konflik sosial - HaloEdukasi.com https://haloedukasi.com/sub/konflik-sosial Tue, 02 Jan 2024 09:48:59 +0000 id-ID hourly 1 https://wordpress.org/?v=6.6.2 https://haloedukasi.com/wp-content/uploads/2019/11/halo-edukasi.ico konflik sosial - HaloEdukasi.com https://haloedukasi.com/sub/konflik-sosial 32 32 6 Teori Konflik dalam Sosiologi Keluarga https://haloedukasi.com/teori-konflik-dalam-sosiologi-keluarga Tue, 02 Jan 2024 09:48:55 +0000 https://haloedukasi.com/?p=47321 Ilmu sosiologi tidak hanya mengkaji tentang perilaku dan interaksi manusia dalam masyarakat, tapi juga sisi konflik yang ada di dalamnya. Kehidupan sosial tidak akan pernah dapat lepas dari adanya konflik sosial, yakni berupa perbedaan pendapat, pertentangan, perselisihan, permusuhan, atau percekcokan. Konflik tidak hanya terjadi antara teman sekolah, rekan kerja, anggota organisasi, maupun sepasang kekasih. Konflik […]

The post 6 Teori Konflik dalam Sosiologi Keluarga appeared first on HaloEdukasi.com.

]]>
Ilmu sosiologi tidak hanya mengkaji tentang perilaku dan interaksi manusia dalam masyarakat, tapi juga sisi konflik yang ada di dalamnya. Kehidupan sosial tidak akan pernah dapat lepas dari adanya konflik sosial, yakni berupa perbedaan pendapat, pertentangan, perselisihan, permusuhan, atau percekcokan.

Konflik tidak hanya terjadi antara teman sekolah, rekan kerja, anggota organisasi, maupun sepasang kekasih. Konflik justru rentan terjadi di dalam keluarga, entah antara pasangan suami dan istri, anak dan orang tua, menantu dan mertua, hingga sesama saudara kandung, saudara sepupu, maupun saudara jauh sekalipun.

Konflik akan tetap ada selama manusia hidup dan bersosialisasi karena ini merupakan bentuk masalah sosial yang perlu diatasi, tak terkecuali dalam keluarga. Ilmu sosiologi pun nyatanya memelajari hal ini dan teori konflik sosial sendiri telah ada dari abad ke-18 dan 19 pada waktu munculnya industrialisasi dan demokratisasi.

Teori konflik sosial yang berkembang dan meraih popularitas pada tahun 1960-an ini pun juga mencakup keluarga. Berikut ini merupakan sejumlah teori konflik dalam sosiologi keluarga yang dapat disimak.

1. Blood dan Wolfe

Teori konflik dalam sosiologi keluarga yang teramati adalah bagaimana keluarga seringkali bukan dianggap sebagai tempat paling aman dan tempat untuk berlindung yang nyaman. Ada peran kekuasaan di dalam keluarga sehingga tak jarang di dalamnya terjadi perebutan kekuasaan.

Konflik dalam sebuah keluarga yang para ahli teori konflik pelajari kemungkinan mencakup penegakan kedisiplinan oleh orang tua kepada anak-anak. Adanya aturan di rumah maupun di luar rumah agar anak bisa bersikap dengan baik sebagaimana mestinya kerap kali memicu konflik.

Isu lebih serius pun ikut diamati dan dikaji, seperti halnya pemerkosaan dalam pernikahan, kekerasan dalam rumah tangga (pasangan dan anak sebagai korban), inses, hingga penyerangan seksual. Teori konflik yang Blood dan Wolfe (1960) angkat adalah kekuasaan paling besar di dalam keluarga dipegang oleh laki-laki daripada perempuan.

Kekuasaan terbesar kerap kali dikaitkan dengan akses terhadap sumber daya nilai yang paling mudah; dalam hal ini adalah uang sebab mayoritas laki-laki bekerja dan berperan sebagai kepala keluarga yang menafkahi.

2. Coltrane

Coltrane (2000) berfokus pada pembagian tugas dalam pekerjaan rumah tangga. Percekcokan antara suami dan istri adalah hal yang umum terjadi, khususnya dalam hal pembagian kerja rumah tangga.

Dalam sebuah pernikahan atau kehidupan rumah tangga, tidak ada upah untuk pelaksanaan pekerjaan rumah, seperti halnya mencuci pakaian, menyapu, mengepel, menyetrika, mencuci piring, dan kegiatan lainnya.

Oleh karena ketiadaan upah atau gaji dalam hal tersebut, tidak ada yang lebih berkuasa daripada yang lain. Namun ketika salah satu tidak dapat diajak bekerja sama, seperti menolak untuk pembagian tugas pekerjaan rumah, konflik akan kemudian berpotensi muncul.

Sementara itu, bila laki-laki turut melakukan pekerjaan rumah, atau bahkan melakukan lebih banyak daripada yang biasanya dilakukan, perempuan akan merasa lebih puas dan bahagia dalam pernikahan. Pembagian tugas rumah tangga yang adil dengan penerimaan dari kedua belah pihak juga mengurangi adanya risiko konflik keluarga/rumah tangga.

3. Amalia

Menurut Amalia (2018) suatu konflik yang dapat terjadi di dalam keluarga karena ketidakseimbangan yang terjadi antara ketahanan keluarga itu sendiri dean faktor ancaman dari luar.

Pasangan suami istri ketika sudah memiliki anak peran mereka akan semakin bertambah, yakni sebagai penjaga ketahanan keluarga dan melindungi keluarga dari ancaman luar. Ketahanan keluarga yang dimaksud tidak sekadar ketahanan sosial, tapi juga ketahanan fisik serta ketahanan psikologis.

Seorang perempuan setelah menikah memiliki berbagai peran di dalam keluarga, salah satunya mengelola rumah tangga, sementara laki-laki sebagai seorang suami harus menjadi pencari nafkah agar keperluan pokok keluarga terpenuhi secara maksimal.

Ketahanan fisik adalah tentang bagaimana kebutuhan dasar keluarga terpenuhi seluruhnya, baik itu soal tempat tinggal, pakaian, makanan dan minuman, hingga pendidikan anak serta kesehatan keluarga. Salah satu pihak saja tidak berperan dengan baik, maka konflik lebih mudah timbul.

Ketahanan psikologis merujuk pada memiliki temperamen rendah, tidak mudah marah, dan selalu memiliki konsep diri yang positif sehingga tidak terjadi kekerasan dalam rumah tangga (baik kekerasan fisik maupun kekerasan verbal).

Ketahanan psikologis adalah tentang bagaimana orang tua memiliki pengendalian diri dan emosi yang baik untuk menjadi teladan bagi anak-anaknya supaya memiliki kemampuan pengelolaan emosi yang sama baik.

Sementara itu, ketahanan sosial mengarah pada penerapan komunikasi dan interaksi antara suami dan istri dan antara orang tua dengan anak. Keluarga dengan hubungan yang sehat dan harmonis biasanya memiliki komunikasi yang baik.

Hal tersebut bukan berarti anak-anak bisa berlaku sesuka hati, sebab orang tua tetap berperan menentukan aturan serta norma di dalam rumah maupun di luar rumah. Ketahanan sosial juga merupakan sebuah fungsi yang perlu dijaga untuk sebuah keluarga bisa menghadapi berbagai masalah yang terjadi.

4. Amran Hassan dan Fatimah Yusooff

Menurut Amran Hassan dan Fatimah Yusooff (2014) konflik yang mudah terjadi ketika terdapat ketidakstabilan dalam lingkungan keluarga. Ketidakstabilan ini berkaitan dengan peran suami maupun istri sebagai orang tua yang baik namun kurang terlibat.

Amran Hassan dan Fatimah Yusooff meyakini bahwa baik ayah maupun ibu keduanya bertanggung jawan atas pembentukan diri mereka sendiri yang akan berpengaruh terhadap tumbuh kembang anak. Anak-anak tumbuh kembang dengan sebagian besar waktunya di lingkungan rumah bersama dengan keluarga.

Oleh karena itu, pembentukan karakter, perilaku, hingga kondisi psikologis anak sadar atau tidak sadar akan banyak dipengaruhi oleh orang tua dan lingkungan keluarga. Seorang suami memiliki tugas untuk menafkahi keluarga, namun sebagai sosok ayah, tugas utama tidak hanya sekadar pencari materi.

Sosok ayah diperlukan dalam sebuah keluarga untuk memberikan kasih sayang secara optimal bagi anak-anaknya. Pemberian waktu dan perhatian yang cukup akan sangat berarti untuk anak-anak, terutama bermanfaat bagi perkembangan psikologis serta kehidupan sosial mereka.

Seorang istri sekaligus sebagai sosok ibu memang umumnya bertugas mengelola rumah tangga dan mengurus kebutuhan dasar anak-anak, sekalipun sang istri adalah wanita karir. Namun baik sang ibu merupakan ibu rumah tangga saja ataupun ibu yang bekerja, perannya di rumah dengan menghabiskan waktu bersama anak-anak secara cukup dapat berpengaruh baik bagi perkembangan anak.

Tak dapat dipungkiri, kedua belah pihak (ayah dan ibu) turut andil yang besar dalam menciptakan keluarga yang stabil dari berbagai sisi dan aspek. Ketidakstabilan di beberapa sisi saja bisa cukup mudah untuk memunculkan konflik rumah tangga yang berdampak ke seluruh anggota keluarga.

5. Gloria Mariska

Menurut Gloria Mariska (2014) adanya komunikasi yang berat sebelah. Salah satu kasus yang diangkat sebagai contoh adalah pertukaran peran dalam keluarga, yakni ibu bekerja dan ayah di rumah mengelola rumah tangga.

Sekalipun pada zaman sekarang sudah sangat wajar, pada dasarnya tetap sosok suami dan ayah yang seharusnya mencari nafkah. Ketika sang ibu bekerja, sang ayah mengurus rumah tangga (termasuk merawat anak-anak dan menemani mereka belajar) tanpa meninggalkan peran pentingnya sebagai pengambil keputusan dalam keluarga.

Dari pihak ibu yang bekerja, biasanya setelah pulang pun akan tetap mengurus rumah tangga. Sekalipun sibuk bekerja, sang ibu biasanya tidak lupa untuk memasak dan tetap paling banyak berkomunikasi dengan anak-anaknya karena memberikan waktu untuk kedekatan jasmani maupun rohani.

