pahlawan nasional - HaloEdukasi.com https://haloedukasi.com/sub/pahlawan-nasional Fri, 20 Sep 2024 04:20:09 +0000 id-ID hourly 1 https://wordpress.org/?v=6.6.2 https://haloedukasi.com/wp-content/uploads/2019/11/halo-edukasi.ico pahlawan nasional - HaloEdukasi.com https://haloedukasi.com/sub/pahlawan-nasional 32 32 10 Fakta Menarik Jenderal Sudirman, Pahlawan Nasional yang Berjuang dengan 1 Paru-Paru https://haloedukasi.com/10-fakta-menarik-jenderal-sudirman Mon, 19 Feb 2024 03:49:53 +0000 https://haloedukasi.com/?p=48264 Jenderal Sudirman adalah salah satu tokoh paling cemerlang dalam sejarah Indonesia, khususnya dalam konteks perjuangan kemerdekaan. Pemimpin militer ulung ini menempuh peran sentral dalam memimpin Tentara Nasional Indonesia (TNI) melawan penjajah Belanda, memberikan teladan kepemimpinan yang menginspirasi. Jenderal Sudirman berperan besar dalam mempersatukan berbagai kelompok dan suku di Indonesia untuk bersama-sama melawan penjajahan. Kemampuannya untuk […]

The post 10 Fakta Menarik Jenderal Sudirman, Pahlawan Nasional yang Berjuang dengan 1 Paru-Paru appeared first on HaloEdukasi.com.

]]>

Jenderal Sudirman adalah salah satu tokoh paling cemerlang dalam sejarah Indonesia, khususnya dalam konteks perjuangan kemerdekaan. Pemimpin militer ulung ini menempuh peran sentral dalam memimpin Tentara Nasional Indonesia (TNI) melawan penjajah Belanda, memberikan teladan kepemimpinan yang menginspirasi.

Jenderal Sudirman berperan besar dalam mempersatukan berbagai kelompok dan suku di Indonesia untuk bersama-sama melawan penjajahan. Kemampuannya untuk mengatasi perbedaan dan menyatukan perjuangan nasional menjadikannya figur yang dihormati oleh berbagai kelompok masyarakat.

Berikut berbagai fakta menarik mengenai Jenderal Sudirman, dari latar belakang pribadi hingga prestasinya dalam memimpin perang kemerdekaan.

1. Berasal dari keluarga Jawa yang sederhana

Jenderal Sudirman, lengkapnya Raden Soedirman, lahir pada 24 Januari 1916 di Purbalingga, Jawa Tengah. Beliau berasal dari keluarga Jawa yang sederhana. Ayahnya, Karsid Kartawirya, adalah seorang petani kecil yang bekerja keras untuk menyekolahkan anak-anaknya. Sudirman kecil tumbuh dalam lingkungan yang sederhana, namun keluarganya menanamkan nilai-nilai kejujuran, ketabahan, dan semangat untuk mencapai cita-cita.

Sejak muda, Sudirman sudah menunjukkan semangat nasionalisme yang kuat. Ia terlibat dalam kegiatan-kegiatan yang mendukung kemerdekaan Indonesia. Sudirman aktif dalam organisasi kepanduan Padvinder, yang kemudian dilarang oleh pemerintah kolonial Belanda karena dianggap sebagai organisasi nasionalis.

2. Karier militer sebagai perwira di bawah Hindia Belanda

Setelah menamatkan Sekolah Rakyat di kampung halamannya, Sudirman melanjutkan pendidikannya di Sekolah Menengah Pertama (SMP) dan Sekolah Menengah Atas (SMA) di Purwokerto. Minatnya pada dunia militer sudah terlihat sejak dini. Ia kemudian melanjutkan ke Akademi Militer di Magelang dan lulus pada tahun 1938.

Karier militer Sudirman dimulai sebagai seorang perwira di bawah Hindia Belanda. Pada masa itu, namanya adalah Letnan Soedirman. Dia dikenal sebagai seorang perwira yang disiplin, cerdas, dan memiliki kepemimpinan yang kuat.

3. Diangkat sebagai perwira dalam Tentara Pembela Tanah Air (PETA)

Saat Jepang menduduki Hindia Belanda pada Perang Dunia II, Sudirman berada di bawah penjajahan Jepang. Meskipun demikian, pengalaman ini membekas di dirinya. Ia menyaksikan bagaimana kekuatan militer yang kuat dapat menentukan takdir sebuah bangsa. Pada masa ini, pemikiran nasionalisme dan keinginan untuk merdeka semakin tumbuh dalam diri Sudirman.

Pada masa pendudukan Jepang, Sudirman diangkat sebagai perwira dalam Tentara Pembela Tanah Air (PETA), suatu pasukan militer yang dibentuk oleh pemerintah Jepang. Pengalaman ini membekas di dirinya dan memberikan wawasan tentang taktik dan strategi militer.

4. Sebagai Panglima Besar TNI

Setelah Jepang menyerah pada 1945, terjadi momentum bersejarah dengan proklamasi kemerdekaan Indonesia pada 17 Agustus 1945. Sudirman, yang saat itu telah mencapai pangkat kolonel, terlibat aktif dalam pembentukan Tentara Keamanan Rakyat (TKR), yang kemudian berkembang menjadi Tentara Nasional Indonesia (TNI).

Sebagai Panglima Besar TNI, Sudirman memiliki peran besar dalam membentuk struktur dan etos TNI. Ia menyadari bahwa kemerdekaan tidak hanya dapat dicapai dengan semangat perjuangan tetapi juga dengan disiplin, organisasi, dan koordinasi yang baik. Meskipun tanpa pengalaman perang yang cukup, Sudirman menunjukkan kepemimpinan yang luar biasa dalam menghadapi pasukan Belanda yang kuat.

5. Mengembangkan taktik gerilya sebagai strategi perang

Pada saat itu, TNI berhadapan dengan kekuatan militer Belanda yang jauh lebih besar dan memiliki peralatan yang lebih canggih. Sudirman mengembangkan taktik gerilya sebagai strategi perang yang efektif. Gerilya menjadi andalan TNI dalam melawan tentara kolonial Belanda yang menguasai kota-kota besar.

Strategi ini memanfaatkan medan yang sulit di pedalaman Indonesia, memperoleh dukungan dari masyarakat setempat, dan mengakibatkan pasukan Belanda kesulitan menghadapi taktik perang gerilya yang fleksibel dan tidak terduga. Taktik ini melibatkan serangan mendadak, penggunaan medan yang sulit, dan dukungan rakyat sebagai elemen kunci.

6. Didiagnosis menderita tuberkulosis paru-paru

Sudirman dikenal tidak hanya sebagai pemimpin militer ulung, tetapi juga sebagai pribadi yang penuh pengabdian. Pada pertengahan 1948, beliau didiagnosis menderita tuberkulosis paru-paru. Meskipun kondisi kesehatannya memburuk, Sudirman tetap berjuang tanpa henti untuk kemerdekaan Indonesia.

Bahkan ketika beliau sakit parah, Sudirman terus memimpin dan memberikan semangat kepada pasukannya. Ia menjadi inspirasi bagi banyak orang karena kegigihannya dan tekadnya untuk melayani bangsa sampai detik terakhir hidupnya.

7. Dianugerahi gelar Pahlawan Kemerdekaan oleh pemerintah Indonesia

Jenderal Sudirman wafat pada 29 Januari 1950, hanya beberapa hari setelah ulang tahunnya yang ke-34. Wafatnya beliau merupakan kehilangan besar bagi Indonesia. Pemerintah Indonesia memberikan penghormatan dan mengabadikan jasa-jasanya dengan memberikan nama Jenderal Sudirman pada jalan utama di berbagai kota besar, termasuk Jalan Sudirman di Jakarta.

Jenderal Sudirman dianugerahi gelar Pahlawan Kemerdekaan oleh pemerintah Indonesia sebagai penghargaan atas peran besarnya dalam merebut dan mempertahankan kemerdekaan Indonesia.

Jenderal Sudirman bukan hanya seorang pemimpin militer, tetapi juga sosok yang mewakili semangat perjuangan, kepemimpinan yang tegas, dan pengabdian tanpa pamrih terhadap kemerdekaan Indonesia. Fakta-fakta menarik tentang Jenderal Sudirman mencerminkan perjalanan hidup yang luar biasa, dari kehidupan pribadi yang sederhana hingga keberanian dan kepemimpinan dalam medan perang.

Warisan Jenderal Sudirman terus dikenang sebagai salah satu pilar dalam perjuangan kemerdekaan Indonesia. Semangatnya untuk mempertahankan hak dan martabat bangsa Indonesia tetap hidup, dan nama Sudirman tetap bersinar sebagai lambang keberanian, keadilan, dan ketegasan dalam mencapai cita-cita merdeka.

Jenderal Sudirman turut berkontribusi dalam pembangunan identitas nasional Indonesia. Melalui perjuangannya, ia membantu membentuk kesadaran akan keberagaman budaya dan suku di dalam satu kesatuan bangsa. Kisah perjuangannya dan semangat nasionalisme menjadi bagian integral dari cerita nasional Indonesia.

Jenderal Sudirman tidak hanya berfokus pada perang kemerdekaan, tetapi juga pada pembangunan nasional pasca-kemerdekaan. Visinya untuk membangun Indonesia yang merdeka dan sejahtera memberikan dorongan untuk pengembangan ekonomi, sosial, dan politik di Indonesia.

Jenderal Sudirman, dengan latar belakangnya yang sederhana namun semangat nasionalisme yang luar biasa, menjadi simbol keberanian dan kepemimpinan dalam perjuangan kemerdekaan Indonesia. Dedikasinya untuk mewujudkan kemerdekaan dan keadilan tetap menginspirasi generasi-generasi selanjutnya.

Jenderal Sudirman menjadi simbol perjuangan kemerdekaan Indonesia. Namanya diabadikan sebagai Pahlawan Nasional, dan peringatannya setiap tahun menjadi momen untuk mengenang dan menghormati jasanya. Peninggalannya yang monumental memotivasi generasi-generasi selanjutnya untuk mengejar cita-cita dan mempertahankan kemerdekaan.

The post 10 Fakta Menarik Jenderal Sudirman, Pahlawan Nasional yang Berjuang dengan 1 Paru-Paru appeared first on HaloEdukasi.com.

]]>
6 Pahlawan Nasional Keturunan Arab dan Penjelasannya https://haloedukasi.com/pahlawan-nasional-keturunan-arab Fri, 26 May 2023 03:38:50 +0000 https://haloedukasi.com/?p=43356 Sejarah keturunan Arab di Indonesia sudah ada sejak abad ke-7, saat Islam masuk ke Nusantara dan sebagian besar keturunan Arab yang masuk ke Indonesia datang tanpa istri, itulah mengapa terjadi perkawinan campuran antara bangsa Arab dan pribumi di abad lampau. Perjuangan Indonesia hingga terbentuk Negara Kesatuan Republik Indonesia saat ini tak leapas dari peran para […]

The post 6 Pahlawan Nasional Keturunan Arab dan Penjelasannya appeared first on HaloEdukasi.com.

]]>
Sejarah keturunan Arab di Indonesia sudah ada sejak abad ke-7, saat Islam masuk ke Nusantara dan sebagian besar keturunan Arab yang masuk ke Indonesia datang tanpa istri, itulah mengapa terjadi perkawinan campuran antara bangsa Arab dan pribumi di abad lampau.

Perjuangan Indonesia hingga terbentuk Negara Kesatuan Republik Indonesia saat ini tak leapas dari peran para pejuang keturunan Arab. Tidak sedikit keturunan Arab yang turut terlibat dalam perjuangan untuk meraih kemerdekaan negara kita.

Beberapa pejuang tersebut sudah ikut berjuang sejak awal, bahkan sebelum era perjuangan Indonesia di abad 19. Sebut saja salah satunya Sultan Badaruddin yang mendapat anugerah pahlawan nasional dan wajah beliau dapat kita lihat pada pecahan uang kertas 10 ribu.

Berikut beberapa pahlawan nasional dan pejuang kemerdekaan yang memiliki keturunan Arab.

1. Abdurrahman Baswedan

Nama Baswedan mungkin tidak asing kita dengar, tentu kita mengenal nama Anies Baswedan, yaitu tokoh politik dan juga Gubernur DKI Jakarta. Kakek dari Anies Baswedan, yaitu Abdurrahman Baswedan adalah salah satu pahlawan nasional keturunan Arab.

AR Baswedan lahir di Surabaya pada tanggal 11 September 1908, ayahnya bernama Awad Baswedan dan ibunya bernama Aliyah Binti Abdullah Jahrum. Baswedan adalah nama marga Arab. AR Baswedan lahir dan tinggal di Ampel, yaitu sebuah wilayah di Surabaya yang menjadi pemukiman orang-orang keturunan Arab.

Kakek dari Abdurrahman Baswedan adalah saudagar dan ulama yang cukup terkemuka di Surabaya bernama Umar bin Abubakar bin Mohammad bin Abdullah Baswedan. Kakek dari AR Baswedan berasal dari Hadramaut Yaman.

Abdurrahman Baswedan merupakan pejuang kemerdekaan, beliau adalah sastrawan dan juga pernah menjabat sebagai diplomat. AR Baswedan adalah salah satu anggota Badan Penyelidik Usaha dan Persiapan Kemerdekaan Indonesia (BPUPKI) dan juga menjabat sebagai wakil menteri Muda Penerangan RI di Kabinet Sjahrir.

AR Baswedan adalah diplomat Indonesia pertama yang berhasil mendapatkan pengakuan de jure dan de facto atas kemerdekaan Indonesia di Mesir pada tahun 1948. AR Baswedan, meskipun keturunan Arab, namun fasih berbahasa Jawa, karena beliau lahir di Surabaya.

