kesultanan banten - HaloEdukasi.com https://haloedukasi.com/sub/kesultanan-banten Sat, 30 Dec 2023 05:42:47 +0000 id-ID hourly 1 https://wordpress.org/?v=6.6.2 https://haloedukasi.com/wp-content/uploads/2019/11/halo-edukasi.ico kesultanan banten - HaloEdukasi.com https://haloedukasi.com/sub/kesultanan-banten 32 32 Sejarah Kesultanan Banten : Asal Usul, Masa Kejayaan, dan Peninggalannya https://haloedukasi.com/kesultanan-banten Sat, 30 Dec 2023 05:42:11 +0000 https://haloedukasi.com/?p=47266 Pulau Jawa merupakan salah satu pusat penyebaran agama islam pada masa itu. Hal ini terbukti dengan banyaknya berdiri kerajaan Islam di pulau Jawa. Selain itu, faktanya sebagian besar penduduk pulau Jawa memeluk agama islam. Hal ini tidak lepas dari peran kerajaan islam atau biasa dikenal dengan kesultanan. Salah satunya adalah Kesultanan Banten. Kesultanan Banten merupakan […]

The post Sejarah Kesultanan Banten : Asal Usul, Masa Kejayaan, dan Peninggalannya appeared first on HaloEdukasi.com.

]]>
Pulau Jawa merupakan salah satu pusat penyebaran agama islam pada masa itu. Hal ini terbukti dengan banyaknya berdiri kerajaan Islam di pulau Jawa. Selain itu, faktanya sebagian besar penduduk pulau Jawa memeluk agama islam. Hal ini tidak lepas dari peran kerajaan islam atau biasa dikenal dengan kesultanan.

Salah satunya adalah Kesultanan Banten. Kesultanan Banten merupakan kerajaan islam yang berdiri di wilayah barat Pulau Jawa. Kesultanan Islam adalah bukti dari kekuataan kerajan islam. Hal ini dikarenakan wilayah ini ditaklukkan oleh dua kerajaan islam pada masa itu yakni Kesultanan Demak dan Cirebon.

Berkat keduanya, Kesultanan Banten berdiri dan menanamkan pengaruhnya ke berbagai wilayah. Bahkan pada saat itu, kerajaan ini menjadi salah satu pusat perdagangan nusantara yang mempertemukan beragam etnis.

Berikut ini penjelasan mengenai Kesultanan Banten.

Asal usul Kesultanan Banten

Kesultanan Banten

Kesultanan Banten merupakan kerajaan islam yang berada di Pulau Jawa. Kesultanan Banten didirikan sekitar abad ke-16. Berdirinya Kesultanan Banten dilatarbelakangi oleh kemenangan kerajaan Cirebon dan Demak dalam melawan Portugis dari wilayah Sunda Kelapa.

Islam menanamkan pengaruhnya di Nusantara lewat cara damai. Oleh karena itu, Islam dapat diterima di kalangan masyarakat. Padahal ketika itu, pengaruh kerajaan Hindu Buddha begitu kuat. Perkembangan penyebaran agama Islam di nusantara berkembang pesat.

Hal ini dikarenakan beberapa kerajaan islam telah berdiri. Dengan menanamkan pengaruhnya, islam dapat cepat menyebar ke seluruh nusantara. Islam menyebarkan agama dibantu oleh peranan wali Songo. Di mana salah satu wali Songo juga berperan untuk mendirikan Kesultanan Banten.

Sebelum menjadi wilayah kerajaan, dahulunya Banten menjadi bagian dari Kerajaan Pajajaran. Dulunya, Pajajaran menjalin hubungan kerja sama dengan Portugis untuk bisa melawan kedatangan Kerajaan Demak yang mulai menginvasi wilayah Jawa Barat.

Namun, sayangnya usaha yang dilakukan oleh Pajajaran ini gagal. Portugis dapat didepak dari Banten oleh tentara gabungan yang dipimpin oleh Fatahillah. Begitupun dengan wilayah pelabuhan yang sudah dikuasai oleh Fatahillah. Fatahillah atau Sunan Gunung Djati kemudian tinggal di Banten dan mendirikan sebuah pemerintahan.

Namun, pada tahun 1552, Fatahillah kembali ke wilayah Cirebon dan wilayah Banten diserahkan kepada anaknya yakni Maulana Hasanuddin. Maulana Hasanuddin kemudian dinobatkan menjadi raja pertama dari Kesultanan Banten.Maulana Hasanuddin mengembangkan wilayah ini menjadi pusat perdagangan internasional.

Saat menaklukkan Banten, Sultan Maulana Hasanuddin juga ikut berperan menaklukkan wilayah Teluk Banten. Setelah menaklukkan Teluk Banten, Sultan Maulana Hasanuddin kemudian membentuk benteng pertahanan yang dinamakan dengan Surosowan.

Surosowan ini dibangun pada tahun 1552. Surosowan kemudian berkembang menjadi sebuah kota di wilayah pesisir hingga dijadikan sebagai pusat pemerintahan Kesultanan Banten. Kesultanan Banten pernah terlibat dalam perdagangan internasional dengan beberapa komoditas utama seperti lada.

Kesultanan Banten mencapai puncak kejayaan pada akhir abad ke-16 hingga ke-17. Hampir 3 abad lamanya, Kesultanan Banten mencapai puncak kejayaannya. Namun, di waktu yang bersamaan, Kesultanan Banten mulai didatangi oleh penjajah dari Eropa. Pada akhir abad ke-17, para penjajah dari Eropa mulai menjajaki kaki di Kesultanan Banten.

Keadaan ini semakin diperparah dengan adanya perang saudara serta persaingan yang merebutkan sumber daya di wilayah global. Akibatnya, kekuasaan Kesultanan Banten semakin melemah. Pada tahun 1813, Istana Surosowan dihancurkan.

Hal ini juga menandakan kehancuran dari Kesultanan Banten. Kesultanan Banten akhirnya dianeksasi oleh VOC Belanda. Di akhir masa pemerintahan, Raja-raja Kesultanan Banten tak lebih dari bawahan pemerintahan VOC Belanda.

Masa Kejayaan Kesultanan Banten

Puncak kejayaan Kesultanan Banten terjadi sekitar abad ke-16. Kesultanan Banten memiliki latar belakang sebagai kesultanan Maritim. Kesultanan Banten juga mengandalkan sektor perdagangan untuk kegiatan ekonominya.