Ayah maupun ibu sama-sama memberikan waktunnya bagi anak-anak mereka, namun dari segi kedalaman dan intensitas komunikasi, ibu tetap dapat memiliki hubungan lebih erat dengan anak daripada ayah. Mengedepankan koneksi secara  fisik maupun emosional sangat baik bagi perkembangan anak.

6. Agiani, Nursetiawati, dan Muhariyati

Menurut Agiani, Nursetiawati, dan Muhariyati (2015) peran seseorang dalam keluarga yang berat sebelah atau terjadinya ketidakseimbangan peran. Terutama ketika seorang perempuan memiliki dua peran sekaligus, yakni pencari nafkah utama dan ibu rumah tangga sekalipun suami masih ada, hal ini dapat menimbulkan konflik.

Ibu yang telah bekerja penuh di luar dan di rumah seringkali tidak memperoleh penghargaan sama sekali. Sekalipun telah menunjukkan betapa kuatnya seorang perempuan yang menjadi ibu bekerja sekaligus ibu rumah tangga, perempuan tetap dianggap lemah sehingga cenderung tidak dihargai.

Bahkan ketika seorang perempuan memberikan yang terbaik untuk pemenuhan kebutuhan keluarga secara material sekaligus masih menjalankan perannya dalam pengelolaan rumah tangga, banyak orang (termasuk keluarga sendiri) berpikiran dan berkomentar bahwa seorang ibu tidak seharusnya bekerja karena tanggung jawabnya adalah mengurus rumah.

Konflik mudah terjadi dari hal-hal tersebut, terutama bila sang suami memiliki gengsi yang besar sehingga kemudian merasa rendah diri. Perpisahan dalam bentuk perceraian kerap menjadi solusi dari konflik dengan peran salah satu pasangan yang berat sebelah seperti ini.

The post 6 Teori Konflik dalam Sosiologi Keluarga appeared first on HaloEdukasi.com.

]]>
4 Teori Konflik dalam Sosiologi Pendidikan https://haloedukasi.com/teori-konflik-dalam-sosiologi-pendidikan Tue, 02 Jan 2024 09:44:27 +0000 https://haloedukasi.com/?p=47326 Kehidupan sosial tidak pernah bisa lepas dari adanya konflik, dan konflik pun merupakan suatu faktor yang mengarahkan sebuah situasi dan kondisi kepada perubahan. Masyarakat tentunya menginginkan keteraturan dalam hidupnya, namun selama hidup dengan manusia lain sebagai makhluk sosial tentu konflik tidak akan dapat dihindari. Dalam berbagai aspek kehidupan, eksistensi konflik sulit untuk sama sekali dicegah, […]

The post 4 Teori Konflik dalam Sosiologi Pendidikan appeared first on HaloEdukasi.com.

]]>
Kehidupan sosial tidak pernah bisa lepas dari adanya konflik, dan konflik pun merupakan suatu faktor yang mengarahkan sebuah situasi dan kondisi kepada perubahan. Masyarakat tentunya menginginkan keteraturan dalam hidupnya, namun selama hidup dengan manusia lain sebagai makhluk sosial tentu konflik tidak akan dapat dihindari.

Dalam berbagai aspek kehidupan, eksistensi konflik sulit untuk sama sekali dicegah, dihindari maupun dihilangkan, termasuk dalam pendidikan. Pendidikan bertujuan utama meningkatkan derajat kemanusiaan manusia, namun karena adanya keterlibatan banyak orang di dalamnya, konflik mau tidak mau harus tetap dihadapi.

Dalam ilmu sosiologi yang memelajari teori konflik, berikut ini adalah teori konflik dalam sosiologi pendidikan yang dapat diperhatikan.

1. Nasrullah Nazsir

Teori konflik sosial diangkat oleh Karl Marx dan Max Weber melalui gagasan mereka bahwa konflik adalah bagian dari sistem sosial. Tidak hanya dalam sosiologi keluarga dan hukum, tapi teori konflik juga berlaku pada sosiologi pendidikan.

Dan menurut Nasrullah Nazsir (2009), teori konflik pada dasarnya mengamati bahwa konflik selalu ada dalam kehidupan manusia. Sekalipun masyarakat menginginkan kerukunan, kedamaian, ketertiban, dan keteraturan, konflik tidak dapat dicegah bagaimanapun caranya.

Teori konflik dalam sosiologi pendidikan melihat dari tatanan struktur organisasi seperti sekolah. Sekolah adalah salah satu jenis lembaga pendidikan yang melibatkan banyak kepala dengan karakter dan cara pandang berbeda-beda.

Dua orang manusia saja bisa memiliki pendapat serta tujuan yang berbeda, terlebih sekolah yang di dalamnya memiliki banyak individu yang berperan, mulai dari kepala sekolah hingga bendahara dan bagian lain-lainnya. Ketika dalam satu organisasi yang masing-masing individunya memiliki pemikiran, karakter, sikap, kehendak dan karakter berbeda, konflik pasti terjadi.

Meski konflik tidak dapat dihindari, dampaknya tidak selalu mengarah pada hal-hal atau hasil yang negatif. Keberadaan konflik justru seringkali dapat juga menyebabkan perubahan yang positif, tak terkecuali dalam bidang pendidikan.

2. Elly M. Setiadi

Teori konflik dalam sosiologi yang berkaitan dengan pendidikan menurut Elly M. Setiadi (2011) juga melihat bahwa ada potensi untuk antara dua orang atau lebih mengalami benturan dalam hal pendapat, keinginan, maupun kepentingan.

Lembaga pendidikan tidak hanya dikelola oleh satu orang, sebab ada banyak individu yang membuat lembaga tersebut berjalan. Perbedaan pendapat disertai argumentasi juga merupakan bentuk konflik yang selalu ada di dalam organisasi manapun dan perselisihan seperti ini dianggap wajar.

Namun tidak selalu seringan itu, sebab konflik juga dapat menyebabkan dua pihak atau lebih terutama yang memiliki kekuatan dan kuasa untuk saling menyingkirkan dan menjatuhkan ketika terjadi ketidaksepemikiran dan ketidaksehatian.

3. Damsar

Teori konflik sosial menurut Damsar (2011) dalam kaitannya dengan pendidikan melihat sisi keseimbangan dalam masyarakat. Masyarakat terdiri dari banyak individu dan kelompok di mana masing-masing memiliki komponen dan kepentingannya sendiri-sendiri yang dapat berbeda satu dengan lainnya.

Masyarakat dalam kehidupan sosial bersifat dinamis karena selalu berubah-ubah dan perubahan tersebut dikarenakan adanya konflik. Ada ketegangan dalam masyarakat apabila diamati dengan cermat yang kemudian menjadi faktor peningkat risiko terjadinya konflik.

Dunia pendidikan penuh dengan banyak kepala dengan berbagai gagasan dan kepentingannya masing-masing. Antara satu dengan yang lainnya pasti ada dan bahkan mungkin kerap dijumpai yang sangat berupaya untuk menaklukkan kepentingan orang lain demi mencapai tujuannya sendiri.

4. Nasution

Teori konflik dalam sosiologi pendidikan menurut Nasution (2004) adalah melihat pendidikan sebagai pembawa perubahan untuk memahami dan mengalami arti pembebasan dari dan perlawanan terhadap kaum borjuis. Pendidikan memberi arahan dan kesadaran terhadap tidak hanya sekadar kepentingan akademis tapi juga perkembangan hubungan sosial di kalangan para siswa.

Pendidikan akademis sendiri berfokus pada disiplin ilmu pengetahuan (sosial dan sains), teknologi, serta seni. Tujuan pembelajaran tersebut adalah untuk membawa seseorang kepada posisi dan status lebih tinggi yang membedakan mereka nantinya dari kaum buruh.

Namun ketika berada di sekolah, para murid tidak hanya belajar bidang akademis saja, tapi juga mengalami pemupukan hubungan sosial (memiliki teman dan mengalami konflik). Dalam sebuah program pendidikan pun tidak jauh-jauh dari adanya golongan mayoritas dan minoritas di mana hal ini dapat menjadi faktor yang memengaruhi hubungan antara kedua golongan.

The post 4 Teori Konflik dalam Sosiologi Pendidikan appeared first on HaloEdukasi.com.

]]>
3 Teori Konflik dalam Sosiologi Hukum https://haloedukasi.com/teori-konflik-dalam-sosiologi-hukum Tue, 02 Jan 2024 09:39:56 +0000 https://haloedukasi.com/?p=47325 Perubahan sosial merupakan salah satu bagian kajian ilmu sosiologi di mana hal ini terkait dengan teori konflik. Teori konflik yang kemunculannya adalah pada sekitar abad ke-18 dan 19 dan mulai dikenal luas tahun 1950-1960an ini merupakan teori yang menganggap adanya serangkaian kompromi untuk mengembalikan atau memperbaiki kondisi awal dikarenakan konflik. Satu hal yang akan tetap […]

The post 3 Teori Konflik dalam Sosiologi Hukum appeared first on HaloEdukasi.com.

]]>
Perubahan sosial merupakan salah satu bagian kajian ilmu sosiologi di mana hal ini terkait dengan teori konflik. Teori konflik yang kemunculannya adalah pada sekitar abad ke-18 dan 19 dan mulai dikenal luas tahun 1950-1960an ini merupakan teori yang menganggap adanya serangkaian kompromi untuk mengembalikan atau memperbaiki kondisi awal dikarenakan konflik.

Satu hal yang akan tetap terjadi bagaimanapun juga berbagai pihak ingin mencegahnya adalah konflik. Kehidupan sosial atau bermasyarakat rentan terhadap konflik karena masyarakat terdiri dari berbagai macam individu dengan karakter, pikiran, opini, kehendak, sikap, tindakan, dan perilaku yang berbeda-beda.

Teori konflik dalam sosiologi menunjukkan bahwa satu-satunya yang bersifat konstan adalam kehidupan masyarakat adalah konflik sosial. Sementara itu, perubahan sosial dianggap sebagai dampak atau akibat dari timbulnya konflik tersebut karena berbagai pihak mengalami pembentukan karena konflik.

Teori konflik mencakup banyak hal di dalam ilmu sosiologi, dapat berkaitan dengan keluarga, pendidikan, maupun hukum. Berikut ini adalah sederet teori konflik dalam sosiologi hukum yang dapat diketahui.