AR Baswedan mengajak orang-orang keturunan Arab untuk bersatu demi memperjuangkan Indonesia, ajakan yang sering digaungkan yaitu ‘Di mana saya lahir, di situlah tanah airku’. AR Baswedan adalah pejuang revolusi yang turut melawan kebijakan-kebijakan Belanda. Beliau turut mempersiapkam pemuda-pemuda keturunan Arab untuk berperang melawan Belanda.

2. Sultan Ageng Tirtayasa

Tak banyak yang tahu jika Sultan Ageng Tirtayasa adalah keturunan Arab, Sultan Ageng adalah anak dari Sultan Abu al-Ma’ali Ahmad dan Ratu Martakusuma. Di tahun 1651, Sultan Ageng Tirtayasa mendapatkan gelar Sultan Abdul-Fattah al-Mafaqih karena diangkat menjadi Sultan Banten ke-6 menggantikan kakeknya.

Sultan Ageng Tirtayasa lahir pada tahun 1631 di Banten, meskipun lahir di Banten, namun Sultan Ageng memiliki garis keturunan Arab dari ayahnya. Kakeknya bernama Sultan Abul Mufakhir Mahmud Abdul Qadir.

Sultan Ageng Tirtayasa memimpin perlawanan terhadap Belanda dan menentang perjanjian monopoli perdagangan yang dibuat oleh VOC. Di tahun 1963, Sultan Ageng ditangkap Belanda dan dibawa ke Batavia. Beliau meninggal di dalam penjara dan dimakamkan di komplek pemakaman raja-raja Banten di dekat Masjid Agung Banten Lama.

Sultan Ageng Tirtayasa diberi gelar pahlawan nasional pada tahun 1970 dan saat ini namanya dijadikan nama universitas negeri di di Banten.

3. Tuanku Imam Bonjol

Tuanku Imam Bonjol, lahir pada tanggal 1 Januari 1772. Ayahnya adalah keturunan Arab bernama Bayanuddin Shahab dan Ibunya bernama Hamatun. Tuanku Imam Bonjol dikenal sebagai pemimpin perang Padri, perang terpanjang yang pernah terjadi di Nusantara.

Nama asli Tuanku Imam Bonjol adalah Muhammad Shahab, ia juga mendapat julukan Syekh Muhammad Said Bonjol atau Inyik Bonjol. Ayahnya yang bernama Bayanuddin Shahab adalah keturunan Arab dan juga seorang alim ulama.

Perang Padri yang terjadi di tanah Minangkabau terjadi selama 18 tahun yaitu tahun 1803-1821, perang Padri yang tadinya merupakan konflik antara kaum ulama dan kaum adat, kemudian kaum adat melibatkan Belanda di tahun 1921 dengan melakukan perjanjian yang berisi Belanda akan mendapatkan sebagian wilayah di Minangkabau.

Namun di tahun 1833, kaum adat dan kaum Padri bersatu melawan Belanda. Di tahun 1837 Tuanku Imam Bonjol dibuang ke Cianjur, namun meninggal ;ada tahun 1864 di tempat pengasingan terakhirnya yaitu di Lotta, Minahasa.

4. Sultan Nuku

Salah satu pahlawan Nasional keturunan Arab yang berasal dari kesultanan Tidore adalah Sultan Nuku, nama sebenarnya ada Muhammad Amirudin. Sultan Nuku adalah Sultan Tidore yang memimpin sejak tahun 1779 hingga 1805.

Kesultanan Tidore dan penyebaran agama Islam memang berkaitan erat dengan bangsa Arab yang sudah datang ke wilayah Tidore sejak abad ke-7. Pemimpin kerajaan Tidore yang pertama pada abad ke-12 adalah seorang bangsa Arab yang bernama Syahadati.

Selama memimpin perang melawan VOC, Sultan Nuku mendapat julukan Jou Barakati, yang artinya Tuan Yang Diberkahi. Sultan Nuku telah berperang melawan penjajah selama 25 tahun, dalam perjalanannya beliau juga melakukan diplomasi dengan Inggris dan Belanda demi mempertahankan wilayahnya.

Belanda akhirnya menangkap Sultan Nuku karena dianggap membahayakan rencana Belanda untuk menguasai tanah dan perairan Tidore. Gelar pahlawan nasional diberikan kepada Sultan Nuku di tahun 1995.

5. Sultan Hamid II

Sultan Hamid II adalah putra sulung Sultan Pontianak, nama asli Sultan Hamid II adalah Sultan Syarif Muhammad Alkadrie. Sultan Hamid juga salah satu pejuang yang merupakan keturunan Arab, kakek buyutnya adala seorang pendakwah yang berasal dari Tarim-Hadramaut di Yaman Selatan.

Kakek Sultan Hamid II bernama Habib Husein Al Qodrie, beliau adalah keturunan ahlul bait atau artinya memiliki hubungan darah terdekat dengan Nabi Muhammad SAW. Sultan Hamid II lahir dan dibesarkan di dalam lingkungan Istana Qadriyah Kesultanan Pontianak.

Sultan Hamid II sempat menentang konsep Presiden Soekarno, karena ia mendukung konsep Indonesia berbentuk federal yang berseberangan dengan negara kesatuan yang diutarakan oleh Soekarno. Namun Presiden Soekarno pada tanggal 17 Desember 1949 mengangkat Sultan Hamid II masuk ke dalam kabinet RIS.

Peranan Sultan Hamid yaitu merancang gambar lambang negara Indonesia, perintah ini diberikan oleh Ir Soekarno melalui sayembara untuk mencari gambar lambang negara yang tepat. Rancangan Sultan Hamid rupanya masuk seleksi dan berlanjut disempurnakan melalui musyawarah panjang bersama Ir Soekarno dan Moh Hatta.

6. Sultan Mahmud Badaruddin II

Sebagai salah satu pahlawan nasional keturunan Arab, Sultan Mahmud Badaruddin turut berperang melawan Inggris dan Belanda. Sultan Mahmud Badaruddin adalah sultan Palembang yang memimpin sejak tahun 1804 dan bergelar Raden Muhammad Hasan Pangeran Ratu.

Sultan Mahmud Badaruddin adalah putra dari Sultan Muhammad Bahauddin, yang juga merupakan keturunan dari Maulana Ainul Yaqin atau lebih dikenal dengan Sunan Giri.

Perang Menteng dalah perang yang dipimpinnya, terjadi di tahun 1819, perang tersebut terjadi untuk mempertahankan wilayah Palembang dari Belanda. Namun di tahun 1921, Belanda berhasi mengalahkan pasukan Sultan Mahmud.

Sultan Mahmud Badaruddin II bersama keluarganya diasingkan ke Ambon pada tanhun 1822. Pada tahun 1984, sultan Badaruddin II diberi gelar pahlawan nasional. Wajah pahlawan nasional keturunan Arab, Sultan Mahmud Badaruddin ini diabadikan pada pecahan uang kertas sepuluh ribu rupiah.

The post 6 Pahlawan Nasional Keturunan Arab dan Penjelasannya appeared first on HaloEdukasi.com.

]]>
6 Pahlawan Bandung Lautan Api https://haloedukasi.com/pahlawan-bandung-lautan-api Tue, 23 May 2023 08:13:38 +0000 https://haloedukasi.com/?p=43216 Peristiwa Bandung Lautan Api merupakan peristiwa heroik yang sangat penting bagi bangsa Indonesia, peristiwa ini terjadi satu tahun setelah proklamasi kemerdekaan. Rupanya para penjajah masih ingin menguasai kembali Indonesia. Berikut adalah beberapa tokoh yang menjadi pahlawan karena memiliki peranan penting pada peristiwa Bandung Lautan Api. 1. Mohammad Toha Mohammad Toha adalah salah satu tokoh penting […]

The post 6 Pahlawan Bandung Lautan Api appeared first on HaloEdukasi.com.

]]>
Peristiwa Bandung Lautan Api merupakan peristiwa heroik yang sangat penting bagi bangsa Indonesia, peristiwa ini terjadi satu tahun setelah proklamasi kemerdekaan. Rupanya para penjajah masih ingin menguasai kembali Indonesia.

Berikut adalah beberapa tokoh yang menjadi pahlawan karena memiliki peranan penting pada peristiwa Bandung Lautan Api.

1. Mohammad Toha

Mohammad Toha adalah salah satu tokoh penting yang melakukan tindakan heroik dengan membakar gudang senjata miliki Belanda. Gudang yang menyimpan sekitar 18 ribu ton bahan peledak dan ribuan senjata sengaja ditargetkan oleh Moh Toha untuk menjatuhkan Belanda.

Tindakan yang dilakukan Moh Toha itu sebenarnya sudah dilarang oleh atasannya, namun Toha bersikeras meledakkannya. Gudang senjata akhirnya meledak, namun sayangnya Moh Toha turut gugur ketika meledakkan gudang tersebut.

2. Abdul Haris Nasution

AH Nasution adalah Komandan Divisi III TRI pada saat itu, beliau yang memerintahkan rakyat Bandung untuk mengungsi setelah mengumumkan hasil musyawarah Majelis Persatuan Perjuangan Priangan bersama pejuang yang lain.

AH Nasution mengawal rakyat Bandung menuju ke arah selatan Bandung, sementara kota Bandung dibakar dengan tujuan agar tidak dapat digunakan sebagai markas oleh Sekutu.

3. Sutan Sjahrir

Sutan Sjahrir pada saat itu adalah Perdana Menteri Republik Indonesia, memiliki peranan penting terhadap pelaksanaan pembakaran kota Bandung. Setelah AH Nasution mendiskusikan tentang ultimatum yang diberikan oleh Sekutu, Sutan Sjahrir mengambil keputusan berani dengan menyetujui dan mendukung rakyat untuk membakar kota Bandung.

4. Mayor Rukana

Nama Mayor jarang didengar di antara tokoh Bandung Lautan Api, namun sebenarnya Komandan Polisi Militer kota Bandung tersebut memiliki peranan paling penting pada peristiwa heroik tersebut. Mayor Rukana adalah sosok yang memberi ide pembakaran kota Bandung, karena kecintaannya pada kota Bandung beliau tak mau Bandung jatuh ke tangan Sekutu.

5. Atje Bastaman

Tak hanya Tentara Republik Indonesia, Polisi dan pejuang yang berperan dalam eksekusi Bandung Lautan Api. Atje Bastaman adalah wartawan muda yang menyaksikan langsung, Atje Bastaman menyaksikan Bandung terbakar dari Cicadas sampai Cimidi.

Atje kemudian memberitakan peristiwa tersebut di koran Suara Merdeka yang terbit tanggal 26 Maret 1946 dengan judul Bandoeng Lautan Api. Judul tersebut akhirnya menjadi sebutan untuk peristiwa heroik tersebut.

6. Ismail Marzuki

Ismail Marzuki memang tidak secara langsung terlibat peristiwa Bandung Lautan Api, beliau pada peristiwa itu adalah rakyat yang mengungsi dari Bandung. Bersama istrinya, Ismail Marzuki mengungsi ke wilayah selatan Bandung.

Pengalaman beliau pada saat itu kemudian ditulis menjadi lagu berjudul Halo-halo Bandung yang saat ini resmi menjadi lagu nasional yang dikumandangkan untuk mengingat peristiwa Bandung Lautan Api.

Sejarah peristiwa bandung lautan api

Peristiwa Bandung Lautan Api pada tanggal 23 Maret 1946 berawal ketika tentara Sekutu (Inggris) masuk ke wilayah Bandung di tahun 1945, bersamaan dengan hal tersebut pemuda Bandung juga sedang berjuan untuk mengusir dan merebut senjata pasukan Jepang. Kehadiran Sekutu ternyata juga dibarengi dengan tentara NICA (Belanda).

Tentara Nica rupanya memiliki maksud tertentu dibalik kedatangan Tentara Sekutu yang sebenarnya datang ke Bandung hanya untuk membebaskan tentaranya yang menjadi tahanan Jepang. Jepang sudah tidak berdaya pada saat itu, karena baru saja kalah telak di Perang Dunia II dengan jatuhnya Hiroshima-Nagasaki.

Tentara Nica mengeluarkan ultimatum yang ditujukan bagi rakyat Bandung agar mengosongkan wilayah Bandung Utara, tujuannya untuk dijadikan markas tentara Nica. Namun ultimatum tersebut tidak digubris oleh Gubernur pada saat itu dan juga rakyat.

Hingga di tahun 1946, panglima tertinggi AFNEI yang berada di Jakarta memperingatkan Sutan Sjahrir yang pada saat itu adalah Perdana Menteri, agar memerintahkan tentara Indonesia dan rakyat Bandung untuk pergi dari wilayah Bandung.

Ultimatum tersebut diabaikan oleh rakyat Bandung, hingga sampai batas waktu di tanggal 29 November 1945 pukul 12.00 rakyat Bandung tidak mengosongkan kota, Sekutu mengancam akan melancarkan serangan-serangan.

Di tanggal 24 Maret 1946, Kolonel AH Nasution, memutuskan untuk membakar habis kota Bandung. Keputusan dan tindakan ini diambil secara cepat dan melibatkan beberapa tokoh yang berperan penting untuk mengeksekusi rencana membumi hanguskan Bandung. Tindakan membakar habis sudut-sudut penting kota Bandung itu diluar ekspektasi tentara Sekutu.

Gedung-gedung penting sengaja dibakar rakyat agar tidak dapat digunakan oleh tentara Sekutu, begitu juga rumah-rumah warga dan berbagai bangunan. Rakyat dan Tentara Republik Indonesia bersama-sama bergerak mundur ke Bandung Selatan setelah melakukan pembakaran.