Saat itu, Kesultanan Banten menjadi pusat perdagangan. Hal ini dikarenakan adanya monopoli yang dilakukan oleh Kesultanan Banten atas lada yang berasal dari Lampung. Akibatnya, Kesultanan Banten menjadi pedagang perantara sehingga kesultanan ini berkembang pesat.

Dengan menjadi pusat perdagangan membuat wilayah Banten memiliki banyak etnis. Banten banyak melakukan kerja sama dagang dengan India, Persia, hingga Tiongkok dan Jepang. Masa Kejayaan Kesultanan Banten berada di bawah pemerintahan Sultan Ageng Tirtayasa.

Saat beliau menjabat, Banten memiliki angkatan armada yang kuat. Angkatan armada ini sengaja dibangun dengan mempekerjakan orang-orang dari Eropa. Jadi, tidak heran jika angkatan armada Kesultanan Banten begitu mengesankan.

Pada tahun 1661, Kesultanan Banten mengirimkan armadanya ke wilayah Sukadana untuk mengamankan jalur perdagangan. Kesultanan Banten menjadi salah satu pusat perdagangan rempah-rempah di wilayah Asia Tenggara.

Wilayah Kesultanan Banten tergolong ke dalam wilayah strategis yakni menghadap ke selat Sunda. Hal ini kemudian dimanfaatkan dengan menjadikan Kesultanan Banten sebagai pelabuhan. Pelabuhan ini menjadi tempat singgah bagi perdagangan internasional.

Dengan memiliki wilayah pelabuhan membuat Kesultanan Banten mempunyai banyak pendapatan dari perdagangan internasional. Ketika itu, Sultan Ageng Tirtayasa menjalin hubungan perdagangan dengan bangsa-bangsa lain.

Seperti Inggris dan Portugis. Masa kejayaan Kesultanan Banten ketika itu terkenal dengan perkembangan seni dan budaya. Banten dikenal sebagai wilayah yang memiliki seni keramik yang indah. Salah satu contoh seni keramik yang berasal dari Kesultanan Banten adalah tembikar berglazur yang terkenal dengan keindahannya.

Masa Keruntuhan Kesultanan Banten

Salah satu penyebab dari keruntuhan Kesultanan Banten adalah karena adanya invasi dari Belanda. Apalagi ketika itu, Kolonial Belanda mengamankan beberapa wilayah penting di Batavia. Dari sinilah kemudian muncul perjanjian panarukan yang dibuat oleh VOC Belanda.

Di mana salah satu isi perjanjiannya adalah Kesultanan Banten mengakui kekuasaan VOC di wilayah Banten. Dengan adanya perjanjian ini menjadikan Kesultanan Banten berada di bawah pengaruh Kolonial Belanda.

Ketika itu, Sultan Ageng Tirtayasa begitu gigih untuk mendorong Belanda ke luar dari wilayah Kesultanan Banten. Akibat dari kegigihan Sultan Ageng Tirtayasa membuat Belanda melakukan berbagai cara. Salah satunya adalah melakukan politik adu domba.

Belanda melakukan adu domba antara Sultan Ageng Tirtayasa dengan sang anak yang bernama Sultan Haji. Ketika itu keduanya tengah terlihat konflik. Pihak belanda sengaja memanfaatkan momen ini untuk melakukan adu domba.

Sultan Haji berhasil ditipu daya oleh Belanda dan menjadi pihak dari Belanda. Akibat kerja sama ini, pada tahun 1683, Sultan Ageng Tirtayasa dilakukan penangkapan. Ia dipaksa untuk memberikan kekuasaannya kepada Sultan Haji.

Dengan ditangkapnya Sultan Ageng Tirtayasa, Sultan Haji kemudian diangkat menjadi raja. Meskipun begitu, pengaruh Belanda ketika itu semakin kuat karena adanya perjanjian Banten. Adanya perjanjian ini Banten kehilangan kedaulatan dan rakyat mengalami banyak penderitaan akibat VOC Belanda.

VOC semakin ikut terlibat dalam urusan Kesultanan Banten bahkan ikut memonopoli beberapa wilayah yang diekspansi oleh Kesultanan Banten. Tidak lama Sultan Haji meninggal dunia dan VOC semakin menjadi-jadi. Hal ini membuat pengaruh Kesultanan Banten semakin memudar.

Selain invasi yang dilakukan oleh Belanda, penyebab lainnya adalah karena adanya perselisihan di dalam kerajaan. Akibat dari adanya perselisihan ini menjadikan daerah Kesultanan Banten terbagi menjadi dua yakni Kesultanan Banten Girang dan Lama. Setelah adanya beberapa pertempuran, Belanda berhasil menguasai Kesultanan Banten.

Pada tanggal 18 November 1832, Kesultanan Banten diserahkan kepada Kolonial Belanda. Di mana yang menyerahkan kekuasaan ketika itu adalah Muhammad Syarifuddin. Dengan begitu, masa berdirinya Kesultanan Banten telah runtuh digantikan oleh Kolonial Belanda. Belanda berhasil menguasai daerah Banten dan menggantikan kepemimpinan Kesultanan Banten.

Peninggalan Kesultanan Banten

  1. Masjid Agung Banten
Masjid Agung Banten, Peninggalan Kesultanan Banten

Salah satu peninggalan dari Kesultanan Banten adalah Masjid Agung Banten. Masjid Agung Banten terletak di Banten Lama, Kecamatan Kasemen. Masjid ini dibangun pada tahun 1556 saat Sultan Maulana Hasanuddin memerintah.

Masjid Agung Banten memiliki gaya arsitektur khas Jawa kuni dengan beberapa perpaduan kebudayaan dari luar seperti Eropa, Arab, Belanda, India hingga Tiongkok. Salah satu ciri khas dari bangunan bersejarah ini adalah bentuk menara yang menyerupai bentuk mercusuar. Hingga saat ini, peninggalan Kesultanan Banten ini masih dikunjungi oleh banyak orang.

  1. Benteng Speelwijk
Benteng Speelwijk peninggalan Kerajaan Banten

Peninggalan Kesultanan Banten selanjutnya adalah Benteng Speelwijk. Benteng ini merupakan pusat pertahanan dari Kesultanan Banten pada masa itu. Benteng Speelwijk dibangun pada tahun 1585 serta memilki tinggi sekitar 3 meter.

