kerajaan indonesia - HaloEdukasi.com https://haloedukasi.com/sub/kerajaan-indonesia Mon, 19 Sep 2022 04:31:53 +0000 id-ID hourly 1 https://wordpress.org/?v=6.6.2 https://haloedukasi.com/wp-content/uploads/2019/11/halo-edukasi.ico kerajaan indonesia - HaloEdukasi.com https://haloedukasi.com/sub/kerajaan-indonesia 32 32 3 Peninggalan Kerajaan Jailolo Kesultanan Maluku Utara https://haloedukasi.com/peninggalan-kerajaan-jailolo Mon, 19 Sep 2022 04:31:49 +0000 https://haloedukasi.com/?p=38667 Kesultanan Jailolo merupakan satu-satunya kesultanan di Maluku Utara yang memiliki pusat pemerintahan di Pulau Halmahera. Pendirian kesultanan ini diawali oleh persekutuan Moti atas usul Sultan Sida Arif Malamo. Meskipun tidak seterkenal kesultanan yang ada di Maluku lainnya, wilayah Kesultanan Jailolo merupakan salah satu sumber penghasil cengkeh yang ada di Maluku. Kesultanan yang telah berdiri sejak […]

The post 3 Peninggalan Kerajaan Jailolo Kesultanan Maluku Utara appeared first on HaloEdukasi.com.

]]>
Kesultanan Jailolo merupakan satu-satunya kesultanan di Maluku Utara yang memiliki pusat pemerintahan di Pulau Halmahera. Pendirian kesultanan ini diawali oleh persekutuan Moti atas usul Sultan Sida Arif Malamo.

Meskipun tidak seterkenal kesultanan yang ada di Maluku lainnya, wilayah Kesultanan Jailolo merupakan salah satu sumber penghasil cengkeh yang ada di Maluku. Kesultanan yang telah berdiri sejak abad ke-13 Masehi ini, pernah didirikan kembali setelah masa reformasi tahun 1998.

Kesultanan Jailolo mengalami keruntuhan pada abad ke-17 dan wilayah kesultanannya kemudian menjadi wilayah dari Kesultanan Tidore dan Kesultanan Ternate.  Kesultanan yang pernah diserang oleh Kesultanan Ternate ini tidak meninggalkan banyak jejak sejarah.

Peninggalan yang tersisa dari kesultanan ini hanya 3 saja yakni berupa benteng, masjid serta makam kuno. Ketiga bangunan bersejarah ini menjadi bukti bahwa Kesultanan Jailolo pernah berdiri di Pulau Halmahera. Adapun penjelasan ketiga peninggalan kesultanan ini adalah sebagai berikut.

1. Benteng Gamlamo

Benteng Gamlamo, Peninggalan Kerajaan Jailolo

Peninggalan sejarah kerajaan tentunya tidak akan lepas dari pengaruh penjajahan baik yang dilakukan oleh Belanda, Portugis, Spanyol maupun Jepang. Penjajahan ini turut memberikan andil bagi jejak-jejak peninggalan sejarah. Salah satu bukti peninggalan yang erat kaitannya dengan hal tersebut adalah sebuah benteng.

Zaman dahulu benteng digunakan untuk tempat berlindung dari ancaman musuh. Begitupun dengan benteng bekas peninggalan kerajaan Jailolo ini. Benteng Gamlamo sengaja dibangun untuk menghadapi serangan musuh yakni Kesultanan Ternate dan Portugis.

Pembangunan benteng ini dipimpin oleh Sultan Katarabumi. Benteng dibangun dengan menggunakan pondasi dari tanah dan batu. Sekeliling benteng dibangun sebuah tembok dengan dua kubu pertahanan guna menahan serangan musuh.

Selain itu, benteng gamlamo juga dipersenjatai dengan 100 pucuk senjata laras panjang, 18 pucuk Mariam, satu mortir dan beragam jenis senjata lainnya guna mencegah pengepungan. Sebuah benteng yang cukup kokoh pada masa itu.

Adapun senjata-senjata yang digunakan didatangkan dari Pulau Jawa. Persenjataan ini didatangkan guna menambah kekuatan Kesultanan Jailolo saat menghadapi musuh. Sebab, benteng merupakan rumah bagi seorang pejuang saat berada di arena peperangan.

Jika rumah tersebut hancur, maka kemungkinan besar kekalahan sudah di depan mata. Oleh karena itu, sangat penting untuk menjaga sebuah benteng pertahanan dari serangan musuh.

2. Masjid Gammalamo

Masjid Gammalamo, Peninggalan Kerajaan Jailolo

Masjid Gammalamo terletak di Desa Gamlamo Kecamatan Jailolo, Kabupaten Halmahera Barat, Maluku Utara. Masjid peninggalan Kerajaan Jailolo ini merupakan salah satu masjid tertua yang ada di Kabupaten Halmahera.

Masjid Gammalamo dibangun untuk pertama kalinya pada tahun 1902. Masjid ini berdiri di atas tanah dengan luas 300 meter persegi dengan luas bangunan utamanya sekitar 150 meter persegi. Masjid yang berdiri di atas tanah wakaf ini diprakarsai oleh suku tertua yang ada di Jailolo yakni Suku Moro.

Rakyat suku Moro saat ini menyepakati dibangunnya sebuah tempat ibadah tanpa bantuan dari pihak lain. Kemudian, seluruh suku yang ada di Jailolo saat itu seperti suku Wayuli dan Porniti saling bahu membahu membangun masjid.

Mereka memberikan kontribusi berupa Soko Guru (Tiang Kaba) yang dipakai sebagai penyangga bangunan atap. Empat Soko guru yang ada menjadi sebuah simbol persatuan dan kesatuan masyarakat Jailolo meskipun beberapa suku bukan sebagai pemeluk agama Islam.

Masjid Gammalamo memiliki keunikan tersendiri dibandingkan dengan masjid lainnya. Di bagian halaman masjid ini terdapat sebuah menara dengan panjang 2,9 meter. Menara tersebut merupakan peninggalan dari penjajahan Belanda.

Dulunya, menara tersebut digunakan sebagai penanda kapan datangnya waktu sahur dan berbuka saat bulan ramadhan tiba. Hal ini dikarenakan masyarakat saat itu belum semuanya memiliki jam matahari maupun jam analog.

Selain terdapat benda peninggalan penjajahan Belanda, Masjid Gammalamo pernah menjadi basis perjuangan melawan Belanda seperti yang terjadi pada saat Perang Jailolo atau Rogu Lamo Jailolo. Peperangan tersebut terjadi pada tahun 1914.

