi, seperti pencemaran nama baik, pencemaran lingkungan, atau perbuatan melawan hukum yang menyebabkan kerugian materil atau non-materiil kepada orang lain.

Perbuatan delik dapat mencakup tindakan yang melanggar hak-hak kontraktual, seperti pelanggaran kontrak atau wanprestasi. Delik juga dapat mencakup perbuatan yang melanggar kewajiban perdata umum, seperti penganiayaan, pencurian, atau perbuatan yang melanggar tata tertib umum.

Dalam kasus delik, korban yang menderita kerugian memiliki hak untuk menuntut ganti rugi dari pelaku delik tersebut. Tujuan dari tuntutan delik yaitu untuk memperoleh pemulihan atau kompensasi atas kerugian yang diderita oleh korban.

Hal tersebut sebagai akibat dari tindakan melawan hukum yang dilakukan oleh pelaku delik. Istilah delik lebih umum digunakan dalam hukum perdata daripada dalam hukum pidana. Dalam hukum pidana, istilah yang lebih tepat adalah tindak pidana atau kejahatan.

Dalam hukum pidana, terdapat berbagai macam delik yang dapat diklasifikasikan berdasarkan karakteristik dan jenis pelanggarannya.

Berikut adalah beberapa macam delik yang umum dalam hukum pidana.

1. Pembunuhan (Pasal 338 KUHP)

Delik pembunuhan merupakan istilah hukum yang merujuk pada tindakan atau perbuatan seseorang yang menyebabkan kematian orang lain dengan sengaja. Delik pembunuhan sering kali disebut sebagai pembunuhan atau membunuh dengan sengaja dalam beberapa sistem hukum.

Pembunuhan biasanya dibedakan berdasarkan tingkat kesengajaan atau niat pelakunya, dan berbagai yurisdiksi hukum dapat mengenakan hukuman yang berbeda untuk setiap tingkat kesengajaan.

Beberapa bentuk pembunuhan yang umum diakui dalam hukum adalah sebagai berikut.

  • Pembunuhan dengan maksud (murder).

Ketika seseorang dengan sengaja dan premiditasi membunuh orang lain. Ini adalah bentuk pembunuhan yang paling serius dan biasanya dikenakan hukuman yang lebih berat.

  • Pembunuhan dengan akal sehat (manslaughter).

Seseorang membunuh orang lain tanpa maksud atau niat untuk membunuh, tetapi tindakannya masih dianggap tidak wajar atau tidak bertanggung jawab. Pembunuhan dengan akal sehat seringkali terjadi karena tindakan sembrono atau ceroboh yang mengakibatkan kematian orang lain.

  • Pembunuhan tak sengaja (negligent homicide).

Ketika seseorang menyebabkan kematian orang lain karena kealpaannya atau kelalaiannya. Pembunuhan tak sengaja umumnya terjadi ketika seseorang gagal melakukan kewajiban atau tanggung jawabnya dengan benar dan mengakibatkan kematian orang lain.

2. Pencurian (Pasal 362 KUHP)

Delik pencurian merupakan tindakan melanggar hukum di mana seseorang mengambil atau mengambil alih milik orang lain tanpa izin atau tanpa hak sah untuk melakukannya. Pencurian dianggap sebagai salah satu kejahatan terhadap properti atau harta benda. Untuk dikategorikan sebagai pencurian, tindakan tersebut harus memenuhi kriteria-kriteria tertentu yaitu sebagai berikut.

  • Pengambilan. Tindakan mengambil barang atau harta milik orang lain. Pengambilan ini bisa bersifat fisik (mengambil langsung dari tempatnya) atau tidak fisik (contohnya, merampas barang dari tangan seseorang).
  • Milik orang lain. Barang yang diambil harus menjadi milik sah orang lain, bukan milik pelaku tindakan pencurian tersebut.
  • Tanpa izin atau hak sah. Tindakan pencurian ini harus dilakukan tanpa izin atau hak sah dari pemilik barang yang diambil.

Sistem hukum di berbagai negara dan yurisdiksi memiliki definisi dan hukuman yang berbeda untuk pencurian, tergantung pada tingkat keparahan dan konteks dari kasus tersebut. Hukuman untuk pencurian juga dapat bervariasi berdasarkan nilai barang yang dicuri, kekerasan yang digunakan selama pencurian, dan riwayat kriminal pelaku.

Pencurian merupakan salah satu delik yang sering dianggap serius dalam sistem hukum karena melibatkan pelanggaran terhadap hak milik orang lain dan mengganggu ketertiban sosial.

3. Pemerkosaan (Pasal 285 KUHP)

Delik pemerkosaan merupakan tindakan melanggar hukum yang mencakup tindakan seksual yang dipaksakan terhadap seseorang tanpa persetujuan atau izin dari korban. Pemerkosaan dianggap sebagai kejahatan seksual serius dan merupakan bentuk kekerasan seksual yang sangat merugikan dan traumatis bagi korban. Beberapa poin kunci dari delik pemerkosaan adalah sebagai berikut.

  • Ketidaksetujuan.

Tindakan pemerkosaan terjadi ketika tindakan seksual dilakukan tanpa persetujuan yang jelas dan tegas dari korban. Persetujuan harus bersifat sukarela dan dapat dicabut kapan saja. Jika seseorang terpaksa atau dipaksa untuk berhubungan seksual, itu dianggap pemerkosaan.

  • Tanpa hak sah.

Pemerkosaan terjadi ketika tindakan seksual dilakukan tanpa hak sah dari korban. Ini berarti bahwa pelaku tidak memiliki hak untuk melakukan tindakan tersebut terhadap korban, terlepas dari hubungan antara mereka (misalnya, apakah mereka adalah pasangan, teman, atau orang asing).

  • Kekerasan atau ancaman.

Pemerkosaan dapat melibatkan penggunaan kekerasan fisik atau ancaman serius untuk memaksa korban memberikan persetujuan, atau pemerkosaan dapat terjadi ketika korban berada dalam keadaan di mana tidak dapat memberikan persetujuan yang sah (seperti dalam kasus ketika korban tidak sadar atau tidak mampu memberikan persetujuan karena alkohol atau obat-obatan).

Pemerkosaan merupakan kejahatan yang sangat serius dan dihukum berat dalam berbagai yurisdiksi hukum. Hukuman untuk pemerkosaan dapat bervariasi tergantung pada hukum setempat dan faktor-faktor lain, termasuk kekerasan yang digunakan selama tindakan pemerkosaan dan apakah pelaku memiliki catatan kriminal sebelumnya.

Selain itu, banyak negara dan yurisdiksi telah berupaya untuk meningkatkan kesadaran tentang pentingnya mendukung korban pemerkosaan dan memberlakukan undang-undang yang melindungi mereka serta menghukum para pelaku.

4. Perampokan (Pasal 365 KUHP)

Delik perampokan adalah kejahatan yang melibatkan penggunaan kekerasan, ancaman, atau paksaan terhadap seseorang dengan tujuan merampas atau mencuri harta benda atau properti milik korban. Perampokan sering kali menjadi kejahatan yang serius dan sangat mengancam keselamatan dan keamanan masyarakat.

Beberapa contoh dari delik perampokan adalah sebagai berikut.

  • Penggunaan kekerasan atau ancaman. Perampokan sering melibatkan penggunaan kekerasan fisik atau ancaman serius terhadap korban agar mereka menyerahkan harta benda atau properti mereka.
  • Niat untuk merampas. Pelaku perampokan memiliki niat yang jelas untuk mencuri atau merampas harta benda korban.
  • Tindakan melawan kehendak korban. Perampokan terjadi ketika tindakan dilakukan terhadap kehendak korban, dan korban seringkali tidak memiliki pilihan selain menyerahkan harta benda mereka karena takut untuk keamanan diri atau nyawa mereka.

Perampokan dianggap sebagai kejahatan serius di banyak yurisdiksi hukum dan dikenakan hukuman yang berat. Hukuman untuk perampokan bervariasi tergantung pada berbagai faktor, termasuk tingkat kekerasan yang digunakan, keadaan korban, dan sejarah kriminal pelaku.

Peningkatan hukuman juga mungkin diterapkan jika senjata digunakan selama perampokan. Perampokan menciptakan rasa takut dan ketidakamanan di masyarakat, dan banyak negara memiliki hukum ketat untuk mencegah dan mengatasi kejahatan tersebut.

Selain itu, penguatan sistem keamanan dan kerjasama antara masyarakat, penegak hukum, dan pihak berwenang lainnya juga diperlukan untuk mencegah dan mengatasi ancaman perampokan serta kejahatan serupa lainnya.

5. Penipuan (Pasal 378 KUHP)

Delik penipuan merupakan tindakan melanggar hukum di mana seseorang dengan sengaja menipu atau menyajikan informasi palsu atau menyesatkan kepada orang lain dengan tujuan untuk memperoleh keuntungan atau merugikan orang tersebut.

Dalam hukum pidana, penipuan seringkali dianggap sebagai kejahatan terhadap kepercayaan dan integritas sistem keuangan, perdagangan, atau hukum. Untuk dikategorikan sebagai delik penipuan, tindakan tersebut harus memenuhi beberapa elemen kunci, adalah sebagai berikut.

  • Niat. Pelaku harus memiliki niat untuk menipu atau mengelabui orang lain, dengan tujuan mendapatkan keuntungan pribadi atau merugikan orang lain.
  • Penggunaan informasi palsu. Pelaku menggunakan informasi palsu, menyesatkan, atau tidak akurat untuk mencapai tujuan penipuannya.
  • Kesengajaan. Pelaku dengan sengaja menipu, dengan mengetahui bahwa informasi yang diberikan atau tindakan yang diambil adalah tidak benar atau menyesatkan.
  • Kerugian atau keuntungan. Tindakan penipuan mengakibatkan kerugian bagi korban atau memberikan keuntungan yang tidak sah bagi pelaku.