Pada saat itu, fungsi dari Benteng Speelwijk untuk menghalau serangan yang berasal dari serangan laut karena pada saat itu Kesultanan Banten merupakan kerajaan maritim. Di dalam wilayah Benteng Speelwijk terdapat beberapa meriam yang diperkirakan digunakan sebagai senjata pada masa itu.

Selain itu, terdapat pula mercusuar. Di benteng ini pula terdapat sebuah terowongan yang menghubungkan antara benteng dengan istana keraton Surosowan.

  1. Istana Surosowan
Istana Surosowan, Peninggalan Kesultanan Banten

Istana Surosowan menjadi bukti bahwa Kesultanan Banten pernah berdiri di tanah Banten. Seperti istana pada umumnya, Istana Surosowan memiliki fungsi sebagai tempat tinggal para raja. Selain itu, istana ini juga dijadikan sebagai pusat pemerintahan Kesultanan Banten.

Istana Surosowan dibangun ketika Sultan Maulana Hasanuddin memerintah yakni sekitar 1522 hingga 1526. Untuk membangun istana kerajaan, Sultan Hasanuddin meminta bantuan arsitektur yang berasal dari Belanda. Saat ini, Istana Surosowan hanya tersisa reruntuhan yang berupa dinding serta pondasi kamar.

  1. Meriam Ki Amuk
Meriam Ki Amuk, Peninggalan Kesultanan Banten

Peninggalan selanjutnya dari Kesultanan Banten adalah meriam ki Amuk. Keberadaan meriam tidak bisa dipisahkan dari sebuah kerajaan karena biasanya digunakan sebagai senjata. Diperkirakan meriam ini dibuat pada abad ke-16 dan berasal dari daerah Jawa Tengah. Ketika itu, meriam Ki Amuk termasuk meriam yang memiliki daya ledak yang cukup tinggi.

Meriam Ki Amuk adalah pemberian dari Sultan Demak yakni Sultan Ageng Trenggana. Meriam ini diberikan kepada Sultan Maulana Hasanuddin sebagai hadiah pada tahun 1527. Saat ini, keberadaan Meriam Ki Amuk berada di depan masjid Agung Bangen.

  1. Vihara Avalokitesvara Banten
Vihara Avalokitesvara Banten, peninggalan Kesultanan Banten

Vihara Avalokitesvara merupakan peninggalan dari Kesultanan Banten. Keberadaan Vihara Avalokitesvara menjadi bukti bahwa pada saat itu toleransi Kesultanan Banten begitu tinggi. Padahal ketika itu Kesultanan Banten merupakan kerajaan yang memiliki corak islam.

Vihara Avalokitesvara adalah tempat ibadah bagi kaum buddha yang hingga saat ini masih ada. Bahkan bangunan ini masih kokoh dan terawat dengan baik. Salah satu keunikan dari Vihara Avalokitesvara adanya relief pada dinding yang menceritakan mengenai siluman ular putih.

  1. Istana Keraton Kaibon

Selain Istana Surosowan, Kesultanan Banten juga memiliki Istana Keraton Kaibon. Istana ini dahulunya merupakan tempat tinggal dari ibu raja. Tepatnya ketika masa Sultan Syarifuddin. Ibunya yakni yang bernama Aisyah ketika itu tinggal Istana Keraton Kaibon.

Kaibon sendiri memiliki arti keibuan. Hal ini seolah menunjukkan fungsi dari bangunan bersejarah ini. Terdapat keunikan dari bangunan bersejarah ini yakni Istana Keraton Kaibon seolah dibangun di atas air.

Hal ini dikarenakan semua jalur masuk baik melalui pintu depan maupun belakang harus lewat air. Pada tahun 1832, Istana Keraton Kaibon dihancurkan oleh Belanda. Penyebabnya adalah adanya pertentangan di antara Belanda dan Sultan Syarifuddin.

The post Sejarah Kesultanan Banten : Asal Usul, Masa Kejayaan, dan Peninggalannya appeared first on HaloEdukasi.com.

]]>
8 Peninggalan Kerajaan Banten dan Gambarnya https://haloedukasi.com/peninggalan-kerajaan-banten Fri, 01 Jul 2022 04:17:33 +0000 https://haloedukasi.com/?p=36177 Kerajaan Banten merupakan salah satu kerajaan Islam yang berdiri di Nusantara, tepatnya terletak di ujung barat pulau Jawa. Termasuk sebagai kerajaan Islam yang paling tua di Nusantara, Kerajaan Banten memiliki peranan besar dalam penyebaran Islam maupun dalam upaya kemerdekaan Indonesia. Menurut sejarah, berdiri selama tiga abad dengan pencapaian kejayaan yang luar biasa. Kerajaan Banten didirikan […]

The post 8 Peninggalan Kerajaan Banten dan Gambarnya appeared first on HaloEdukasi.com.

]]>
Kerajaan Banten merupakan salah satu kerajaan Islam yang berdiri di Nusantara, tepatnya terletak di ujung barat pulau Jawa. Termasuk sebagai kerajaan Islam yang paling tua di Nusantara, Kerajaan Banten memiliki peranan besar dalam penyebaran Islam maupun dalam upaya kemerdekaan Indonesia. Menurut sejarah, berdiri selama tiga abad dengan pencapaian kejayaan yang luar biasa.

Kerajaan Banten didirikan pada tahun 1526 Masehi. Bentuk kerjaannya adalah kesultanan, sehingga banyak juga yang menyebutnya Kesultanan Banten. Perang saudara setelah kedatangan penjajah dari Belanda merupakan pemicu keruntuhan kerajaan besar ini. Meski telah lama hancur, namun beberapa peninggalan kerajaan ini masih bisa kita temukan saat ini.

Sejarah  Kerajaan Banten

Pada abad ke-16, (tahun 1525-1526 Masehi), Portugis yang telah menduduki wilayah Sunda Kelapa berhasil dikalahkan oleh pasukan yang dipimpin oleh Fatahillah. Pasukan ini merupakan gabungan dari pasukan Demak dan Cirebon.

Sedangkan di Pelabuhan Banten, Portugis tidak sempat dapat berkuasa. Sebab, Pasukan Sunan Gunung Jati lebih dahulu menguasainya. Sunan Gunung Jati menetap di Banten hingga tahun 1552 untuk membentuk pemerintahan di sana. 

Pada tahun 1552 tersebut, dilakukan penobatan raja pertama di Kerajaan banten terhadap Sultan Maulana Hasanuddin. Beliau merupakan putra Sunan Gunung Jati yang diberi amanat untuk memimpin Banten. Sedangkan Sunan Gunung Jati kembali ke Cirebon.