Di mana fungsi masjid gammalamo pada saat itu sebagai tempat bermusyawarah, benteng pertahanan dan menyusun strategi untuk melawan Belanda. Selain sebagai basis pertahanan saat melawan Belanda, masjid ini digunakan sebagai basis pertahanan untuk menghalau misi kristenisasi yang dilakukan Belanda.

Dengan misinya yang sering kita kenal 3G, yakni Gold Glory dan Gospel, para penjajah juga turut memaksa masyarakat untuk memeluk agama yang sama dengan mereka yakni agama Kristen. Masjid Gammalamo memiliki usia sekitar lebih dari satu abad. Dengan usia segitu, masjid ini tentunya telah mengalami berbagai macam renovasi.

Renovasi dilakukan guna memperbaiki beberapa bagian bangunan yang rusak. Namun, secara arsitektural, bangunan ini tetap sama dengan pembangunan pertama kali. Sebelum mengalami proses renovasi, masjid ini masih berupa Musala yang digunakan sebagai tempat untuk solat berjamaah. Kemudian, sekitar tahun 1920-an, masjid ini dipindahkan dan diberi nama Masjid Al-Kabir atau Masjid Besar.

Empat puluh tahun kemudian atau sekitar tahun 1960-an, masjid kembali dilakukan renovasi tanpa menghilangkan ciri khas utama bangunan. Setelah dilakukan renovasi, nama masjid ini kemudian diganti yang semula bernama masjid Al-Kabir menjadi masjid Al-Amin.

Kemudian pada tahun 1993, salah seorang anak cucu dari keturunan Sultan Jailolo mengklaim masjid tersebut menjadi masjid kesultanan. Hal inilah yang kemudian mendasari perubahan nama pada nama masjid menjadi Masjid Gammalamo. Nama masjid tersebut melekat hingga saat ini dan menjadi salah satu bukti sejarah Kerajaan Jailolo.

3. Nisan-Nisan Kuno

Nisan Kuno, Peninggalan Kerajaan Jailolo

Peninggalan sejarah dari Kerajaan Jailolo selanjutnya adalah nisan-nisan kuno. Nisan-nisan ini ditemukan di 3 desa yang berbeda yakni Desa Halala, Desa Gam Ici dan Desa Gam Lamo. Ketiga wilayah ini masih berada dalam satu kecamatan Jailolo.

Adapun bentuk-bentuk nisan-nisan kuno tersebut adalah berbentuk pipih dan balok. Selain itu, terdapat beberapa ornamen dan ukiran kaligrafi serta bunga sulur yang menghiasai nisan tersebut.

Nisan di desa Gamlamo memiliki ukuran dengan tinggi 160 cm dan lebar 80 cm. Nisan ini memiliki bentuk pipih dengan bagian kepala nisan berbentuk seperti delima. Sementara itu, bagian badan nisan di sisi dalam dihiasi dengan tulisan kaligrafi berupa ayat kursi.

Sedangkan bagian badan sisi luar dihiasi dengan motif flora dengan bagian sisi kiri dan kanan nisan diisi dengan motif geometris dan flora panah kuning. Jika dilihat secara sepintas, bentuk motif dari sisi samping terlihat seperti sebuah anyaman dengan motif bunga.

Sementara itu, pada bagian kaki nisan kondisinya sudah rusak karena terdapat patahan dan bagian puncak nisan sudah tidak ada. Pada bagian kaki nisan memiliki kesamaan ornamen dengan bagian badan nisan yakni berbentuk geometris dan flora. Bagian kaki nisan memiliki bentuk persegi empat dengan posisi terkubur ke dalam tanah.

Nisan kedua yang ditemukan di desa Gam lamo berada di dekat masjid Sultan yang pertama. Sama sepeti nisan pertama, nisan ini juga berbentuk pipih dengan sedikit perbedaan ada bahu nisan dan puncak nisan yang dibuat meruncing.

Kondisi nisan kedua ini tidak terawat bahkan beberapa nisan dibiarkan berserakan. Hanya beberapa nisan saja yang terawat yakni nisan yang berada di dalam pagar yang terbuat dari susunan batu dan semen. Ornamen pada nisan kedua ini memiliki kemiripan dengan nisan pertama yakni kaligrafi dan geometris.

Motif geometris berupa lingkaran bulat dengan bagian dalamnya diisi dengan motif kelopak bunga yang berisi enam. Sementara itu, pada bagian bawah bulat terdapat bidang lengkung seperti bulan sabit dan motif flora dengan bentuk tanaman sulur.

Selain flora, ornamen geometris juga turut menghiasi nisan kuno peninggalan Kerajaan Jailolo ini. Sementara itu, pada nisan kedua ini tidak terdapat kaligrafi hanya motif flora yang menghiasi bagian badan nisan baik dalam maupun luar. Pada titik kedua ini, terdapat 8 buah nisan kuno yang sayangnya tidak dijaga dan dirawat dengan baik.

Nisan selanjutnya adalah nisan kuno yang ditemukan di desa Galala. Nisan ketiga kondisinya jauh lebih terawat dibandingkan nisan kedua yang ditemukan dekat Kedaton. Nisan ini berada di dalam sebuah pagar yang terbuat dari susunan batu.

Bahkan nisan ini dianggap sebagai salah satu tempat keramat oleh warga sekitar. Nisan peninggalan kerajaan Jailolo ini kerap dikunjungi dan diziarahi oleh masyarakat pada waktu tertentu. Selain ditemukan nisan pada daerah ini, ditemukan pula fragmen keramik asing yang berasal dari Eropa.

The post 3 Peninggalan Kerajaan Jailolo Kesultanan Maluku Utara appeared first on HaloEdukasi.com.

]]>
Biografi Sultan Ageng Tirtayasa Terlengkap https://haloedukasi.com/biografi-sultan-ageng-tirtayasa Wed, 23 Mar 2022 06:55:04 +0000 https://haloedukasi.com/?p=32871 Siapa yang tidak mengenal Sultan Ageng Tirtayasa, yang merupakan pahlawan nasional di Indonesia asal Banten tersebut. Sultan Ageng Tirtayasa merupakan Sultan ke 6 dari Kesultanan Banten, yang merupakan kerajaan Indonesia yang beragama Islam. Dimana Kesultanan ini terletak di Tatar Pasundan, Provinsi Banten, Jawa Barat. Cerita kisah hidup dan perjuangan dari Sultan ini, sangatlah terkenal di […]

The post Biografi Sultan Ageng Tirtayasa Terlengkap appeared first on HaloEdukasi.com.

]]>
Siapa yang tidak mengenal Sultan Ageng Tirtayasa, yang merupakan pahlawan nasional di Indonesia asal Banten tersebut. Sultan Ageng Tirtayasa merupakan Sultan ke 6 dari Kesultanan Banten, yang merupakan kerajaan Indonesia yang beragama Islam. Dimana Kesultanan ini terletak di Tatar Pasundan, Provinsi Banten, Jawa Barat.