Contoh-contoh tindakan yang dapat dianggap sebagai delik penipuan meliputi penipuan yaitu keuangan, penipuan asuransi, penipuan identitas, penipuan kartu kredit, penipuan dalam penjualan atau bisnis, penipuan dalam investasi, penipuan melalui surat elektronik atau telepon (phishing), dan penipuan online atau internet.

Hukuman untuk delik penipuan bervariasi tergantung pada yurisdiksi hukum dan besarnya kerugian yang diakibatkan. Hukuman dapat mencakup pidana penjara, denda, pemulihan kerugian, atau kombinasi dari beberapa hukuman tersebut.

Tujuan penerapan hukuman adalah untuk memberikan sanksi kepada pelaku penipuan, mencegah tindakan penipuan di masa mendatang, dan menjaga kepercayaan dalam sistem keuangan dan sosial.

6. Penganiayaan (Pasal 351 KUHP)

Delik penganiayaan yaitu tindakan yang melanggar hukum di mana seseorang dengan sengaja melakukan kekerasan fisik atau tindakan yang merugikan secara fisik terhadap orang lain. Tindakan penganiayaan dapat mencakup pukulan, tendangan, pemukulan, pemukulan dengan benda, atau tindakan lain yang menyebabkan rasa sakit, cedera, atau kerugian fisik pada korban.

Beberapa bukti penting dari delik penganiayaan adalah sebagai berikut.

  • Kesengajaan. Pelaku dengan sengaja melakukan tindakan kekerasan atau tindakan merugikan secara fisik terhadap korban. Artinya, pelaku tahu apa yang mereka lakukan dan menginginkan dampaknya pada korban.
  • Kekerasan fisik. Tindakan penganiayaan melibatkan penggunaan kekerasan fisik atau ancaman serius terhadap integritas fisik korban.
  • Tidakan tanpa izin. Tindakan penganiayaan dilakukan tanpa izin atau hak sah dari korban, dan pelaku tidak memiliki hak atau otoritas untuk melakukan tindakan tersebut.

Penganiayaan dapat terjadi dalam berbagai konteks, termasuk dalam hubungan pribadi, tempat kerja, lingkungan sekolah, atau di tempat umum. Tindakan penganiayaan dapat menyebabkan cedera ringan, sedang, atau bahkan cedera serius, tergantung pada tingkat kekerasan yang digunakan oleh pelaku.

7. Pencabulan (Pasal 285-294 KUHP)

Delik pencabulan adalah tindakan melanggar hukum di mana seseorang melakukan tindakan seksual terhadap seseorang yang tidak dapat memberikan persetujuan yang sah atau tidak memberikan persetujuan secara sukarela.

Tindakan pencabulan melibatkan pemaksaan, penyalahgunaan kekuasaan, atau penipuan untuk melakukan tindakan seksual terhadap korbannya. Pencabulan mencakup berbagai bentuk perilaku seksual yang tidak sah, seperti pemerkosaan, hubungan seksual yang dipaksa, tau tindakan seksual lainnya terhadap anak di bawah usia dewasa.

Atau terhadap seseorang yang tidak memiliki kemampuan untuk memberikan persetujuan karena kurangnya kesadaran, keadaan mental, atau kondisi fisik. Tindakan pencabulan merupakan kejahatan serius dan dapat menyebabkan dampak fisik, emosional, dan psikologis yang berat bagi korban.

Tindakan tersebut melanggar hak asasi manusia dan merupakan bentuk eksploitasi seksual yang merugikan dan merusak martabat dan kesejahteraan korban. Hukuman untuk pencabulan biasanya mencakup pidana penjara yang berat dan tindakan rehabilitasi sebagai upaya untuk mencegah tindakan serupa di masa mendatang dan melindungi masyarakat dari kejahatan seksual.

Selain itu, masyarakat harus berperan dalam meningkatkan kesadaran tentang pentingnya melindungi anak-anak dan orang yang rentan dari eksploitasi seksual dan memberikan dukungan kepada korban untuk pemulihan dan keadilan.

Pencegahan dan penanganan kasus pencabulan melibatkan pendidikan dan kesadaran tentang pentingnya menghormati hak asasi manusia dan kebebasan individu, serta mempromosikan pengertian tentang persetujuan yang sah dalam hubungan seksual.

Penegakan hukum yang tegas dan dukungan kepada korban pencabulan dalam proses hukum dan pemulihan juga penting untuk menegakkan keadilan dan mencegah kejahatan seksual.

8. Narkotika (Undang-Undang No. 35 Tahun 2009)

Delik narkotika atau kejahatan narkotika merupakan tindakan yang melanggar hukum yang terkait dengan peredaran, produksi, distribusi, atau penggunaan narkotika yang ilegal. Narkotika adalah jenis obat-obatan atau zat-zat tertentu yang dapat menyebabkan ketergantungan dan memiliki potensi untuk disalahgunakan.

Biasanya, narkotika tergolong dalam kelompok obat-obatan terlarang yang dilarang oleh undang-undang karena berbahaya bagi kesehatan dan keamanan masyarakat. Beberapa contoh narkotika yang umum adalah kokain, heroin, ekstasi, metamfetamin, dan ganja (mariyuana).

Pengertian delik narkotika mencakup beberapa kegiatan melanggar hukum adalah sebagai berikut.

  • Penyelundupan atau peredaran. Tindakan mengimpor, mengekspor, mengedarkan, atau menyelundupkan narkotika tanpa izin resmi dari pihak berwenang.
  • Produksi atau manufaktur. Tindakan memproduksi, mengolah, atau menciptakan narkotika dengan maksud untuk memasoknya ke pasar ilegal.
  • Penyalahgunaan atau pemakaian ilegal. Penggunaan narkotika tanpa izin atau dengan resep palsu, atau menggunakan narkotika secara tidak sah atau di luar pengawasan medis.
  • Pengadaan bahan atau peralatan. Usaha mendapatkan bahan atau peralatan yang digunakan dalam produksi atau manufaktur narkotika.

Tujuan penerapan hukuman delik narkotika adalah :

  • Untuk melindungi masyarakat dari bahaya narkotika dan dampaknya yang merusak
  • Mencegah penyalahgunaan narkotika, dan
  • Mengurangi peredaran narkotika di pasar gelap.

Selain itu, pendekatan kesehatan dan edukasi juga penting untuk meningkatkan kesadaran masyarakat tentang bahaya narkotika dan membantu mereka yang terjerat dalam penggunaan narkotika untuk mendapatkan bantuan dan rehabilitasi yang diperlukan.

9. Tindak Pidana Korupsi (Undang-Undang No. 31 Tahun 1999)

Delik korupsi merujuk pada tindakan melanggar hukum di mana pejabat publik atau pihak swasta yang memiliki kewenangan atau tanggung jawab atas keuangan, kebijakan, atau sumber daya publik menyalahgunakan kekuasaannya untuk memperoleh keuntungan pribadi atau untuk kepentingan pribadi lainnya.

Korupsi melibatkan penyalahgunaan kepercayaan dan pelanggaran terhadap integritas dan etika dalam pelayanan publik atau bisnis. Tindakan korupsi dapat mencakup berbagai bentuk, adalah sebagai berikut,

  • Suap. Pemberian atau penerimaan hadiah, uang, atau hadiah lainnya untuk mempengaruhi keputusan atau tindakan pejabat publik atau pihak swasta guna kepentingan pribadi atau perusahaan.
  • Pemerasan. Memaksa atau mengancam pejabat atau pihak lain untuk mendapatkan keuntungan pribadi atau untuk menghindari sanksi atau tindakan hukum yang seharusnya mereka terima.
  • Nepotisme. Memberikan keuntungan atau kesempatan pekerjaan atau kontrak bisnis kepada keluarga atau teman tanpa mempertimbangkan kualifikasi atau kemampuan yang sesuai.
  • Penyimpangan dana publik. Penyalahgunaan atau penggelapan dana publik untuk kepentingan pribadi atau untuk proyek-proyek yang tidak sah atau tidak bermanfaat.
  • Penyuapan dalam sektor swasta: Pemberian atau penerimaan suap atau hadiah ilegal dalam konteks bisnis atau perusahaan swasta.

Korupsi merugikan masyarakat secara menyeluruh dengan mengganggu pelayanan publik yang efektif, mengurangi kepercayaan terhadap pemerintah atau institusi, menghambat pembangunan ekonomi dan sosial, serta menyebabkan ketidakadilan dan kesenjangan dalam masyarakat.

10. Penganiayaan terhadap Hewan (Pasal 302-310 KUHP)

Delik penganiayaan terhadap hewan merujuk pada tindakan melanggar hukum di mana seseorang dengan sengaja menyebabkan penderitaan, cedera fisik, atau kematian pada hewan tanpa alasan yang sah atau untuk kepuasan atau kesenangan pribadi.

Tindakan tersebut mencakup perlakuan yang kejam, tidak manusiawi, atau penelantaran terhadap hewan yang dapat menyebabkan penderitaan fisik atau psikologis yang tidak perlu. Tindakan penganiayaan terhadap hewan dapat mencakup beberapa bentuk, adalah sebagai berikut.

  • Kekerasan fisik. Melakukan tindakan kekerasan fisik terhadap hewan, seperti pemukulan, penendangan, atau perlakuan kasar lainnya.
  • Penelantaran. Tidak memberikan perawatan atau pemenuhan kebutuhan dasar hewan, seperti makanan, air, tempat tinggal, dan perawatan medis yang diperlukan.
  • Pencabutan hak hidup. Membunuh atau menyakiti hewan secara tidak manusiawi tanpa alasan yang sah, atau dengan cara yang menyebabkan penderitaan yang berlebihan.
  • Perlakuan kejam. Melakukan perlakuan atau tindakan lain yang menyebabkan penderitaan fisik atau psikologis yang tidak perlu pada hewan.