Tahun 1651-1683 dinyatakan sebagai masa kejayaan Kerajaan Banten. Saat itu Kerajaan banten dipimpin oleh Sultan Ageng Tirtayasa. Kejayaan ini diperoleh karena Kerajaan Banten tidak menerapkan sistem monopoli perdagangan, sehingga banyak saudagar yang singgah dan berdagang melalui Pelabuhan Banten. 

Selain itu, Kerajaan Banten juga ramah terhadap berbagai golongan masyarakat. Meski bercorak kerajaan Islam, namun menganut kebebasan beragama. Hal ini didukung dengan didirikannya Klenteng pada tahun 1673.

Kemajuan Kerajaan banten menjadi daya tarik sendiri bagi bangsa lain. Mereka yang memiliki kekuatan besar seperti Portugis, Spanyol, dan Belanda memiliki keinginan untuk menguasai perdagangan di Banten. 

VOC yang saat itu merupakan aliansi dagang besar dari Belanda mengajukan permohonan monopoli dagang dengan mendirikan perwakilan di pelabuhan Banten pada Sultan Ageng Tirtayasa. Namun Sultan Ageng menolaknya. Sultan Ageng dikenal sangat keras terhadap VOC.

Berbeda dengan anak dari Sultan Ageng Tirtayasa, yaitu yang dikenal dengan Sultan Haji. Sultan Haji lebih lunak sebagai VOC. VOC melancarkan aksi adu domba untuk membuat perselisihan antara Sultan Ageng Tirtayasa dan Sultan Haji. Hingga akhirnya Sultan Haji dapat merebut istana Kerajaan banten dari ayahnya dengan bantuan VOC. Sultan Ageng Tirtayasa dan anak-anaknya yang lain mengungsi ke pedalaman.

Tahun 1683 VOC menangkap Sultan Ageng Tirtayasa dan membuang beliau ke daerah Batavia. Sultan Haji dinobatkan sebagai raja Banten dengan perjanjian yang banyak menguntungkan VOC. Kerajaan Banten sejak saat itu berada di bawah kendali VOC. 

Keruntuhan Kerajaan Banten terjadi pada abad ke-19 saat Gubernur Jenderal Hindia Belanda dipegang oleh Herman Willem Daendels. Ambisi Daendels untuk membangun Jalan Raya Pos yang membentang sepanjang pulau Jawa, membuatnya memerintah Sultan Banten agar memindahkan pusat pemerintahan ke Anyer. Namun Sultan pada saat itu menolaknya. Akibat penolakan Sultan tersebut, pasukan Daendels menyerang Istana Surosowan dan mengasingkan Sultan ke Batavia.

Tahun 1808 Kerajaan Banten diumumkan menjadi bagian dari Hindia Belanda. 

Saat kolonial Inggris berkuasa pada tahun 1813, Kerajaan Banten dihapus. Sultan yang berkuasa pada saat itu diturunkan paksa oleh Inggris.

Daftar Raja Kerajaan / Kesultanan Banten

Selama berdirinya, Kerajaan Banten dipimpin oleh 21 Sultan. Berikut ini daftar nama-nama raja atau sultan di Kerajaan / Kesultanan Banten:

  1. Sultan Syarif Hidayatullah (Sunan Gunung Jati), memerintah pada tahun 1926-1552.
  2. Sultan Maulana Hasanudin (Pangeran Sabakingkin), pada tahun 1552-1570.
  3. Sultan Maulana Yusuf (Pangeran Pasarean), tahun 1570-1585.
  4. Sultan Maulana Muhammad (Pangeran Sedangrana), pada tahun 1585-1596.
  5. Sultan Abdul Mafakhir Mahmud Abdulkadir (Sultan Agung), masa pemerintahan tahun 1596-1647.
  6. Sultan Abu al-Ma’ali Ahmad, tahun 1596 – 1647.
  7. Sultan Ageng Tirtayasa, berkuasa tahun 1651-1683.
  8. Sultan Abu Nashar Abdul Qahar, tahun 1683-1687.
  9. Sultan Abu al-Fadhl Muhammad Yahya, pada tahun 1687-1690.
  10. Sultan Abu al-Mahasin Muhammad Zainul Abidin, tahun 1690-1733.
  11. Sultan Abdullah Muhammad Syifa Zainul Arifin, tahun 1733-1750.
  12. Sultan Syarifuddin Ratu Wakil, pada tahun 1750-1752.
  13. Sultan Abu al-Ma’ali Muhammad Wasi, berkuasa tahun 1752-1753.
  14. Sultan Abu al-Nasr Muhammad Arif Zainul Asyiqin, tahun 1753-1773.
  15. Sultan Aliyuddin I, tahun 1773-1799.
  16. Sultan Muhammad Muhyiddin Zainussalihin, tahun 1799-1801.
  17. Sultan Muhammad Ishaq Zainulmutaqin, pada tahun 1801-1802.
  18. Caretaker Sultan Wakil Pangeran Natawijaya, tahun 1802-1803.
  19. Sultan Aliyuddin II, tahun 1803-1808.
  20. Caretaker Sultan Wakil Pangeran Suramanggala, tahun 1808-1809.
  21. Sultan Maulana Muhammad Syafiuddin, masa pemerintahan pada tahun 1809-1813.

Peninggalan Kerajaan Banten

Beberapa peninggalan Kerajaan Banten di antaranya:

1. Masjid Agung Banten 

Masjid Agung Banten
Masjid Agung Banten

Masjid Agung Banten terletak 10 km dari Kota Serang, tepatnya berada di Desa Banten lama. Masjid yang dibangun di masa pemerintahan Sultan Maulana Hasanuddin tahun 1952 ini masih berdiri kokoh hingga saat ini. 

Daya tarik masjid ini selain karena merupakan peninggalan Kerajaan Banten juga karena memiliki beberapa keunikan yang berbeda dari masjid-masjid lainnya. Keunikan tersebut yaitu bentuk menaranya yang mirip dengan mercusuar, atapnya seperti pagoda dengan arsitektur khas China, terdapat serambi di kiri dan kanan bangunan, serta di sekitar masjid ada komplek pemakaman sultan Banten dan keluarganya.