Cerita kisah hidup dan perjuangan dari Sultan ini, sangatlah terkenal di rakyat Indonesia. Dimana Sultan Ageng Tirtayasa sangat getol dalam memperjuangkan kesejahteraan dari rakyatnya, terhadap penjajahan dari negara Kerajaan Belanda. Sehingga dapat membuat dia menjadi tokoh pahlawan nasional.

Biografi Sultan Ageng Tirtayasa

Sultan Ageng Tirtayasa adalah anak dari Sultan Muda terdahulu yaitu Sultan Abu al-Ma’ali Ahmad (Sultan Banten ke 5 dengan memerintah dari tahun 1647-1650) yang merupakan pewaris tahta Kesultanan Banten dan dari ibu bernama Ratu Martakusuma. Dia lahir di Kesultanan Banten, tahun 1631.

Masa kecil Sultan ini diberi gelar Pangeran Surya dan ketika ayahnya wafat dia diangkat menjadi Sultan Muda (Gelar yang diberikan kepada pewaris tahta, dia akan memerintah bersama-sama dengan Sultan) dengan gelar bernama Pangeran Dipati. Setalah kakeknya wafat pada tahun 1651, dia diangkat menjadi Sultan Banten ke-6 dengan gelar Sulthan ‘Abdul-Fattah al-Mafaqih.

Sedangkan untuk nama Sultan Ageng Tirtayasa sendiri merupakan berasal dari  tindakan dia dalam mendirikan keraton baru di dusun Tirtayasa (sekarang Kabupaten Serang). Inilah yang membuat dia sekarang terkenal sebagai Sultan Ageng Tirtayasa.

Riwayat Keluarga Sultan Ageng Tirtayasa

Sultan Abdul Fattah merupakan nama asli dari Sultan Ageng Tirtayasa. Ayah dari Sultan Ageng Tirtayasa bernama Sultan Abu al-Ma’ali Ahmad bin Sultan Abdul Mufakhir bin Sultan Maulana Muhammad Nashrudin bin Sultan Maulana Yusuf bin Sultan Hasanuddin bin Syarif Hidayatullah (Sunan Gunung Jati), yang merupakan Sultan Banten Kelima.

Jadi dapat dikatakan bahwa Sultan Ageng Tirtayasa merupakan turunan dari Sunan Gunung Jati. Sultan Ageng Tirtayasa juga merupakan cucu dari Sultan Abdul Mufakhir Mahmud Abdul yang merupakan Sultan Banten Keempat yang memerintah pada tahun 1596–1651.

Sedangkan ibu dari Sultan Ageng Tirtayasa adalah Ratu Marta Kusuma, yang merupakan anak dari Pangeran Jayakarta. Dia memiliki 4 saudara dari ibu yang sama yaitu Ratu Kulon, Pangeran Kilen, Pangeran Lor, dan Pangeran Radja. Sedangkan saudara dari ibu yang berbeda yang bernama Ratu Wetan adalah Pangeran Wetan, Pangeran Kidul, Ratu Inten, dan Ratu Tinumpuk.

Tirtayasa sendiri lahir pada tahun 1637, yang diberi nama Pangeran Surya. Nama itu memiliki arti “Matahari Terbit”. Serta dia terkenal mempunyai wajah yang tampan dan juga cerdas, lincah, mudah bergaul, dan sopan. Sehingga dia terlihat berbeda dari saudara-saudaranya yang lain.

Oleh karena itulah dia dianggap orang tuanya, cocok untuk menjadi calon pewaris tahta dari Kesultanan Banten. Tetapi menurut hukum ahli waris dari Kesultanan Banten, dia tidak bisa naik tahta sebelum ayahnya Sultan Abu Al-Mu’ali naik tahta.

Namun, ketika ayahnya wafat tahun 1650 sebelum naik tahta, maka secara otomatis menurut garis suksesi yang menjadi Sultan Banten berikutnya adalah Sultan Ageng Tirtayasa. Karena itulah Tirtayasa diangkat menjadi Sultan Banten berikutnya dengan gelar bernama Sultan Abdul Fattah Muhammad Syifa Zainal Arifin atau Pangeran Ratu Ing Banten.

Perjuangan Sultan Ageng Tirtayasa

Sultan Ageng Tirtayasa merupakan penguasa Kesultanan Banten yang berkuasa tahun 1651-1683. Dia merupakan Sultan yang banyak melakukan perlawanan terhadap penjajahan Kerajaan Belanda. Karena pada saat itu VOC perusahaan Kerajaan Belanda menerapkan perjanjian monopoli terhadap perdagangan yang ada di Kesultanan Banten.

Hal ini tentu saja sangat merugikan perdagangan Kesultanan Banten. Karena itulah Sultan Ageng Tirtayasa sangat menolak perjanjian tersebut, sehingga dia membuat Kesultanan Banten menjadi pelabuhan terbuka.

Karena Sultan Ageng Tirtayasa mempunyai cita-cita membuat Kesultanan Banten menjadi Kerajaan Islam terbesar di Indonesia. Untuk urusan bidang ekonomi sendiri, Tirtayasa sangat ingin meningkatkan kesejahteraan dari rakyatnya dengan cara membuka area persawahan baru dan membangun saluran irigasi yang lebih baik.

Untuk bidang keagamaan sendiri, dia menunjuk Syekh Yusuf menjadi mufti Kesultanan Banten dan juga penasehat dia. Saat terjadi konflik antara dia dengan Putera Mahkota yaitu Sultan Haji. Pihak Belanda ikut campur dengan cara membuat aliansi dengan Sultan Haji, yang bertujuan untuk menurunkan Sultan Ageng Tirtayasa dari tahta Kesultanan Banten.

Saat Tirtayasa melakukan pengepungan terhadap pasukan Sultan Haji di wilayah Sorosowan atau Banten, pihak Belanda memberikan bantuan dengan mengirim pasukan diatas komando dari Kapten Tack dan Saint-Martin

Masa Kepemimpinan Sultan Ageng Tirtayasa

Tirtayasa diangkat menjadi Sultan pada tahun 1651, dia menggantikan kakeknya karena ayahnya meninggal sebelum bertahta. Karena kekuasaan Kesultanan Banten yang cukup luas, mencangkup daerah Banten sampai lampung, Solebar, Bengkulu, dll. D

ia membuat para penggawa-penggawa untuk mengawasi wilayah tersebut. Dimana para penggawa ini pada waktu tertentu akan diwajibkan untuk datang ke Kesultanan Banten. Dimana mereka akan berkumpul di tempat kediaman Mangkubumi di daerah Kemuning di seberang sungai, untuk melaporkan kondisi dan keadaan daerah mereka masing-masing.