Tindakan penganiayaan terhadap hewan bukan saja menyakiti hewan itu sendiri, tetapi juga mencerminkan kurangnya empati dan rasa tanggung jawab terhadap makhluk hidup lainnya. Banyak negara telah menerapkan undang-undang perlindungan hewan.

Perlindungan tersebut memberikan sanksi bagi pelaku penganiayaan terhadap hewan, termasuk pidana penjara dan denda. Selain itu, upaya untuk meningkatkan kesadaran tentang pentingnya perlindungan hewan dan mendukung kebijakan yang lebih kuat untuk melindungi hak-hak hewan menjadi penting dalam menghentikan perilaku penganiayaan terhadap hewan.

Contoh Kasus Delik yang Terjadi di Indonesia

Berikut adalah beberapa contoh kasus delik yang pernah terjadi di Indonesia.

1. Pencemaran Nama Baik

Seseorang menyebarluaskan informasi yang tidak benar atau fitnah tentang seseorang dengan tujuan merusak reputasinya. Contoh kasus pencemaran nama baik adalah ketika seseorang menyebarkan kabar palsu atau menghina orang lain di media sosial.

2. Pencemaran Lingkungan

Seseorang atau perusahaan melakukan tindakan yang merusak atau mencemarkan lingkungan, seperti pembuangan limbah industri yang tidak terkendali atau penggundulan hutan secara ilegal. Contoh kasus pencemaran lingkungan adalah pembuangan limbah industri ke sungai yang menyebabkan kerusakan ekosistem air dan mengancam kesehatan masyarakat sekitar.

3. Penganiayaan

Melakukan kekerasan fisik atau mengancam kekerasan terhadap orang lain yang menyebabkan luka atau rasa sakit. Contoh kasus penganiayaan adalah pengeroyokan atau pemukulan terhadap seseorang yang mengakibatkan cedera atau luka-luka.

4. Pencurian

Seseorang mengambil atau menguasai harta benda orang lain tanpa izin atau tanpa hak. Contoh kasus pencurian adalah pencurian kendaraan bermotor, pencurian di dalam rumah, atau pencurian dalam bentuk lainnya.

5. Wanprestasi

Perusahaan atau seseorang yang gagal memenuhi kewajiban yang telah disepakati dalam suatu kontrak. Contoh kasus wanprestasi adalah ketika seseorang tidak membayar utang yang telah jatuh tempo atau ketika perusahaan tidak memenuhi kualitas atau jumlah produk yang telah disepakati dalam kontrak.

6. Pemalsuan Dokumen

Ketika oknum membuat, mengubah, atau menggunakan dokumen palsu dengan tujuan menipu orang lain. Contoh kasus pemalsuan dokumen adalah pemalsuan tanda tangan, pemalsuan dokumen identitas, atau pemalsuan surat-surat penting.

7. Penipuan

Seseorang dengan sengaja menipu orang lain dengan menggunakan tipu muslihat, pengelabuan, atau informasi palsu untuk memperoleh keuntungan pribadi atau merugikan orang lain. Contoh kasus penipuan adalah penipuan investasi, penipuan penjualan online, atau penipuan lewat telepon.

8. Pembunuhan

Seseorang dengan sengaja membunuh orang lain. Contoh kasus pembunuhan adalah kasus pembunuhan premeditasi atau pembunuhan akibat perkelahian.

9. Penggelapan

Seseorang yang menyembunyikan, menyimpan, atau menggunakan harta benda orang lain yang seharusnya diserahkan kepada pemiliknya. Contoh kasus penggelapan adalah ketika seseorang menjual barang yang dipercayakan kepadanya tanpa sepengetahuan atau izin pemiliknya.

Perhatian dan penegakan hukum yang tepat diperlukan untuk mencegah dan menangani kejahatan dalam masyarakat serta sistem hukum yang efektif harus berfokus pada keseimbangan antara hukuman dan rehabilitasi.

Selain memberlakukan hukuman, penting untuk menyediakan program rehabilitasi yang tepat agar pelaku dapat memperbaiki perilaku pelaku dan mencegah kejahatan berulang di masa depan.

The post 10 Macam Delik dalam Hukum Pidana dan Contoh Kasusnya appeared first on HaloEdukasi.com.

]]>
Justice Collaborator: Pengertian – Dasar Hukum dan Syaratnya https://haloedukasi.com/justice-collaborator Wed, 04 Jan 2023 08:31:00 +0000 https://haloedukasi.com/?p=40509 Justice collaborator adalah pelaku tindak pidana yang bersedia untuk bekerja sama dengan aparat penegak hukum, dalam upaya membongkar kasus tindak pidana tertentu yang sifatnya terorganisir hingga menimbulkan ancaman serius. Tindak pidana tertentu yang dimaksud tersebut antara lain seperti kasus korupsi, terorisme, money laundry (pencucian uang), narkotika, human trafficking (perdagangan orang), dan tindak pidana terorganisisr lainnya. Dalam suatu tindak […]

The post Justice Collaborator: Pengertian – Dasar Hukum dan Syaratnya appeared first on HaloEdukasi.com.

]]>
Justice collaborator adalah pelaku tindak pidana yang bersedia untuk bekerja sama dengan aparat penegak hukum, dalam upaya membongkar kasus tindak pidana tertentu yang sifatnya terorganisir hingga menimbulkan ancaman serius.

Tindak pidana tertentu yang dimaksud tersebut antara lain seperti kasus korupsi, terorisme, money laundry (pencucian uang), narkotika, human trafficking (perdagangan orang), dan tindak pidana terorganisisr lainnya.

Dalam suatu tindak pidana, Justice collaborator memiliki peran penting dalam membongkar suatu kejahatan dengan menyediakan keterangan dan bukti guna menjerat pelaku utama dan tersangka lainnya di dalam suatu perkara. 

Peran Justice Collaborator

Seorang justice collaborator berperan sebagai kunci yang di antaranya:

  • Untuk mengungkap suatu tindak pidana atau akan terjadinya suatu tindak pidana, sehingga pengembalian aset dari hasil suatu tindak pidana bisa dicapai kepada negara.
  • Memberikan informasi kepada aparat penegak hukum
  • Memberikan kesaksian di dalam proses peradilan.

Namun demikian, apabila seorang justice collaborator melakukan sebuah kebohongan dalam keterangannya, maka berbagai haknya sebagai justice collaborator akan dicabut dan bahkan ia bisa dituntut karena telah memberikan keterangan palsu.

Syarat Menjadi Justice Collaborator

Dalam memutuskan layak atau tidaknya seseorang menjadi justice collaborator, seorang hakim akan menggunakan SEMA Nomor 4 Tahun 2011 Angka (9a) dan (b) beserta keterangan dari Kementerian Hukum dan HAM sebagai pedoman. Kedua hal tersebut digunakan dalam rangka mengungkap tindak pidana yang luar biasa/terorganisir.

Terdapat beberapa kriteria yang harus dipenuhi agar seseorang bisa menjadi justice collaborator, diantaranya:

  • Yang bersangkutan merupakan pelaku tindak pidana tertentu namun bukan pelaku utama, mengakui kejahatannya, dan bersedia memberikan keterangan sebagai saksi dalam perkara tersebut.
  • Jaksa Penuntut Umum telah menjelaskan dalam tuntutannya dengan menyatakan bahwa yang bersangkutan telah memberikan keterangan dan bukti-bukti yang signifikan, relevan, dan andal, sehingga dapat digunakan untuk mengungkap tindak pidana tersebut.
  • Ada kekhawatiran atau bahkan telah terjadi ancaman nyata, serta tekanan secara fisik maupun psikis terhadap saksi pelaku yang bekerja sama dan/atau keluarganya.
  • Adanya kesediaan untuk mengembalikan sejumlah aset yang diperoleh dari tindak pidana yang bersangkutan dan dinyatakan dalam pernyataan tertulis.

Dalam prosesnya, seorang justice collaborator sudah dipastikan akan mengalami berbagai ancaman. Sebab, secara tidak langsung ia telah membantu membongkar fakta dan keadilan. Maka dari itu, seorang justice collaborator berhak mendapatkan perlindungan baik secara fisik maupun psikis, perlindungan hukum penanganan secara khusus dari Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban (LPSK).

Dalam sidang putusan terakhir, apabila Justice collaborator jujur dengan semua keterangan dan bukti yang diberikan, hakim memberikan penghargaan berupa penjatuhan pidana percobaan bersyarat khusus, penjatuhan pidana paling ringan di antara terdakwa lain, pemberian remisi dan asimilasi, pembebasan bersyarat, perlakuan khusus, dan lainnya.