The post 6 Pahlawan Bandung Lautan Api appeared first on HaloEdukasi.com.

]]>
5 Pahlawan Nasional dari Golongan Muda dalam Peristiwa Rengasdengklok https://haloedukasi.com/pahlawan-nasional-dari-golongan-muda-dalam-peristiwa-rengasdengklok Tue, 12 Jul 2022 08:13:42 +0000 https://haloedukasi.com/?p=36264 Perjuangan dalam melawan penjajah tidak hanya dilakukan oleh golongan tua saja. Kita pasti pernah mendengar peristiwa Rengasdengklok. Di mana pada peristiwa tersebut terjadi perbedaan pendapat antara golongan tua serta golongan muda. Hal inilah yang kemudian menjadi bukti bahwa bangsa ini tidak hanya diperjuangkan oleh para orang tua melainkan juga oleh generasi muda. Dengan semangat membaranya […]

The post 5 Pahlawan Nasional dari Golongan Muda dalam Peristiwa Rengasdengklok appeared first on HaloEdukasi.com.

]]>
Perjuangan dalam melawan penjajah tidak hanya dilakukan oleh golongan tua saja. Kita pasti pernah mendengar peristiwa Rengasdengklok. Di mana pada peristiwa tersebut terjadi perbedaan pendapat antara golongan tua serta golongan muda.

Hal inilah yang kemudian menjadi bukti bahwa bangsa ini tidak hanya diperjuangkan oleh para orang tua melainkan juga oleh generasi muda. Dengan semangat membaranya mereka hadir untuk memperjuangkan kemerdekaan.

Mereka mampu berkolaborasi dengan golongan tua guna merumuskan ide-ide kemerdekaan. Meskipun usianya tergolong muda, namun keberaniannya tak dapat dipatahkan. Mereka rela mengorbankan masa mudanya demi kemerdekaan. Tak sedikit dari tokoh tersebut harus gugur di Medan perang.

Meskipun, kisah hidup mereka singkat. Namun, sejarah hidup mereka begitulah menarik untuk dibahas. Di dalamnya ada perjuangan melawan penjajah. Lalu, siapa saja tokoh pahlawan dari golongan muda? Selengkapnya akan dibahas berikut ini.

1. Chaerul Saleh

Chaerul Saleh, Pahlawan nasional dari golongan muda dalam peristiwa rengasdengklok

Siapa yang tak kenal dengan pejuang yang satu ini. Ia adalah Chaerul Saleh, laki-laki kelahiran Sawahlunto, Sumbar pada tanggal 13 September 1916. Ia merupakan anak dari pasangan Achmad saleh dan Zubaidah. Ayahnya merupakan seorang dokter.

Chaerul Saleh pernah mengenyam pendidikan di ELS atau Europeesche Lagere School yang ada di Bukittinggi. Setelah lulus, ia kemudian melanjutkan ke HBS yang ada di Medan. Setelah menikah dengan Yohana dan tinggal di Batavia, Chaerul Saleh kembali melanjutkan pendidikannya. Ia bersekolah di Koning Willemdrie dan Recht School.

Saat menempuh pendidikan terakhirnya,  ia kemudian terlibat dalam pergerakan nasional. Ia pernah menjabat sebagai Ketua Persatuan Pemuda Pelajar Indonesia. Tidak hanya itu, ia juga pernah menjadi anggota panitia seinendan dan anggota muda indonesia serta anggota putera. Keanggotaan tersebut dilakukan saat kependudukan Jepang.

Namun, karena melihat bagaimana Jepang memperlakukan rakyat Indonesia, Chaerul Saleh kemudian membenci Jepang. Ia ikut terlibat dalam pembentukan Barisan Benteng. Di saat para golongan tua masih menaruh harapan pada Jepang, namun tidak dengan Chaerul Saleh.

Meskipun, Jepang telah berjanji akan memberikan kemerdekaan pada Negara Indonesia dengan membentuk beberapa badan seperti BPUPKI. Namun, hal tersebut tak membuat Chaerul lantas mendukungnya. Ia justru menolak ikut masuk kedalam BPUPKI.

Ia beserta kawan-kawannya yakni golongan muda melakukan penculikan pada Bung Karno dan Bung Hatta yang kemudian dikenal dengan peristiwa Rengasdengklok. Tidak hanya terlibat pada peristiwa rengasdengklok yang kemudian menjadi momentum untuk melakukan proklamasi.

Namun, Chaerul Saleh juga terlibat dalam perumusan Naskah Proklamasi. Saat itu, ia menentang usulan Bung Karno yang di mana meminta seluruh peserta yang hadir untuk menandatangani naskah proklamasi.

Di mana saat perumusan tersebut tidak hanya ada bangsa Indonesia melainkan juga ada para pegawai Jepang. Hal inilah yang ditentang oleh Chaerul Saleh. Menurutnya, para pegawai Jepang tidak berhak menandatanganai naskah proklamasi kemerdekaan Indonesia sebab mereka tidak memiliki kontribusi apa-apa.

Maka dari itulah, akhirnya Soekarno mengurungkan niatnya tadi. Naskah proklamasi kemudian hanya ditulis atas nama Bangsa Indonesia dengan Soekarno dan Hatta yang menandatangani naskah tersebut.

2. Wikana

Wikana, Pahlawan nasional dari golongan muda dalam peristiwa rengasdengklok

Wikana merupakan salah satu tokoh yang terlibat dalam peristiwa Rengasdengklok. Ia lahir pada tanggal 18 Oktober 1914 di Sumedang. Bersama dengan Chaerul Saleh, Sukarni serta pemuda lainnya, mereka kemudian menculik Soekarno-Hatta.

Penculikan tersebut kemudian dengan peristiwa rengasdengklok. Adapun tujuan penculikan tersebut adalah untuk mendesak golongan tua yang dalam hal ini diwakili oleh Soekarno dan Hatta agar segera membacakan proklamasi kemerdekaan.

Menurutnya, kemerdekaan Indonesia tidak perlu menunggu bantuan dari Jepang. Sebab, kemerdekaan Indonesia adalah hasil dari perjuangan rakyat Indonesia bukan hadiah Jepang. Maka dari itu, saat Jepang menyerah pada sekutu, golongan muda termasuk wikana mendesak untuk segera diadakan proklamasi kemerdekaan.

Tidak hanya terlibat dalam peristiwa rengadengklok, namun Wikana berjasa dalam pembacaan proklamasi. Berkat relasinya dengan salah Angkatan Laut Jepang, Proklamasi dapat dirumuskan di rumas dinas seorang Laksamana Maeda.

Saat itu, hanya rumah Laksamana Maeda yang dianggap aman untuk merumuskan naskah proklamasi. Bahkan Wikana juga mengatur berbagai keperluan untuk pembacaan proklamasi. Proklamasi dapat dibacakan di rumah Bung Karno yang beralamat di Pegangsaan No 56. Saat menjelang pembacaan proklamasi, Wikana penuh dengan rasa cemas.

Sebab, Bung Karno yang dalam hal ini akan membacakan proklamasi mensadak sakit malaria. Namun, akhirnya pembacaan proklamasi dapat berjalan lancar. Bahkan tidak ada militer Jepang yang menggangu jalannya acara. Hal ini dikarenakan hasil negosiasi Wikana dengan kalangan militer Jepang.

3. Sayuti Melik

Sayuti Melik, Pahlawan nasional dari golongan muda dalam peristiwa rengasdengklok

Sama seperti Chaerul Saleh dan Wikana, Sayuti Melik juga termasuk ke dalam kelompok Menteng 31. Kelompok Menteng 31 merupakan kelompok yang terlibat dalam aksi penculikan Soekarno dan Hatta pada tanggal 16 Agustus 1945.

Bersama dengan para tokoh golongan muda lainnya, Sayuti Melik membawa Soekarno beserta Ibu Fatmawati dan anaknya yang masih kecil yakni Guntur ke Rengasdengklok. Tentunya tujuan penculikan tersebut bukanlah untuk melukai orang nomor satu di Indonesia tersebut melainkan untuk menjauhkan para tokoh penting dari pengaruh Jepang.

Selain itu, dengan adanya peristiwa Rengasdengklok mereka berusaha untuk meyakinkan bahwa Jepang telah menyerah dan tidak akan berkuasa lagi di Indonesia. Mereka juga siap untuk melawan siapapu yang menghadang kemerdekaan Indonesia.

Setelah peristiwa Rengasdengklok, Sayuti Melik juga terlibat dalam penyusunan naskah teks proklamasi. Ia turut menyaksikan bagaimana Bung Karno, Bung Hatta dan Acmad Soebarjo merumuskan naskah proklamasi. Ia bahkan yang mengetik naskah proklamasi tersebut.

Namun, saat naskah tersebut selesai, naskah tersebut ditolak dan ditentang oleh para golongan muda. Mereka menganggap bahwa naskah tersebut masih mendapatkan pengaruh dari Jepang. Situasi yang tegang pun terjadi karena persoalan keterlibatan Jepang dalam penandatanganan naskah proklamasi.

Sayuti Melik kemudian memberikan saran agar naskah tersebut hanya ditandatangani oleh perwakilan saja yakni Soekarno dan Hatta dengan menggunakan kalimat atas nama bangsa Indonesia. Kemudian usulan tersebut disepakati.

Atas perubahan tersebut, Soekarno meminta Sayuti Melik untuk mengetiknya. Ia juga mengubah kalimat yang semula wakil-wakil bangsa Indonesia menjadi atas nama bangsa Indonesia.

4. Sukarni

Sukarni, Pahlawan nasional dari golongan muda dalam peristiwa rengasdengklok

Sukarni merupakan sosok yang memiliki pengaruh dalam peristiwa proklamasi. Ia merupakan soosk yang memimpin Asrama Pemuda di Jalan Menteng No 31. Ia mempimpin asrama tersebut bersama dengan Chaerul Saleh.

Asrama tersebut bukan sembarang asrama melainkan juga untuk melatih para pemuda agar mau berjuang demi kemerdekaan. Tempat tersebut yang melahirkan para pejuang muda yang hebat dan tak pernah takut akan penjajahan seperti wikana, darwis, sayuti melik dan lainnya.

Sama seperti yang lainnya ia juga terlibat dalam peristiwa penculikan Soekarno Hatta. Ia turut mendesak kedua tokoh penting itu untuk segera melakukan kemerdekaan. Setelah peristiwa rengasdengklok, di saat yang lain terlibat dalam perumusan naskah, ia justru mengemban amanah yang berat.

Ia beserta para pemuda lainnya memiliki tanggung jawab untuk menyiarkan berita mengenai kemerdekaan Indonesia. Untuk melakukan tugasnya, ia kemudian membentuk Comite Van Aksi yang didirikan pada tangal 18 Agustus 1945. Comite Van Aksi memiliki tugas untuk menyebarkan berita kemerdekaan ke seluruh Indonesia. Sehingga seluruh rakyat Indonesia bisa mengetahui kabar gembira tersebut.

5. Darwis

Darwis merupakan sosok yang terlibat dalam peristiwa Rengasdengklok. Sosok ini kerap disandingkan dengan Wikana, pemuda asal Sumedang. Bersama denga para pemuda lainnya, ia terlibat dalam aksi penculikan Soekarno dan Hatta. Sebab, ia termasuk ke dalam barisan pemuda jalan menteng 31. Barisan pemuda pimpinan Chaerul Saleh dan Sukarni.

Ia juga turut hadir dalam perumusan naskah proklamasi. Naskah yang kemudian dibacakan oleh Presiden Soekarno pada tanggal 17 Agustus 1945. Sayangnya, tak banyak sumber yang menjelaskan akan sosok yang luar biasa ini.

Itulah sejumlah tokoh golongan muda yang terlibat dalam peristiwa penting menjelang detik-detik kemerdekaan. Peristiwa itu menjadi salah satu faktor yang mendorong terjadinya kemerdekaan RI pada tanggal 17 Agustus 1945.

Peristiwa itu kemudian dikenal dengan nama Peristiwa Rengasdengklok karena terjadi di sebuah daerah yang ada di Karawang yang bernama Rengasdengklok. Peristiwa rengasdengklok menjadi bukti bahwa kemerdekaan tidak hanya diperjuangkan oleh para golongan tua saja melainkan juga golongan muda ikut terlibat. Keduanya bersinergi demi mencapai kemerdekaan Republik Indonesia yang selama ini dinanti-nanti.

The post 5 Pahlawan Nasional dari Golongan Muda dalam Peristiwa Rengasdengklok appeared first on HaloEdukasi.com.

]]>
15 Pahlawan Nasional dari Daerah Istimewa Yogyakarta https://haloedukasi.com/pahlawan-nasional-dari-daerah-istimewa-yogyakarta Tue, 12 Jul 2022 07:47:25 +0000 https://haloedukasi.com/?p=36273 Daerah Istimewa Yogyakarta bukan hanya terkenal sebagai kota pendidikan saja. Kota yang memiliki makanan khas gudeg ini ternyata memiliki banyak tokoh pahlawan nasional. Kota ini menjadi tempat lahir beberapa tokoh hebat. Siapa saja mereka? Selengkapnya akan dibahas berikut ini. 1. Ki Hajar Dewantara Ki Hajar Dewantara merupakan sosok pejuang pendidikan yang lahir pada tanggal 2 […]

The post 15 Pahlawan Nasional dari Daerah Istimewa Yogyakarta appeared first on HaloEdukasi.com.

]]>
Daerah Istimewa Yogyakarta bukan hanya terkenal sebagai kota pendidikan saja. Kota yang memiliki makanan khas gudeg ini ternyata memiliki banyak tokoh pahlawan nasional. Kota ini menjadi tempat lahir beberapa tokoh hebat. Siapa saja mereka? Selengkapnya akan dibahas berikut ini.