Setelah itu mereka akan menghadap Sultan Banten di Istana Surosowan, untuk diberikan wejangan dan pesan kepada rakyat di daerah masing-masing. Untuk pengaturan pelatihan terhadap angkatan perang sendiri, dia menyerahkannya kepada Mangkubumi dan Pangeran Madura untuk mengatur dan mengawasi pelatihan dan prajurit Banten itu sendiri.

Dimana senjata yang dipakai adalah senapan, meriam, keris, dan tombak. Selain itu dia juga membeli senjata dari Batavia dan wilayah lainnya. Untuk rumah para senopati dan penggawa dia akan menempatkannya sedemikian rupa, agar pada saat terjadi serangan, mereka bisa dengan cepat mengontrol prajuritnya untuk menyerang balik.

Inilah kenapa yang membuat letak rumahnya tak terlalu jauh dari Istana, agar Sultan bisa dengan cepat menyampaikan intruksinya. Apabila terjadi serangan terhadap Kesultanan Banten. Karena hal inilah yang membuat bahwa Sultan Ageng Tirtayasa adalah ahli strategi yang baik.

Dimana dia sudah terbukti, karena dia mengatur strategi gerilya pada saat perang dengan Belanda di Batavia. Tirtayasa juga tidak akan melupakan hubungan diplomatik dengan negara lain. Dimana dia berhubungan diplomatik dengan Muttasharifat Hejaz yang merupakan perwakilan dari Kesultanan Utsmaniyah.

Tirtayasa menyadari hubungan diplomatik merupakan hal yang penting untuk memperkokoh kekuatan umay Islam dalam melawan ekspansi dari dunia Barat ke wilayah Timur Jauh. Tirtayasa juga sering membuat musyawarah dengan para pembesar Kesultanan, seperti Pangeran Madura, Pangeran Mangunjaya, dan Mas Dipaningrat.

Salah satunya adalah musyawarah untuk menentukan utusan perwakilan Kesultanan Banten ke Kesultanan Utsmaniyah. Dimana Santri Betot dipilih untuk menjadi perwakilan Kesultanan Banten ke ibu kota dari Muttasharifat Hejaz.

Delegasi Kesultanan Banten memiliki tujuan untuk melaporkan pergantian Sultan dan menceritakan hubungan yang tegang antara Kesultanan Banten dengan VOC Belanda. Tirtayasa juga meminta dikirimnya guru agama ke Banten kepada Sharif Makkah, yang bertujuan untuk memperdalam pengetahuan Islam kepada rakyat Banten.

Dimana permintaan Tirtayasa kepada Sharif Makkah disetujui, dengan mengirimkan utusan bernama Sayid Ali, Abdunnabi, dan Haji Salim. Karena hal inilah Sultan Ageng Tirtayasa mendapat gelar Abdul Fattah dari Sharif Makkah. Agar Tirtayasa lebih memantapkan kekuasaannya, dia melakukan pembaruan terhadap Dewan Agung yang merupakan organisasi penasihat Sultan.

Dengan cara mengurangi kekuasaan dari Dewan Agung itu sendiri. Sehingga segala keputusan pemerintahan akan dikeluarkan oleh dia dan dibantu oleh para penasihat terpercayanya. Pada tahun 1674 dia memindahkan para anggota Dewan Agung ke Istana Surasowan, dekat dengan pantai di  wilayah Teluk Banten, dengan alasan keamanan. Hal ini memiliki arti politik yaitu bahwa Sultan Ageng Tirtayasa siap dan matang untuk memerintah.

Karena hal inilah, membuat Kesultanan Banten menjadi lebih baik dari segi bidang politik, sosial budaya, dan perekonomian. Terutama dalam bidang perdagangan, dimana Kesultanan Banten mengalami perkembangan yang signifikan. Sehingga membuat VOC merasa terancam.

Sultan Ageng Tirtayasa juga melakukan berbagai strategi untuk melakukan pemulihan terhadap Banten dari segi perdagangan Internasional, seperti:

  • Mengundang pedagang dari wilayah Inggris, Prancis, Denmark, dan Portugis untuk berdagang ke Banten.
  • Berinteraksi dagang dengan wilayah Tiongkok, India, dan Persia.
  • Mengirim armada angkatan laut, untuk mengganggu pasukan VOC Belanda.
  • Serta membangun saluran irigasi sepanjang sungai dari ujung Jawa sampai Pontang, untuk suplai perang dan juga mengairi sawah.

Sultan Ageng Tirtayasa juga adalah orang yang antipati dengan Kerajaan Belanda. Sehingga dia tak segan-segan untuk melakukan penyerangan secara gerilya dari darat maupun laut untuk menghancurkan pertahanan Belanda di Batavia. Aksi ini dia lakukan terhadap kapal-kapal perdagangan dari Belanda.

Pada saat tua, Tirtayasa membangun Istana di daerah Pontang dekat dengan Tirtayasa. Dengan tujuan untuk tempat peristirahatan, serta benteng pengintaian terhadap wilayah Belanda di Tangerang dan Batavia.

Hubungan Diplomatik

Pada saat memerintah Sultan Ageng Tirtayasa aktif dalam melakukan hubungan diplomatik untuk mengajak kerjasama dengan berbagai Kerajaan yang ada disekitarnya, baik di dalam negeri Indonesia maupun negara asing, seperti: Utsmaniyah, Inggris, Aceh, Prancis, Makassar, Arab, dan Kerajaan lainnya.

  • Banten dan kerajaan Nusantara lain

Pada tahun 1677, Kesultanan Banten bekerja sama dengan Trunojoyo dalam melawan Kesultanan Mataram. Tirtayasa juga melakukan hubungan diplomatik dengan Kerajaan seperti Makassar, Bangka, Cirebon, dan Inderapura.

  • Banten dan Prancis    

Tirtayasa juga melakukan hubungan perdagangan dengan Kerajaan Eropa lainnya, seperti Inggris, Denmark, dan Prancis.

Dimana pada saat itu tahun 1671, Raja Prancis Louis XIV mengirim Francois Caron untuk melakukan ekspedisi perdagangan ke Kesultanan Banten dan misi tersebut berhasil. Sehingga membuat terjadi hubungan perdagangan yang menguntungkan antara Kesultanan Banten dan Kerajaan Prancis.

  • Banten dan Inggris     

Dimana Kesultanan Banten ternyata mempunyai hubungan yang baik dengan Kerajaan Inggris, hal itu sudah terjadi sejak jaman Sultan Abdul Mafakhir. Karena Sultan Abdul Mafakhir mengirim surat ucapan selamat atas penobatan dari Raja Charles I sebagai Raja Inggris.