1. Karl Marx

Teori konflik dalam sosiologi hukum menurut Karl Marx adalah sistem hukum terbentuk sebagai pelindung bagi kaum elit. Konflik sosial umumnya terjadi antara orang-orang dari kaum yang berkuasa dengan orang-orang yang berasal dari kaum tertindas atau setidaknya orang-orang yang tidak memiliki kuasa.

Menurut Karl Marx, terjadi pembentukan struktur masyarakat, tradisi, hingga sistem hukum yang biasanya tidak menguntungkan secara adil bagi kedua pihak (pihak penguasa dan pihak tertindas). Alih-alih penyamarataan hak dan kesetaraan, ketiganya adalah faktor yang mendukung kaum penguasa atau kaum elit untuk lebih berkuasa dan mendominasi.

Pihak tertindas umumnya berasal dari kaum buruh atau pekerja dan cenderung merupakan kaum miskin. Ketika yang kaya dan berkuasa semakin tinggi, terutama dibalik perlindungan hukum, kesenjangan sosial semakin melebar dan konflik berupa pemberontakan berisiko terjadi.

Pemberontakan maupun bentuk lain dari konflik yang terjadi tidak akan begitu mengusik keberadaan kaum elit. Ketika sistem hukum berpihak kepada pihak yang berkuasa, maka kaum mereka akan semakin mendominasi.

2. Ralp Dahrendorf

Teori konflik dalam sosiologi hukum menurut Dahrendorf merujuk pada kelompok kepentingan menjadi fokus dan sumber dari keberadaan konflik sosial. Ketidakmerataan distribusi kekuasaan dan wewenang yang menunjukkan adanya perbedaan posisi dan wewenang antar individu di dalam masyarakat adalah utamanya.

Individu maupun kelompok yang berada di posisi bawah dan tidak tunduk terhadap aturan yang berlaku akan memperoleh sanksi. Demikian bagaimana sistem hukum bekerja, dan pihak yang berwenang atau berada di posisi atas memiliki kuasa untuk menentukan sanksi tersebut.

Menurut Dahrendorf, konflik secara hukum melibatkan dua tipe kelompok yang ia bagi menjadi dua, yakni kelompok kepentingan (Interest Group) dan kelompok semu (Quasi Group). Kelompok kepentingan merupakan kelompok dengan kekuatan karena memiliki berbagai aspek dalam pembentukannya.

Yang dimaksud dengan berbagai aspek dalam sebuah kelompok kepentingan adalah adanya organisasi dengan anggota serta struktur yang jelas. Mereka pun biasanya memiliki program serta tujuan sehingga cenderung menjadi sumber kemunculan konflik sosial.

Sementara itu, kelompok semu adalah kelompok yang terbentuk dari gabungan antar penguasa dan pejabat yang disebabkan oleh eksistensi kelompok kepentingan. Namun, bukan tidak mungkin kelompok semu kemudian terbentuk menjadi kelompok kepentingan, terutama bila penentuan pembentukan kelompok semu adalah secara struktural.

3. Jean Bodin

Teori konflik dalam sosiologi hukum menurut Jean Bodin adalah bahwa hukum dianggap sebagai bentuk kekuasaan paling tinggi. Titah kedaulatan adalah istilah yang digunakan Jean Bodin untuk menggambarkan sistem hukum.

Kedaulatan sendiri merupakan kekuasaan tertinggi dan karena alasan tersebut ada wewenang yang bersifat tidak terbatas pada kedaulatan. Kedaulatan yang juga ada dibalik hukum adat akan membuatnya mudah dianggap sah sehingga dengan kewenangan tak terbatas bisa membentuk hukum.

The post 3 Teori Konflik dalam Sosiologi Hukum appeared first on HaloEdukasi.com.

]]>
Macam Teori Konflik Menurut Ahli dan Contohnya https://haloedukasi.com/macam-teori-konflik-menurut-ahli Sat, 16 Dec 2023 03:09:38 +0000 https://haloedukasi.com/?p=47082 Di dalam suatu masyarakat, agar hidup dapat tetap harmonis antara satu dengan lainnya baik antar individu maupun kelompok perlu adanya toleransi. Terdapat banyak kepala dengan isi pikiran, tujuan, impian, pendapat, maupun karakter yang berbeda-beda dalam masyarakat. Untuk menciptakan kehidupan yang damai dan sejahtera, menjaga hubungan sosial melalui adanya keteraturan sosial sangat penting adanya. Meski demikian, […]

The post Macam Teori Konflik Menurut Ahli dan Contohnya appeared first on HaloEdukasi.com.

]]>
Di dalam suatu masyarakat, agar hidup dapat tetap harmonis antara satu dengan lainnya baik antar individu maupun kelompok perlu adanya toleransi. Terdapat banyak kepala dengan isi pikiran, tujuan, impian, pendapat, maupun karakter yang berbeda-beda dalam masyarakat.

Untuk menciptakan kehidupan yang damai dan sejahtera, menjaga hubungan sosial melalui adanya keteraturan sosial sangat penting adanya. Meski demikian, bukan berarti masyarakat dapat menghindari konflik sama sekali karena konflik pun masih termasuk di dalam ilmu sosiologi.

Wajar jika setiap manusia maupun kelompok dalam sebuah masyarakat memiliki perspektif tentang suatu hal yang berbeda-beda. Namun ketika konflik terjadi, hal ini bisa memengaruhi hubungan sosial ke arah yang positif atau justru berakibat pada hal-hal negatif.

Ilmu sosiologi memelajari teori konflik (conflict theory), yakni sebuah kajian yang berawal dari adanya pertentangan antara individu atau kelompok masyarakat. Teori konflik juga adalah sebuah ungkapan pendapat bahwa penyesuaian individu atau kelompok terhadap nilai sosial maupun budaya.

Bukan penyebab atau alasan timbulnya perubahan lingkungan sosial menurut penelitian Tualeka berjudul “Teori Konflik Sosiologi Klasik dan Modern”. Konflik dapat terjadi pada bentuk kelas sosial manapun, hanya saja umumnya berkaitan dengan kelompok penguasa dan kelompok tertindas.

Teori konflik sendiri terdiri dari beberapa macam menurut ahlinya dan berikut ini adalah penjelasan teori tersebut beserta contoh-contohnya.

1. Karl Marx

Karl Heinrich Marx atau dikenal dengan Karl Marx tidak hanya merupakan seorang sosiolog, tapi juga jurnalis, filsuf, ekonom, sosialis revolusioner, dan sejarawan yang berasal dari Jerman. Dan teori konflik menurut dirinya adalah sebuah bentuk pertentangan atau pertikaran yang timbul antar kelas sosial di tengah masyarakat.

Teori konflik pertama kali tercetus oleh sosok Karl Marx dalam ilmu sosiologi dan menurutnya, konflik terpicu oleh tujuan dari individu atau kelompok masyarakat yang ingin menghilangkan kelas-kelas sosial. Seperti halnya kita hidup bersosial, kelas sosial akan selalu ada, menunjukkan siapa kaya dan berkuasa dan siapa yang berada di bawahnya untuk didominasi karena lemah dan miskin.

Terdapat kelas atas, kelas menengah, hingga kelas bahwa di dalam hidup bermasyarakat yang tidak akan selalu bisa terhindarkan dari berbagai macam konflik. Konflik yang terjadi pun memengaruhi perubahan sosial yang biasanya dipicu oleh ketimpangan atau kesenjangan sosial.

Dalam kehidupan sehari-hari, contoh teori konflik Karl Marx dapat dijumpai pada kehidupan rumah tangga orang kaya yang memiliki ART (asisten rumah tangga) atau buruh dan majikannya. ART dan buruh adalah posisi kelas bawah yang akan selalu harus mematuhi perintah majikan-majikannya.

Walau tampak seimbang dan memiliki hubungan yang baik-baik saja selama para majikan memperlakukan bawahannya dengan baik, konflik tentu tidak dapat terhindarkan. Entah itu karena tekanan pekerjaan hingga gaji yang terlalu kecil akan selalu bisa menjadi alasan timbulnya konflik.

Dan walaupun para bawahan mematuhi perintah sang majikan, keharmonisan belum tentu tercipta. Ini karena setiap bawahan (baik ART maupun buruh) dapat memiliki keinginan untuk berada di posisi sang majikan dan keinginan untuk menjadi kelas atas dalam kehidupan sosial.

2. Max Weber

Maximilian Karl Emil Weber atau lebih dikenal dengan Max Weber merupakan sosok sosiolog yang juga berprofesi sebagai seorang geografer, ahli politik dan ekonom dari Jerman. Pada teori konflik Max Weber, masyarakat yang bergerak secara dinamis otomatis akan selalu timbul konflik di dalamnya.

Sosok penemu atau pendiri awal Ilmu Sosiologi dan Administrasi negara modern ini juga berteori bahwa konflik dapat mengarahkan masyarakat kepada suatu hasil yang positif alih-alih negatif. Menurut Max Weber, konflik ada untuk menjadi pemupuk persatuan pada masyarakat sehingga terjadi perubahan sosial yang lebih baik.

Karena meyakini bahwa konflik membawa hal positif dan bahkan persatuan bagi masyarakat, contoh teori konflik Max Weber di sekitar kita adalah antara adanya pengangguran dan lapangan kerja. Masyarakat kita terbagi menjadi kelas sosial atas dan kelas sosial bawah dan para pengangguran dapat berada di kelas sosial bawah.

Ketika dalam suatu negara atau wilayah angka penganggurannya tinggi, maka biasanya angka kriminalitas pun ikut meningkat. Sebagai solusi untu mengarah pada perubahan sosial yang baik, para kelas sosial atas membuka lapangan pekerjaan bagi para pengangguran.

Adanya lapangan pekerjaan yang cukup dapat mengurangi jumlah pengangguran yang ada. Ketika jumlah pengangguran berkurang, hal ini berdampak positif bagi masyarakat karena angka kriminalitas juga ikut menurun.

3. Lewis A. Coser

Lewis Alfred Coser merupakan seorang sosiolog yang berasal dari Jerman kelahiran 27 November 1913. Teori konflik menurutnya juga dianggap sebagai hal positif, hanya jika segala konflik dalam masyarakat ini berhasil dikelola dengan baik.

Menurut Coser, pada individu atau kelompok tertentu akan mencoba memperkuat posisinya masing-masing ketika konflik timbul dalam sebuah kelompok. Dari adanya reaksi dalam hubungan sosial ini, konflik tidak selalu mengarah pada akibat penuh risiko dan hal negatif.