1. Ki Hajar Dewantara

Ki hajar Dewantara, Pahlawan Nasional dari Daerah Istimewa Yogyakarta

Ki Hajar Dewantara merupakan sosok pejuang pendidikan yang lahir pada tanggal 2 Mei 1889. Ia terlahir dari lingkungan keluarga keraton dam memiliki nama kecil yakni Raden Mas Soewardi Soeryaningrat.

Namun, karena agar lebih dekat dengan rakyat, akhirnya ia mengganti nama menjadi Ki Hajar Dewantara. Ki Hajar Dewantara menempuh pendidikan di ELS dan STOVIA Jakarta.

Setelah lulus, ia pernah menjadi seorang wartawan. Tidak hanya itu, ia juga aktif mengikuti organisasi kepemudaan seperti Budi Utomo. Bersama kedua rekannya yang kemudian dikenal dengan tiga serangkai, Ki Hajar Dewantara mendirikan Indische Partij pada tanggal 25 Desember 1912.

Ki Hajar Dewantara pernah diasingkan di negeri Belanda. Namun, berkat pengasingan tersebut ia dapat mendirikan sebuah perguruan nasional bernaa Taman Siswa pada tanggal 03 Juli 1922. Oleh karena itulah, ia kemudian dikenal sebagai Bapak Pendidikan Indonesia dan diangkat sebagai Menteri Pendidikan, Pengajaran dan Kebudayaan.

Tidak hanya itu, tanggal lahirnya yakni 2 Mei dijadikan sebagai hari pendidikan nasional. Atas semua jasanya, ia kemudian diangkat menjadi pahlawan nasional pada tanggal 28 November 1959.

2. Agustinus Adisucipto

Agustinus Sucipto, Pahlawan Nasional dari Daerah Istimewa Yogyakarta

Agustisnus Adisucipto merupakan sosok pejuang yang lahir pada tahun 1916. Sebelum menempuh pendidikan di sekolah sekolah penerbang Militaire Luchtvaart di Kalijati, ia pernah menempuh pendidikan di GHS atau sekolah tinggi kedokteran.

Alasannya masuk ke sekolah kedokteran karena desakan dari ayahnya. Awalnya ia ingin bersekolah di sekolah militer, namun karena ayahnya tak memberikan restu, maka ia mengurungkan niatnya. Setelah masuk di sekolah penerbangan militer, ia kerap ditugaskan dalam beberapa misi. Salah satunya misi yang mengantarkan nyawanya.

Ia tewas tertembak oleh Belanda. Saat itu pesawatnya tengah transit di Singapura setelah pulang menuntaskan misinya. Di Singapura, ia beserta rekannya akan membawa keperluan medis. Namun, di pertengahan jalan, ia terhalang oleh blokade Belanda dan tewas karena penembakan tersebut.

Agustinus Adisucipto menjadi sosok yang merintis dan mendirikan Sekolah Penerbang di Yogyakarta. Atas semua jasanya ia diangkat menjadi pahlawan nasional pada tanggal 9 November 1974. Tidak hanya itu, namanya juga diabadikan menjadi nama bandar udara yang ada di Yogyakarta.

3. Kiai Haji Ahmad Dahlan

Kiai Haji Ahmad Dahlan, Pahlawan Nasional dari Daerah Istimewa Yogyakarta

Siapa yang tak kenal dengan Kiai Haji Ahmad Dahlan? Ia merupakan sosok yang mendirikan Muhammadiyah pada tanggal 18 November 1912. Ia lahir pada tahun 1868 dengan nama kecil Muhammad Darwis.

Ia masih memiliki keturunan dari salah seorang tokoh wali songo yakni Maulana Malik Ibrahim. Muhammadiyah merupakan organisasi keagamaan yang membantu melayani umat khususnya di bidang pendidikan dan sosial. Hingga kini, Muhammadiyah masih eksis di kalangan masyarakat.

Padahal, semula ketika pembentukannya, Kiai Haji Ahmad Dahlan sempat mendapatkan kecaman. Ia dituding telah membuat agama baru yang melenceng dari ajaran agama islam. Atas semua jasanya ia kemudian diangkat menjadi pahlawan nasional pada tanggal 27 Desember 1961.

4. Nyai Ahmad Dahlan

Nyai Ahmad Dahlan, Pahlawan Nasional dari Daerah Istimewa Yogyakarta

Nyai Ahmad Dahlan merupakan istri dari Kiai Haji Ahmad Dahlan. Ia memiliki nama asli, Siti Walidah. Ia lahir pada tahun 1872 di Kauman, Yogyakarta. Bersama suaminya, ia aktif di Muhammadiyah dan Aisyiyah sebagai salah satu tokoh gerakan perempuan muslim Indonesia.

Ia ikut andil dalam memperjuangkan kesetaraan hak perempuan dan laki-laki,mendirikan asrama untuk para pelajar serta menanamkan nilai kebangsaan sehingga para pelajar peremuan dalam memiliki peranan dalam pergerakan nasional.  Atas semua jasanya, ia diangkat menjadi pahlawan nasional pada tanggl 22 September 1971.

5. Pangeran Diponegoro

Pangeran Diponegoro, Pahlawan Nasional dari Daerah Istimewa Yogyakarta

Sosok laki-laki yang memiliki nama lengkap Bendoro Raden Mas Ontowiryo ini lahir pada tanggal 11 November 1785 di Yogyakarta. Ia merupakan anak pertama dari Raja Mataram  yakni Hamengkubuwono III. Ibunya bernama RA Mangkarawati, perempuan yang berasal dari Pacitan.

Pangeran Diponegoro pernah memimpin perang sabil bersama tokoh agama yang berasal dari Surakarta yakni Kyai Maja. Sayangnya, karena sayembara yang dilakukan oleh Belanda, ia berhasil ditangkap dan kemudian diasingkan ke Ungaran.

Setelah diasingkan, ia dibawa ke gedung Karesidenan Semarang dan kemudian ditahan di Stadhius atau Museum Fatahillah. Pada tanggal 3 Mei 1830, ia dibuang ke Manado dan dipindahkan ke Benteng Rotterdam Makassar. Untuk mengenang jasanya, ia diangkat menjadi pahlawan nasional pada tanggal 3 November 2006.

6. Abdul Rahman Saleh

Abdul Rahman Saleh, Pahlawan Nasional dari Daerah Istimewa Yogyakarta

Abdul Rahman Saleh merupakan sosok pejuang yang lahir pada tahun 1909. Namanya mungkin terdengar asing. Sebab, tak banyak catatan sejarah yang menceritakan sosok Abdul Rahman Saleh. Namun, ia termasuk salah seorang perintis Angkatan Udara. Saat itu, ia tewas terbunuh karena ditembak oleh Belanda ketika membawa keperluan medis.

7. Surjopranoto

Surjopranoto, Pahlawan Nasional dari Daerah Istimewa Yogyakarta

Surjopranoto merupakan kakak dari Raden Mas Soewardi Soeryaningrat. Ia adalah anak pertama dari KPA Suryaningrat dan cucu Paku Alam III. Kakak dari Ki Hajar Dewantara ini lahir pada tanggal 11 Januari 1871 dengan nama Iskandar. Jika dilihat dari garis keturunan, ia merupakan putra mahkota.

Sayangnya, ayahnya tidak mendapatkan hak untuk naik tahta dikarenakan diserang penyakit mata yang menyebabkan buta. Surjopranoto meninggal dunia pada tanggal 15 Okyober 1959. Ia kemudian diangkat menjadi pahlawan nasional pada tanggal 30 November 1959.

8. Fachruddin

Fachruddin, Pahlawan Nasional dari Daerah Istimewa Yogyakarta

Fachruddin atau Muhammad Jazuli merupakan sosok pejuang yang lahir pada tahun 1890 di Yogyakarta. Ia adalah tokoh Muhammadiyah, organisasi bentukan Kiai Haji Ahmad Dahlan. Ia tidak pernah mengenyam pendidikan secara umum namun ia mendapatkan pengajaran dari ayahnya langsung dan beberapa orang ulama.

Ia pernah diutus untuk meneliti nasib jemaah haji yang berasal dari Indonesia yang kerap diperlakukan tdak baik. Untuk meneliti tersebut, ia membutuhkan waktu selama 8 tahun. Kemudian, ia menjadi sosok yang mempelopori pembentukan Badan Penolong Haji. Atas semua jasanya, ia kemudian diangkat menjadi pahlawan nasional pada tanggal 26 Juni 1964.

9. Kol. Inf. Anm Sugiono

Kol. Inf. Anm. Sugiono, Pahlawan Nasional dari Daerah Istimewa Yogyakarta

Kol. Inf. Anm Sugiono merupakan sosok pejuang yang lahir pada tanggal 12 Agustus 1926 di Gedaren, Gunung Kidul, Yogyakarta. Ia menjadi salah satu korban dari kebengisan PKI pada peristiwa G30 S PKI. Saat itu, ia meninggal dunia pada usia 39 tahun. Atas semua jasanya, ia diangkat menjadi pahlawan revolusi pada tanggal 19 Oktober 1965.

10. Wahidin Sudirohusodo

Wahidin Sudirohusudo, Pahlawan Nasional dari Daerah Istimewa Yogyakarta

Wahidin Sudirohusodo merupakan sosok yang menjadi pelopor dari organisasi yang bernama School tot Opleiding van Inlandsche Artsen, Jakarta. Ia lahir pada tanggal 7 Januari 1852 di Mlati, Yogyakarta. Ia adalah seorang dokter lulusan STOVIA. Ia kerap tak meminta imbalan saat mengobati pasiennya.

Tidak hanya itu, ia memiliki pandangan bahwa untuk melawan penjajahan adalah dengan pendidikan. Maka dari uru, setia rakyat memiliki kesempatan untuk bisa merasakan dunia pendidikan di sekolah. Atas gagasannya inilah kemudian lahir organisasi bernama Budi Utomo.

11. Brigjen TNI Anm. Katamso

Brigjen TNI Anm. Katamso merupakan sosok anggota PETA yang lahir pada tanggal 5 Februari 1923 di Sragen. Ia aktif dalam berbagai pergerakan nasional dan menumpas para pemberontak seperti peristiwa Batalyon 426 dan PRRI di Sumbar. Sama seperti Kol Inf Anm Sugiono, ia terbunuh karena peristiwa G 30 S PKI.

12. Sultan Agung Anyokrokusumo

Sultan Agung Anyokrokusumo, Pahlawan Nasional dari Daerah Istimewa Yogyakarta

Sultan Agung Anyokrokusumo merupakan anak dari pasangan Prabu Hanyakrawati dan Ratu Adi Dyah Banawati. Ia memiliki nama asli Raden Mas Jatmika atau Raden Mas Rangsang. Ia terlahir dari keluarga bangsawan.

Ayahnya yakni Prabu Hanyakrawati merupakan raja kedua Mataram sementara ibunya merupakan putri dari Raja Pajang, Pangeran Benawa. Sama seperti ayahnya, ia merupakan Sultan Mataram ketiga yang memerintah pada tahum 1613-1645.

Ia yang membawa Mataram pada puncak kejayaan sehingga berhasi menjadi kerajaan terbesar di Jawa pada saat itu. Ia pernah membangun Astana Imogiri yang memiliki fungsi sebagai pemakamakan keluarga raja-raja Mataram.

Pembangunan astana tersebut dilakukan saat akhir hidupnya. Tidak hanya itu, ia juga menuliskan tuntunan hidup untuk trah Mataram yang kemudian dinamakan serat Sastra Gending. Setelah kematiannya, tahta sultan diberikan kepasa anaknya yang bernama  Raden Mas Sayidin.

13. Ki Bagus Hadikusumo

Ki Bagus Hadikusumo, Pahlawan Nasional dari Daerah Istimewa Yogyakarta

Ki Bagus Hadikusumo merupakan sosok tokoh dari Muammadiyah yang lahir pada tahun 1890 di Kampung Kauman, Yogyakarta. Ia merupakan ketua pengurus besar Muhammadiyah pada tahun 1942 sampai 1953.

Ia pernah menjadi anggota PPKI yakni salah seorang perwakilan dari Muhammadiyah untuk perumusan Mukadimah UUD 1945. Atas semua jasanya, ia kemudian diangkat menjadi pahlawan nasional pada tanggal 4 November 2015.

14. Sri Sultan Hamengkubuwono I

Sri Sultan Hamengkubuwono I, Pahlawan Nasional dari Daerah Istimewa Yogyakarta

Sosok yang memiliki nama asli Raden Mas Sujana ini lahir pada tanggal 6 Agustus 1717 di Kartasura. Ia masih memiliki keturunan dari Brawijaya V baik dari pihak ayah maupun ibunya. Ia adalah anak dari Amangkurat IV Raja Kasunanan Surakarta serra selir yang berna Mas Ayu Tejawati.

Pada tahun 1755, ia memutuskan untuk mendirikan ibu kota kerajaan bekas Hutan Pabringan. Tempat itulah yang kemudian dikenal sebagai Kesultanan Yogyakarta dan menjadi raja pertama dari Kesultanan tersebut. Pada tahun yang sama pula berdasarkan perjanjian Giyanti, mengakui Mangkubumi sebagai Sri Sultan Hamengkubuwono pertama.

Tidak hanya itu, pada perjanjian tersebut tertera pembagian Mataram yang menjadi Surakarta dan Yogyakarta. Untuk mengenang jasanya, ia kemudian diangkat menjadi pahlawan nasional pada tanggal 03 November 2006.