Dasar Hukum Justice Collaborator

Dalam sistem peradilan pidana di Indonesia, pengaturan tentang justice collaborator merupakan hal baru jika dibandingkan dengan praktik hukum yang sudah terjadi dan berjalan. Hal ini karena dalam KUHAP maupun peraturan lain, secara eksplisit tidak mengatur adanya justice collaborator dalam peradilan pidana. Meski pun demikian, eksistensi justice collaborator di Indonesia didasari oleh beberapa ketentuan hukum, diantaranya:

  • Pasal 37 ayat (2) UNCAC Tahun 2003, berbunyi: “…mempertimbangkan memberikan kemungkinan dalam kasus-kasus tertentu, mengurangi hukuman dari seorang pelaku yang memberikan kerjasama yang substansial dalam penyelidikan/penuntutan…”
  • Pasal 37 ayat (3) UNCAC Tahun 2003, berbunyi: “… sesuai dengan prinsip-prinsip dasar hukum nasionalnya untuk memberikan ‘kekebalan penuntutan’  bagi pelaku yang memberikan kerjasama yang substansial dalam penyelidikan/penuntutan…”
  • Pasal 10 ayat (1) dan (2) Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2006 tentang Perlindungan Saksi dan Korban. Yaitu, ayat (1) Saksi korban dan Pelapor tidak dapat dituntut atas laporan dan kesaksiannya, dan ayat (2) Saksi yang juga tersangka dalam kasus yang sama tidak dapat dibebaskan dari tuntutan pidana apabila ia ternyata terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah, tetapi kesaksiannya dapat dijadikan pertimbangan hakim dalam meringankan pidana yang akan dijatuhkan.
  • Pasal 197 angka (1) huruf F KUHAP, yaitu tentang surat putusan pidana di mana salah satu bagiannya membahas mengenai ‘keadaan yang memberatkan dan meringankan terdakwa’. Dalam hal ini, keadaan yang meringankan tersebut meliputi pemebrian keterangan yang tidak berbelit-belit, kooperatif, belum pernah dihukum pidana sebelumnya, berusia muda, bersikap baik/sopan selama persidangan, dan memiliki tanggungan anggota keluarga.
  • Pasal 26 United Nations Convention Against Transnasional Organized Crime Tahun 2000, yang kemudian diratifikasi dengan Undang-Undang Nomor 5 tahun 2009, yaitu tentang Pengesahan Konvensi Perserikatan Bangsa-Bangsa Menentang Tindak Pidana uang Terorganisasi.
  • Peraturan Bersama yang ditandatangani oleh Menkumham, Jaksa Agung, Kapolri, KPK dan Ketua LPSK mengenai upaya perlindungan terhadap pelapor, Whistle Blower, dan Justice Collaborator.
  • Surat Edaran Mahkamah Agung (SEMA) Nomor 4 Tahun 2011, yaitu mengenai Perlakuan Bagi Pelapor Tindak Pidana (Whistle Blower) dan Saksi Pelaku yang Bekerja Sama (Justice Collaborator) Dalam Perkara Tindak Pidana Tertentu.

Keberadaan justice collaborator diatur dalam Peraturan Bersama Menteri Hukum dan HAM, Jaksa Agung, Kapolri, Komisi Pemberantasan Korupsi, Ketua Lembaga Perlindungan bagi pelapor, saksi pelapor, dan saksi pelaku yang bekerja sama.

Perbedaan Justice Collaborator dan Saksi Mahkota

Saksi mahkota adalah saksi yang juga merupakan tersangka atau terdakwa yang keberadaannya diajukan oleh jaksa penuntut umum dalam persidangan guna memberikan keterangan terhadap tersangka dan terdakwa lain, dengan cara memisahkan berkas perkara.

Dalam peradilan tindak pidana, kemunculan saksi mahkota akibat dari keterbatasan alat bukti yang dimiliki jaksa penuntut umum dalam upaya pembuktian perkara pidana yang dilakukan dalam bentuk penyertaan.

Bentuk penyertaan tersebut meliputi dari segala bentuk keterlibatan orang, baik secara fisik maupun psikis, dengan melakukan perbuatan berbeda-beda.

Namun, dari semua perbuatan tersebut memiliki keterkaitan dan saling menunjang hingga terjadi sebuah tindak pidana. Agar mempermudah dalam membedakan antara justice collaborator dan saksi mahkota, dapat kita lihat dari beberapa poin berikut ini:

  • Jenis Tindak Pidana

Justice collaborator hanya muncul dalam pengungkapan kasus-kasus tindak pidana yang sifatnya terorganisir. Sedangkan saksi mahkota muncul dalam pembuktian semua jenis kasus tindak pidana (tidak ada batasan), dengan cara memisahkan berkas perkara semua tersangka atau terdakwa.

  • Keterangan yang Diberikan

Justice collaborator hanya memberikan keterangan mengenai tindak pidana yang berasal dari tersangka atau terdakwa yang bersedia bekerja sama dengan aparat penegak hukum.

Sementara saksi mahkota memberikan kesaksian tentang tindak pidana dalam bentuk penyertaan, di mana biasanya gagasan untuk memberikan keterangan berasal dari aparat penegak hukum.

  • Peranan dalam Tindak Pidana

Justice collaborator muncul dengan peran yang besar karena suatu keadaan di mana aparat penegak hukum merasa kesulitan dalam mengungkap suatu tindak pidana terorganisir.

Sedangkan saksi mahkota, muncul sebab memiliki peranan paling ringan dalam tindak pidana, dan dibentuk oleh aparat penegak hukum karena keterbatasan alat bukti.

  • Motivasi

Justice collaborator ada karena tersangka atau terdakwa memilih untuk mengajukan diri guna mendapatkan keuntungan pribadi, seperti penghargaan dan keringanan hukuman. Sementara itu, saksi mahkota ada karena mutlak keputusan atau kehendak dari jaksa penuntut hukum.

The post Justice Collaborator: Pengertian – Dasar Hukum dan Syaratnya appeared first on HaloEdukasi.com.

]]>
Amnesti : Pengertian, Syarat Pengajuan, Cara Kerja, dan Contohnya https://haloedukasi.com/amnesti Thu, 29 Sep 2022 03:24:53 +0000 https://haloedukasi.com/?p=38878 Menurut kamus besar bahasa Indonesia (KBBI), Amnesti adalah pengampunan atau penghapusan hukuman yang diberikan kepala negara kepada seseorang atau sekelompok orang yang telah melakukan tindak pidana tertentu. Amnesti berasal dari bahasa Yunani, yaitu amnestia yang secara harfiah artinya melupakan. Amnesti merupakan tindakan menghapuskan hukuman pidana yang telah dijatuhkan ataupun belum dijatuhkan kepada seseorang atau sekelompok […]

The post Amnesti : Pengertian, Syarat Pengajuan, Cara Kerja, dan Contohnya appeared first on HaloEdukasi.com.

]]>
Menurut kamus besar bahasa Indonesia (KBBI), Amnesti adalah pengampunan atau penghapusan hukuman yang diberikan kepala negara kepada seseorang atau sekelompok orang yang telah melakukan tindak pidana tertentu.

Amnesti berasal dari bahasa Yunani, yaitu amnestia yang secara harfiah artinya melupakan. Amnesti merupakan tindakan menghapuskan hukuman pidana yang telah dijatuhkan ataupun belum dijatuhkan kepada seseorang atau sekelompok orang. Amnesti terbagi menjadi dua, yaitu amnesti hukum dan amnesti pajak

Amnesti dalam hukum memiliki karakteristik khas yaitu berlaku surut atau retroactibe yang hanya berlaku untuk tindakan yang dilakukan sebelum ditetapkan. Amnesti ini adalah hukum yang berdiri sendiri sehingga digunakan secara terbatas. Biasanya amnesti hukum diberikan oleh badan hukum tinggi negara seperti badan eksekutif, legislatif, atau yudikatif.  

Sedangkan amnesti pajak atau biasa disebut tax amnesty berdasarkan uu No 11 tahun 2016, amnesti pajak adalah penghapusan pajak terutang, tidak dikenai sanksi administrasi perpajakan dan sanksi pidana dalam perpajakan dengan cara mengeluarkan harta dan membayar uang tebusan.

Dengan kata lain amnesti merupakan pengampunan pajak yang menghapus pajak terutang tanpa adanya sanksi berupa denda administrasi perpajakan dan saksi pidana. Jenis pajak yang mendapatkan pengampunan pajak atau tax amnesty yaitu kewajiban pajak PPN (Pajak Pertambahan Nilai), pajak penghasilan, dan pajak penjualan terhadap barang-barang mewah.  

Syarat Pengajuan Amnesti

Syarat untuk pengajuan amnesti diantaranya adalah :

1. Amnesti Presiden atau Hukum

Amnesti hukum merupakan salah satu hak presiden dalam lingkup yudikatif sebagai akibat penerapan sistem pembagian kekuasaan. Syarat pengajuan amnesti yang dapat diberikan oleh presiden kepada seseorang atau sekelompok orang yang telah melakukan tindak pidana.

Setelah mendapatkan nasihat tertulis dari Mahkamah Agung (MA) atas permintaan Menteri Hukum dan Ham, yang diatur sesuai pasal 1 undang-undang darurat republik Indonesia nomor 11 tahun 1954.

Sebelum amandemen undang-undang dasar 1945, amnesti merupakan salah satu hak absolut presiden di samping grasi, abolisi dan rehabilitasi. Tetapo setelah amandemen 1945, syarat pengajuan amnesti yaitu presiden harus mendapatkan pertimbangan dari MA atau Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) yang bertujuan meningkatkan pengawasan terhadap penyelenggaraan pemerintah oleh presiden.

Namun, tidak semua hukuman pidana dapat diberikan amnesti, seperti hukum internasional. Mengenai hak asasi manusia dan humaniter yang melarang adanya pemberian amnesti terhadap kasus kejahatan internasional.

Contohnya genosida, kejahatan perang, dan kejahatan terhadap kemanusiaan. Tidak hanya itu, kejahatan penyiksaan, eksekusi ekstrayudisial, pemerkosaan, dan penghilangan paksa juga tidak diperbolehkan untuk mendapatkan amnesti.

2. Amnesti Pajak atau Tax Amnesty

Sedangkan untuk syarat pengajuan amnesti pajak atau tax amnesty yaitu:

  • Mempunyai NPWP atau nomor pokok wajib pajak
  • Sudah melunasi seluruh hutang atau tunggakan pajak
  • Sudah melunasi pajak ketika terdapat pemeriksaan dugaan tertentu
  • menyetorkan uang tebusan secara lunas yang dilakukan sebagai bentuk insentif atas penghapusan bergam pajak yang dibebankan sesuai dengan yang diatur dalam ketentuan amnesti pajak.
  • Melampirkan spt pph atau surat pemberitahuan tahunan pajak penghasilan
  • Terakhir yaitu melakukan pencabutan permohonan yang sebelumnya pernah diajukan ke kementerian keuangan.