Teori konflik Lewis A. Coser menunjukkan bahwa konflik memiliki fungsi atau manfaat positif yang akan menimbulkan persatuan dan pertahanan sistem sosial. Namun, masyarakat harus tahu bagaimana mengelola konflik dan berbagai proses komprominya dengan benar demi perubahan yang baik.

Contoh teori konflik Lewis A. Coser dapat merujuk pada konflik yang terjadi pada bidang politik. Ketika terjadi konflik dalam kelompok, maka kemudian sebagai reaksi umum masing-masing pihak berkonflik akan memperkuat posisi kekuasaannya.

Dalam proses mempertahankan sistem sosial dan persatuan masyarakat, perebutan kekuasaan pada kehidupan politik selalu terjadi. Dan masalahnya, politik dalam pemerintahan tak jarang mengalami konflik yang pada akhirnya melebar sampai ke berbagai aspek kehidupan lain.

4. Ralf Dahrendorf

Ralf Dahrendorf tidak hanya dikenal sebagai seorang sosiolog, tapi juga sosok politikus liberal, filsuf, serta ilmuwan politik Jerman-Britania. Teori konflik menurutnya adalah pertentangan yang terjadi karena relasi sosial dalam suatu lingkungan masyarakat.

Konflik juga terjadi tak jauh-jauh dari permasalahan antar kelas di tengah masyarakat yang kemudian menghasilkan perubahan sosial entah positif ataupun negatif. Konflik juga adalah bagian yang tidak dapat dipisahkan dari hidup masyarakat karena sebagaimanapun ingin mencegah, konflik tetap bisa timbul sewaktu-waktu.

Contoh nyata teori konflik Ralf Dahrendorf adalah kesenjangan sosial yang terjadi antara si kaya dan si miskin. Seberapapun upaya orang miskin untuk menjadi kaya, termasuk dengan menjadi kriminal, orang-orang yang sudah kaya pun terus mempertahankan dan sebisa mungkin meningkatkan kekayaan dan kekuasaannya.

Konflik karena faktor ekonomi seperti ini tidak akan pernah selesai karena di belahan bumi mana saja pasti tetap ada kelas bawah dan kelas atas. Meski demikian, tidak semua orang miskin akan tetap gagal menjadi kaya dan tidak semua orang kaya tetap bisa berhasil mempertahankan kekayaannya.

5. Bernard Raho

Bernardus Raho atau Bernard Raho adalah sosok sosiolog asal Indonesia yang juga memiliki teori konfliknya sendiri. Menurutnya, konflik terjadi dalam kehidupan sosial karena kegagalan antar individu atau kelompok untuk berkompromi satu sama lain.

Kegagalan dalam berkompromi ini kemudian menyebabkan terjadinya perubahan sosial, baik dalam bentuk positif atau negatif. Jadi kesimpulannya, konflik yang ada menjadi penyebab perubahan sosial dan bukan karena ketidakmampuan manusia dalam beradaptasi di sebuah lingkungan masyarakat.

Contoh yang bisa diambil dari teori konflik Bernard Raho adalah konflik antara atasan dan bawahan dalam sebuah perusahaan. Pekerjaan yang semakin menumpuk dan seorang karyawan yang harus bekerja merangkap ini dan itu ditambah dengan adanya waktu lembur tanpa kenaikan gaji adalah suatu permisalan nyata.

Seorang karyawan bukan tidak mampu beradaptasi di lingkungan pekerjaannya dan terhadap tugas-tugas yang harus diselesaikan, namun konflik terjadi lebih kepada karena penghargaan yang tidak sesuai dengan kerja kerasnya. Walau rata-rata akan mengundurkan diri, kompromi bisa dilakukan antara karyawan dan atasannya.

Tak sedikit atasan yang melalui kompromi lalu memperbaiki sistem kerja, mencari solusi untuk durasi kerja, atau memutuskan menaikkan gaji bawahannya demi memperoleh hasil terbaik bagi kedua belah pihak.

6. Georg Simmel

Georg Simmel adalah seorang filsuf dan sosiolog asal Jerman dan juga sosok pionir yang membuat sosiologi menjadi cabang ilmu sendiri seperti sekarang. Sosiologi menurutnya adalah ilmu kemasyarakatan yang abstrak dan konflik menurutnya adalah unsur paling penting dalam kehidupan sosial.

Konflik menurut Georg Simmel adalah salah satu dampak dari interaksi sosial ketika disintegrasi sosial terjadi dan adanya kompromi atau musyawarah tidak menghasilkan mufakat. Namun, konflik juga dapat menjadi dampak dari interaksi sosial melalui adanya kompromi ketika terjadi integrasi sosial jika kompromi berhasil maka hal ini menyebabkan perubahan sosial positif.

Contoh teori konflik menurut Georg Simmel yang bisa dijumpai di kehidupan kita adalah kesediaan dan keengganan menerima budaya berbeda atau budaya baru. Baik budaya lokal maupun luar akan selalu ada yang berbeda, terutama hidup sebagai warga negara Indonesia dengan keragaman budayanya.

Namun, tidak semua individu atau kelompok mampu bersikap dan berpikiran terbuka pada suatu hal yang dianggap berbeda, asing, atau baru. Penerimaan maupun ketidakterimaan adalah bentuk kompromi yang menyebabkan perubahan sosial entah itu positif atau negatif ke depannya.

The post Macam Teori Konflik Menurut Ahli dan Contohnya appeared first on HaloEdukasi.com.

]]>
Arbitrasi: Pengertian – Jenis dan Perbedaan dengan Mediasi https://haloedukasi.com/arbitrasi Thu, 23 Feb 2023 02:45:28 +0000 https://haloedukasi.com/?p=41646 Di dalam hubungan sosial setiap manusia tentu akan menghadapi konflik, arti konflik secara etimologi diambil dari bahasa latin yaitu “con” dan “fligere“, berturut-turut artinya “bersama” dan “benturan”. Ditinjau dari pengertian umum, konflik adalah peristiwa sosial berupa pertentangan, atau benturan antar individu, individu dengan kelompok atau kelompok dengan pemerintah. Konflik yang ditemukan di masyarakat bermacam-macam, ada […]

The post Arbitrasi: Pengertian – Jenis dan Perbedaan dengan Mediasi appeared first on HaloEdukasi.com.

]]>
Di dalam hubungan sosial setiap manusia tentu akan menghadapi konflik, arti konflik secara etimologi diambil dari bahasa latin yaitu “con” dan “fligere“, berturut-turut artinya “bersama” dan “benturan”. Ditinjau dari pengertian umum, konflik adalah peristiwa sosial berupa pertentangan, atau benturan antar individu, individu dengan kelompok atau kelompok dengan pemerintah.

Konflik yang ditemukan di masyarakat bermacam-macam, ada yang hanya perselisihan kecil di antara keluarga, perselisihan di bidang bisnis, permasalahan hak mengenai harta dan lain sebagainya. Segala konflik yang terjadi diakibatkan adanya perbedaan, baik perbedaan pendapat maupun pandangan.

Kehidupan sosial tak dapat dihindari, segala aspek dan bidang tak lepas dari hubungan manusia, maka konflik pasti ditemui di sela-sela proses sosial. Jika ada konflik, tentu ada cara menyelesaikannya, beberpa penyelesaian konflik antara lain kompromi, arbitrasi, toleransi, mediasi, koversi, konsiliasi dan ajudikasi.

Tiap-tiap konflik dapat diselesaikan dengan baik jika penyelesaian yang dipilih sesuai dengan kondisi dan situasi.

Pengertian Arbitrasi

Arbitrasi secara etimologi dalam bahasa Perancis “arbitrage” artinya sebuah keputusan atau kekuasaan untuk menyelesaikan menurut kebijaksanaan. Pengertian arbitrasi di dalam ilmu Sosiologi merupakan bentuk penyelesaian konflik dengan melibatkan pihak ke tiga yang memiliki kedudukan lebih tinggi, pihak ketiga memberikan keputusan yang sifatnya mengikat dua belah pihak yang berkonflik.

Arbitrasi dapat juga dikatakan sebagai cara untuk menyelesaikan sebuah masalah antara dua pihak dengan melibatkan pihak ke tiga, atau disebut juga arbiter. Arbiter ini sifatnya netral dan dipilih oleh dua pihak yang berkonflik.

Pada umumnya, arbitrasi digunakan untuk menyelesaikan permasalahan sengketa di bidang perdagangan atau bisnis dan juga mengenai permasalahan hak yang terkait dengan hukum yang dikuasai sepenuhnya oleh ke dua pihak.

Pengertian tentang arbitrasi ini juga dijelaskan di dalam sistem perundangan Indonesia, yaitu tercantum di dalam Undang-undang No. 30 Tahun 1999.

Berdasarkan Pasal 1 ayat 1 UU No. 30 Tahun 1999 Tentang Arbitrasi dan Alternatif Penyelesaian Sengketa, dijelaskan bahwa arbitrasi merupakan cara menyelesaikan suatu sengketa perdata di luar peradilan umum, namun didasarkan pada pernajnjian arbitrasi secara tertulis yang dibuat oleh pihak-pihak yang bersengketa.

Jenis Arbitrasi

Ada beberapa jenis arbitrasi yang penerapannya disesuikan dengan kebutuhan penyelesaian permasalahan, situasi dan kondisi. Secara umum ada 2 jenis arbitrasi, yaitu arbitrasi institusional dan arbitrasi Ad Hoc.

Arbitrasi Institusional

Arbitrasi institusional yaitu menggunakan jasa lembaga yang khusus berperan untuk melaksanakan proses arbitrasi. Lembaga tersebut sudah memiliki prosedur dan peraturan untuk membantu proses arbitrasi.

Keuntungan arbitrasi institusional ini yaitu pihak-pihak yang bersengketa mendapatkan bantuan atau dukungan administratif dari lembaga atau institusi yang ditunjuk, sehingga proses penyelesaian arbitrasi dapat tepat waktu. Ada biaya yang harus dikeluarkan oleh pihak yang bersengketa sesuai jumlah sengketa yang diselesaikan.

Arbitrasi Ad Hoc

Arbitrasi Ad Hoc adalah kebalikan arbitrasi institusional, karena tidak memanfaatkan jasa lembaga atau institusi untuk penyelesaian sengketa. Ke dua belah pihak yang bersengketa memutuskan perannya masing-masing.