15. Sri Sultan Hamengkubuwono IX

Sri Sultan Hamengkubuwono IX, Pahlawan Nasional dari Daerah Istimewa Yogyakarta

Sri Sultan Hamengkubuwono IX lahir pada tanggal 12 April 1912. Ia memiliki nama lengkap Bendoro Raden Mas Dorojatun dan merupakan putra dari Sultan Hamengkubuwono VIII dan RA Kustilah. Ia pernah mengenyam pendidikan di HIS dan MULO Yogyakarta.

Pada tanggal 17 Agustus 1945, ia menjadi Gubernur dari DIY hingga ajalnya. Ia juga pernah menjabat sebagai menteri negara pada Kabinet Sjahrir III, Kabinet Amir dan Kabinet Syarifuddin. Atas semua jasanya, ia kemudian diangkat menjadi pahlawan nasional pada tanggal 30 juli 1990.

Itulah 15 tokoh pahlawan nasional dari DIY. Semuanya memiliki andil bagi kemerdekaan Indonesia. Oleh karena itulah, mereka pantas mendapatkan gelar pahlawan nasional.

The post 15 Pahlawan Nasional dari Daerah Istimewa Yogyakarta appeared first on HaloEdukasi.com.

]]>
9 Pejuang Asing yang Membela NKRI  https://haloedukasi.com/pejuang-asing-yang-membela-nkri Tue, 05 Jul 2022 03:20:41 +0000 https://haloedukasi.com/?p=36390 Perjuangan dilakukan oleh seluruh rakyat Indonesia dan tidak memandang laki-laki atau perempuan, tua atau muda, rakyat biasa atau bangsawan bahkan ada pula yang sebenarnya bukan lah asli keturunan Indonesia. Mereka adalah orang-orang asing yang memihak kepada Indonesia. 1. Ernest Douwes Dekker Nama aslinya adalah Ernest François Eugène Douwes Dekker dan memiliki nama Indonesia Danudirja Setiabudi. Lahir […]

The post 9 Pejuang Asing yang Membela NKRI  appeared first on HaloEdukasi.com.

]]>
Perjuangan dilakukan oleh seluruh rakyat Indonesia dan tidak memandang laki-laki atau perempuan, tua atau muda, rakyat biasa atau bangsawan bahkan ada pula yang sebenarnya bukan lah asli keturunan Indonesia. Mereka adalah orang-orang asing yang memihak kepada Indonesia.

1. Ernest Douwes Dekker

Pejuang Asing yang Membela NKRI 

Nama aslinya adalah Ernest François Eugène Douwes Dekker dan memiliki nama Indonesia Danudirja Setiabudi. Lahir pada tanggal 8 Oktober 1879 di Pasuruan dan meninggal pada tanggal 28 Agustus 1950 saat berusia 70 tahun. Douwes Dekker meski keturunan bangsa Belanda namun ia turut membantu kemerdekaan Indonesia. 

Ayahnya adalah Auguste Henri Edouard Douwes Dekker yang memiliki darah Belanda dari ayahnya. Sementara ibunya adalah Louisa Neumann seorang keturunan Jawa-Jerman. Douwes Dekker adalah satu dari tiga anggota Tiga Serangkai bersama dengan dr. Tjipto Mangoenkoesoemo dan Suwardi Suryaningrat. Jasa beliau di antaranya adalah meletakkan dasar nasionalisme, mengkritisi kebijakan-kebijakan Belanda, terlibat dalam pembentukan Boedi Oetomo namun keluar dan mendirikan Indische Partij di tahun 1912. 

2. Shigeru Ono 

Pejuang Asing yang Membela NKRI 

Shigeru Uno juga dikenal dengan nama Rahmat Shigeru Ono adalah seorang pejuang berkebangsaan Jepang yang memihak Indonesia. Lahir di Furano, Hokkaido pada 26 September 1919 dan menghabiskan sisa waktunya di Indonesia sampai akhir hidupnya yakni pada 25 Agustus 2014. Ia datang ke Indonesia bersama dengan tentara Jepang lainnya pada tahun 1942 di Jawa Barat. 

Kala itu dirinya ditunjuk sebagai pemimpin batalyon 153 yang ditugaskan di daerah Cilacap. Setelah Jepang kalah dan Indonesia merdeka, Shigeru Ono bersama dengan beberapa tentara lain memilih untuk tidak pulang ke negeri asalnya. Saat Belanda kembali untuk menguasai ia justru membantu Indonesia. 

Alasannya adalah karena ia merasa ada janji yang belum ditepati yakni memerdekakan Indonesia dan juga ingin melepaskan Asia dari penjajah kulit putih. Kisahnya tersebut ia tulis dalam bukunya yang berjudul Memoar Rahmat Shigeru Ono: Bekas Tentara Jepang yang Memihak Republik. 

3. Laksamana Muda Maeda Tadashi

pejuang asing yang membela indonesia

Laksamana Muda Maeda Tadashi sering disebut karena rumahnya menjadi tempat perumusan teks proklamasi sekaligus menjamin keamanan. Beliau adalah seorang keturunan Jepang yang lahir di Kagoshima pada 3 Maret 1989.

Bahkan ia adalah seorang Perwira Tinggi Angkatan Laut Jepang pada masa PD II dan ketika datang ke Indonesia ia menjabat sebagai Kepala Penghubung Angkatan Laut dan Angkatan Darat Tentara Kekaisaran Jepang. 

Meski asli keturunan Jepang namun ia tak segan untuk membenarkan berita kekalahan Jepang atas peristiwa pengeboman Nagasaki dan Hiroshima. Beliau juga yang meyakinkan agar PPKI segera melaksanakan rapat menjelang kemerdekaan. Maeda wafat pada 13 Desember 1977 dan kini rumahnya yang berada di Jl. Imam Bonjol No. 1 Jakarta Pusat dijadikan Museum Perumusan Naskah Proklamasi. 

4. Douwes Dekker atau Multatuli

pejuang asing pembela nkri

Tak banyak yang tahu bahwa sebenarnya ada dua sosok Douwes Dekker yang berbeda namun keduanya sama-sama pejuang berdarah asing yang membela Indonesia. Douwes Dekker yang lainnya dikenal dengan nama pena Multatuli dan nama lengkapnya adalah Eduard Douwes Dekker. Ia merupakan seorang penulis yang memuat tentang segala perlakuan kejam Belanda terhadap bangsa Indonesia. Karya tersebut ada dalam buku berjudul Max Havelaar tahun 1860. 

Ia lahir di Amsterdam pada 2 Maret 1820 dan wafat pada 19 Februari 1897 di Jerman. Ia datang ke Batavia atau saat ini Jakarta pada tahun 1839 bersama dengan ayahnya. Saat itu ia bekerja sebagai pegawai pengawasan keuangan Batavia. Karya-karya dari Multatuli ini lah yang menginspirasi RA Kartini. 

5. Haji Johannes Cornelis atau H.J.C Princen 

pejuang asing pembela nkri

Nama Familiar dari H.J.C Princen adalah Poncke Princen. Ia adalah seorang pria berkebangsaan Belanda yang kemudian pindah menjadi WNI. Lahir pada 21 November 1925 ia datang ke Indonesia dan bergabung dengan divisi Siliwangi pada tahun 1948. Artinya kala itu Poncke berperang melawan bangsanya sendiri.

Pengalamannya ditangkap oleh Nazi dan hampir saja dihukum mati tidak membuatnya jera untuk melakukan hal-hal yang mengancam jiwanya. Ia justru memilih untuk menjadi buruh lebih dari pada harus berperang dan menjajah Indonesia.

Namanya semakin dikenal karena aktif menyuarakan HAM selama era revolusi, orde lama, hingga orde baru. Salah satu jasanya adalah membela korban kasus Tanjung Priok dan juga kasus Mahasiswa yang ditahan pada saat demo 1998. Beliau wafat di Jakarta pada usianya yang ke 76. 

6. Abdullah Sattar 

pejuang asing pembela nkri

Kali ini pahlawan asing yang datang dari negara lain dan bukan penjajah Indonesia. Dia adalah Abdul Sattar Edhi yang lahir di Gujarat, India Britania. Kala itu ia dan pasukannya dikirim oleh British Indian Army (BIA) ke Jalan Serdang namun tak disangka ternyata ia menerima perintah untuk menghancurkan sebuah masjid. 

Abdullah Sattar sendiri merupakan seorang muslim sehingga ia mengubah niatnya dan balik menyerang Inggris. Sattar ternyata tidak sendiri, diperkirakan ada 300 pasukan BIA yang merasa harus membela Indonesia dengan alasan saudara sesama muslim. Mereka kemudian mendirikan laskar sendiri bernama Young Sattar atau Kesatuan Abdul Sattar di Medan.

7. Ichiki Tatsuo

pejuang asing pembela nkri

Laksamana Maeda Tadashi bukanlah satu-satunya pasukan Jepang yang membelot melainkan ada juga Ichiki Tatsuo. Beliau lahir di kota Taraki pada tahun 1906 dan meninggal di Malang pada tahun 1949. Setelah Jepang kalah dari sekutu pada Perang Dunia II, Ichiki justru membela dan memperjuangkan kemerdekaan NKRI. 

Ia bekerja di media koran Jawa Nippo atau Toindo Nippo yang dikenal sangat anti Belanda. Ichiki bahkan sempat tidak bisa kembali ke Jawa karena dianggap ancaman bagi Belanda. Ichiki juga pernah menjadi penasehat Divisi Pendidikan Peta dan diberi nama Abdul Rachman oleh K.H Agus Salim. 

8. Tomegoro Yoshizumi

pejuang asing pembela nkri

Satu lagi pembelot Jepang yang justru membela Indonesia adalah Tomegoro Yoshizumi. Ia merupakan seorang Intel yang lahir di 9 Februari 1911 di Yamagata. Ia dikirim ke Indonesia untuk menjadi mata-mata dengan menyamar menjadi pegawai toko. 

Pendiri dari Tohindo Nippo ini justru bergabung dengan Tan Malaka bersama kawannya yakni Nishijima. Keduanya justru meminta nama Indonesia dan diberikan lah nama Arif untuk Yoshizumi dan Hakim untuk Nashijima. Yoshizumi bahkan turut serta dalam gerilya Blitar pada 10 Agustus 1948 sayang ia harus gugur. Beliau pun diberi penghormatan tertinggi yakni sebagai Pahlawan Nasional. 

9. Muriel Stuart Walker

pejuang asing pembela nkri

Kali ini adalah seorang pejuang wanita dari bangsa asing yang membela Indonesia. Dia adalah K’tut Tantri atau memiliki nama asli Muriel Stuart Walker. Penyiar radio ini merupakan keturunan Amerika-Skotlandia yang lahir di Glasgow pada 19 Februari 1898 dan wafat pada 27 Juli 1997 di Sydney. Ia terinspirasi untuk datang ke Indonesia tepatnya ke Bali setelah menonton film Bali the Last Paradise pada tahun 1932.

Di Bali ia diangkat sebagai anak oleh keluarga Kerajaan Klungkung. Dia lah yang pertama kali menuliskan pidato Soekarno dalam bahasa Inggris dan menyiarkan kabar Indonesia ke dunia barat. Ketika situasi kembali memanas pada 10 November 1945, K’tut Tantri melalui pidatonya justru berjanji tetap bersama dengan Indonesia baik kalah ataupun menang. 

The post 9 Pejuang Asing yang Membela NKRI  appeared first on HaloEdukasi.com.

]]>
Nani Wartabone, Sosok Pahlawan Nasional dari Gorontalo https://haloedukasi.com/pahlawan-nasional-dari-gorontalo Mon, 04 Jul 2022 07:09:24 +0000 https://haloedukasi.com/?p=36251 Nama Nani Wartabone memang terdengar asing. Namun, beliau adalah salah satu tokoh pahlawan nasional dari Gorontalo. Banyak sudah perjuangan yang dilakukannya untuk mempertahankan Gorontalo. Ketahui selengkapnya, bagaimana sejarah dan perjuangan Nani Wartabone dalam mempertahankan Gorontalo. Nani Wartabone merupakan sosok pahlawan nasional asal Gorontalo. Ia lahir pada tanggal 30 Januari 1907. Ayahnya bernama Zakaria Watabone yang […]

The post Nani Wartabone, Sosok Pahlawan Nasional dari Gorontalo appeared first on HaloEdukasi.com.

]]>
Nani Wartabone, Sosok Pahlawan Nasional dari Gorontalo

Nama Nani Wartabone memang terdengar asing. Namun, beliau adalah salah satu tokoh pahlawan nasional dari Gorontalo. Banyak sudah perjuangan yang dilakukannya untuk mempertahankan Gorontalo. Ketahui selengkapnya, bagaimana sejarah dan perjuangan Nani Wartabone dalam mempertahankan Gorontalo.

Nani Wartabone merupakan sosok pahlawan nasional asal Gorontalo. Ia lahir pada tanggal 30 Januari 1907. Ayahnya bernama Zakaria Watabone yang merupakan seorang pegawai yang bekerja pada masa Hindia Belanda. Sedangkan ibunya berasal dari keluarga terpandang di daerahnya.

Oleh sebab itu, Nani terlahir dari keluarga yang berada. Perjuangannya dimulai saat ia mendirikan dan menjadi sekretaris dari Jong Gorontalo pada tahun 1923. Beberapa tahun kemudian, ia diangkat menjadi ketua Partai Nasional Indonesia atau PNI Cabang Gorontalo.

Setelah tentara Sekutu kalah pada Perang Asia-Pasifik, pada tanggal 28 Desember 1941 Belanda merencanakan untuk membumihanguskan Gorontalo. Belanda mulai melancarkan aksinya dengan membakar gudang-gudang kopra dan minyak di Pabean dan Talumolo.

Melihat kejadian itu, Nani Wartabone bersama rakyat Gorontalo mencoba untuk menghalanginya. Mereka melalukan penangkapan kepada para pejabat Belanda yang masih ada di Gorontalo. Pada 23 Januari, dimulai dari kampung-kampung di pinggiran kota Gorontalo seperti Suwawa, Kabila dan Tamalate, Nani Wartabone dan rakyat Gorontalo mulai mengepung kota.