Hal itulah yang membuat Kesultanan Banten mempunyai hubungan persahabatan dengan Kerajaan Inggris. Serta saat pemerintahan Sultan Ageng Tirtayasa pun Kesultanan Banten masih berhubungan baik dengan Kerajaan Inggris.

Keluarga Sultan Ageng Tirtayasa

Untuk urusan keluarga, Sultan Ageng Tirtayasa menurut banyak cerita bahwa dia memiliki banyak Istri. Tetapi yang paling terkenal adalah Nyai Ratu Gede dan Ratu Nengah. Dimana Nyai Ratu Gede adalah anak dari salah satu penggawa dari Kesultanan Banten.

Sedangkan untuk Ratu Nengah merupakan anak dari Pangeran Kasunyatan. Dimana dia menikah dengan Ratu Nengah saat istri pertama Tirtayasa meninggal. Serta Sultan Ageng Tirtayasa mempunyai 30 orang anak, sebagai berikut:

  • Sultan Haji.
  • Pangeran Arya Purbaya.
  • Pangeran Arya Tubagus Abdul Alim.
  • Pangeran Arya Tubagus Ingayadadipura.
  • Raden Sugiri.
  • Tubagus Rajasuta.
  • Tubagus Rajaputra.
  • Tubagus Husen.
  • Raden Mandaraka.
  • Raden Saleh.
  • Raden Rum.
  • Raden Mesir.
  • Raden Muhammad.
  • Raden Muhsin.
  • Tubagus Wetan.
  • Tubagus Muhammad Athif.
  • Tubagus Abdul.
  • Tubagus Kulon.
  • Arya Abdulalim.
  • Ratu Raja Mirah.
  • Ratu Ayu.
  • Ratu Kidul.
  • Ratu Marta.
  • Ratu Adi.
  • Ratu Umu.
  • Ratu Hadijah.
  • Ratu Habibah.
  • Ratu Fatimah.
  • Ratu Asyqoh.
  • Ratu Nasibah.

Kematian dan Penghargaan

Sultan Ageng Tirtayasa meninggal pada tahun 1683 di dalam penjara. Dimana dia tertangkap oleh VOC dan dipenjara di Batavia. Dia dimakamkan di Komplek Pemakaman Raja-Raja Banten di sebalah utara dari Masjid Agung Banten, Banten Lama.

Karena jasa-jasanya dalam melawan penjajahan Belanda. Sultan Ageng Tirtayasa diberikan gelar Pahlawan Nasional oleh Pemerintahan Republik Indonesia dengan SK Presiden Republik Indonesia No. 045/TK/Tahun 1970, tanggal 1 Agustus 1970.

Nama dia juga diabadikan menjadi nama dari perguruan tinggi di Indonesia, yaitu Universitas Sultan Ageng Tirtayasa di Banten.

The post Biografi Sultan Ageng Tirtayasa Terlengkap appeared first on HaloEdukasi.com.

]]>
5 Kerajaan Tertua di Indonesia Beserta Sejarahnya https://haloedukasi.com/kerajaan-tertua-di-indonesia Mon, 21 Jun 2021 04:44:05 +0000 https://haloedukasi.com/?p=25324 Dahulu kala di Indonesia terdiri akan banyak sekali kerajaan. Baik yang bercorak Hindu, Budha, atau bahkan Islam. Dan banyak dari kerajaan itu yang hanya bertahan beberap waktu saja, namun tak sedikit juga yang kerajaan tua yang telah berdiri selama berabad-abad. Sayangnya, ada banyak kerajaan-kerajaan tua yang kurang diberi tempat di dalam buku sejarah. Oleh karen […]

The post 5 Kerajaan Tertua di Indonesia Beserta Sejarahnya appeared first on HaloEdukasi.com.

]]>
Dahulu kala di Indonesia terdiri akan banyak sekali kerajaan. Baik yang bercorak Hindu, Budha, atau bahkan Islam. Dan banyak dari kerajaan itu yang hanya bertahan beberap waktu saja, namun tak sedikit juga yang kerajaan tua yang telah berdiri selama berabad-abad.

Sayangnya, ada banyak kerajaan-kerajaan tua yang kurang diberi tempat di dalam buku sejarah. Oleh karen itu, berikut ini kita akan mempelajari berbagai macam kerajaan-kerajaan tertua di Indonesia yang sudah semestinya kita ingat.

1. Kerajaan Kandis

Adakah dari kalian yang pernah mendengar nama kerajaan ini? Saya yakin jika banyak yang belum tahu mengenai kerajaan ini.

Wajar saja, sebab kerajaan ini dipercayai oleh para ahli sudah dibentuk sebelum era masehi. Ada beberapa ahli sejarah yang memperkirakan bila kerajaan ini berdiri pada tahun satu sebelum masehi, namun hal tersebut masih belum dapat dipastikan.

Kerajaan Kandis yang ber-ibukota Bukit Bakau diperkirakan terletak di Koto Alang, masuk ke wilayah Lubuk Jambi, tepatnya di kabupaten Kuantan Singingi, provinsi Riau.

Tak banyaknya sumber yang membahas mengenai kerajaan Kandis. Bahkan siapa saja raja yang pernah memimpin kerajaan itu pun  masih simpang-siuran. Menjadikan kerajaan ini tak banyak dikenal masyarakat Indonesia. Selain itu, sedikitnya bukti peninggalan kerajaan Kandis membuat sejarah kerajaan ini kian sulit digali oleh para peneliti.

2. Kerajaan Salakanagara

Kerajaan Salakanagara merupakan kerajaan yang didirikan pada sekitar abad ke dua atau ke tiga masehi, di sebuah daerah di sekitar Jawa Barat oleh Dewawarman yang bergelar Prabu Darmalokapala Aji Raksa Gapura Sagara.

Banyak peneliti yang menyakini bila kerajaan Salakanagara merupakan leluhur suku Sunda. Hal ini disebabkan oleh letak wilayah peradaban serupa.

Untuk wilayah kekuasaan sendiri, diperkirakan bila wilayah Kerajaan Salakanagara membentang dari daerah Jawa bagian Barat hingga laut yang membentang sampai Pulau Sumatera. Sedangkan untuk pusat pemerintahan, para peneliti memiliki tiga lokasi yang diperkirakan, yakni Teluk Lada di daerah Pandeglang, Condet di daeraj Jakarta setara Gunung Salak di daerah Bogor.