Arbiter atau pihak ke tiga dipilih secara mandiri, begitu juga permasalahan dokumen dan kebijakan yang berlaku serta prosedur dilakukan secara mandiri oleh pihak yang bersengketa. Jika prosedur tidak ada yang disepakati oleh masing-masing pihak, maka pengelolaan arbiter

Dalam prosesnya, arbitrasi Ad Hoc tidak bisa menggunakan jasa institusi siapapun sehingga hasilnya datang dari kedua belah pihak yang memutuskan sesuai dengan perannya. Penunjukan arbiter, pemilihan jadwal permohonan dokumen, kebijakan yang berlaku, sampai prosedur arbiter dilakukan secara mandiri tanpa adanya perbantuan dari pihak manapun.

Jika kesepakatan tidak dicapai oleh masing-masing pihak yang bersengketa, maka arbiter akan menyesuaikan dengan prosedur yang lain.

Jenis Arbitrasi Lainnya

Arbitrasi juga banyak diterapkan di perusahaan, beberapa jeni arbitrasi di perusahaan antara lain:

  • Arbitrase Peraturan

Merupakan bentuk keputusan yang diambil oleh perusahaan jika terjadi risiko keuangan perusahaan, biasanya digunakan untuk mendapatkan pengajuan pinjaman dari pihak perusahaan kepada bank.

  • Arbitrase Penggabungan

Arbitrasi yang umum dilakukan ketika 2 perusahaan atau 2 divisi dijadikan satu dengan tujuan untuk menyeimbangkan keuangan perusahaan.

  • Arbitrase Obligasi Konversi

Arbitrasi ini pada umumnya digunakan oleh investor dan perusahaan penerbit saham. Misalnya investor mengembalikan obligasi kepada perusahaan dan menukarnya dengan saham yang sudah ditetapkan.

  • Arbitrase Depository Receipts

Arbitrasi ini hanya terjadi di dalam pasar saham, fungsinya sebagai pengkontrol saham atau berperan sebagai pengawas yang ditawarkan bagi pemilik saham di pasar asing atau perusahaan.

Perbedaan Arbitrasi dan Mediasi

Meskipun arbitrasi dan mediasi melibatkan pihak ke-3 sebagai penengah, namun ke dua bentuk penyelesaian konflik ini berbeda. Berikut perbedaannya.

ArbitrasiMediasi
Hasil penyelesaian konflik dimenangkan 1 pihak (win lose judgement)Menguntungkan 2 belah pihak (win-win solution), tapi tidak selalu seimbang
Hasil putusan mengikat pihak-pihak yang bersengketaHasil putusan tidak mengikat pihak-pihak yang bersengketa
Pihak ke-3 (arbiter) berhak memberi keputusan untuk menyelesaikan konflikPihak ke-3 hanya berperan sebagai mediator atau sebatas memberikan saran
Perbedaan Arbitrasi dan Mediasi

The post Arbitrasi: Pengertian – Jenis dan Perbedaan dengan Mediasi appeared first on HaloEdukasi.com.

]]>
7 Jenis Penyelesaian Konflik dalam Masyarakat https://haloedukasi.com/jenis-penyelesaian-konflik Fri, 10 Feb 2023 03:16:53 +0000 https://haloedukasi.com/?p=41397 Manusia sebagai makluk sosial yang berhubungan dengan orang lain tentu saja akan ada konflik yang terjadi dalam kehidupan bermasyarakat dan bernegara. Apalagi, Negara Indonesia ini terdiri dari berbagai macam suku, bahasa, dan agama. Negeri dengan tingkat keberagaman yang sangat tinggi. Konflik sosial itu merupakan tindakan yang saling mengancam antara satu kelompok dengan kelompok yang lain […]

The post 7 Jenis Penyelesaian Konflik dalam Masyarakat appeared first on HaloEdukasi.com.

]]>
Manusia sebagai makluk sosial yang berhubungan dengan orang lain tentu saja akan ada konflik yang terjadi dalam kehidupan bermasyarakat dan bernegara. Apalagi, Negara Indonesia ini terdiri dari berbagai macam suku, bahasa, dan agama. Negeri dengan tingkat keberagaman yang sangat tinggi.

Konflik sosial itu merupakan tindakan yang saling mengancam antara satu kelompok dengan kelompok yang lain dalam sosial masyarakat. Konflik akan terjadi jika berhubungan dengan dinamika masyarakat.

Apalagi hidup di Indonesia dengan masyarakat yang majemuk dengan beragamnya budaya dan agama tentu saja ada konflik yang terjadi di dalamnya. Konflik hadir disebabkan ada keinginan yang tidak terwujud antara kedua belah pihak serta gesekan yang terjadi di lingkungan sosial masyarakat.

Manusia berusaha untuk memiliki cara dalam menyelesaikan konflik yang telah terjadi, sehingga konflik tidak berkepanjangan dan juga tidak menelan korban. Maka, butuh upaya dalam menyelesaikan konflik dengan baik.

Jenis Penyelesaian Konflik

  • Toleransi

Toleransi adalah sikap dan perbuatan yang menghargai pendirian masing-masing pihak. Toleransi itu adalah saling menghormati dan menghargai setiap perbedaan yang terjadi pada setiap kelompok yang berkonflik.

Toleransi merupakan jenis penyelesaian konflik yang berada di tingkatan pertama yang paling ringan. Contoh, Jika ada pertikaian yang terjadi antar golongan, maka solusi salah satunya dengan toleransi.

  • Kompromi

Penyelesaian konflik dengan kompromi ini adalah jenis penyelesaian yang paling sering terjadi dalam kehidupan bermasyarakat. Setiap yang berkonflik bisa menyelesaikan dengan cara berkompromi.

Kedua belah pihak sama-sama mengurangi tuntutan dan saling menghargai keduanya. Kompromi yang paling sering terjadi di dalam masyarakat yaitu bermusyarawah antara kedua belah pihak.

Contohnya, konflik yang terjadi antara majikan dan pekerja. Pekerja menuntut agar upah kerja dinaikkan sehingga menimbulkan konflik antara pekerja dan pemilik usaha.

Sebagai pemilik usaha yang ingin menghentikan konflik yang terjadi salah satunya dengan cara menaikan gaji dan upah kerja sesuai dengan kemampuan pemilik usaha.

  • Koersi

Penyelesaian konflik dari pihak terkuat dengan pihak terlemah. Jadi, ada satu pihak yang bersedia untuk mengalah dan mau menerima. Seperti pelebaran jalan oleh pemerintah yang menggunakan tanah masyarakat.

Jadi mau tidak mau sebagai masyarakat tanahnya akan tetap diambil oleh pemerintah untuk pelebaran jalan. Dalam kasus ini, pemerintah memberikan ganti rugi atas tanah yang digunakan untuk jalan.

  • Gencatan Senjata

Penyelesaian konflik dengan gencatan senjata terjadi jika kedua belah pihak yang bertikai sepakat dengan melakukan gencatan senjata. Genjatan senjata ini memberikan masa tangguh dalam jangka waktu tertentu dikarenakan ada satu kegiatan yang harus dijalankan bersama.

Biasanya penangguhan berjangka waktu ini terjadi karena ada pekerjaan yang tidak bisa diganggu. Pekerjaan yang tidak bisa diganggu seperti; merayakan hari raya, merundingkan perdamaian antar kedua belah pihak, mengubur orang tewas, dan mengobati orang-orang yang terluka.

  • Mediasi

Jenis penyelesaian konflik dengan mediasi yaitu menghadirkan pihak ketiga yang netral. Syarat menjadi mediator tidak boleh memihak kepada pihak pertama ataupun pihak kedua. Mediasi baru dilakukan jika kedua belah pihak yang bertikai tidak mau mengalah dan ingin menang sendiri.

Sebagai mediator, keputusan yang diberikan dalam mediasi ini tidak mengikat, jika nasehat yang diberikan tidak digubris, maka mediator tidak dapat memaksakan kehendaknya. Jika jalan mediasi tidak terwujud, maka kasus akan dinaikakan ke tingkat yang lebih tinggi.

Contohnya, kepala desa yang menjadi mediator bagi warganya yang sedang bertikai, bertengkar, dan kasus perebutan hak waris. Jadi, hasil keputusan tetap ada pada pihak yang bertikai.

  • Arbitrasi

Arbitrasi yaitu penyelesaian masalah dengan melibatkan pihak ketiga yang memiliki wewenang dan kekuasaan untuk menyelesaikan konflik.

Keputusan yang diberikan oleh pihak ketiga ini langsung bisa diterima oleh kedua belah pihak. Konflik yang diselesaikan dengan cara arbitrasi ini paling sering terjadi dalam masyarakat, sifatnya spontan dan informal.

Seperti contoh, jika seorang pekerja memberikan pekerjaan kepada seseorang, namun orang tersebut tidak melakukan pekerjaan itu, maka bisa mengajukan arbitrasi. Jadi, pihak ketiga yang memiliki wewenang yang akan memutuskan siapa yang bersalah dan siapa yang benar.

Contoh lain lagi yaitu keputusan wasit dalam pertandingan sepak bola. Wasit akan memberikan kartu kuning bagi yang melakukan kesalahan.

Keputusan ini bisa diterima oleh kedua belah pihak. Melakukan arbitasi ini pasti ada yang menerima posisi salah atau benar. Tentu saja menjadi arbivator melihat semua bukti-bukti valid yang terjadi.

  • Adjudikasi

Penyelesaian konflik tahap adjudikasi ini penyelesaian konflik melalui pengadilan dan persidangan. Adjudikasi merupakan tahapan paling tinggi dalam penyelesaian kasus konflik yang terjadi. Jika semua tahapan yang dilakukan tidak membawa penyelesaian pada konflik.

Maka, tahap terakhir yang dilakukan adalah membawa kasus pada pengadilan yang ada di daerah masing-masing. Seperti contoh, koruptor yang diadili sampai ke tingkat adjudikasi sebagai pengambilan keputusan atas tindakan korupsi yang ia lakukan.

Kesimpulannya, untuk menghindari terjadinya konflik memang hal yang mustahil di dalam suatu masyarakat. Manusia merupakan makhluk sosial yang dimana pasti ada terjadi gesekan di dalam masyarakat dengan antar ras, golongan, agama lain.

Maka oleh karena itulah melakukan pengelolaan konflik yang baik antara kedua belah pihak bisa mencapai target masyarakat damai dan bebas konflik.

The post 7 Jenis Penyelesaian Konflik dalam Masyarakat appeared first on HaloEdukasi.com.