Cara Kerja Amnesti

Cara kerja amnesti pada umumnya yaitu dengan cara menghapuskan semua akibat hukum pidana terhadap penerima amnesti, sehingga kesalahan dari seseorang atau sekelompok orang yang berikan amnesti juga hilang.

Untuk amnesti Presiden atau hukum yang diberikan presiden cara kerjanya yaitu harus dengan memperhatikan pertimbangan dari Mahkamah Agung (MA) dan Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) dan dapat diberikan tanpa pengajuan permohonan terlebih dahulu.

Sedangkan cara kerja dari Amnesti Pajak, yaitu:

  • Lapor amnesti pajak ke kantor pelayanan pajak terdekat secara langsung maupun untuk mengikuti amnesti pajak dan harus melakukan pelaporan sendiri dan tidak diwakilkan. Hal tersebut dikarenakan akan adanya proses pendataan pribadi yang bersifat rahasia. Namun, amnesti pajak juga bisa melapor secara online, yaitu melalui website resmi pajak online yang telah terintegrasi.
  • Menyetorkan surat pernyataan kepemilikan aset pada petugas pajak, yang sudah melalui proses perhitungan penyusutan aset dalam akuntansi. Sehingga tidak ada nada kelebihan pembayaran pajak yang dibebankan, dan juga data-data serta dokumen yang diserah adalah data asli dan sah.
  • Proses penghapusan dan pembebasan dari sanksi pajak baik berupa sanksi pidana maupun sanksi administrasi yang merupakan bagian dari kebijakan amnesti pajak yang diselenggarakan oleh pemerintah.

Contoh Amnesti

  • Amnesti hukum atau Amnesti presiden

Pada kasus Baiq Nuril Maknun yang merupakan seorang guru honorer di SMAN 7 Mataram, Nusa Tenggara Barat (NTB). Pada tahun 2019, presiden Jokowi memberikan amnesti kepada Baiq Nuril Maknun, seorang terpidana kasus Undang-Undang Informasi dan Teknologi Elektronik atau UU ITE.  

Kasus ini dimulai pada tahun 2012, dimana Nuril menyebarkan rekaman pembicaraannya dengan kepala sekolahnya, Muslim, yang menceritakan pengalaman seksual kepada seorang perempuan, yang Nuril juga mengenal perempuan tersebut. Nuril yang merasa tindakan Muslim merupakan pelecehan dan berinisiatif merekam serta menyebarkannya.

Hal tersebut membuat Nuril di pecat dan dilaporkan oleh Muslim dengan pasal 22 ayat 1 juncto pasal 45 ayat 1 UU ITE. Pada tingkat kasasi, Mahkamah Agung (MA) memutuskan Nuril bersalah dan dihukum penjara selama 6 bulan serta denda Rp.500 juta subsider kurungan 3 bulan. Pada tahun 2019, Nuril sempat mengajukan peninjauan kembali namun ditolak oleh Mahkamah Agung (MA).

Dan akhirnya Nuril dan kuasa hukumnya mengajukan permohonan amnesti kepada Presiden. Pada 29 juli 2019, atas pertimbangan dari DPR, akhirnya presiden menandatangani keputusan presiden sebagai tanda pemberian amnesti kepada Nuril. Dengan amnesti tersebut, maka Nuril yang divonis oleh Mahkamah agung melanggar UU ITE pada tingkat kasasi, terbebas dari jerat hukum.

  • Amnesti Pajak

Pak Wasno memiliki rumah dan rekening selama tahun 2016-2020, tetapi belum diungkapkan dalam SPT 2020. Semua lokasi rumahnya ada di Indonesia, rumah pak Wasno bernilai Rp.30 Miliar dan rekeningnya di bank bernilai Rp.10 miliar.

Pak Wasno ingin mengajukan amnesti atau melaporkan kekayaan rumahnya agar terhindar dari sanksi administrasi dalam program pengungkapan sukarela dengan perhitungan kebijakan II. Pak Wasno mendeklarasikan rekeningnya untuk dibelikan SBN.

Jadi tarif PPh final yang dikenakan kepada Pak Wasno yaitu 12%. Dan Kewajiban pajak pak Wasno yang harus disetorkan ke negara sebesar Rp.1,2 Miliar. Tidak hanya itu, pak Wasno juga dapat menyelesaikan urusan rumah dengan tarif PPh final 14%. Maka kewajiban pak Wasno atas rumahnya sebesar Rp4,2 Miliar.

The post Amnesti : Pengertian, Syarat Pengajuan, Cara Kerja, dan Contohnya appeared first on HaloEdukasi.com.

]]>
5 Perbedaan Hukum Pidana dan Hukum Perdata https://haloedukasi.com/perbedaan-hukum-pidana-dan-hukum-perdata Tue, 28 Dec 2021 01:55:58 +0000 https://haloedukasi.com/?p=30009 Indonesia merupakan negara hukum, di mana hal itu secara jelas tertulis dalam Undang Undang Dasar 1945 lebih tepatnya di pasal 1 ayat (3). Hal itu berarti semua hal dan kepentingan yang ada di Indonesia telah diatur secara tegas sesuai dengan hukum yang berlaku. Hal ini tidak lain dan tidak bukan tentunya ditujukan untuk menciptakan ketertiban […]

The post 5 Perbedaan Hukum Pidana dan Hukum Perdata appeared first on HaloEdukasi.com.

]]>
Indonesia merupakan negara hukum, di mana hal itu secara jelas tertulis dalam Undang Undang Dasar 1945 lebih tepatnya di pasal 1 ayat (3). Hal itu berarti semua hal dan kepentingan yang ada di Indonesia telah diatur secara tegas sesuai dengan hukum yang berlaku. Hal ini tidak lain dan tidak bukan tentunya ditujukan untuk menciptakan ketertiban dan keamanan bagi seluruh rakyat Indonesia tanpa terkecuali.

Hukum yang berlaku tidak pandang bulu dalam menghakimi setiap orang yang sudah ditetapkan melanggar peraturan dan ketentuan yang ada. Oleh karenanya sudah kewajiban kita sebagai warga negara yang baik untuk mematuhi setiap hukum dan peraturan yang sudah ditetapkan.

Hukum jika berdasarkan isinya dibagi menjadi dua yakni hukum publik dan hukum privat, lalu lebih diperincikan lagi penggolongannya menjadi dua jenis yakni hukum pidana dan hukum perdata. Di mana istilah tersebut tentunya sudah tidak asing lagi bagi masyarakat Indonesia.

Hukum pidana merupakan jenis hukum yang mengatur kepentingan umum, sedangkan hukum perdata lebih mengatur mengenai kepentingan atau hubungan yang terjalin antar perorangan. Lalu apa sih perbedaan lainnya dari hukum pidana dan hukum perdata?

Berikut merupakan pemaparan mendetail mengenai perbedaan hukum pidana dan hukum perdata.

No.Hukum PidanaHukum Perdata
1.Hukum pidana lebih berisikan mengenai kepentingan dan hak hak individu yang berkaitan dengan eksistensinya sebagai anggota dari sebuah masyarakat dan keterkaitannya dengan kepentingan negara. Sehingga bisa dikatakan isi dari hukum pidana ini memiliki cakupan yang lebih luas dibandingkan dengan hukum perdata.Berbeda dengan hukum pidana, hukum perdata lebih berisikan mengenai aturan atau ketetapan yang memiliki fungsi untuk mengatur hubungan dari satu masyarakat denagn masyarakat lainnya namun lebih dititikberatkan pada kepentingan dari setiap individunya. Jadi bisa dikatakan bahwa hukum perdata lebih mengatur mengenai keterkaitan kepentingan perorangan.
2.Hukuman pidana bisa dijatuhkan pada sang pelaku tanpa adanya pihak yang mendaftarkan gugatan tersebut pada pelaku. Atau bisa dikatakan selama pelaku dikatakan sudah melanggar ketentuan atau hukum yang sudah ditetapkan secara tertulis, maka pelaku atau terdakwa bisa langsung diproses.Sangat berbeda dengan hukum pidana yang bisa diproses tanpa adanya proses gugatan, hukum perdata ini sebaliknya hukuman hanya bisa dijatuhkan pada pelaku atau terdakwa ketika pelanggaran yang dilakukan oleh pelaku diaduhkan oleh korban pada pihak yang berwenang.
3.Hukuman pidana yang dijatuhkan pada pelaku bisa berupa hukuman mati, hukuman penjara seumur hidup atau hukuman penjara dalam durasi waktu tertentu yang sudah dijatuhkan oleh pihak pengadilan.Sedangkan hukuman perdata memiliki sanksi atau hukuman yang berupa tuntutan ganti rugi ataupun tuntutan permintaan lainnya yang diajukan oleh pihak penggugat.
4.Dalam hukum pidana, pihak jaksa yang akan berdiri selaku pihak yang mewakili kepentingan umum yang sudah dilanggar oleh pihak terdakwa.Dalam hukum perdata yang kaitannya dengan kepentingan perorangan ini, pihak penggugatlah yang berdiri sendiri untuk mewakili kepentingannya secara personal untuk menggugat pelanggaran yang dilakukan oleh terdakwa.
5.Pihak jaksa tidak memiliki kewenangan untuk bisa mencabut tuntutannya terhadap pelaku ketika hukuman atau sanksi sudah dijatuhkan dan ditetapkan dalam sidang.Dalam hukum perdata, pihak penggugat bisa saja mencabut gugatannya itu pada pelaku dengan pertimbangan lainnya, entah karena sudah mengambil jalur kekeluargaan dalam penyelesaian masalahnya atau lain sebagainya.

The post 5 Perbedaan Hukum Pidana dan Hukum Perdata appeared first on HaloEdukasi.com.