Akhirnya, pada pukul lima subuh Komandan Detasemen Veld Politie WC Romer dan beberapa kepala jawatan yang ada di Gorontalo menyerah. Selesai dilakukan penangkapan, Nani Wartabone melakukan upacara.

Dia yang bertugas langsung untuk memimpin upacara pengibaran bendera Merah Putih yang diiringi lagu “Indonesia Raya” di halaman Kantor Pos Gorontalo. Upacara tersebut dimulai pukul 10 pagi hari. Selain memimpin jalannya upacara, Nani Wartabone juga melakukan pidato.

Adapun pidato tersebut berisi mengenai kemerdekaan Indonesia dan selesainya masa penjajahan yang dilakukan oleh Belanda. Tidak hanya itu, ia juga menghimbau rakyat untuk tetap menjaga ketertiban dan keamanan.

Sore harinya, Nani Wartabone memimpin rapat pembentukan Pucuk Pimpinan Pemerintahan Gorontalo (PPPG) yang berfungsi sebagai Badan Perwakilan Rakyat (BPR) yang di mana dirinya terpilih sebagai ketuanya.

Empat hari kemudian, ia lakukan mobilisasi rakyat pada rapat raksasa yang diadakan di Tanah Lapang Besar Gorontalo. Tujuannya rapat tersebut adalah intuk mempertahankan kemerdekaan yang sudah diproklamasikan itu dengan hambatan apapun.

Penjajahan Jepang

Tentara Jepang mendarat di Gorontalo, tepat satu bulan setelah proklamasi dilakukan. Kemudian, kapal perangJepang yang bertolak dari Manado, tiba di Gorontalo pada tanggal 26 Februari. Saat kedatangan tentara Jepang, Nani Wartabone menyambut baik kedatangannya. Ia menaruh harapan besar dengan kedatangan tentara Jepang, bisa membantu PPPG.

Sayangnya, kenyataan berkata sebaliknya. Kedatangan Jepang justru berkedok penjajahan. Jepang melarang bendera merah putih untuk dikibarkan. Bahkan, Jepang memerintah semua rakyat Gorontalo untuk tunduk kepadanya. Jelas saja, permintaan tersebut ditolak oleh Nani Wartabone.

Oleh karena Nani tak memiliki kekuatan untuk melawan Jepang, ia lebih memilih meninggalkan Gorontalo. Ia pulang ke kampungnya yakni Suwawa. Namun, meskipun Nani memilih meninggalkan Gorontalo, ia tak pernah menyerahkan Gorontalo kepada Jepang.

Nani menjadi seorang petani dan hidup sederhana di tanah kelahirannya. Lain halnya dengan masyarakat Gorontalo. Mereka melakukan mogok massal sehingga membuat Gorontalo seperti kota mati.

Tentunya, Jepang tidak akan tinggal diam saat melihat kondisi yang demikian. Mereka melakukan siasat dengan menyebarkan fitnah atas Nani. Jepang memfitnah Nani telah melakukan penghasutan kepada rakyat Gorontalo sehingga rakyat melakukan pemberontakan. Dengan dalih fitnah tersebut, pada tanggal 30 Desember 1943, Jepang berhasil menangkap Nani dan membawanya ke Manado.

Meskipun Jepang tidak menyukai Nani, mereka tetap menghormati Nani sebagai pemimpin dari rakyat Gorontalo. Hal ini terlihat saat Jepang menyerahkan Gorontalo ke tangan Nani Wartabone. Penyerahan tersebut dilakukan pada tanggal 16 Agustus 1945.

Setelah penyerahan tersebut, tidak ada lagi pelarangan pengibaran bendera merah putih. Oleh karena itu, sang saka merah putih kembali berkibar di tanah Gorontalo. Lain halnya dengan keadaan pemerintah pusat yang ada di Jakarta.

Pada tanggal 17 Agustus 1945 pemerintah melakukan proklamasi kemerdekaan RI. Sayangnya, informasi ini tak diketahui oleh Nani serta rakyat Gorontalo. Mereka baru mengetahui kemerdekaan RI pada tanggal 28 Agustus 1945.

Setelah proklamasi, Nani kemudian membentuk pasukan keamanan dan ketahanan dengan merekrut sekitar 500 pemuda. Tidak hanya itu, pada tanggal 1 September 1945, Nani juga membentuk Dewan Nasional di Gorontalo.

Tujuan pembentukan ini adalah untuk memperkuat barisan pemerintahan Gorontalo seusai penyerahan yang dilakukan Jepang. Nantinya, Dewan Nasional akan membantu dan mendampingi kepala pemerintahan

Kedatangan Sekutu

Meskipun Jepang telah menyerahkan kemerdekaan, namun perjuangan di tanah air tidak berhenti sampai di situ. Suatu saat Belanda kembali datang dengan sekutu. Mereka melakukan tipu muslihat untuk menangkap Nani Wartabone.

Awalnya, mereka berpura-pura mengundang Nani Wartabone untuk berunding pada 30 November 1945 di sebuah kapal perang Sekutu yang berlabuh di pelabuhan Gorontalo, lalu Belanda menawannya. Kemudian, Nani Wartabone langsung dibawa ke Manado.

Di hadapan Pengadilan Militer Belanda di Manado, Nani Wartabone dikenakan hukuman penjara selama 15 tahun. Penjatuhan hukuman tersebut dikarenakan tuduhan makar yang dilayangkan kepadanya pada tanggal 23 Januari 1942.

Dari penjara di Manado, Nani Wartabone dibawa ke Morotai yang kemudian dipindahkah ke penjara Cipinang di Jakarta pada bulan Desember 1946. Namun, ia hanya sebelas hari di Cipinang, Nani kembali dibawa ke penjara di Morotai.

Dari Morotai, ia dikembalikan lagi ke Cipinang, sampai ia menghirup udara bebas pada tanggal 23 Januari 1949, setelah pengakuan kedaulatan Indonesia. Tanggal 2 Februari 1950, Nani Wartabone kembali menginjakkan kakinya di Gorontalo.

Setelah bebas, Nani Wartabone kembali berjuang untuk tanah Gotontalo. Ia menentang bentuk pemerintahan Republik Indonesia Serikat (RIS). Gorontalo termasuk ke dalam Negara Indonesia Timur. Sehingga, saat pemerintah mengajukan RIS, Nani termasuk orang-orang yang menolak akan bentukan negara tersebut.

Menurutnya, hal tersebut tak sesuai dengan ideologi negara. Karir Nani Wartabone terus meningkat hingga ia dipercaya mengemban beberapa jabatan penting, seperti kepala pemerintahan di Gorontalo, Penjabat Kepala Daerah Sulawesi Utara, dan anggota DPRD Sulawesi Utara.

Usai kemerdekaan, rupanya terjadi pemberontakan dari dalam negeri. Pada bulan Maret 1957, Letkol Ventje Sumual beserta kawan-kawannya mengumumkan pemerintahan PRRI/PERMESTA di Manado. Saat melihat itu, tentunya Nani tak tinggal diam.

Nani Wartabone kembali memimpin massa untuk merebut kembali kekuasaan PRRI/PERMESTA di Gorontalo dan mengembalikan kekuasaan ke tangan pemerintahan pusat di Jakarta. Namun, pasukannya kalah senjata dibandingkan para pemberontak tersebut.

Pada tahun 1958, mereka mendapatkan bantuan pasukan tentara dari Batalyon 512 Brawijaya yang dipimpin oleh Kapten Acub Zaenal dan pasukan dari Detasemen 1 Batalyon 715 Hasanuddin yang dipimpin oleh Kapten Piola Isa. Berkat bantuan kedua pasukan tersebut, Nani Wartabone berhasil merebut kembali pemerintahan di Gorontalo pada pertengahan Juni 1958.

Pada tanggal 3 Januari 1986, Nani Wartabone akhirnya menghembuskan nafas terakhirnya bersamaan dengan berkumandangnya azan salat Jumat. Saat meninggal dunia, ia merupakan seorang petani di Suwawa, Gorontalo.

Untuk mengenang jasanya, Presiden Megawati Soekarnoputri menganugerahkan gelar Pahlawan Nasional kepada Nani Wartabone. Pemberian gelar tersebut diberikan melalui ahli warisnya yang merupakan anak dari Nani Wartabone yakni, Hi Fauzi Wartabone, di Istana Negara, pada tanggal 7 November 2003.

Nani Wartabone kemudian ditetapkan sebagai Pahlawan Nasional berdasarkan Keputusan Presiden RI Nomor 085/TK/Tahun 2003. Tidak hanya itu, pemerintah Gorontalo juga membangun tugu bernama Nani Wartabone untuk mengenang jasa-jasanya memperjuangkan Gorontalo.

The post Nani Wartabone, Sosok Pahlawan Nasional dari Gorontalo appeared first on HaloEdukasi.com.

]]>
2 Sosok Pahlawan Nasional dari Gresik-Jawa Timur https://haloedukasi.com/pahlawan-nasional-dari-gresik Mon, 04 Jul 2022 04:55:03 +0000 https://haloedukasi.com/?p=36255 Gresik merupakan wilayah yang berada dalam Provinsi Jawa Timur. Jawa Timur terkenal dengan sejarahnya. Berbicara mengenai sejarah, agaknya tidak akan lepas dengan sosok pahlawan. Ada banyak pahlawan yang telah berjuang untuk kemerdekaan. Mereka rela mengorbankan tenaga, harta bahkan nyawanya sendiri untuk membela Indonesia. Banyak sudah pahlawna yang gugur di Medan perang. Namun, jasanya akan terus […]

The post 2 Sosok Pahlawan Nasional dari Gresik-Jawa Timur appeared first on HaloEdukasi.com.

]]>
Gresik merupakan wilayah yang berada dalam Provinsi Jawa Timur. Jawa Timur terkenal dengan sejarahnya. Berbicara mengenai sejarah, agaknya tidak akan lepas dengan sosok pahlawan. Ada banyak pahlawan yang telah berjuang untuk kemerdekaan.

Mereka rela mengorbankan tenaga, harta bahkan nyawanya sendiri untuk membela Indonesia. Banyak sudah pahlawna yang gugur di Medan perang. Namun, jasanya akan terus dikenang. Pahlawan tersebut tersebar ke seluruh daerah, salah satunya Gresik. Kenali, siapa saja pahlawan nasional yang berasal dari Gresik.

Harun Thohir

Harun tohir Pahlawan Nasional dari Gresik-Jawa Timur

Kopral Anumerta Harun Said atau yang biasa dikenal dengan nama Harun Thohir merupakan salah satu tokoh pahlawan nasional asal Pulau Bawean. Harun Thohir lahir pada tanggal 14 April 1947 di sebuah desa bernama Diponggo, Kecamatan Tambak, Kabupaten Gresik, Jawa Timur.

Harun Thohir merupakan anak dari pasangan Mandar serta Aswiyani. Ia adalah anak laki-laki dari dua orang saudara. Harun Thohir berasal dari keluarga yang sederhana. Sejak masih sekolah di bangku Sekolah Menengah Pertama, ia sudah menjadi anak buah kapal dagang milik Singapura.

Pada tahun 1963 hingga 1965, saat Indonesia terlibat konflik dengan Malaysia membuat hubungan kedua negara tersebut tidak harmonis bahkan terputus. Pada masa inilah, beberapa tentara yang ada dikirim ke negara musuh.

Pengiriman ini bertujuan untuk melakukan penyusupan, penyamaran, hingga sabotase. Adapun beberapa tokoh yang ditugaskan adalah Kopral Anumerta Harun Said atau Harun Thohir beserta rekan-rekannya satu marinir (TNI AL) yakni Usman Janatin dan Gani bin Arup.

Saat sedang terjadinya konflik dengan Malaysia, Singapura bergabung dengan Malaysia untuk membentuk persekutuan Malaysia. Ketiga marinir yang ditugaskan yakni Harun, Usman dan Gani, ditugaskan untuk meledakkan Mac Donald House yang ada di Orchid Road dan memiliki pusat di Kota Singapura.

Aksi peledakkan tersebut akan dilakukan pada tanggal 10 Maret 1965. Sebab, penugasan tersebut membuat ketiganya diincar oleh tentara sempat. Tiga hari kemudian, ketiganya melakukan pelarian dan terpisah jalan.

Gani berhasil meloloskan diri dari penangkapan, sedangkan Harun dan Usman bernasib sial karena berhasil tertangkap oleh tentara wilayah setempat. Mereka kemudian di tahan di penjara Changi, Singapura selama kurang lebih tiga tahun.

Penahanan tersebut hanya sementara karena eksekusi akhirnya mereka berdua akan dikenai hukuman mati. Saat mendengar berita penangkapan keduanya, pemerintah Indonesia sudah mengajukan banding serta upaya pengampunan atas hukuman yang diterima keduanya.

Sayangnya, upaya yang diajukan oleh pemerintah Indonesia ditolak oleh majelis pengadilan Singapura dan pengadilan Internasional di London, Inggris. Eksekusi keduanya akhirnya dilakukan juga pada tanggal 17 Oktober 1968. Setelah eksekusi mati tersebut, jasad keduanya langsung dibawa ke tanah air.

Jasad keduanya kemudian dimakamkan di Taman Makam Pahlawan Kalibata. Saat prosesi pemakaman, suasana menjadi haru sekaligus bangga karena perjuangan yang dilakukannya. Adapun prosesi pemakaman dilakukan secara militer.