Meski lebih dari dua abad berdiri, tak banyak bukti sejarah yang ditemukan untuk menguak lebih banyak tentang kerajaan ini. Namun diyakini bila keturunan kerajaan Salakanagara inilah yang kemudian menjadi pemimpin kerajaan terkemuka seperti Pajajaran, Majapahit, serta Sriwijaya.

3. Kerajaan Kutai

Kerajaan Kutai merupakan kerajaan bercorak Hindu tertua yang berdiri di sekitar kawasan Muara Kaman, sungai Mahakam, Kalimantan Timur, pada sekitar abad ke empat atau ke lima masehi oleh Kundungga.

Nama “Kutai” sendiri sebetulnya bukan nama sesungguhnya kerajaan ini, melainkan nama yang diberikan oleh para peneliti sejak jaman Belanda untuk menyebut kerajaan yang dipimpin oleh Mulawarman.

Nama ini sendiri didasarkan pada lokasi penemuan prasasti berupa yupa di wilayah Kutai. Dan nama ini masih digunakan hingga kini karena memang tak banyak informasi yang dapat ditemukan untuk mengetahui nama sesungguhnya kerajaan ini.

Sementara itu, dari catatan yang tertera pada prasasti berbentuk yupa yang ditemukan, Kudungga disebut sebagai pendiri kerajaan ini. Yang kemudian digantikan Aswawarman, Mulawarman, dan bertahan hingga berpuluh generasi. Berikut ini adalah nama raja yang pernah memimpin kerajaan Kutai:

  • Kudungga (pendiri kerajaan)
  • Aswawarman (anak Kundungga)
  • Mulawarman (anak Aswawarman sekaligus raja yang membawa Kutai pada puncak kekuasaan)
  • Marawijaya Warman
  • Gajayana Warman
  • Tungga Warman
  • Jayanaga Warman
  • Nalasinga Warman
  • Nala Parana Tungga
  • Gadingga Warman Dewa
  • Indra Warman Dewa
  • Sangga Warman Dewa
  • Candrawarman
  • Sri Langka Dewa
  • Guna Parana Dewa
  • Wijaya Warman
  • Sri Aji Dewa
  • Mulia Putera
  • Nala Pandita
  • Indra Paruta Dewa
  • Dharma Setia.

Kerajaan Kutai yang pernah dipimpin oleh Mulawarman ini sering juga disebut dengan Kutai Martadipura. Hal ini karena ada kerajaan lain bernama Kutai Kertanegara yang awalnya ber-ibukota Kutai Lama (Tanjung Kute). Dan kerajaan Kutai Kertanegara inilah yang akhirnya mengakhiri kerajaan Kutai Martadipura pada masa kepemimpinan Dharma Setia.

4. Kerajaan Tarumanagara

Satu lagi kerajaan yang berdiri pada sekitar abad ke lima masehi, yakni Kerajaan Tarumanegara, yang dipimpin oleh Purnawarman. Hal ini didasarkan pada naskah yang terukir pada prasasti yang ditemukan.

Meski begitu, raja yang mendirikan kerajaan ini ialah Jayasingawarman, seorang pendeta dari India. Pendeta ini pergi ke Nusantara untuk mengungsi karena daerah telah ditaklukan. Lalu ia pun mendirikan kerajaan Tarumanagara atas izin Dewawatman VIII (salah satu raja kerajaan Sakalanagara).

Nama ‘Tarumanagara’ sendiri dipercaya berasal dari gabungan kata ‘taruma’ dan ‘nagara’. ‘Taruma’ berasal dari nama Ci Tarum, yakni sebuah sungai yang membelah wilayah Jawa Barat. Sedangkan ‘nagara’ memiliki arti negara atau kerajaan.

Adapun raja-raja yang memimpin Taruma negara adalah sebegai berikut:

  • Jayasingawarman
  • Dharmayawarman
  • Purnawarman
  • Wisnuwarman
  • Indrawarman
  • Candrawarman
  • Suryawarman
  • Kertawarman
  • Sudhawarman
  • Hariwangsawarman
  • Nagajayawarman
  • Linggawarman.

Dan dari dua belas raja yang pernah memimpin kerajaan Tarumanagara, Purnawarmanlah yang membawa kerajaan ini pada puncak kekuasaan.

Hingga akhirnya kerajaan ini runtuh pada sekitar abad ke tujuh, karena wafatnya raja Linggawarman. Dan tampuk kekuasaan pun jatuh pada Tarusbawa yang merupakan menantunya. Namun, alih-alih melanjutkan kejayaan kerajaan Tarumanagara, Tarusbawa lebih ingin kembali ke kerajaan Sunda yang notabenenya adalah kerajaannya sendiri.

5. Kerajaan Sriwijaya

Berdiri pada sekitar abad ke tujuh masehi, selain menjadi salah satu kerajaan terbesar, Sriwijaya juga menjadi salah satu kerajaan tertua.

Kerajaan yang didirikan oleh Dapunta Hyang ini berada pada titik keemasannya saat berada di bawah kepemimpinan Raja Balaputradewa. Di mana kekuasaannya mencapai wilayah Madagaskar.

Karena merupakan kerajaan maritim, tak ada kejelasan di mana pusat kerajaan Sriwijaya berada. Namun banyak yang berapekulasi bila pusat kerajaan ini berada di sekitar tepian sungai Musi.

Berdiri selama berabad-abad lamanya, dan membentang pada sebagian pulai Jawa, Sumatera, Kamboja, Thailand Selatan, hingga Semenanjung Malaya. Tak mengherankan bila ada banyak raja yang pernah memerintah kerajaan Sriwijaya. Dan berikut adalah nama-nama raja tersebut.

  • Dapunta Hyang Sri Jayanasa
  • Indrawarman
  • Rudra Wikrama
  • Sangramadhananjaya
  • Dharanindra/Rakai Panangkaran
  • Samaragrawira/Rakai Warak
  • Dharmasetu
  • Samaratungga/Rakai Garung
  • Balaputradewa
  • Sri Udayadityawarman
  • Sri Wuja atau Sri Udayadityan
  • Hsiae-she
  • Sri Cudamaniwarmadewa
  • Malayagiri/Suwarnadwipa
  • Sri Marawijayottunggawarman
  • Sumatrabhumi
  • Sri Sanggrama Wijayatunggawarman
  • Sri Dewa
  • Dharmawira
  • Sri Maharaja
  • Trailokyaraja Maulibhusana Warmadewa.

Pada abad ke tiga belas masehi, kerajaan Sriwija mulai mengalami kemubduran sampai akhirnya runtuh. Ada berbagai faktor yang memicu runtuhnya kerajaan ini. Mulai dari serangan kerajaan besar, banyaknya raja-raja yang melepaskan diri, serta desakan dari kerajaan Thailand.