]]>
2 Upaya Hukum Pidana Beserta Penjelasannya https://haloedukasi.com/upaya-hukum-pidana Tue, 30 Mar 2021 16:18:37 +0000 https://haloedukasi.com/?p=23456 Upaya hukum dalam perkara pidana adalah perlawanan yang dilakukan oleh terdakwa atau penuntut umum yang keberatan dengan putusan pengadilan. Secara umum, upaya hukum dalam perkara pidana terbagi menjadi dua, yaitu upaya hukum biasa dan upaya hukum luar biasa. Berikut penjelasan lebih rinci. 1. Upaya Hukum Biasa Upaya hukum biasa terdiri dari : Banding Dalam pemeriksaan […]

The post 2 Upaya Hukum Pidana Beserta Penjelasannya appeared first on HaloEdukasi.com.

]]>
Upaya hukum dalam perkara pidana adalah perlawanan yang dilakukan oleh terdakwa atau penuntut umum yang keberatan dengan putusan pengadilan. Secara umum, upaya hukum dalam perkara pidana terbagi menjadi dua, yaitu upaya hukum biasa dan upaya hukum luar biasa. Berikut penjelasan lebih rinci.

1. Upaya Hukum Biasa

Upaya hukum biasa terdiri dari :

Banding

Dalam pemeriksaan tingkat banding diatur dalam Pasal 233 Kitab Undang-undang Hukum Acara Pidana (KUHAP) yang dijelaskan sebagai berikut :

  • Permintaan banding sebagaimana dimaksud dalam Pasal 67 dapat diajukan ke Pengadilan Tinggi oleh terdakwa atau yang khusus dikuasakan untuk itu atau penuntut umum.
  • Hanya permintaan banding yang sebagaimana yang dimaksud dalam ayat 1 boleh diterima oleh Panitera Pengadian Negeri dalam waktu tujuh hari sesudah putusan dijatuhkan atau setelah putusan diberitahukan kepada terdakwa yang tidak hadir sebagaimana dimaksud dalam pasal 196 ayat 1.

Apabila dalam waktu tenggat sebagaimana yang dijelaskan dalam pasal 233 ayat 2 telah lewat tanpa diajukan permohonan banding oleh pihak yang bersangkutan, maka pihak yang bersangkutan dianggap menerima putusan tersebut.

Selama perkara banding belum diputus oleh Pengadilan Tinggi, maka permohonan banding tersebut dapat dicabut sewaktu-waktu dan apabila permintaan banding tersebut telah dicabut, maka permohonan banding tersebut tidak dapat diajukan kembali ke Pengadilan.

Berdasarkan pasal 235 dijelaskan bahwa apabila permohonan banding dicabut saat perkara mulai diperiksa (belum ada putusan)maka pemohon akan dibebani biaya perkara yang telah dikeluarkan oleh Pengadilan Tinggi.

Kasasi

Berdasarkan pasal 244 Kitab Undang-undang Hukum Acara Pidana (KUHAP) dijelaskan bahwa , “Terhadap putusan perkara pidana yang diberikan pada tingkat terakhir oleh pengadilan lain selain daripada Mahkamah Agung, terdakwa atau penuntut umum dapat mengajukan permintaan kasasi terhadap Mahkamah Agung terkecuali terhadap putusan bebas.”

Dalam pasal 245 Kitab Undang-undang Hukum Acara Pidana (KUHAP) perihal permohonan kasasi dapat dilakukan sebagai berikut :

  • Permohonan kasasi disampaikan oleh pemohon kepada panitera pengadilan yang telah memutus perkaranya dalam tingkat pertama, dalam waktu empat belas hari sesudah putusan pengadilan yang dimintakan kasasi itu diberitahukan kepada terdakwa.
  • Permintaan tersebut ditulis oleh panitera dalam sebuah keterangan yang ditandatangani oleh panitera serta pemohon dan dicatat dalam daftar yang dilampirkan dalam berkas perkara

Dalam pasal 253 KUHAP pemeriksaan dalam tingkat kasasi diatur sebagai berikut :

  • Pemeriksaan dalam tingkat kasasi dilakukan oleh Mahkamah Agung atas permintaan para pihak guna menentukan :
  • Apakah benar suatu peraturan hukum tidak diterapkan atau diterapkan tidak sebagaimana mestinya
  • Apakah benar cara mengadili tidak dilaksanakan menurut ketentuan undang-undang
  • Apakah pengadilan telah melampaui batas wewenangnya

2. Upaya Hukum Luar Biasa

Upaya hukum luar biasa terdiri dari dua, yaitu :

Pemeriksaan tingkat kasasi demi kepentingan hukum

Berdasarkan pasal 259 KUHAP menegaskan bahwa ,” Demi kepentingan hukum terhadap semua putusan yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap dari pengadilan lain selain daripada Mahkamah Agung, dapat diajukan satu kali permohonan kasasi oleh Jaksa Agung.”

Permohonan kasasi demi kepentingan hukum disampaikan secara tertulis Jaksa Agung kepada Mahkamah Agung melalui panitera pengadilan yang telah memutus perkara dalam tingkat pertama disertai dengan alasan permohonan. Ketua pengadilan yang bersangkutan segera meneruskan permintaan itu kepada Mahkamah Agung. Permohonan kasasi demi kepentingan hukum tidak boleh merugikan pihak yang berkepentingan.

Peninjauan kembali (PK) Putusan Pengadilan yang Telah Memperoleh Kekuatan Tetap

Peninjauan Kembali (PK) diatur dalam pasal 263 KUHAP yang menegaskan bahwa,” Terhadap putusan pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap kecuali putusan bebas atau lepas dari segala tuntutan hukum, terpidana atau ahli warisnya dapat mengajukan permintaan peninjauan kembali kepada Mahkamah Agung.”

Permohonan peninjauan kembali (PK) dilakukan atas beberapa dasar, yaitu :

  • Apabila terdapat keadaan baru yang menimbulkan dugaan kuat
  • Apabila putusan tersebut secara jelas memperlihatkan suatu kekhilafan hakim atau diakibatkan oleh suatu kekeliruan yang nyata
  • Apabila terdapat pernyataan bahwa sesuatu telah terbukti akan tetapi hal atau keadaan sebagai dasar dengan alasan putusan yang dinyatakan telah terbukti itu, ternyata bertentangan satu dengan yang lain.

Dalam hal Mahkamah Agung telah menerima permohonan peninjauan kembali (PK) untuk diperiksa maka berlaku ketentuan:

  • Putusan lepas dari segala tuntutan
  • Putusan bebas
  • Putusan tidak dapat menerima tuntutan penuntut umum
  • Putusan dengan pidana yang lebih ringan.

The post 2 Upaya Hukum Pidana Beserta Penjelasannya appeared first on HaloEdukasi.com.

]]>
Asas Legalitas: Pengertian – Tujuan dan Contohnya https://haloedukasi.com/asas-legalitas Fri, 19 Mar 2021 08:38:45 +0000 https://haloedukasi.com/?p=22909 Pada pembahasan kali ini kita akan membahas mengenai Asas Legalitas, berikut pembahasannya. Pengertian Asas Legalitas Asas legalitas adalah dasar yang menjadi acuan atau panduan untuk menerapkan hukum pidana. Pengertian asas legalitas ini juga didukung oleh pengertian yang disampaikan oleh ahli hukum. Ahli hukum bernama Enschede mengemukakan makna yang terkandung pada asas legalitas adalah suatu perbuatan […]

The post Asas Legalitas: Pengertian – Tujuan dan Contohnya appeared first on HaloEdukasi.com.

]]>
Pada pembahasan kali ini kita akan membahas mengenai Asas Legalitas, berikut pembahasannya.

Pengertian Asas Legalitas

Asas legalitas adalah dasar yang menjadi acuan atau panduan untuk menerapkan hukum pidana. Pengertian asas legalitas ini juga didukung oleh pengertian yang disampaikan oleh ahli hukum.

Ahli hukum bernama Enschede mengemukakan makna yang terkandung pada asas legalitas adalah suatu perbuatan dapat dipidana jika diatur di dalam perundang-undangan pidana dan ketentuan pidana tidak boleh berlaku surut.

Asas legalitas memiliki 3 pengertian :

  • Tidak ada perbuatan yang dilarang dan diancam pidana, jika hal tersebut dahulu belum ada di dalam perundang-undangan.
  • Tidak boleh menggunakan analogi untuk menentukan adaya perbuatan pidana
  • Aturan-aturan hukum tidak berlaku surut.

Sejarah Asas Legalitas

Asas legalitas dibuat oleh Paul Johan Anslem Von Feuerbach (1775 – 1883), ia adalah seorang sarjana hukum pidana dari Jerman. Asas legalitas ini dikemukakan didalam bukunya, Lehrbuch des Penlichen Recht (1801).

Asas legalitas yang dirumuskan Paul Johan Anslem Von Feuerbach di dalam bahasa latin berbunyi, nulla poena sine lege: nulla poena sine crimine: nullum crimen sine poena legali. Lalu, ketiga frasa itu diubah menjadi adagium nullum delictum, nulla poena sine praevia lege ponali.

Berawal dari prinsip hukum Romawi kuno yang lebih mengutamakan kepentingan pribadi dibandingkan kebebasan politik warga negara. Hukum romawi kuno diterima di Eropa Barat pada abad pertengahan, saat masa kerajaan.

Crimine extra ordinaria digunakan oleh raja-raja yang berkuasa dan hukum pidana itu digunakan sewenang-wenang sesuai kehendak dan kepentingan raja.

Kemudian muncul kebijakan tersebut dituntut oleh Montesquieu dan Rousseau, yang menuntut pembatasan kekuasaan raja dan ditulis di dalam undang-undang. Setelah berakhirnya revolusi Perancis, struktur hukum di Eropa mulai tumbuh.

Tujuan Asas Legalitas

Asas legalitas yang ada memiliki tujan, seperti yang diungkapkan oleh Muladi berikut :

  • Menguatkan kepastian hukum
  • Menegakkan keadilan dan kejujuran untuk terdakwa
  • Mencegah penyalahgunaan kekuasaan
  • Menguatkan penerapan “Rule Of law”

Penerapan asas legalitas tentu berbeda-beda di setiap negara tergantung berdasarkan sistem pemerintahannya.