]]>
4 Konflik Antar Suku di Indonesia dan Penyebabnya https://haloedukasi.com/konflik-antar-suku-di-indonesia Fri, 03 Feb 2023 07:27:45 +0000 https://haloedukasi.com/?p=41207 Indonesia merupakan negara yang kaya akan keberagaman. Bahkan, Indonesia termasuk negara dengan etnis terbanyak di dunia. Memiliki banyak suku, agama, bahasa, tradisi dan kebudayaan ini disebabkan oleh beberapa faktor seperti kondisi geografis Indonesia yang terletak dari Sabang sampai Merauke. Masing-masing suku, ras, tradisi ini memiliki ciri khas dan karakteristiknya sendiri. Untuk menyatukan warga negara, pemerintah […]

The post 4 Konflik Antar Suku di Indonesia dan Penyebabnya appeared first on HaloEdukasi.com.

]]>
Indonesia merupakan negara yang kaya akan keberagaman. Bahkan, Indonesia termasuk negara dengan etnis terbanyak di dunia. Memiliki banyak suku, agama, bahasa, tradisi dan kebudayaan ini disebabkan oleh beberapa faktor seperti kondisi geografis Indonesia yang terletak dari Sabang sampai Merauke.

Masing-masing suku, ras, tradisi ini memiliki ciri khas dan karakteristiknya sendiri. Untuk menyatukan warga negara, pemerintah membuat semboyan Bhinneka Tunggal Ika yang berarti “berbeda-beda tetapi tetap satu jua” dan menetapkan Pancasila sebagai dasar negara.

Namun, dikarenakan faktor keberagaman inilah negara Indonesia merasakan dampak negatifnya yakni kerap dihadapkan dengan permasalahan yang mengarah kepada perpecahan yaitu konflik. Di Indonesia, ada banyak permasalahan yang terjadi karena faktor perbedaan antar suku yang kemudian menimbulkan konflik.

Umumnya, konflik antar suku ini disebabkan oleh karena adanya primordialisme, adanya isu hoax, kesenjangan ekonomi, pendidikan rendah, perbedaan pendapat, keyakinan dan masih banyak lagi lainnya. Ada banyak konflik antar suku yang terjadi dengan berbagai faktor penyebab yang berbeda-beda. Adapun konflik antar suku yang pernah terjadi di Indonesia, antara lain:

  • Konflik Antara Etnis Tionghoa dan Pribumi di Tahun 1998

Konflik antar suku atau etnis yang ada di Indonesia yang pertama adalah konflik masyarakat etnis Tionghoa dengan masyarakat pribumi. Kerusuhan ini dikelan dengan sebutan ‘Kerusuhan Mei 1998’ yang terjadi di Jakarta dan beberapa daerah lainnya seperti Medan dan Surakarta.

Kerusuhan ini diawali dengan adanya krisis ekonomi Asia dan dipicu dengan tragedi Trisakti dimana empat mahasiswa terbunuh dalam aksi demonstrasi 12 Mei 1998 dan disusul dengan penurunan jabatan Presiden Soeharto serta pelantikan B. J. Habibie.

Pada kerusuhan ini banyak toko dan perusahaan miliki warga Indonesia keturunan Tionghoa dihancurkan oleh massa. Terdapat ratusan wanita yang menjadi korban pelecehan seksual, diperkosa secara beramai-ramai, dianiaya dan bahkan dibunuh.

Aksi ini bukan hanya semacam aksi sporadis melainkan kerusuhan dan pemerkosaan ini sudah disusun secara sistematis. Namun, sebab dan alasan dalam kerusuhan antar suku ini masih dipenuhi dengan ketidakjelasan dan menjadi kontroversi hingga hari ini.

Masyarakat Indonesia setuju bahwa peristiwa ini menjadi lembaran hitam sejarah Indonesia, sementara pihak Tiongha merasa ini merupakan suatu tindakan pembasmian (genosida) terhadap warga etnis Tionghoa.

Kontroversi peristiwa ini dikarenakan masih belum tahu kepastian dari sebab kejadian ini apakah merupakan sebuah rencana yang disusun oleh pemerintah atau bentuk provokasi dari kelompok tertentu untuk mengambil keuntungan dari kerusuhan ini.

  • Konflik Perang Sampit Tahun 2001

Konflik perang Sampit ini ialah konflik yang terjadi di Sampit, Kalimantan Tengah antara suku Dayak dan suku Madura. Penyebab dari konflik ini cukup panjang dengan beberapa kali terjadi konflik dan konflik yang terbesar terjadi pada tahun 2001. Awalnya, suku Dayak selaku suku asli Kalimantan masih menerima kedatangan para transmigran suku Madura ke wilayahnya.

Namun, hubungan yang harmonis antara suku Dayak dan Madura mulai terkoyak kembali karena adanya kesalahpahaman di antara mereka. Secara garis besar, penyebab utama konflik dan perang Sampit ini dikarenakan perbedaan suku, budaya dan tradisi antara suku Dayak dan suku Madura.

Orang Dayak yang merasa menjadi masyarakat pribumi merasa terganggu karena adanya perilaku yang mereka anggap tidak wajar dari orang Madura selaku warga pendatang.

Secara lebih rincinya, penyebab terjadinya konflik suku terbesar yang terjadi di Indonesia ini ialah adanya perbedaan budaya antara suku Dayak dan Madura, perilaku suku Madura yang tidak menyenangkan, pinjam meminjam tanah antar suku (di mana suku Dayak memiliki budaya meminjamkan tanahnya tetapi dengan syarat dikembalikan, namun orang Madura justru enggan mengembalikan tanah yang mereka pinjam dari orang Dayak), permasalahan ekonomi dan adanya perdamaian yang dilanggar suku Madura.

Dari beberapa sebab inilah yang akhirnya memicu konflik antar suku hingga pada puncaknya terjadi perang Sampit yang menewaskan ratusan warga.

  • Konflik Suku Lampung dan Bali

Pada tahun 2009, terjadi konflik antara suku Lampung dan suku Bali. Kala itu, suku Bali menjadi suku pendatang yang berada di Lampung. Konflik ini dipicu karena adanya permasalahan yang terjadi antara dua orang yang berasal dari kedua suku tersebut.

Konflik ini sempat menimbulkan korban jiwa sebanyak 12 orang, yang kemudian perintah bertindak tegas melalui TNI dan aparat kepolisian untuk mengajak kedua suku yang berkonflik melakukan perundingan. Dan pada akhirnya, konflik antara suku Lampung dan suku Bali dapat diredam dengan hasil keputusan perundingan damai hingga saat ini.

  • Konflik Antar Suku Papua

Sampai saat ini, tanah Papua belum juga terlepas dari konflik bersenjata. Dari masa Orde Baru hingga Reformasi, konflik antar suku Papua dengan kelompok separatisme pendukung kemerdekaan Papua masih terus terjadi.

Ada berbagai konflik suku Papua yang semuanya meinimbulkan korban jiwa mulai dari tragedi Wamena Oktober 2000 (tragedi pengibaran Bendera Bintang Kejora simbol kemerdekaan Papua di sekitar Wamena), peristiwa Wamena 2003 (peristiwa pembobolan markas dan gudang senjata di Wamena), tragedi Universitas Cenderawasih 2006, tragedi Paniai 2014, demonstrasi tolak rasisme yang berujung kerusuhan, pembunuhan pendeta Yeremia Zanambani, dan yang terbaru terjadi konflik mengerikan pada Januari 2022.

Konflik terbaru in ialah konflik antar suku Nduga dan suku Lani Jaya. Penyebab konflik ini dikarenakan adanya pembunuhan seorang warga suku Nduga. Peristiwa ini mengakibatkan 40 rumah Honai Papua terbakar, 21 orang tercatat mengalami luka-luka dan 1 orang dinyatakan meninggal dunia. Namun konflik tersebut akhirnya bisa diredam dengan melakukan kesepakatan dan perdamaian antar kedua belah pihak.

Dan inilah beberapa contoh konflik antar suku yang pernah terjadi. Tidak hanya keempat konflik saja, melainkan masih ada lagi konflik-konflik antar suku lainnya pernah terjadi di Indonesia. Semoga bermanfaat.

The post 4 Konflik Antar Suku di Indonesia dan Penyebabnya appeared first on HaloEdukasi.com.

]]>
7 Cara Mengatasi Konflik Sosial dan Penjelasannya https://haloedukasi.com/cara-mengatasi-konflik-sosial Mon, 02 Jan 2023 07:42:55 +0000 https://haloedukasi.com/?p=40516 Manusia adalah makhluk sosial, yang berarti tidak dapat hidup sendiri dan membutuhkan orang lain. Manusia sebagai makhluk sosial juga berarti bahwa semua orang akan berinteraksi dengan sesama, baik individu antar individu maupun individu dengan kelompok dan sebagainya. Karena manusia harus saling berinteraksi, maka tak jarang banyak ditemukan perbedaan di setiap individu baik dari pemikiran, pendapat, […]

The post 7 Cara Mengatasi Konflik Sosial dan Penjelasannya appeared first on HaloEdukasi.com.

]]>
Manusia adalah makhluk sosial, yang berarti tidak dapat hidup sendiri dan membutuhkan orang lain. Manusia sebagai makhluk sosial juga berarti bahwa semua orang akan berinteraksi dengan sesama, baik individu antar individu maupun individu dengan kelompok dan sebagainya.

Karena manusia harus saling berinteraksi, maka tak jarang banyak ditemukan perbedaan di setiap individu baik dari pemikiran, pendapat, kesukaan, tujuan, sosial ekonomi, pendidikan dan banyak lagi lainnya. Di latar belakangi oleh berbagai macam faktor inilah yang akhirnya menyebabkan timbulnya suatu konflik sosial dalam masyarakat.

Apa itu Konflik Sosial?

Konflik sosial merupakan suatu peristiwa atau fenomena sosial dimana terdapat perselisihan, pertentangan, atau pertikaian baik dalam hubungan antar individu maupun dengan kelompok. Adanya konflik biasanya akan menyebabkan perubahan sosial yang mana akan berdampak buruk dan merugikan bagi masyarakat itu sendiri.

Konflik sosial bisa saja terjadi di mana saja, baik di lingkungan pertemanan, keluarga, maupun lingkungan masyarakat di sekitarmu.

Timbulnya konflik sosial tentu akan mempengaruhi kenyamanan dan kedamaian yang ada dalam lingkungan tersebut. Oleh karena itu, untuk mengembalikan lingkungan masyarakat yang sejahtera perlu adanya tindakan untuk mengatasi semua bentuk konflik sosial yang terjadi.