The post 5 Kerajaan Tertua di Indonesia Beserta Sejarahnya appeared first on HaloEdukasi.com.

]]>
5 Kerajaan Islam Tertua di Indonesia yang Perlu diketahui https://haloedukasi.com/kerajaan-islam-tertua-di-indonesia Mon, 12 Apr 2021 01:25:47 +0000 https://haloedukasi.com/?p=23746 Sejak tahun 2015 hingga kini, Indonesia masih memuncaki daftar negara dengan populasi muslim terbesar di dunia, diikuti oleh India dan Pakistan. Ada sekitar sembilan puluh persen dari rakyat Indonesia adalah muslim. Sehingga ada lebih dari dua ratus juta jiwa di negara ini yang menganut agama Islam. Hal itu menunjukan seberapa banyak Indonesia telah bermetamorfosa selama […]

The post 5 Kerajaan Islam Tertua di Indonesia yang Perlu diketahui appeared first on HaloEdukasi.com.

]]>
Sejak tahun 2015 hingga kini, Indonesia masih memuncaki daftar negara dengan populasi muslim terbesar di dunia, diikuti oleh India dan Pakistan. Ada sekitar sembilan puluh persen dari rakyat Indonesia adalah muslim. Sehingga ada lebih dari dua ratus juta jiwa di negara ini yang menganut agama Islam.

Hal itu menunjukan seberapa banyak Indonesia telah bermetamorfosa selama beberapa abad belakangan ini. Mengingat dahulu kala Indonesia didominasi oleh kerajaan-kerajaan yang menganut agama Hindu atau Budha.

Dari para pedagang ini, kemudian Islam mulai menyebar di kalangan rakyat biasa hingga kalangan kerajaan. Sampai bertahun-tahun kemudian kerajaan-kerajaan Islam pun berdiri di Indonesia. Lantas, apa sajakah kerajaan Islam tertua di Indonesia? Berikut adalah penjelasannya.

1. Kerajaan Perlak

Selama ini banyak yang mengira bahwa kerajaan Islam pertama di Nusantara ialah Samudera Pasai. Bahkan dalam buku Sejarah di sekolah pun kita diajarkan hal serupa. Namun nyatanya bukan Samudera Pasai, namun Kesultanan Perlak-lah kerajaan Islam pertama di Indonesia. Walau pun nantinya kerajaan ini bergabung dengan Samudera Pasai setelah sultan terakhnya meninggal pada tahun 1292 masehi.

Kesultanan Perlak sendiri diperkirakan berdiri tahun 840 masehi, di sekitar wilayah Peureulak, Aceh Timur. Dengan Sultan Alaidin Syeh Maulana Abdul Aziz Syah sebagai sultan pertamanya.

2. Kerajaan Ternate

Berikutnya, kerajaan yang berdiri sejak tahun 1257 masehi, bernama Kesultanan Ternate atau Kerajaan Gapi. Dan menjadi satu dari empat kerajaan bercorak Islam di Kepulauan Maluku. 

Kerajaan Ternate berada di titik puncak kejayaannya saat di bawah kepemimpinan Sultan Bayanullah. Serta menjadi kerajaan dengan perkembangan paling masif di kepulauan maluku karena sumber daya rempahnya yang melimpah dan dilindungi kekuatan militer yang mempuni.

Bahkan, luas cakupan kekuasaan kerajaan ini tak main-main. Membentang dari Maluku; sisi Utara, Timur, dan Tengah Sulawesi; Kepulauan Filipina bagian Selatan, sampai ke wilayah Pasifik, tepatnya di Kepulauan Marshall.

3. Kerajaan Samudera Pasai

Pada urutan ketiga kerajaan Islam tertua di Indonesia, ada Kerajaan Samudra Pasai yang didirikan oleh Meurah Silu pada tahun 1267 masehi di Lhokseumawe, Aceh Utara. Di mana menurut para ahli, kerajaan ini merupakan perleburan dari Kerajaan Pase dan kerajaan Perlak yang telah berdiri sebelumnya.

Komoditas unggulan dari kerajaan ini adalah lada. Selain itu, Samudera Pasai juga menjadi wilayah perdagangan antar negara. Bahkan pada masa jayanya, Samudera Pasai memiliki mata uangnya sediri yang terbuat dari emang.

Sayangnya kerajaan ini harus runtuh pada tahun 1521 masehi karena adanya perang saudara akibat dari perebutan kekuasaan serta betul-betul luruh ole serangan Portugis.

4. Kesultanan Malaka

Kesultanan Malaka didirikan oleh seseorang bernama Parameswara pada pada abad ke-5 masehi di tanah Malaka.

Di masa awal terbentuknya, kerajaan ini bukalah merupakan kerajaan Islam. Akan tetapi, sejalan dengan lesatnya penyebaran agam Islam, kerajaan ini pun mulai menganut agama Islam dan perlahan menjadi kerajaan Islam sepenuhnya.

Sayangnya, karena serangan dari orang-orang Portugis, kerajaan ini hancur dengan Sultan Mahmud Syah sebagai raja terakhir yang memimpin kerajaan.

5. Kerajaan Islam Cirebon

Kerajaan Cirebon merupakan kerajaan Islam yang lumayan berpengaruh pada abad ke-15-an masehi di daerah Jawa Barat.

Karena lokasi kerajaan ini dekat dengat laut—yang merupakan jalur perdangan, kerajaan Cirebon pun menjadi tempat yang strategis sebagai tempat penyebarang agama Islam melalui pedagang.

Sultan paling terkenal dari kerajaan ini ialah Sunan Gunung Jati, yang merupakan keponakan Sultan Cirebon pertama serta salah satu dari sembilan Wali Songo.

The post 5 Kerajaan Islam Tertua di Indonesia yang Perlu diketahui appeared first on HaloEdukasi.com.

]]>
6 Kerajaan Terbesar yang Pernah Berdiri di Indonesia https://haloedukasi.com/kerajaan-terbesar-yang-pernah-berdiri-di-indonesia Mon, 05 Apr 2021 03:13:04 +0000 https://haloedukasi.com/?p=23581 Jauh sebelum Indonesia merdeka, di negara ini berdiri berbagai macam kerajaan. Seiring perkembangan zaman, kerajaan-kerajaan ini memperluas daerah kekuasannya, memperkuat pengaruh, sebelum akhirnya tumbang dilahap penjajahan jua. Namun, apa sajakah kerajaan-kerajaan terbesar yang pernah berdiri di Indonesia? Berikut adalah penjelasannya. 1. Kerajaan Majapahit Kerajaan Majapahit berdiri pada akhir abad ke-XIII masehi, setelah kehancuran kerajaan Singasari. […]

The post 6 Kerajaan Terbesar yang Pernah Berdiri di Indonesia appeared first on HaloEdukasi.com.