2. Istana Keraton Surosowan Banten

Istana Keraton Surosowan
Istana Keraton Surosowan

Istana Keraton Surosowan merupakan kantor pusat pemerintahan dan tempat tinggal sultan Banten. Kondisi istana tersebut saat ini telah hanya tinggal reruntuhan. Di sana juga kita dapat menemukan kolam tempat pemandian Putri.

3. Istana Keraton Kaibon Banten

Istana Keraton Kaibo
Istana Keraton Kaibon

Satu lagi istana peninggalan Kesultanan Banten adalah Istana Keraton Kaibon. Istana ini merupakan tempat tinggal Bunda Ratu Aisyah, ibunda dari Sultan Syaifuddin.

Oleh karena itulah keraton ini disebut Kaibon atau Kaibuan. Bangunannya telah hancur dan meninggalkan kepingan reruntuhan.

4. Benteng Speelwijk

Benteng Speelwijk
Benteng Speelwijk

Sebagai kerajaan yang wilayahnya berada di jalur utama maritim Nusantara, Kerajaan Banten memiliki benteng dan mercusuar. Benteng Speelwijk dibangun tahun 1585 dengan tembok setinggi 3 meter. Fungsinya sebagai pertahanan dari serangan musuh yang berasal dari laut, serta untuk mengawasi pelayaran di seputar Selat Sunda.

Di dalam benteng ini terdapat terowongan yang menghubungkan antara benteng dengan Istana Keraton Surosowan.

5. Meriam Ki Amuk

Meriam Ki Amuk
Meriam Ki Amuk

Meriam Ki Amuk adalah sebuah meriam terbesar yang terdapat di Benteng Speelwijk. Daya ledaknya yang sangat tinggi dan dapat menembak hingga jarak yang jauh yang menjadikan meriam ini dinamakan Meriam Ki Amuk. Meriam ini merupakan hasil rampasan perang dari kolonial Belanda.

6. Vihara Avalokitesvara

Vihara Avalokitesvara
Vihara Avalokitesvara

Kesultanan Banten bercorak Islam, namun toleransi beragama sangat tinggi. Hal ini terbukti dengan adanya peninggalan sejarah Kerajaan Banten berupa Vihara Avalokitesvara. Sebuah bangunan tempat untuk beribadah bagi umat Budha. Bangunannya masih ada hingga sekarang. Memiliki keunikan pada dindingnya berupa relief yang menceritakan kisah legenda Siluman Ular Putih.

7. Danau Tasikardi

Danau Tasikardi
Danau Tasikardi

Danau Tasikardi merupakan danau buatan yang berada di sekitar Keraton Kaibon. Dibuat pada tahun 1570-1580 pada masa pemerintahan Sultan Maulana Yusuf. Danau dengan luas 5 hektar ini berfungsi sebagai sumber air utama bagi keluarga kerajaan yang tinggal di Keraton Kaibon.

Dahulu dasarnya dilapisi dengan ubin batu bata, namun saat ini tanah sedimen yang terbawa arus sungai telah menguburnya. Sehingga ubin batu bata sudah tidak nampak lagi.

8. Kerkhof Banten

Kerkhof Banten
Kerkhof Banten

Di lingkungan Benteng Speelwijk terdapat juga peninggalan lain dari Kesultanan Banten, yaitu Kerkhof. Kerkhof adalah makam-makam Belanda. Letaknya ada di Kampung Pamarican. Makam-makam yang terbuat dari batu tersebut masih ada yang utuh saat ini, namun banyak juga yang sudah rusak.

The post 8 Peninggalan Kerajaan Banten dan Gambarnya appeared first on HaloEdukasi.com.

]]>
Sejarah Sultan Ageng Tirtayasa dan VOC Belanda yang Menarik untuk disimak https://haloedukasi.com/sejarah-sultan-ageng-tirtayasa-dan-voc-belanda Tue, 27 Jul 2021 23:30:05 +0000 https://haloedukasi.com/?p=25728 Sultan Abu Al-Fath Abdulfattah atau lebih dikenal sebagai Sultan Ageng Tirtayasa, dimana merupakan Sultan Banten ke-6. Ia memegang tangkuh jabatan Kesultanan Banten pada usia 20 tahun. Meskipun usianya masih muda, namun pemikiran akan pemerintahan kesultanan Banten sangatlah matang dan bijak. Jadi, tidak heran kalau di masa pemerintahan Sultan Ageng Tirtayasa inilah, Kesultanan Banten mengalami puncak […]

The post Sejarah Sultan Ageng Tirtayasa dan VOC Belanda yang Menarik untuk disimak appeared first on HaloEdukasi.com.

]]>
Sultan Abu Al-Fath Abdulfattah atau lebih dikenal sebagai Sultan Ageng Tirtayasa, dimana merupakan Sultan Banten ke-6. Ia memegang tangkuh jabatan Kesultanan Banten pada usia 20 tahun. Meskipun usianya masih muda, namun pemikiran akan pemerintahan kesultanan Banten sangatlah matang dan bijak. Jadi, tidak heran kalau di masa pemerintahan Sultan Ageng Tirtayasa inilah, Kesultanan Banten mengalami puncak kejayaan dan kemegahannya.

Dalam sistem pertanian, dibuat sistem irigasi yang baik sehingga hasil pertanian pun menjadi berkualitas. Tidak hanya itu, pada bidang perdagangan dan pelayaran pun, pemerintahan Banten membuka kesempatan bagi para pedagang luar seperti Persia, Arab, China, India, Melayu, dan Filipina, untuk masuk berdagang di wilayah Kesultanan Banten. Hubungan diplomatik dengan kerajaan-kerajaan lain di Indonesia, juga dijalin dengan baik. Alhasil, Kesultanan Banten pun semakin kuat dan tangguh.

Keberhasilan Sultan Ageng Tirtayasa dalam memimpin Kesultanan Banten, ternyata membuat Belanda tidak senang. Hal ini dinilai Belanda, kebijakan-kebijakan Sultan Ageng Tirtayasa banyak yang merugikan negerinya. Terlebih, saat Sultan Ageng Tirtayasa menentang VOC (Vereenidge Oostindiche Compagnie) atau kongsi dagang Hindia Belanda yang menerapkan perdagangan dengan sistem monopoli.

Tentunya, hal ini pun memicu konflik besar antara pemerintah Belanda dan Kesultanan Banten. Namun, meruntuhkan Kesultanan Banten bukanlah hal yang mudah, hubungan diplomatik yang baik dengan kerajaan-kerajaan lain, membuat Kesultanan Banten mendapat banyak dukungan dan bantuan, baik berupa pasukan dan juga persenjataan.