Cara Mengatasi Konflik Sosial

Konflik sosial yang terjadi dalam masyarakat jika tidak segara diatasi dikhawatirkan akan menimbulkan konflik yang lebih besar. Konflik yang semakin membesar kemungkinan dapat menyebabkan kekerasan fisik hingga timbulnya korban.

Untuk mencegah konflik sosial semakin membesar, ada beberapa cara yang bisa dilakukan untuk mengatasi konflik sosial yang ada. Berikut cara mengatasi konflik sosial yang terjadi di masyarakat:

  • Fokus Menyelesaikan Masalah

Cara pertama yang bisa Anda lakukan untuk mengatasi konflik sosial adalah dengan cara fokus menyelesaikan masalah. Fokus terhadap masalah yang ada, bukan memikirkan pendapat pihak mana yang paling benar atau siapa yang salah.

Dengan fokus untuk menyelesaikan masalah, maka konflik yang terjadi bisa diredam. Selain itu, fokus menyelesaikan masalah juga akan membuka pikiran semua pihak untuk bersama-sama mencari inti dari permasalahan dan  mendapatkan penyelesaian yang tepat.

  • Mencari Titik Terang Permasalahan

Setelah fokus menyelesaikan masalah, disitu Anda akan menghadapi banyak cabang permasalahan yang menjadi faktor timbulnya konflik sosial. Anda akan dihadapkan banyak faktor yang mempengaruhi timbulnya konflik tersebut sehingga akar permasalahan yang sebenarnya menjadi kabur.

Cobalah untuk fokus mencari titik terang dari permasalahan berdasarkan akar utama penyebab konflik. Jika titik terang masalah sudah ditemukan, maka yang harus di bahas dan diselesaikan tidak berujung menyinggung lainnya atau menimbulkan konflik lain. Anda bisa menggunakan kerangka berpikir yang sistematis atau juga berdiskusi secara langsung.

  • Menggunakan Kepala Dingin

Setiap permasalahan yang ada, terlebih saat terjadi konflik di lingkungan Anda, hindari menggunakan kekerasan dan redam emosi Anda. Jangan menggunakan emosi untuk mengatasi konflik yang ada karena akan memperburuk keadaan. Gunakan kepala dingin saat menyampaikan pendapat untuk mencegah hal buruk lainnya terjadi.

Sebagai contoh, saat terjadi pertikaian antara dua pihak yang bertentangan, jadilah penengah di antara pihak yang bertikai untuk menyelesaikan masalah menggunakan kepala dingin.

Hal ini dikarenakan menggunakan kepala dingin saat terjadi konflik akan lebih cepat menyelesaikan permasalahan yang ada dengan baik dan mencegah munculnya konflik lain.

  • Diskusi dan Musyawarah

Langkah selanjutnya yang bisa Anda gunakan adalah dengan melakukan diskusi atau musyawarah. Cara ini menjadi salah satu cara yang paling efektif untuk mengatasi masalah serta saat konflik terjadi.

Melakukan diskusi atau musyawarah dengan semua orang yang terlibat dalam konflik dengan memberikan kesempatan kepada semua orang untuk mengemukakan pendapat dan pandangannya terhadap permasalahan yang ada.

Atur diskusi agar berjalan dengan baik seperti aturan berkata sopan, tidak emosi, memotong pembicaraan orang lain dan sebagainya. Dalam diskusi semacam ini juga baik untuk mengeluarkan seluruh uneg-uneg yang mengganjal agar tidak lagi berselisih di kemudian hari. Dengan berdiskusi atau musyawarah ini, konflik sosial yang ada bisa terselesaikan dengan baik dan tidak berkepanjangan.

  • Menjadi Pendengar yang Baik

Terkadang, bagi orang-orang yang sedang memiliki masalah yang berat dalam hidupnya membutuhkan tempat cerita untuk menceritakan apa yang sedang mereka alami. Jika Anda ingin mengatasi konflik sosial yang terjadi di sekitarmu atau konflik yang ada pada dirimu, cobalah jadi pendengar yang baik.

Menjadi pendengar yang baik bisa Anda lakukan dengan memberi kesempatan lawan bicara atau salah satu pihak untuk berbicara. Berikan mereka waktu untuk menjelaskan keinginan dan pendapat dari sudut pandangnya.

Dengarkan penyampaian mereka secara seksama sehingga mereka akan merasa Anda memperhatikan mereka dan menerima alasannya. Pahami apa yang disampaikan kemudian berikan pendapat Anda dengan baik, dalam artian bukan untuk menentang tetapi untuk memberikan saran penyelesaian terhadap konflik yang terjadi.

  • Saling Memaafkan

Konflik terjadi karena adanya perselisihan, perbedaan, ketidaksukaan atau kebencian satu sama lain baik antar individu maupun kelompok. Rasa benci dan tidak suka yang muncul ini bisa diatasi dengan saling memaafkan.

Jika kedua belah pihak yang berselisih dan mau memaafkan maka konflik yang terjadi dapat diselesaikan dengan mudah. Saling memaafkan juga memberikan pengaruh yang positif karena tidak hanya kedua belah pihak yang merasakan, bahkan lingkungan sekitar akan menjadi lebih tenteram dan damai.

  • Membuat Kesepakatan Bersama

Membuat kesepakatan bersama antara kedua belah pihak yang berkonflik menjadi cara terakhir untuk mengatasi konflik sosial yang terjadi. Setelah melalui beberapa cara di atas, cara ini bisa menjadi cara yang paling terakhir karena bertujuan untuk mencegah hal yang sama di kemudian hari.

Membuat kesepakatan bersama berarti kedua belah pihak yang berselisih sepakat untuk tidak memperpanjang konflik dan segera menyelesaikannya serta tidak akan mengulanginya.

Nah, inilah beberapa cara yang bisa Anda lakukan untuk mengatasi konflik sosial yang terjadi. Dengan mengikuti cara di atas, diharapkan konflik yang sedang terjadi dapat segara teratasi dan tidak semakin parah.

The post 7 Cara Mengatasi Konflik Sosial dan Penjelasannya appeared first on HaloEdukasi.com.

]]>
7 Contoh Disintegrasi Sosial di Lingkungan Sekolah https://haloedukasi.com/contoh-disintegrasi-sosial-di-lingkungan-sekolah Mon, 14 Nov 2022 07:48:14 +0000 https://haloedukasi.com/?p=39413 Disintegrasi adalah keadaan disosiasi di mana hilangnya keutuhan atau kesatuan menyebabkan perpecahan. Ketika kita gagal, itu berarti keruntuhanlah yang menyebabkan perpecahan. Hal ini dapat terjadi dalam keluarga, sekolah, masyarakat, dan negara. Disintegrasi juga dapat digambarkan sebagai proses pembongkaran elemen masyarakat. Ini untuk mengutamakan perbedaan daripada persatuan. Sehingga fakta ini menimbulkan kegaduhan dan kerusakan dalam hal […]

The post 7 Contoh Disintegrasi Sosial di Lingkungan Sekolah appeared first on HaloEdukasi.com.

]]>
Disintegrasi adalah keadaan disosiasi di mana hilangnya keutuhan atau kesatuan menyebabkan perpecahan. Ketika kita gagal, itu berarti keruntuhanlah yang menyebabkan perpecahan. Hal ini dapat terjadi dalam keluarga, sekolah, masyarakat, dan negara.

Disintegrasi juga dapat digambarkan sebagai proses pembongkaran elemen masyarakat. Ini untuk mengutamakan perbedaan daripada persatuan. Sehingga fakta ini menimbulkan kegaduhan dan kerusakan dalam hal integrasi sosial yang telah lama dipikirkan dan diciptakan.

Latar belakang munculnya keruntuhan atau disintegrasi sosial paling sering disebabkan oleh kenyataan bahwa penduduk negara tidak mematuhi aturan dan makna ideologi negara. Jadi situasi ini kontroversial di semua negara di dunia dan mereka selalu berusaha menghindarinya.

Disintegrasi sosial merupakan rangkaian peristiwa sosial yang mengganggu proses sosial dan interaksi sosial menuju kesatuan kehidupan, sehingga selalu menjadi pendorong terjadinya konflik sosial yang menimbulkan berbagai macam permasalahan sosial.

Sekolah yang sehrusnya menjadi tempat ternyaman bagi anak-anak untuk belajar malah bisa menjadi tempat bahaya yang bisa membuat anak-anak kita mengalami perundungan dan hal lainnya. Memang beberapa sekolah ditemukan permasalahan disintegrasi sosial, namun bukan berarti kalian bisa mencap semua sekolah seperti ini.

Untuk lebih jelasnya kalian pasti sudah kepo kan kira-kira apa saja contoh atau bentuk dari disintegrasi sosial yang ada di sekolah. Supaya lebih jelas dan paham, yuk dibaca dan dipahami penjelasan di bawah ini.

Contoh Disintegrasi Sosial di Sekolah

Bentuk disintegrasi sosial yang terjadi di lingkup sekolah sangatlah beragam, bahkan kita juga mungkin pernah mengalami atau menemukan bentuk disintegrasi di lingkungan sekolah.

Sebenarnya, sekolah adalah tempat untuk belajar dan menuntut ilmu, tetapi ternyata sekolah juga bisa menjadi tempat yang tidak aman bagi anak-anak karena banyak sekali bentuk kerusuhan yang bia membuat para anak ketakutan, merasa disingkirkan atau merasa sendirian.

Sebagai manusia kita tidak bolehseperti itu yaa, siapa pun teman kita dia adalah tetap teman kita. Yuk langsung saja kita ke beberapa contoh yang menjadi bentuk disintegrasi sosial di lingkungan sekolah. Simak penjelasannya di bawah ini!

  • Perundungan

Perundungan di kalangan siswa yang masih kerap terjadi di banyak sekolah. Biasanya perundungan ini dilakukan oleh senior ke junior ataupun ke anak dengan popularitas tinggi pada anak-anak yang lemah yang dianggap lemah oleh mereka. Padahal dalam lingkup sekolah status mereka semua sama hanyalah sebagai siswa yang ingin belajar dan menuntut ilmu.

  • Perkelahian

Pertengkaran di antara siswa yang dipicu oleh beberapa faktor yang bisa membuat hancurnya pertemanan dan saling dendam sehingga bisa juga memiliki kemungkinan akan terjadinya lagi kejadian ini.