]]>
Jauh sebelum Indonesia merdeka, di negara ini berdiri berbagai macam kerajaan. Seiring perkembangan zaman, kerajaan-kerajaan ini memperluas daerah kekuasannya, memperkuat pengaruh, sebelum akhirnya tumbang dilahap penjajahan jua.

Namun, apa sajakah kerajaan-kerajaan terbesar yang pernah berdiri di Indonesia? Berikut adalah penjelasannya.

1. Kerajaan Majapahit

Kerajaan Majapahit berdiri pada akhir abad ke-XIII masehi, setelah kehancuran kerajaan Singasari. Kerajaan ini didirikan oleh Raden Wijaya yang merupakan keponakan  pipimpinan kerajaan Singasari, yakni Kertanegara.

Selama sekitar tiga abad berdiri, Majapahit mengalami banyak pergolakkan karena konflik internal seperti perebutan kekuasaan di antara keluarga kerajaan.

Dari banyaknya raja yang pernah berkuasa di kerajaan ini, para ahli berpendapat bila Majapahit paling berkembang ketika dipimpin oleh Raja Hayam Wuruk dan dibantu oleh Gajah Mada. Di bawah pimpinan Hayam Wuruk, kekuasaan Majapahit sangatlah luas, menjadikannya kerajaan Hindu-Budha terbesar yang pernah berdiri di Nusantara.

2. Kerajaan Sriwijaya

Berdiri pada abada ke-VII masehi, Sriwijaya menjadi kerajaan maritim terbesar yang pernah berdiri di Nusantara. Tak hanya berkuasa di Nusantara, bahkan banyak ahli yang berspekulasi bila Sriwijaya sempat menguasai Semenjung Malaya, Selatan Thailand, hingga ke Madagaskar.

Kendati begitu mahsyur, sisilah raja dan kerajaan Sriwijawa cukup kabur. Meski ada para ahli yang sepakat jika Dapunta Hyang Sri Jayanasa merupakan pendiri kerajaan ini dan Balaputradewa merupakan raja yang membuat kerajaan ini mencapai puncak.

Selain itu, juga tak ada tempat yang jelas di mana pusat kerajaan ini berada. Beberapa ahli sepakat bila Sriwijaya berpusat di Palembang, namun ada pula yang percaya jika di Jambilah kerajaan ini  berdiri.

Tak cukup dua tempat itu, para ahli lain pun menyebut berbagai wilayah lain sebagai pusat kerajaan Sriwijaya. Mulai dari Kedah, Muara Takus, Chaiya yang berada di Thailand Selatan, bahkan… Jawa. Dan karena banyaknya perbedaan pendapat ini, munculah satu dugaan jika Sriwijaya—sebagaimana kerajaan maritim lainnya—berpindah-pindah pusat kekuasannya.

Kendati begitu, kerajaan bercorak Budha ini tetaplah menjadi kerajaan maritim terbesar di Nusantara, yang menjadi jalur perdagangan dunia serta menjadi pusat pembelajaran agama Budha.

3. Kerajaan Kutai

Selanjutnya, salah satu kerajaan terbesar yang pernah berdiri di Nusantara ialah kerajaan kerajaan Kutai. Di mana ara ahli berpendapat bila Kutai merupakan kerajaan Hindu tertua di Nusantara. Yang diperkirakan berdiri pada abad ke-V masehi, oleh Kundungga di Kalimantan Timur, tepatnya di tepi sungai Mahakam.

Setelah Kundungga, kerajaan Kutai dipimpin oleh Aswawarman yang merupakan ayah dari Mulawarman. Mulawarman sendiri dianggap sebagai raja yang besar pengaruhnya pada kerajaan Kutai. Dia membuat banyak pencapaian bagi kerajaan dan menjadi raja yang sangat murah hati kepada rakyat.

4. Kerajaan Singasari

Seperti sudah sedikit disinggung di atas, kerjaan Singasari eksis sebelum berdirinya kerajaan Majapahit. Kerajaan ini diperkirakan berdiri pada awal abad ke-13 masehi atau sekitar tahun 1222 masehi oleh Ken Arok di sekitar daerah Malang.

Singasari berada dipuncak kekuasaannya ketika berada di bawah pimpinan Kertanagara. Namun sayangnya, Kertanagara juga menjadi raja terakhir karena kerajaan ini diserang oleh kerajaan Kediri. Akibat penyerangan itu, semua keluarga Kertanagara tewas, hanya menyisakan Raden Wijaya yang kemudian mendirikan kerajaan Majapahit.

5. Kerajaan Mataram Kuno

Sri Sanjaya merupakan tokoh yang mendirikan kerajaan Mataran Kuno di daerah kaki gunung Merapi yang kini disebut Magelang sekita abad ke-VIII masehi.

Karena jarang terlibat konflik eksternal, Mataram Kuno cukup stabil. Tak hanya satu, ada banyak raja yang mempunyai  pencapaian besar, seperti raja pertama yakni  Sri Sanjaya, lalu raja Rakai Panangkaran, Dyah Balitung serta Rakai Pikatan.

Runtuhnya kerajaan Mataram Kuno terjadi karena konflik yang memuncak dengan kerajaan Sriwijaya. Lantas, anggota keluarga yang tersisa dari konflik tersebut melarikan diri dan mendirikan kerajaan baru di tepi sungai Brantas.

Dari banyaknga peninggalan kerajaan-kerajaan di masa lampau, dapat dikatakan jika peninggalan kerajaan Mataram Kunolah yang paling tersohor, seperti Candi Borobudur dan Candi Prambanan.

6. Kerajaan Samudera Pasai

Seperti yang telah diketahui, kerajaan Samudera Pasai merupakan kerajaan Islam pertama di Nusantara, yang berdiri sejak abad ke-XIII M. Letaknya sendiri berada di sekitar utara pesisir Sumatera, tak jauh dari Lhokseumawe dan Selat Malaka.

Berdirinya kerajaan ini digagas oleh Nazimuddin al-Kamil, yang kemudian mengangkat Marah Silu sebagai raja pertama. Sebagai raja, Marah Silu dianugerahi gelar Sultan Malik al-Saleh.

Karena merupakan kerajaan yang berada ditepi laut, Samudera Pasai menjadi pusat perdagangan sekaligus pusat penyebaran agama Islam yang paling stategis. Dan hal tersebut paling berjaya ketika era kepemimpinan Sultan Al-Malik az-Zahir II.

The post 6 Kerajaan Terbesar yang Pernah Berdiri di Indonesia appeared first on HaloEdukasi.com.

]]>