Atas semua jasanya, pemerintah memberikan penghargaan berupa gelar pahlawan nasional kepada keduanya pada tanggal 17 Oktober 1968. Pemberian gelar tersebut berdasarkan atas SK Presiden RI Nomor 050/TK/Tahun 1968/ tanggal 17 Oktober 1968. Tidak hanya itu, untuk mengabadikan perjuangan dari Harun Thohir, namanya kini diabadikan menjadi sebuah bandara yang ada di Pulau Bawean yakni Bandara Harun Thohir.

Kehadiran Bandara Harun Thohir ternyata memberikan dampak yang positif bagi daerah setempat. Dengan adanya bandara tersebut, memberikan akses menuju daerah Bawean semakin mudah dan semakin banyak pilihan mode transportasi di daerah tersebut. Bandara Harun Thohir diresmikan sejak tanggal 30 Januari 2016.

Tidak hanya menjadi nama bandara, namanya juga menjadi salah satu nama jalan raya yang ada di Kabupaten Gresik. Selain itu, nama Harun serta Usman, rekannya yang mengalami eksekusi mati bersama diabadikan menjadi nama kapal yakni KRI Usman-Harun.

Usman Sadar

Mohammad Oesman atau Usman Sadar merupakan sosok pahlawan nasional yang ada di Gresik. Usman Sadar merupakan anggota laskar Sabilillah yang dipimpin oleh Maskoen Asjari. Ia gugur di Medan perang saat mencoba untuk menghalau agresi pasukan Belanda di Gresik. Saat itu, Belanda berniat ingin menguasai wilayah Indonesia.

Menurut pemaparan dari Kris Adji A W, budayawan yang juga merupakan pecinta sejarah ini menuturkan bahwa Almarhum Usman Sadar gugur setelah tertembak oleh tentara penjajah saat hendak meledakkan tank dengan granat. Penuturan tersebut berdasarkan cerita sejarah serta literatur yang telah dibacanya.

Mulanya, tentara Belanda melancarkan agresinya di wilayah Gresik pada tanggal 13 April 1947. Usai Belanda melumpuhkan laskar Hizbullah yang ada di sekitaran daerah yang saat ini termasuk dalam Kelurahan Indro di Kecamatan Kebomas, Gresik, tentara Belanda kemudian masuk menuju ke daerah pesisir.

Namun saat berada di pertengahan jalan, tentara Belanda berhasil dihadang dan berusaha dipukul mundur oleh pasukan Kompi I dan Kompi V di bawah pimpinan Kapten Soejoto dan Kapten Markahim. Laskar Sabilillah yang dikepalai oleh Maskoen Asjari pun terlibat dalam barisan penghadangan Belanda.

Namun, saat iring-iringan akan melintas menuju daerah yang saat ini termasuk ke dalam kelurahan Karangturi, Kecamatan Gresik Kota, terjadilah baku hantam antara pasukan Belanda dan barisan penghadang.

Usman yang ketika itu hanya memiliki granat yang dibawanya, ia mencoba untuk meledakkan tank milik penjajah dengan cara menaiki tank tersebut. Belum sempat Usman meledakkan granat, ia justru terkena tembakan yang dilancarkan oleh tentara Belanda. Ia tewas karena peluru yang bersarang di tubuhnya.

Itulah dua orang tokoh pahlawan nasional yang berasal dari Gresik, Jawa Timur. Mereka adalah Harun Thohir atau yang memiliki nama lengkap Kopral Anumerta Harun Said dan Usman Sadar. Harun Thohir merupakan sosok pahlawan yang berasal dari Diponggi, Kecamatan Tambak, Gresik.

Harun Thohir ditugaskan untuk melakukan penyusupan saat terjadi konflik antara Malaysia dengan Indonesia. Saat itu, Malaysia bersekutu dengan Singapura. Namun, saat sedang melakukan penyusupan ke Singapura, Harun Thohir beserta kedua rekannya berhasil diketahui oleh tentara setempat.

Mereka melakukan pelarian sebab dikejar oleh tentara setempat. Naasnya, Harun Thohir dan satu orang rekannya yang bernama Usman Janatin berhasil tertangkap. Keduanya kemudian ditahan di Changi selama tiga tahun.

Bukan hanya ditahan, keduanya terancam dihukum mati yakni digantung. Setelah melalui proses negosiasi, keduanya tetap menjalani hukuman mati. Jasadnya kemudian dibawa ke tanah air dan dimakamkan di Taman Makam Pahlawan Kalibata.

Selanjutnya adalah Usman Sadar yang merupakan anggota dari Hisbullah. Ia tewas saat akan melakukan peledakan granat. Saat itu, tentara Belanda akan merangsek masuk ke Gresik. Namun di pertengahan terjadilah penghadangan yang dilakukan oleh Kompi I dan IV beserta Hisbullah. Mulanya, mereka berhasil memukul mundur.

Namun, di pertengahan jalan, terjadilah baku hantam. Usman Sadar yang saya itu membawa granat berusaha untuk meledakkan tank milik Belanda. Sayangnya, sebelum tank diledekkan ia mendapatkan tembakan brutal dari tentara Belanda.

The post 2 Sosok Pahlawan Nasional dari Gresik-Jawa Timur appeared first on HaloEdukasi.com.

]]>
2 Sosok Pahlawan Nasional dari Kalimantan Timur https://haloedukasi.com/pahlawan-nasional-dari-kalimantan-timur Mon, 04 Jul 2022 04:42:47 +0000 https://haloedukasi.com/?p=36114 Setiap daerah tentunya memiliki tokoh pejuang masing-masing. Mereka yang memperjuangkan dan melawan para penjajah. Hal itu dilakukan semata-mata untuk mengusir penjajah dari tanah mereka. Sayangnya, dari sekian banyak para pejuang, hanya beberapa persen yang diberi gelar Pahlawan Nasional. Padahal, pada kenyataannya banyak sekali para pejuang pada saat masa penjajahan. Ada beberapa faktor tentunya yang menyebabkan […]

The post 2 Sosok Pahlawan Nasional dari Kalimantan Timur appeared first on HaloEdukasi.com.

]]>
Setiap daerah tentunya memiliki tokoh pejuang masing-masing. Mereka yang memperjuangkan dan melawan para penjajah. Hal itu dilakukan semata-mata untuk mengusir penjajah dari tanah mereka. Sayangnya, dari sekian banyak para pejuang, hanya beberapa persen yang diberi gelar Pahlawan Nasional.

Padahal, pada kenyataannya banyak sekali para pejuang pada saat masa penjajahan. Ada beberapa faktor tentunya yang menyebabkan masih banyak para pejuang yang belum digelar Pahlawan Nasional. Meskipun begitu, tetap saja mereka adalah para pahlawan yang harus kita hormati.

Kondisi seperti ini terjadi pada beberapa daerah. Bahkan di beberapa daerah baru satu orang tokoh yang diakui menjadi pahlawan Nasional. Seperti halnya Kalimantan Timur. Tokoh pahlawan yang sudah diberi gelar pahlawan Nasional di daerah ini hanya satu orang yakni Abdoel Moeis Hassan.

Untuk mengenal lebih lanjut sosok beliau, simak penjelasan mengenai biografi serta perjuangannya.

Haji Abdoel Moeis Hassan

Haji Abdoel Moeis Hassan Pahlawan Nasional dari Kalimantan Timur

Haji Abdoel Moeis Hassan merupakan tokoh pemuda pergerakan bangsa yang berasal dari Samarinda pada tahun 1940-1945. Ia pernah menjadi pemimpin Perjuangan diplomasi politik untuk kemerdekaan RI di wilayah Kalimantan Timur. Sejak remaja, ia sudah mengikuti berbagai aktivitas pergerakan dan belajar masalah politik.

Tidak hanya itu, ia tercatat menjadi pendiri sebuah organisasi kepemudaan seperti Roekoen Pemoeda Indoenesia dan menjabat sebagai ketua. Saat usianya menginjak 18 tahun, Abdoel Moeis juga mendirikan sebuah lembaga pendidikan bersama A.M Sangadji pada tahun 1942. Lembaga pendidikan tersebut diberi nama Balai Pengajaran dan Pendidikan Ra’jat.

Setelah Indonesia memproklamasikan kemerdekaan pada tanggal 17 Agustusan 1945, saat itu Samarinda dan Kalimantan Timur belum tergabung ke dalam Republik Indonesia. Atas dasar inilah ia kemudian bergabung ke dalam gerakan Dr. Soewadji untuk merencanakan proklamasi kemerdekaan di Samarinda.

Abdoel Moeis kemudian bergabung dalam Panitia Persiapan Penyambutan Kemerdekaan RI untuk mewujudkan Proklamasi Negara Indonesia di Samarinda.

Untuk mencapai kemerdekaan, ia berjuang melalui jalur diplomasi dengan membentuk wadah partai politik bernama Ikatan Nasional Indonesia (INI) dan Koalisi Organisasi bernama Front Nasional. Kemudian, pada tahun 1946, ia mendirikan INI Cabang Samarinda. INI berdiri dengan tujuan untuk menentang kependudukan Belanda di Samarinda.

Pada tahun 1947, ia juga menjadi ketua Front Nasional sebagai koalisi organisasi yang mendukung RI dan menentang federasi yang dibentuk oleh Belanda. Kedua organisasi yang didirikan oleh Abdoel Moeis bermarkas di Gedung Nasional Samarinda dan siap mendukung NKRI serta menentang pendudukan Belanda. Tentunya, sikap ini amat bertolak belakang dengan 4 kesultanan yang ada di Kalimantan Timur.

Keempat kesultanan tersebut lebih memilih bergabung ke dalam pemerintah federasi Kalimantan Timur buatan Gubernur Hindia Belanda.

Federasi Kalimantan Timur pernah menawarkan kedudukan sebagai delegasi dalam Bandung Federale Conferentie (BFC). Namun, Abdoel Moeis menolak tawaran tersebut. Ia lebih memilih konsisten dengan sikap politik organisasi perjuangannya yang non kooperatif. Ia tidak mau bekerja sama dengan Belanda ataupun sekutunya.

Hasil konferensi Meja Bundar yang membentuk adanya Republik Indonesia Serikat membuat Kalimantan Timur tergabung ke dalam RIS. Hal ini tentunya tidak memuaskan Front Nasional. Maka dari itu, pada tahun 1949, ia menuntut pemerintah untuk keluar dari RIS dan bergabung dengan Negara Kesatuan Republik Indonesia.

Tuntutannya pun dipenuhi dengan bersatunya keresidenan Kalimantan Timur ke wilayah RI. Satu waktu dengan tuntutan integrasi Kalimantan Timur, Abdoel Moeis gencar melakukan propaganda gagasan penghapusan swapraja (kesultanan). Menurutnya, sistem feodalisme tidak sesuai dengan perkembangan zaman yang demokratis.

Ia pernah menyampaikan gagasan ini saat Sultan Aji Muhammad Parikesit menyatakan Kerajaan Kutai Kertanegara masuk ke dalam NKRI. Gagasan yang disampaikan kemudian terwujud dengan disahkannya UU No 27 tahun 1959 yang menghapuskan status Daerah Istimewa bagi beberapa kesultanan, salah satunya Kesultanan Kutai Kertanegara.

Pada awal tahun 1950, INI cabang Kalimantan Timur melebur ke dalam Partai Nasional Indonesia (PNI) dan Abdoel Moeis Hassan terpilih menjadi Ketua Dewan Pimpinan Daerah PNI Cabang Kalimantan Timur. PNI adalah partai politik yang memiliki haluan nasionalis dan salah satu partai besar pada masa orde lama.

Sekitar tahun 1950-1959, karirnya di PNI semakin gemilang dengan menempati posisi pimpinan PNI Kaltim. Tidak hanya itu, bahkan diangkat menjadi anggota Dewan Partai PNI oleh Dewan Pimpinan Pusat PNI.

Pada tahun 1954, Abdoel Moeis melakukan mobilisasi masa PNI serta rakyat untuk melakukan kongres rakyat Kalimantan Timur. Di mana kongres ini bertujuan untuk menyuarakan tuntutan pemberian status provinsi bagi Kalimantan Timur. Sebab, saat itu Kalimantan Timur masih berstatus Kerasidenan.

Perjuangannya ini membuahkan hasil dengan diterbitkannya UU No 25 tahun 1956. Kemudian pada tanggal 9 Januari 1957, Kalimantan Timur resmi menjadi provinsi baru. Pada tahun 1960, ia ditugaskan oleh pemerintah untuk menjabat Kepala Perwakilan Departemen Sosial Provinsi Kalimantan Selatan. Namun, di waktu yang bersamaan, ia juga diutus oleh PNI untuk mewakili Kaltim di gedung parlemen pusat.

Pada masa Demokrasi Terpimpin, ia terpilih menjadi anggota DPR Gotong Royong dengan menduduki jabatan sebagai ketua komisi D. Kiprah di parlemen terus bersinar dengan diangkatnya sebagai Ketua Gabungan Komisi. Namun, kiprahnya menjadi anggota DPR RI Orde Lama hanya berlangsung dua tahun.

Sebab, pada pertengahan tahun 1962, dia ditugaskan sebagai Gubernur Kaltim. Ia dilantik sebagai Gubernur Kaltim pada tanggal 10 Agustus 1962. Pada tahun 1965, meskipun ia mengusulkan penghapusan sistem keraton, namun ia tidak membenarkan tindakan radikal yang akan penghancur keraton.

Ia bahkan memerintahkan kepala kejaksaan setempat untuk mengamankan bangunan peninggalan kesultanan Kutai itu. Tidak hanya itu, ia juga mengirimkan polisi untuk mencegah pembakaran keraton.

Pada tahun 1966, terdapat sekelompok masyarakat yang memintanya mundur dari Gubernur Kalimantan Timur. Mereka menuduh Abdoel Moeis Hassan sebagai pengurus partai Nasional Indonesia yang mendukung adanya Partai Komunis Indonesia.