  • Sikap Egois

Keegosian terhadap teman yang biasanya akanmemicu keributan. Pada lingkup anak remaja biasanya mereka masih sering terbawa emosi sehingga saling egois satu sama lain tanpa memikirkan sesuatu yang lebih baik

  • Bertengkar dengan Guru

Salah satu bentuk disintegrasisosial adalah pertengkaran yang dilakukan murid dengan gurunya sendiri. Seharusnya sebagai murid kitaharus menghormati guru. Begitupun sebaliknya, sebagai guru kita juga harus menghargai anak murid kita dengna memberikan kasih sayang dan pengertian selalu.

  • Melanggar Aturan Sekolah

Aturan dibuat karena ingin kita menjadi orang yang disimplin dan bertanggung jawab dengan segala kewajiban yang seharusnya kita lakukan.

  • Selalu datang Terlambat

Datang terlambat merupakan salah satu contoh disintegrasi sosial yang bisa ditemukan di sekolah, hal ini karena datang terlambat merupakan sebuah pelanggaran, di mana setiap sekolah memiliki peraturan yang berlaku dan salah satunya adalah tidak datang terlambat.

  • Pertengkaran Antar Siswa

Contoh lain dari gangguan sosial di lingkungan sekolah adalah pertengkaran antara anak sekolah yang menyebabkan kerusakan material dan inmaterial dalam kehidupan mereka. Tanggung jawab untuk solusi ini terletak pada sekolah yang mencerminkan lembaga pendidikan.

Sebagai manusia yang paham akan menghormati dan menghargai orang lain, dengan ideologi negara kita yaitu Pancasila maka seharusnya kita menjunjung tinggi kelima sila Pancasila yang menjadi pedoman kita untuk hidup di dunia. Kita tidak boleh melakukan pelanggaran-pelanggaran yang menjadi bentuk kejahatan dimanapun termasuk di lingkup sekolah.

The post 7 Contoh Disintegrasi Sosial di Lingkungan Sekolah appeared first on HaloEdukasi.com.

]]>
5 Faktor Penyebab Konflik di Masyarakat Beragam beserta Contoh Kasusnya https://haloedukasi.com/faktor-penyebab-konflik-di-masyarakat-beragam Tue, 11 Oct 2022 02:50:43 +0000 https://haloedukasi.com/?p=39069 Dalam kehidupan sosial, masyarakat hidup saling berdampingan. Kehidupan sosial membentuk berbagai macam hubungan, baik yang harmonis maupun yang tidak. Menurut studi sosiologi, hubungan antar individu dalam masyarakat disebut interaksi sosial. Ada dua dampak yang bisa dihasilkan dari interaksi sosial, yakni asosiatif dan disosisatif. Asosiatif artinya hubungan yang terjadi semakin erat. Misalnya kerja sama atau kolaborasi […]

The post 5 Faktor Penyebab Konflik di Masyarakat Beragam beserta Contoh Kasusnya appeared first on HaloEdukasi.com.

]]>
Dalam kehidupan sosial, masyarakat hidup saling berdampingan. Kehidupan sosial membentuk berbagai macam hubungan, baik yang harmonis maupun yang tidak.

Menurut studi sosiologi, hubungan antar individu dalam masyarakat disebut interaksi sosial. Ada dua dampak yang bisa dihasilkan dari interaksi sosial, yakni asosiatif dan disosisatif.

Asosiatif artinya hubungan yang terjadi semakin erat. Misalnya kerja sama atau kolaborasi antar individu. Sebaliknya, disosiatif berarti hubungan yang terjadi semakin renggang dan menimbulkan konflik.

Terjadinya konflik bisa disebabkan oleh perbedaan prinsip, pendapat, maupun keyakinan.

Kita mungkin sering menyaksikan terjadinya konflik di sekitar kita. Namun apakah yang dimaksud dengan konflik? Dan apa saja penyebab terjadinya konflik?

Apa yang Dimaksud dengan Konflik?

Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), istilah konflik mencakup banyak arti. Konflik dapat diartikan sebagai percekcokan, perselisihan, dan pertentangan.

Babun Suharto dalam Moderasi Beragama (2019) menyebutkan umumnya istilah konflik, mengacu pada rangkaian peristiwa pertentangan dan pertikaian antar pribadi hingga pertentangan dan peperangan di masyarakat.

Sedangkan menurut Soejono Soekanto, konflik merupakan kondisi pertentangan antar dua pihak yang saling berusaha memenuhi tujuannya dengan cara menentang lawannya.

Konflik bersifat inheren. Artinya konflik akan selalu ada dalam kehidupan bermasyarakat, di mana saja dan kapan saja. Misalnya konflik dalam keluarga, konflik antar teman, atau konflik antar warga.

Dampak Terjadinya Konflik di Masyarakat

Dalam teori konflik yang dikemukakan Lewis A. Coser, konflik tidak selalu bersifat negatif. Konflik sosial yang terjadi juga bisa memberikan dampak positif.

Dampak negatif yang bisa muncul akibat konflik sosial antara lain:

  • Menimbulkan perpecahan antar golongan
  • Adanya kerugian ekonomi dan kerusakan sarana prasarana
  • Timbulnya perpecahan antar golongan
  • Menyebabkan jatuhnya korban jiwa dan trauma bagi masyarakat.

Namun di sisi lain, konflik juga bisa memberikan dampak positif bagi masyarakat, antara lain:

  • Dapat memunculkan norma baru
  • Meningkatkan kesadaran kelompok yang tengah berkonflik untuk berkompromi
  • Menumbuhkan solidaritas kelompok
  • Melatih kekuatan setiap individu untuk menghadapi ragam situasi konflik.

Meskipun konflik memiliki sisi positif, namun bukan berarti kita harus menormalisasi terjadinya konflik. Karena kerugian yang ditimbulkan adanya konflik tetap lebih besar. Sehingga sebisa mungkin kita menghindari faktor terjadinya konflik.

Faktor Penyebab Konflik di Masyarakat Beragam

Konflik tidak muncul tanpa suatu penyebab yang jelas. Ada beragam faktor penyebab konflik di masyarakat beragam, antara lain sebagai berikut:

  • Perbedaan Antar Individu

Manusia pada dasarnya merupakan individu yang unik dan berbeda satu dengan yang lain. Perbedaan ini muncul dari segi prinsip, perasaan, ataupun sudut pandang. Konflik ini terjadi antara dua orang yang saling bertentangan.

Adanya perbedaan ini dapat menjadi salah satu pemicu faktor penyebab konflik di masyarakat beragam. Dalam kehidupan bersosial, kita tidak mungkin bisa selalu selaras dengan pendapat orang lain.

Contoh terdekat adalah konflik antar teman. A memiliki pendapat yang berbeda dengan B tentang pembelian tiket sebuah konser musik. A merasa marah dan memaki B karena pendapatnya tidak diterima.

  • Perbedaan Latar Belakang Budaya

Sebagai makhluk sosial, manusia tentunya banyak mendapatkan pengaruh dari lingkungan dan kelompoknya. Beragam pemikiran dan prinsip yang dianut oleh kelompok tersebut, akan menghasilkan individu yang berbeda.

Berdasarkan data sensus BPS tahun 2010, di Indonesia sendiri ada lebih dari 300 kelompok etnik dan 1.340 suku bangsa. Banyaknya kelompok dan etnis yang ada, menciptakan keberagaman bangsa. Namun di sisi lain, keberagaman tersebut juga bisa menjadi pemicu kemunculan konflik.

Hal ini terjadi karena adanya gesekan budaya. Misalnya konflik suku Madura dari Jawa Timur dan suku Dayak di Kalimantan yang memicu peristiwa berdarah pada tahun 2001.

  • Perbedaan Kepentingan Individu atau Kelompok

Sebagaimana yang kita ketahui, setiap individu unik dan memiliki tujuannya masing-masing. Maka perbedaan tersebut juga membentuk kepentingan yang berbeda.

Terkadang individu bisa saja melakukan pekerjaan yang sama namun dengan tujuan yang berbeda.

Contohnya konflik yang terjadi karena perbedaan kepentingan saat razia pedagang kaki lima. Satpol PP memiliki kewajiban untuk menertibkan dan menjaga suasana jalan tetap kondusif. Namun para pedagang juga memerlukan lahan untuk tempat berjualan.

Dari contoh tersebut, satpol PP dan pedagang sama-sama melakukan kewajiban mereka. Namun untuk kepentingan dan tujuan yang berbeda.

  • Perbedaan Ras dan Etnis

Di setiap negara, hampir semuanya terdiri dari beragam ras dan etnis di dalamnya. Perbedaan nilai dan norma yang dianut oleh satu etnis dengan etnis lainnya dalam masyarakat beragam, dapat menjadi salah satu faktor terjadinya konflik.

Demikian pula dengan konflik yang disebabkan perbedaan ras. Ketegangan antar ras bisa menimbulkan diskriminasi. Adanya kecemburuan sosial antara ras minoritas kepada mayoritas bisa mengakibatkan konflik yang berkepanjangan.

Sebagai contoh, konflik yang terjadi antara ras kulit hitam dan kulit putih yang ada di Amerika. Dilansir dari BBC News, keturunan Afrika lebih banyak mendapatkan diskriminasi dalam berbagai hal.

Mulai dari pelayanan hingga pemenuhan hak. Warga kulit hitam di Amerika juga lebih banyak menerima penangkapan polisi dibanding kulit putih.

  • Perbedaan Keyakinan dan Agama

Faktor yang terakhir adalah agama. Di Indonesia, beberapa kali kita melihat konflik yang berawal dari perbedaan kepercayaan dan agama.

Perbedaan tersebut bahkan bukan hanya terjadi antar agama saja, namun bisa juga muncul dalam kelompok agama itu sendiri.

Contohnya konflik antar umat beragama di Aceh pada tahun 2015 dan konflik di Sumatera Utara di tahun 2016. Ada pula konflik karena perbedaan agama di India tahun 2020. Konflik ini terjadi antara umat Islam dengan Hindu di sekitar kota Delhi.

Konflik memang bisa terjadi di mana saja dan kapan saja. Namun adanya konflik harus diselesaikan secepat mungkin, untuk menghindari kerusakan dan korban jiwa yang lebih banyak.

The post 5 Faktor Penyebab Konflik di Masyarakat Beragam beserta Contoh Kasusnya appeared first on HaloEdukasi.com.

]]>