Beberapa kali menerima kekalahan dari Kesultanan Banten, membuat Belanda mencari taktik lain untuk menghancurkan Kesultanan Banten. Politik devide et impera atau lebih dikenal sebagai politik adu domba, menjadi pilihan utama Belanda untuk menghancurkan Kesultanan Banten, yakni Sultan Ageng Tirtayasa. Dengan memanfaatkan perselisihan diantara putra-putra Sultan Ageng Tirtayasa, Belanda pun perlahan mulai menjalankan politik adu domba.

Belanda mulai menghasut putra-putra Sultan Banten ke-6 itu, yakni Sultan Abu Nasr Abdul Kahar atau lebih dikenal Sultan Haji dan adiknya Pangeran Purbaya. Sultan Haji pun termakan hasutan Belanda yang ingin meruntuhkan Kesultanan Banten. Ia berpikir bahwa sang ayah yakni Sultan Ageng Tirtayasa akan menyingkirkan dirinya dari pewaris tahta yang akan diberikan kepada adiknya, yaitu Pangeran Purbaya.

Perang saudara pun tidak dapat dihindarkan. Sultan Haji memutuskan untuk bersekutu dengan Belanda dan secara terang-terangan menyatakan perang dengan ayah dan saudaranya sendiri. Namun, Sultan Ageng Tirtayasa tidak tinggal diam. Ia pun bersama Pangeran Purbaya dan pengikut setianya, turut berperang menentang Sultan Haji dan Belanda.

Peperangan demi peperangan pun terjadi, hingga mengakibatkan Sang Sultan Banten ke-6 itu harus meninggalkan keratonnya di Sorosowan dan membuat keraton baru di Dusun Tirtayasa. Dari sinilah Sultan Banten ke-6 itu lebih dikenal sebagai Sultan Ageng Tirtayasa.

Namun demikian, tidak menghentikan Belanda untuk menghancurkan Sultan Banten ke-6 itu. Belanda terus mencari keberadaan Sultan Ageng Tirtayasa dan juga menjalankan politik adu domba dengan terus menghasut Sultan Haji, hingga akhirnya Sultan Ageng Tirtayasa pun tertangkap dan dimasukkan ke dalam masuk penjara.

Pada tahun 1683, Sultan Ageng Tirtayasa pun menghembuskan nafas terakhir di dalam penjara. Tentunya, hal ini pun membuat kesedihan yang mendalam bagi para pengikut setia Sultan Ageng Tirtayasa dan juga Pangeran Purbaya. Sultan Ageng Tirtayasa pun dimakamkan di kompleks pemakaman raja-raja Banten di sebelah utara Masjid Agung.

Inilah akhir masa kejayaan Kesultanan Banten yang hancur akibat politik adu domba (devide et impera), sehingga terjadilah perang antar keluarga sendiri yang berlarut-larut. Namun, perlawanan Sultan Ageng Tirtayasa terhadap Belanda, terutama menolak kebijakan monopoli perdagangan VOC yang merugikan rakyat dan juga Kesultanan Banten, serta perubahan-perubahan yang dilakukan Sang Sultan untuk memajukan Kesultanan Banten, tentu mencatatkan namanya sebagai pemimpin yang amanah dengan visi kedepan memajukan bangsanya.

Oleh karena jasa-jasanya itulah, pemerintah Indonesia memberikan gelar Pahlawan Nasional kepada Sultan Ageng Tirtayasa berdasarkan SK presiden republik Indonesia no. 045/TK/Tahun 1970 pada tanggal 1 Agustus 1970.

The post Sejarah Sultan Ageng Tirtayasa dan VOC Belanda yang Menarik untuk disimak appeared first on HaloEdukasi.com.

]]>
Sejarah Kesultanan Banten – Raja – Peninggalan https://haloedukasi.com/sejarah-kesultanan-banten Mon, 20 Jan 2020 07:33:10 +0000 https://haloedukasi.com/?p=3253 Pada masa sebelum terjadinya kemerdekaan, banyak kerajaan berdiri di Indonesia. Kerajaan-kerajaan tersebut tersebar di berbagai wilayah, termasuk diantaranya wilayah Banten, tepatnya di Tanah Pasundan. Kerajaan Banten merupakan salah satu kerajaan islam di indonesia selain kerajaan Demak, kerajaan Aceh, dan kerajaan Cirebon yang memiliki peninggalan cukup banyak. Kali ini kita akan membahas mengenai bagaimana sejarah Kesultanan […]

The post Sejarah Kesultanan Banten – Raja – Peninggalan appeared first on HaloEdukasi.com.

]]>
Pada masa sebelum terjadinya kemerdekaan, banyak kerajaan berdiri di Indonesia. Kerajaan-kerajaan tersebut tersebar di berbagai wilayah, termasuk diantaranya wilayah Banten, tepatnya di Tanah Pasundan.

Kerajaan Banten merupakan salah satu kerajaan islam di indonesia selain kerajaan Demak, kerajaan Aceh, dan kerajaan Cirebon yang memiliki peninggalan cukup banyak.

Kali ini kita akan membahas mengenai bagaimana sejarah Kesultanan Banten berdiri.

Latar Belakang Kesultanan Banten

Sejarah Kesultanan Banten dimulai pada abad ke -16 yakni tahun 1526. Di abad sebelumnya yaitu abad ke -13, Banten merupakan wilayah yang sepi.

Di awal abad ke -16, agama Islam mulai menyebar di berbagai wilayah Jawa. Kesultanan Cirebon dan kesultanan Demak pun saling bersekutu menyebarkan agama Islam melalui jalur perdagangan.

Ketika itu ada seorang ulama bernama Fatahillah dari Pasai yang bertujuan untuk memperluas wilayah Kerajaan Demak. Ia diutus oleh Sultan Trenggana untuk datang ke kawasan pesisir barat Pulau Jawa.

Kala itu, Banten masih menjadi bagian dari kerajaan Pajajaran. Kerajaan Pajajaran sendiri telah melakukan perjanjian dengan Portugis.

Kerajaan Pajajaran melakukan perjanjian guna mengurangi pengaruh Islam yang semakin berkembang di pesisir Jawa Barat.

Mereka menjalin persahabatan dengan Portugis agar Portugis mampu membantu secara militer untuk mengimbangi kekuatan dari pasukan kesultanan Demak dan kesultanan Cirebon.