Di mana saat itu tengah terjadi pembantaian yang sadis atau bisa dikenal dengan G30 SPKI. Tentu saja tuduhan itu tidak terbukti dan Abdoel Moeis Hassan kembali diminta menjadi Gubernur pada tahun 1967.

Sayangnya, ajakan tersebut ditolaknya, karena ia memilih berhenti menjadi Gubernur pada sidang Istimewa DPRD Kalimantan Timur yang diadakan pada tanggal 14 September 1966.

Ia menyerahkan jabatan tersebut kepada Mendagri. Setelah pengunduran dirinya, Mendagri kembali menawarkan tugas kepada Abdoel Moeis Hassan sebagai Pegawai Departemen Dalam Negeri di Ibu Kota Negara.

Abdoel Moeis Hassan merupakan salah satu tokoh yang memberikan banyak kontribusi. Ia kerap menduduki beberapa jabatan penting. Mulai dari menjadi pengurus partai politik hingga Gubernur Kalimantan Timur.

Hal itu tentunya tak lepas dari track record seorang Abdoel Moeis Hassan yang bagus. Bahkan saat masa pemerintahan Soeharto, Abdoel Moeis Hassan diangkat menjadi anggota MPR. Keanggotaannya di MPR menjadi bukti nyata dan seolah menegaskan bahwa dirinya tidak pernah mendukung PKI.

Sultan Aji Muhammad Idris

Sultan Aji Muhammad Idris Pahlawan Nasional dari Kalimantan Timur

Sultan Aji Muhammad Idris merupakan Sultan ke-14 dari Kesultanan Kutai Kartanegara ing Martadipura. Ia menjabat di kesultanan sejak tahun 1735 hingga tahun 1778. Sultan Aji Muhammad Idris merupakan cucu menantu dari Sultan Wajo La Madukelleng.

Berdasarkan riwayat perjalanan Kesultanan Kutai Kartanegara, Sultan Aji Muhammad Idris merupakan sultan pertama yang menyandang nama dengan nuansa Islam.

Di Wajo, ia ikut bertempur dengan rakyat Bugis untuk melawan Veerenigde Oostindische Compagnie (VOC), kongsi dagang atau Perusahaan Hindia Timur Belanda. Dengan gagahnya, Sultan Aji Muhammad Idris terlibat dalam perlawanan VOC.

Naasnya, karena pertempuran itu, Sultan Aji Muhammad Idris gugur di medan perang. Gugurnya Sultan Aji Muhammad Idris di Medan perang membuat pemerintahan kesultanan di Kutai Kartanegara menjadi kosong. Untuk mengisi roda pemerintahan, akan dkelola sementara oleh Dewan Perwalian.

Sultan Aji Muhammad yang tewas karena pertempuran melawan VOC dan merupakan Sultan dari Kesultanan Kartanegara.

The post 2 Sosok Pahlawan Nasional dari Kalimantan Timur appeared first on HaloEdukasi.com.

]]>
3 Pahlawan Nasional dari Kepulauan Riau https://haloedukasi.com/pahlawan-nasional-dari-kepulauan-riau Fri, 01 Jul 2022 09:26:07 +0000 https://haloedukasi.com/?p=36121 Kepulauan Riau merupakan salah satu daerah di Indonesia yang dekat dengan Malaysia. Hal inilah yang kemudian membuat sejarah di wilayah ini masih berkaitan erat dengan negara Malaysia. Pada zaman dahulu, beberapa kesultanan menganggap wilayah Riau dan Johor Malaysia merupakan satu kesatuan. Kedua wilayah tersebut disatukan di dalam wilayah kesultanan. Saat Belanda melakukan penjajahan pun kedua […]

The post 3 Pahlawan Nasional dari Kepulauan Riau appeared first on HaloEdukasi.com.

]]>
Kepulauan Riau merupakan salah satu daerah di Indonesia yang dekat dengan Malaysia. Hal inilah yang kemudian membuat sejarah di wilayah ini masih berkaitan erat dengan negara Malaysia. Pada zaman dahulu, beberapa kesultanan menganggap wilayah Riau dan Johor Malaysia merupakan satu kesatuan.

Kedua wilayah tersebut disatukan di dalam wilayah kesultanan. Saat Belanda melakukan penjajahan pun kedua wilayah ini bersatu untuk melawannya. Untuk melawan tentara Belanda, banyak melahirkan tokoh-tokoh heroik.

Tokoh-tokoh tersebut sebagian besar merupakan Sultan yang menjabat di kesultanan Riau. Adapun tokoh pahlawan dari kepulauan Riau adalah sebagai berikut.

1. Sultan Mahmud Riayat Syah

Nama Sultan Mahmud Riayat Syah sudah pasti tidak asing lagi. Sultan Mahmud Riayat Syah atau Sultan Mahmud Syah II merupakan salah satu pahlawan nasional asal Kepulauan Riau. Ia dilahirkan dan dibesarkan di lingkungan Kesultanan Riau Linggau pada tahun 1760. Saat berusia 14 tahun, ia dilantik menjadi seorang Sultan.

Ia diangkat menjadi Sultan menggantikan kakaknya yang bernama Ahmad Riayat Syah. Sejak kecil, ia sudah ditinggalkan oleh ayahnya karena ayahnya meninggal dunia sejak ia berumur 2 tahun. Pelantikan Sultan Mahmud Riayat Syah digambarkan dalam Tuhfat al-Nafis dengan suasana yang begitu meriah.

Ia digendong menuju kursi kebesarannya oleh seorang Bugis yang bernama To Kubu. Pada saat pelatikan, Pihak Bugis dan Melayu sepakat mengakui Sultan Mahmud Riayat Syah sebagai raja Johor-Riau-Lingga yang harus disegani.

Pada awal pemerintahannya, jabatan Yang Dipertuan Muda dipegang oleh kepala suku Bugis yakni Daeng Kemboja. Kemudian, jabatan tersebut digantikan oleh Raja Haji Fisabilillah pada tahun 1777.

Meskipun, tak mendapatkan pengajaran dari ayahnya, Sultan Mahmud Riayat Syah, mendapatkan bimbingan dari paman-pamannya seperti Daeng Kamboja dan Raja Haji. Bahkan sejak kecil, ia sudah ikut berperang melawan Belanda yang saat itu ingin menguasai Riau Lingga.

Pada bulan Agustus 1784, Tentara Belanda mulai melakukan penyerangan pada Pusat pemerintahan Johor yang ada di Hulu Riau.
Keinginan Belanda untuk menguasai Riau akhirnya pecah juga dengan adanya perang pada tanggal 6 Januari 1784. Sultan Mahmud Riayat Syah beserta pasukannya berhasil mengalahkan Belanda.

Pertempuran ini kemudian dikenal dengan perang Riau I. Sebab, masih ada perang Riau berikutnya. Perang Riau II meletus pada tahun 1787. Namun, pada perang yang kedua ini Sultan Mahmud Riayat Syah memutuskan untuk bergabung bersama para pejuang dari daerah lain.

Secara rahasia, ia meminta bantuan kepada Raja Tempasuk di Kalimantan. Bantuan tersebut diminta guna untuk memperkuat pasukan laut. Bantuan tersebut berupa 90 kapal perang dengan kekuatan prajurit yang mencapai 7000 orang.

Kemudian, bantuan tersebut digunakan untuk menghadapi perang Riau II. Perang Riau II dipimpin secara langsung oleh Sultan Mahmud Riwayat Syah sendiri. Dengan berkat bantuan dan dibawah kepemimpinan Sultan Mahmud Riayat Syah, perang Riau II berhasil dimenangkan dan memukul mundur Belanda.

Kegigihan Sultan Mahmud Riayat Syah dalam melawan Belanda sudah tidak diragukan lagi. Hal ini terbukti dalam dua pertempuran yang terjadi di Riau. Akibat kegigihan Sultan Mahmud Riayat Syah, Riau berhasil memenangkan pertempuran.

Sebagai akibat atas kemenangan Riau, Gubernur Jenderal VOC Belanda yang ada di Batavia terpaksa mengakui kedaulatan Kesultanan Riau Linggau Johor Pahang yang berada di bawah kepemimpinan Sultan Mahmud Riayat Syah.

Tidak hanya Belanda, Inggris yang sedang menduduki Malaka pun turut mengakui kedaulatan Kesultanan Riau. Pada tanggal 9 September 1795, pasukan Belanda ditarik dari Riau. Tidak hanya itu, Benteng Belanda pun yang ada di Riau dihancurkan.

Meskipun, Belanda telah mengakui kedaulatan Riau, namun perjuangan Sultan Mahmud Riayat Syah tidak berhenti sampai di situ. Sultan Mahmud Riayat Syah turut membantu daerah lain untuk mengusir penjajah.

Ia bahkan mengirimkan sebuah kapal perang lengkap dengan prajurit serta persenjataannya. Kapal perang tersebut kemudian dikirim ke Sumatera Timur, Sumatera Selatan hingga Bangka Belitung. Sultan Mahmud Riayat Syah meninggal dunia pada tanggal 12 Januari 1812.

Ia dimakamkan di Daik Lingga, Riau. Atas semua jasanya, ia mendapatkan gelar pahlawan nasional pada tanggal 9 November 2017. Gelar tersebut diberikan juga kepada 3 pejuang nasional lainnya.

2. Raja Haji Fisabilillah

Raji Haji Fisabilillah merupakan salah satu pahlawan nasional yang ditetapkan pada tanggal 11 Agustus 1997. Raja Haji Fisabilillah lahir pada tahun 1725 di Kota Lama, Ulusungai, Riau. Raja Haji Fisabilillah terlahir dari keluarga terpandang. Ia adalah adik dari Sultan Selangor yang pertama yakni Sultan Salehuddin.

Pamannya merupakan Sultan Selangor Kedua yang bernama Sultan Ibrahim. Raja Haji Fisabilillah merupakan raja yang dipertuan Muda Riau-Lingga-Johor-Pahang IV. Ia terkenal gigih dalam melawan pemerintah Belanda. Tidak hanya itu, ia juga berhasil membangun sebuah pulau bernama Pulau Biram Dewa yang berada di Sungai Riau Lama.

Raja Haji Fisabilillah tidak pernah gentar dengan perlawanan yang dilakukan oleh Belanda. Oleh sebab itu, Raja Haji Fisabilillah diberikan julukan Pangeran Sutawijaya Panembahan Senopati di Jambi. Namun, ia harus gugur saat sedang melakukan penyerangan pada pangkalan maritim Belanda yang ada di Teluk Ketapang Malaka.

Penyerangan tersebut terjadi pada tahun 1784. Jenazah Raja Haji Fisabilillah kemudian dipindahkan semula dari makam di Melaka Malaysia ke Pulau Penyengat Kota Tanjungpinang, Provinsi Kepulauan Riau. Pemindahan makam tersebut dilakukan oleh Raja Ja’far yang merupakan putra mahkota saat beliau menjadi yang dipertuan Muda.

Atas semua jasanya, Raja Haji Fisabilillah mendapatkan gelar pahlawan nasional berdasarkan Keputusan Presiden RI No 072/TK/1997. Namanya juga diabadikan sebagai nama bandar udara internasional Raja Haji Fisabilillah. Tidak hanya itu, namanya juga diabadikan menjadi nama masjid yang ada di Selangor, Malaysia yakni ada di Kota Cyberjaya Masjid Raja Haji Fisabilillah.

3. Raja Ali Haji

Raja Ali Haji merupakan ulama, sejarawan dan pujangga yang merupakan keturunan dari Bugis dan Melayu. Pada tahun 1840, ia mulai aktif menjadi seorang pengarang dan cendikiawan. Banyak karya yang telah dilahirkannya. Raja Ali Haji menjadi pelopor perjamuan monolingual Melayu. Hampir semua karyanya mengungkapkan kecintaannya pada kehidupan serta tanah air

Raja Ali Haji kerap disebut sebagai Bapak Bahasa Melayu-Bahasa Indonesia. Hal ini dikarenakan ia berperan besar dalam meletakkan dasar terbentuknya bahasa Indonesia.

Itulah tokoh pahlawan nasional yang berasal dari Kepualaun Riau. Pahlawan nasional dari kepualaun riau merupakan Sultan dari Kesultanan Riau pada saat itu. Mereka adalah Sultan Mahmud Riayat Syah dan Raja Haji Fisabilillah.

Keduanya masih memiliki hubungan saudara. raja Haji Fisabilillah merupakan paman dari Sultan Mahmud Riayat Syah. Sedangkan Sultan Mahmud Riayat Syah sudah diangkat menjadi Sultan sejak masih belia yakni berusia 14 tahun.

Sejak kecil ia sudah ditinggalkan oleh sang ayah. Namun, bukan berarti itu membuat dirinya kehilangan pengajaran. Ia tetap mendapatkan pengajaran dan kasih dari paman-pamannya. Salah satunya yakni Raja Haji Fisabilillah.

Sultan Mahmud Riayat Syah dan Raji Haji Fisabillah merupakan sosok pahlawan yang tidak takut dengan Belanda. Bentuk perjuangan keduanya memiliki kesamaan yakni melakukan gerilya kepada Belanda. Kegigihan keduanya membuat keduanya ditakuti oleh Belanda.

Keduanya begitu gigih melakukan perlawanan dan berusaha memukul mundur Belanda dari tanah Riau. Kiranya, sifat mereka inilah yang patut kita contoh sebagai generasi muda. Sudah seharusnya kita menjaga negara ini dengan penuh tanggung jawab dan tak pernah takut dengan apapun.

The post 3 Pahlawan Nasional dari Kepulauan Riau appeared first on HaloEdukasi.com.

]]>