Teori Asas Legalitas

Von Feuerbach membagi adagium menjadi 3 bagian :

  • Tidak ada hukuman, jika tak ada Undang-undang
  • Tidak ada hukuman, jika tak ada kejahatan
  • Tidak ada kejahatan, jika tidak ada hukuman, yang berdasarkan Undang-undang.

Contoh Asas Legalitas Di Dalam Hukum Pidana

Salah satu contoh asas legalitas dalam Hukum Pidana Nasional yaitu di Amerika. Berbentuk undang-undang Konstitusi Amerika tahun 1776.

Berlanjut asas tersebut tertera pada pasal 8 Declaration de droits de I’homme et du citoyen 1789: “nul ne peut etre puni qu’en vertu d’une loi etabile et promulguee anterieurement au delit et legalement appliquee. Selanjutnya asas tersebut di muat dalam pasal 1 ayat (1) KUHP Indonesia yang mengatur tentang tidak ukum pidana.

The post Asas Legalitas: Pengertian – Tujuan dan Contohnya appeared first on HaloEdukasi.com.

]]>
Hukum Pidana Khusus: Pengertian – Ciri dan Contohnya https://haloedukasi.com/hukum-pidana-khusus Sun, 28 Feb 2021 11:49:59 +0000 https://haloedukasi.com/?p=22094 Kali ini kita akan mempelajari pelajaran hukum, mengenai  hukum pidana khusus dari pengertian, ciri ciri, sumber, asas asas sampai ke contoh dari hukum pidana khusus. Simak pembahasan berikut ini. Pengertian Hukum Pidana Khusus Secara umum hukum pidana khusus merupakan suatu hukum dibidang pidana yang umumnya ketentuannya diatur diluar KUHP yang berhubungan dengan hukum pidana umum. […]

The post Hukum Pidana Khusus: Pengertian – Ciri dan Contohnya appeared first on HaloEdukasi.com.

]]>
Kali ini kita akan mempelajari pelajaran hukum, mengenai  hukum pidana khusus dari pengertian, ciri ciri, sumber, asas asas sampai ke contoh dari hukum pidana khusus. Simak pembahasan berikut ini.

Pengertian Hukum Pidana Khusus

Secara umum hukum pidana khusus merupakan suatu hukum dibidang pidana yang umumnya ketentuannya diatur diluar KUHP yang berhubungan dengan hukum pidana umum.

Hukum pidana menurut Moeljatno ialah bagian daripada keseluruhan
hukum yang berlaku di suatu negara, yang mengadakan dasar-dasar dan
aturan-aturan untuk:

  • Menentukan perbuatan-perbuatan mana yang tidak boleh dilakukan,
    yang dilarang, dengan disertai ancaman atau sanksi yang berupa pidana
    tertentu bagi barang siapa melanggar larangan tersebut
  • Menentukan kapan dan dalam hal-hal apa kepada mereka yang telah
    melanggar larangan-larangan itu dapat dikenakan pidana sebagaimana
    yang telah diancamkan

Ciri-ciri Hukum Pidana Khusus

Teguh Prasetyo mengemukakan bahwa karakteristik atau kekhususan
dan penyimpangan hukum pidana khusus terhadap hukum pidana materiil
digambarkan sebagai berikut:

  • Hukum pidana bersifat elastis (ketentuan khusus)
  • Percobaan dan membantu melakukan tindak pidana diancam dengan
    hukuman (menyimpang)
  • Pengaturan tersendiri tindak pidana kejahatan dan pelanggaran
    (ketentuan khusus)
  • Perluasan berlakunya asas teritorial (menyimpang/ketentuan khusus)
  • Subjek hukum berhubungan/ditentukan berdasarkan kerugian keuangan dan perekonomian negara (ketentuan khusus).

Asas-asas Hukum Pidana Khusus

Berikut adalah asas yang dimiliki dari hukum pidana khusus:

  • Asas “ Ius Curia Novit”

Asas ini megandung arti bahwa “setiap hakim dianggap tahu akan hukumnya”,

s\Sehingga tidak ada alasan bagi hakim untuk menolak suatu perkara yang diajutkan kepadanyadengan daalil bahwa hakimnya tidak tahu hukumnya atau hukumnya belum ada.

  • Asas Audi Et Alterram Partem

Asas ini mengandug arti bahwa hakim wajib “mendengar kedua belah pihak yangberpekara”.

Dalam asas ini menitik beratkan pada pengertian bahwa hakim diwajibkan untuktidak memutus perkara sebelum mendengar kedua belah pihak terlebih dahulu.

Contoh Hukum Pidana Khusus

Adapun contoh dari hukum pidana khusus sebagai berikut:

  • Narkotika dan psikotropika
  • Pidana UU ite
  • Tindakan pidana haki
  • Pidana kependudukan
  • Kewarganegaraan dan imigrasi
  • Korupsi dan gratifikasi
  • Pidana pornografi
  • KDRT /Kekerasan dalam rumah tangga .

The post Hukum Pidana Khusus: Pengertian – Ciri dan Contohnya appeared first on HaloEdukasi.com.

]]>
3 Tahapan Persidangan Pidana Beserta Penjelasannya https://haloedukasi.com/tahapan-persidangan-pidana Thu, 11 Feb 2021 07:06:19 +0000 https://haloedukasi.com/?p=21162 Secara garis besar, pemeriksaan perkara pidana dibagi menjadi tiga tahap, yaitu tahap penyelidikan dan penyidikan, tahap penuntutan dan pemeriksaan di pengadilan. Berikut penjelasan lebih lanjut. 1. Tahap Penyelidikan dan Penyidikan Dalam proses penyelidikan, penyelidik berwenang melakukan penangkapan terhadap seorang yang diduga keras melakukan suatu tindak pidana berdasarkan bukti permulaan yang cukup (Pasal 17 Kitab Undang-undang […]

The post 3 Tahapan Persidangan Pidana Beserta Penjelasannya appeared first on HaloEdukasi.com.

]]>
Secara garis besar, pemeriksaan perkara pidana dibagi menjadi tiga tahap, yaitu tahap penyelidikan dan penyidikan, tahap penuntutan dan pemeriksaan di pengadilan. Berikut penjelasan lebih lanjut.

1. Tahap Penyelidikan dan Penyidikan

Dalam proses penyelidikan, penyelidik berwenang melakukan penangkapan terhadap seorang yang diduga keras melakukan suatu tindak pidana berdasarkan bukti permulaan yang cukup (Pasal 17 Kitab Undang-undang Hukum Acara Pidana).

Setelah dilakukannya penangkapan, untuk kepentingan penyidikan baik penyidik atau penyidik pembantu atas perintah penyidik berwenang untuk melakukan penahanan (Pasal 20 Kitab Undang-undang Hukum Acara Pidana). Hal ini bertujuan untuk mencegah pelaku melarikan diri, merusak atau menghilangkan barang bukti atau mengulangi tindak pidana tersebut.

Berdasarkan pasal 22 Kitab Undang-undang Hukum Acara Pidana , jenis penahanan dapat berupa :

  • Penahanan rumah tahanan negara
  • Penahanan rumah
  • Penahanan kota

Selanjutnya, hasil penyidikan yang telah dilakukan oleh penyidik akan diteruskan kepada Penuntut Umum. Jika berkas perkara dinyatakan  lengkap (P21) dan disertai penyerahan tersangka dan barang bukti, maka Penuntut Umum akan menyusun surat dakwaan dan perkara masuk tahap penuntutan. Akan tetapi, apabila berkas dinyatakan belum lengkap, maka berkas perkara akan dikembalikan kepada Penyidik untuk dilengkapi.

2. Tahap Penuntutan

Berdasarkan Pasal 137 KUHAP, “Penuntut Umum berhak melakukan penuntutan terhadap siapaun yang didakwa melakukan suatu tindak pidana di wilayah hukumnya dengan melimpahkan perkara ke pengadilan yang berwenang mengadili.”

Setelah menerima hasil penyidikan dari penyidik, penuntut umum dalam waktu tujuh hari wajib memberitahukan kepada penyidik apakah berkas hasil penyidikan sudah lengkap atau belum.

Jika berkas belum lengkap, maka penuntut umum mengembalikan berkas tersebut kepada penyidik disertai dengan petunjuk yang harus dilengkapi. Dalam kurun waktu empat belas hari sejak penerimaan berkas, penyidik harus sudah menyampaikan kembali berkas tersebut kepada penuntut umum.

Berdasarkan pasal 143 KUHAP dijelaskan bahwa :

  • Penuntut Umum melimpahkan perkara ke Pengadilan Negeri dengan permintaan agar segera mengadili perkara tersebut disertai dengan surat dakwaan.
  • Penuntut Umum membuat surat dakwaan yang diberi tanggal dan ditandatangani serta berisi :
    • Nama lengkap, tempat lahir, umur atau tanggal lahir,jenis kelamin, kebangsaan, tempat tinggal, agama, dan pekerjaan tersangka
    • Uraian secara cermat, jelas dan lengkap mengenai tindak pidana yang didakwakan dengan menyebutkan waktu dan tempat tindak pidana dilakukan
  • Surat dakwaan yang tidak memenuhi ketentuan sebagaimana dimaksud dalam ayat 2 huruf b batal demi hukum
  • Turunan surat pelimpahan perkara beserta surat dakwaan disampaikan kepada tersangka atau kuasanya atau penasihat hukumnya atau penyidik, pada saat yang bersamaan dengan penyampaian surat pelimpahan perkara tersebut ke pengadilan negeri.

3. Tahap Pemeriksaan di Pengadilan

Alur proses persidangan perkara pidana dijelaskan sebagai berikut.