Sebagai gantinya, Portugis dapat melakukan perdagangan bebas di pelabuhan-pelabuhan milik Kerajaan Pajajaran, yang mana Portugis akhirnya bisa mendirikan wilayah dagang dan benteng di Pelabuhan Sunda Kelapa.

Namun pada tanggal 22 Juni 1527, pasukan dari ulama Fatahilah mampu merebut Sunda Kelapa dari Portugis untuk perluasan wilayahnya.

Oleh karena itu, Sunda Kelapa pun berganti nama menjadi Jayakarta yang memiliki arti Kota Kemenangan. Dalam waktu singkat saja, Fatahilah mampu menduduki daerah-daerah di kawasan pantai utara Jawa Barat.

Ia pun turut menyebarkan agama Islam di daerah Jawa Barat dan oleh karenanya diberi julukan sebagai Sunan Gunung Jati.

Di tahun 1552, salah seorang putra Sunan Gunung Jati yang bernama Maulana Hassanudin ditunjuk sebagai penguasa Banten. Sebelumnya, ia turut serta dalam penaklukan bersama ayahnya, Sunan Gunung Jati.

Setelah tahun 1552, akhirnya Maulana Hassanudin melepaskan diri dari kerajaan Demak dan berdiri sendiri sebagai kesultanan Banten. Ia mengembangkan benteng pertahanan yang disebut Surosowan.

Benteng inilah yang menjadi pusat pemerintahan setelah lepasnya kesultanan Banten dari bayang-bayang kerajaan Demak.

Raja-raja Yang Menjabat di Kesultanan Banten

1. Maulana Hassanudin (1552-1570 M)

Disebut juga dengan Sultan Hasanuddin atau Pangeran Sabakinking, memerintah Banten selama 18 tahun dari tahun 1552-1570 M.

Beliau merupakan anak dari Sunan Gunung Jati yang memimpin pasukan merebut Sunda Kelapa dari Portugis.

Sebelumnya, beliau merupakan kadipaten di bawah Kesultanan Cirebon mulai 1526-1552 M, lalu berlanjut memimpin Cirebon hingga 1570 M.

Kerajaan Banten dibawah naungan Sultan Hassanudin pada akhirnya melepaskan diri dari kekuasaan kerajaan Demak.

Dalam kepemimpinan Maulana Hassanudin, Banten mampu menguasai daerah Lampung dan selat Sunda.

Wilayah kekuasaan Lampung terkenal akan rempah-rempahnya, sedangkan selat Sunda menjadi jalur utama dalam perdagangan pada tahun itu.

Banten menjadi terkenal dan pelabuhannya selalu ramai dikunjungi oleh pedagang-pedagang mancanegara berkat Sultan Hassanudin.

2. Maulana Yusuf (1570-1580 M)

Sultan kedua yang memimpin kerajaan Banten ialah Maulana Yusuf atau disebut sebagai Pangeran Pasareyan. Beliau memimpin Banten dari tahun 1570-1580 M.

Di bawah kepemimpinannya, Banten menjadi semakin terkenal. Perkembangan agama Islam menyebar rata di setiap penjuru wilayah Banten seperti pusat kota Banten Girang, Banten Surosuwan hingga daerah-daerah di selatan.

Kepemimpinan Maulana Yusuf benar-benar memberikan efek yang baik dari segi perluasan wilayah maupun penguatan agama Islam.

Dalam masanya, Masjid Agung Banten dijadikan sarana untuk beribadah, berdakwah hingga diskusi agama oleh para ulama. Pada tahun 1579, ibu kota Pajajaran berhasil direbut oleh Maulana Yusuf dengan bantuan prajurit dan tokoh agama.

Hanya dalam waktu 9 tahun kepemimpinan saja, Maulana Yusuf mampu menaklukan Prabu Sedah yang memimpin kerajaan Pajajaran.

Hal ini membuat rakyat-rakyat Pajajaran mengungsi ke daerah-daerah pegunungan dan kini disebut sebagai suku Badui.

3. Maulana Muhammad (1585-1596 M)

Maulana Muhammad merupakan anak dari Maulana Yusuf. Beliau menggantikan ayahnya setelah Maulana Yusuf wafat.

Nama lain dari Maulana Muhammad ialah Pangeran Sedangrana atau Prabu Sedaing Palembang.

Ini dikarenakan beliau seda (meninggal) dalam peperangan perluasan wilayah di Palembang.

Ketika itu kemenangan sudah hampir diraih, namun sayangnya Sultan Banten ke -3 ini gugur dalam peperangan dikarenakan peluru yang menyerangnya.

Pada saat pemerintahannya, Maulana Muhammad masih berusia 9 tahun. Oleh karena itulah, tahta kerajaan ketika itu dipegang oleh mangkubumi Jayanegara hingga beliau berusia 16 tahun.

Namun sayangnya hanya 5 tahun masa kepemimpinan, beliau berpulang di usia 97 tahun. Beliau memimpin Banten dari tahun 1585 hingga 1596 M.

4. Sultan Abdul Mufakhir Mahmud Abdul Kadir (1596-1647 M)

Sultan selanjutnya yang memimpin kesultanan Banten di tahun 1596-1647 adalah Sultan Abdul Mufakhir. Beliau disebut juga sebagai Pangeran Ratu atau Sultan Agung.

Beliau meneruskan kepemimpinan di usia yang masih sangat muda yakni 6 bulan. Karena hal inilah, kepemimpinan ketika itu masih dibantu oleh mangkubumi Ranamanggela.

Ketika menjabat sebagai mangkubumi, Pangeran Ranamanggela melakukan penertiban keamanan dan merekonstruksi kebijaksanaan-kebijaksanaan sebelumnya terhadap pedagang Eropa.

Saat itu memang pada tanggal 22 Juni 1596, bangsa Belanda yang dipimpin Cornelius de Houtman datang ke Banten dalam upaya memenuhi kebutuhan ekonomi warganya. Dimana macam-macam kebutuhan ekonomi tersebut diantaranya untuk berdagang dan mencampuri urusan dalam negeri.

Karena itulah, mangkubumi Ramanenggala menaikkan pajak dagang pada kompeni agar mereka bisa pindah dari Banten.

Hingga akhirnya Sultan Abdul Mufakhir dewasa dan kekuasaan beralih kepadanya. Sultan Abdul Mufakhir menjadi penguasa Banten yang diberi gelar Sultan dan dikenal sebagai sosok yang menentang keinginan Belanda untuk memonopoli perdagangan.

Pada tahun 1633, terjadilah perang akibat dari penolakan tersebut. Namun pada akhirnya perang berakhir dengan adanya perjanjian damai dari kedua belah pihak.

5. Sultan Ageng Tirtayasa (1651-1683 M)

Sebelumnya, kakek dari Sultan Ageng Tirtayasa yang bernama Sultan Abu al- Ma’ali Ahmad memimpin Banten di tahun 1647-1651 meneruskan perjuangan Sultan Abdul Mufakhir.

Selanjutnya diteruskan oleh Sultan Ageng Tirtayasa yang menjabat Banten dari tahun 1651-1683.

Sebutan lain untuk sultan Banten ke -6 ini adalah Abu al-Fath Abdul Fattah, Pangeran Dipati atau Pangeran Surya.

Pada masa kepemimpinannya, Banten berkembang pesat dan menjalin banyak kerjasama dengan negara luar seperti Moghul dan Turki.

Namun meski begitu, Sultan Ageng Tirtayasa tetap tidak mau bekerja sama dengan Belanda.

Beliau melakukan serangan gerilya baik jalur laut maupun daratan Indonesia untuk menaklukkan pertahanan Belanda yang pada saat itu bermarkas di Batavia (Jayakarta).

Akhirnya selama kurang lebih 20 tahun, Banten menjadi aman di bawah kepemimpinan Sultan Ageng Tirtayasa.

Hingga di tahun 1692 Sultan Ageng Tirtayasa wafat setelah ditangkap dan dipenjarakan oleh kompeni.

6. Sultan Abu Nashar Abdul Qahar (1683-1687 M)

Putra sulung Sultan Ageng Tirtayasa yang bernama Sultan Abu Nashar Abdul Qahar, disebut juga Sultan Haji, kembali dari Mekah tahun 1676.

Berbeda dengan ayahnya, Sultan Haji justru lebih berpihak pada Belanda dan membuat Sultan Ageng Tirtayasa kecewa atas sikap anaknya. Hal inilah yang menjadikan perang saudara.

Sultan Haji dan kompeni melakukan perjanjian pada tahun 1682 setelah ayahnya ditangkap dan menjabat dari tahun 1683-1687.

Masa Kejayaan Kesultanan Banten

Kesultanan Banten mencapai masa kejayaan ketika Sultan Ageng Tirtayasa berkuasa di tahun 1651 hingga 1682.

Kala itu, Banten berkembang pesat menjadi salah satu dari pusat perdagangan.

Banten pun memiliki armada yang menakjubkan, bahkan mampu mengupah orang-orang Eropa yang bekerja pada kesultanan Banten. Pada masa kejayaan inilah, Banten menjadi kawasan multi-etnis.

Banten pun berusaha melepaskan diri dari pengaruh VOC pada masa itu. Kesultanan Banten terus menerus melakukan serangan gerilya demi mengusir Belanda keluar dari wilayah Banten.

Sebab Runtuhnya Kesultanan Banten

Runtuhnya kerajaan Banten bermula dari adanya perang saudara antara Sultan Ageng Tirtayasa dan Sultan Haji. Setelah kurang lebih 20 tahun lamanya, kerajaan Banten berjaya dan aman dibawah kepemimpinan Sultan Ageng Tirtayasa.

Anaknya, Sultan Haji, akhirnya kembali dari Mekah dan lebih memihak kepada Belanda. Karena pertentangan inilah, pada tahun 1681, Sultan Haji dengan bantuan pasukan VOC melakukan kudeta ke istana Surosuwan di Banten.

Meski harus melawan anaknya, tak menyurutkan niat Sultan Ageng Tirtayasa untuk tetap teguh pendirian melawan Belanda.

Dengan pertempuran saudara antara ayah dan anak inilah, Sultan Ageng Tirtayasa ditangkap oleh kompeni dan dimasukan ke penjara hingga wafat di tahun 1692.

Sementara, Sultan Haji dan kompeni melakukan perjanjian pada tahun 1682. Karena inilah akhirnya status-status sultan Banten berikutnya menjadi boneka Belanda hingga akhir keruntuhan kesultanan Banten.

Peninggalan Kesultanan Banten

  • Masjid Agung Banten

Masjid yang aktif pada masa kepemimpinan Maulana Yusuf ini masih ada dan terletak di desa Banten Lama, Kaseman.

Bentuknya seperti menara mercusuar dengan bagian atas seperti pagoda. Sementara di sisi kanan dan kirinya terletak makam para kesultanan Banten dan anggota-anggota keluarganya.

  • Istana Kaibon

Istana ini adalah tempat tinggal Ratu Aisyah, yakni ibu Sultan Syaifudin. Tahun 1832, bangunan ini runtuh akibat serangan Belanda terhadap Banten. Sehingga kini hanya puing-puing saja.

  • Istana Surosuwan

Tak beda dengan Istana Keraton Kaibon, istana ini pun juga tinggal puing-puing saja akibat dari serangan Sultan Haji ketika perang saudara. Istana Surosuwan merupakan pusat pemerintahan Banten pada masanya.

  • Benteng Speelwijk

Benteng ini adalah bangunan tembok pertahanan yang dibangun 1585 untuk tempat pengawasan aktifitas pelayaran di Selat Sunda.

Di dalamnya ada beberapa meriam kuno dan terowongan yang menuju ke Istana Surosuwan.

  • Danau Tasikardi

Danau Tasikardi adalah sumber utama air yang mengaliri sawah-sawah di Banten. Tak hanya itu, danau ini juga sebagai mata air utama keluarga kerajaan yang tinggal di sekitar Istana Kaibon.

  • Vihara Avalokitesvara

Meski kerajaan Banten merupakan kerajaan Islam, namun di masa itu terdapat vihara yang dibangun dengan nama Avalokitesvara.

Di bagian tembok vihara yang kokoh ini terdapat relief yang mengisahkan legenda siluman ular putih.

  • Meriam Ki Amuk

Meriam dengan daya ledak yang tinggi ini dapat ditemukan di dalam Benteng Speelwijk. Meriam ini adalah meriam yang paling besar yang ada di dalam Benteng Speelwijk.

Selamat membaca, semoga bermanfaat untuk menambah wawasan mengenai sejarah di Indonesia.

The post Sejarah Kesultanan Banten – Raja – Peninggalan appeared first on HaloEdukasi.com.

]]>