  • Pembacaan Surat Dakwaan oleh Penuntut Umum
    Hal pertama saat pemeriksaan perkara pidana di persidangan adalah pembacaan dakwaan oleh Penuntut Umum. Surat dakwaan ini berisi tentang tindak pidana yang dilakukan oleh terdakwa yang diperoleh dari tingkat pemeriksaan penyelidikan dan penyidikan.
  • Eksepsi (Nota Keberatan) terhadap surat Dakwaan oleh Penasihat Hukum Terdakwa
    Eksepsi dapat diajukan setelah pembacaan surat dakwaan. Berdasarkan pasal 156 ayat 1 KUHAP ada beberapa macam eksepsi, yaitu :
    • Keberatan bahwa Pengadila tidak berwenang mengadili perkara tersebut
    • Keberatan bahwa surat dakwaan tidak dapat diterima
    • Keberatan bahwa surat dakwaan harus dibatalkan
  • Tanggapan atas Nota Keberatan oleh Penuntut Umum
    Setelah pembacaan eksepsi oleh penasihat hukum maka akan diberikan kesempatan kepada Penuntut Umum untuk menanggapi eksepsi tersebut. Penuntut Umum dapat mengambil salah satu sikap dari piihan berikut :
    • Menerima keberatan penasihat hukum
    • Menyerahkan kepada Majelis Hakim untuk memutuskan
    • Secara tegas menolak eksepsi dan mengajukannya secara tertulis
    • Secara tegas menolak dan mengajukan tanggapan disertai alasannya
  • Putusan Sela oleh Majelis Hakim
    Putusan sela merupakan putusan yang menyangkut bukan tentang pokok perkara melainkan apakah pengadilan tersebut berwenang mengadili perkaranya atau surat dakwaan tidak dapat diterima.
  • Pembuktian
    Dalam persidangan untuk membuktikan terdakwa bersalah maka dibutuhkan sedikitnya dua alat bukti (Pasal 183 KUHAP).
  • Pembacaan Tuntutan Pidana oleh Penuntut Umum (Requisitor)
    Dalam suatu surat tuntutan memuat surat dakwaan, alat-alat bukti, kesimpulan beserta tuntutan terhadap terdakwa.
  • Pledoi (Nota Pembelaan) oleh Terdakwa atau Penasehat Hukumnya
    Setelah Penuntut Umum membacakan surat tuntutannya maka giliran terdakwa atau Penasehat Hukumnya untuk mengajukan nota pembelaan (pledoi). Pledoi ini bertujuan untuk memperoleh Putusan Hakim untuk membebaskan terdakwa dari segala tuntutan atau meminta agar dihukum seringan-ringannya.
  • Replik dan Duplik
    Replik adalah jawaban atas pembelaan dari terdakwa yang diajukan oleh Penuntut Umum. Sedangkan duplik adalah jawaban yang diajukan oleh terdakwa atau Penasehat Hukumnya.
  • Putusan/Vonis Hakim
    Setelah pemeriksaan perkara selesai,  maka Hakim akan menjatuhkan suatu Putusan. Ada beberapa jenis Putusan yang dijatuhkan Hakim dalam suatu perkara pidana, yakni :
    • Putusan Bebas (Vrijspraak)
      Putusan bebas adalah putusan yang dijatuhkan oleh Hakim yang berupa pembebasan terdakwa dari tuduhan yang dihadapkan padanya. Hal ini dapat terjadi karena tidak ditemukannya bukti-bukti yang cukup untuk menyatakan bahwa terdakwalah yang melakukan tindak pidana tersebut (Pasal 191 ayat 1 KUHAP).
    • Putusan Lepas dari Segala Tuntutan (Onslaag van Alle Recht Vervolging)
      Berdasarkan Pasal 191 ayat 2, putusan lepas dari segala tuntutan adalah putusan yang dijatuhkan Hakim apabila perbuatan terdakwa terbukti, akan tetapi perbuatan tersebut bukan merupakan suatu tindak pidana.
    • Putusan Pidana
      Dalam Pasal 193 KUHAP dijelaskan bahwa putusan pemidanaan adalah suatu putusan yang mana dijatuhkan kepada terdakwa apabila telah terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah maka terhadapnya akan dijatuhi hukuman pidana.

The post 3 Tahapan Persidangan Pidana Beserta Penjelasannya appeared first on HaloEdukasi.com.

]]>
13 Jenis Tindak Pidana (Delik) dan Contoh Kasusnya https://haloedukasi.com/jenis-tindak-pidana Wed, 27 Jan 2021 17:23:03 +0000 https://haloedukasi.com/?p=20221 Tindak pidana atau disebut juga dengan delik, dapat diklasifikasikan sebagai berikut: 1. Delik Hukum (Rechtsdelict) Delik hukum merupakan pelanggaran hukum yang melanggar rasa keadilan. Contoh: Tindak pidana pencurian (pasal 362 KUHP) Tindak pidana pembunuhan (pasal 338 KUHP) 2. Delik Undang-Undang (Wetsdelict) Delik undang-undang (wetsdelict) merupakan suatu pelanggaran yang melanggar ketentuan yang ada dalam undang-undang. Contoh: […]

The post 13 Jenis Tindak Pidana (Delik) dan Contoh Kasusnya appeared first on HaloEdukasi.com.

]]>
Tindak pidana atau disebut juga dengan delik, dapat diklasifikasikan sebagai berikut:

1. Delik Hukum (Rechtsdelict)

Delik hukum merupakan pelanggaran hukum yang melanggar rasa keadilan. Contoh:

  • Tindak pidana pencurian (pasal 362 KUHP)
  • Tindak pidana pembunuhan (pasal 338 KUHP)

2. Delik Undang-Undang (Wetsdelict)

Delik undang-undang (wetsdelict) merupakan suatu pelanggaran yang melanggar ketentuan yang ada dalam undang-undang. Contoh:

  • Tidak menggunakan helm pada saat mengendarai sepeda motor
  • Tidak memiliki SIM saat berkendara di jalan umum

3. Delik Formal

Delik formal merupakan suatu tindak pidana yang dianggap sebagai suatu perbuatan yang tidak dipermasalahkan perbuatannya, sedangkan akibat dari perbuatan tersebut adalah hal yang kebetulan atau aksidentalia.

Contoh:

  • Tindak pidana pencurian (pasal 362 KUHP)
  • Tindak pidana penghasutan (pasal 160 KUHP)
  • Tindak pidana penyuapan (pasal 209-210 KUHP)

4. Delik Material (Materiil)

Delik material atau materiil merupakan delik yang dianggap selesai jika akibatnya sudah selesai .

Contoh:

  • Tindak pidana pembunuhan (pasal 338 KUHP)
  • Tindak pidana pembunuhan berencana (pasal 340 KUHP)

5. Delik Berturut-turut (Voortgezet Delict)

Delik berturut-turut merupakan tindak pidana yang dilakukan secara berturut-turut. Contohnya saat seseorang mencuri uang Rp. 1.000.000,- tetapi dengan cara mengambil uang dengan jumlah Rp. 100.000,- setiap harinya.

6. Delik Berkualifikasi

Delik berkualifikasi merupakan tindak pidana dengan pemberatan. Contohnya tindak pidana pencurian yang dilakukan seseorang atau segerombolan pada waktu malam hari.

7. Delik Privilege (Geprevilegeerd Delict)

Delik privilege merupakan delik dengan peringanan. Contohnya tindak pidana pembunuhan bayi yang dilakukan karena takut diketahui oleh orang lain (pasal 341 KUHP), yang mana ancaman pidana perbuatan tersebut lebih ringan dari pada ancaman tindak pidana pembunuhan biasa.

8. Delik Politik

Delik politik merupakan tindak pidana yang menyangkut negara secara keseluruhan. Contoh:

  • Tindak pidana penghinaan yang dilakukan terhadap Presiden maupun wakil presiden (pasal 134 KUHP)
  • Tindak pidana terhadap hak kenegaraan (pasal 146-153 KUHP)

9. Delik Propria

Delik propria merupakan tindak pidana yang hanya dapat dilakukan oleh orang memiliki kualitas tertentu. Contohnya tindak pidana kejahatan terhadap jabatan (pasal 413-437 KUHP).

10. Delik Aduan (Klachdelict)

Delik aduan merupakan suatu delik yang dapat dituntut apabila ada pengaduan dari korban (orang yang merasa dirugikan). Contohnya:

  • Tindak pidana penghinaan (pasal 310 KUHP)
  • Tindak pidana perzinahan (pasal 285 KUHP)

11. Delik Dolus

Delik dolus merupakan delik yang dilakukan dengan sengaja. Contoh:

  • Tindak pidana penghasutan (pasal 162 KUHP)
  • Tindak pidana pencemaran nama baik (pasal 310 KUHP)

12. Delik Culpa

Delik culpa merupakan delik yang terjadi karena suatu kelalaiannya atau kekurang hati-hatiannya. Contoh:

  • Tindak pidana yang terjadi karena kealpaannya menyebabkan hilangnya nyawa orang lain (pasal 359 KUHP)
  • Tindak pidana yang terjadi karena kealpaannya menyebabkan orang lain mendapat luka berat (pasal 360 KUHP)
  • Tindak pidana yang arena kealpaannya menyebabkan tanda yntuk keamanan dihancurkan (pasal 197 KUHP)

13. Delik Biasa

Delik biasa merupakan suatu delik yang terjadi tidak perlu ada pengaduan dari pihak yang dirugikan karena aparat hukum akan segera mengambil tindakan.

Contoh :

  • Tindak pidana pembunuhan berencana (pasal 340 KUHP)
  • Tindak pidana pembunuhan biasa (pasal 338 KUHP)
  • Tindak pidana penggelapan (pasal 372 KUHP)

The post 13 Jenis Tindak Pidana (Delik) dan Contoh Kasusnya appeared first on HaloEdukasi.com.

]]>