peninggalan hindu - HaloEdukasi.com https://haloedukasi.com/sub/peninggalan-hindu Tue, 02 Mar 2021 03:39:04 +0000 id-ID hourly 1 https://wordpress.org/?v=6.6.2 https://haloedukasi.com/wp-content/uploads/2019/11/halo-edukasi.ico peninggalan hindu - HaloEdukasi.com https://haloedukasi.com/sub/peninggalan-hindu 32 32 Sejarah Candi Prambanan: Asal Usul dan Fungsinya https://haloedukasi.com/sejarah-candi-prambanan Thu, 05 Mar 2020 07:54:14 +0000 https://haloedukasi.com/?p=4354 Di Indonesia tak hanya pantai, gunung atau taman bermain saja yang menjadi tujuan wisata. Tempat-tempat ibadah pun menjadi tujuan wisata seperti contohnya Candi Prambanan. Candi Prambanan merupakan salah satu candi Hindu terbesar di Indonesia yang masih ramai dikunjungi hingga saat ini. Etimologi Candi Prambanan Candi Prambanan terletak di kecamatan Prambanan, Sleman, Yogyakarta. Dari nama kecamatan […]

The post Sejarah Candi Prambanan: Asal Usul dan Fungsinya appeared first on HaloEdukasi.com.

]]>
Candi Prambanan

Di Indonesia tak hanya pantai, gunung atau taman bermain saja yang menjadi tujuan wisata.

Tempat-tempat ibadah pun menjadi tujuan wisata seperti contohnya Candi Prambanan.

Candi Prambanan merupakan salah satu candi Hindu terbesar di Indonesia yang masih ramai dikunjungi hingga saat ini.

Etimologi Candi Prambanan

Candi Prambanan terletak di kecamatan Prambanan, Sleman, Yogyakarta.

Dari nama kecamatan inilah kemungkinan nama Candi Prambanan diambil.

Karena asalnya yang memang sebuah candi beraliran agama hindu, banyak orang berpendapat bahwa nama Prambanan masih berkaitan dengan dewa-dewa dalam mitologi Hindu.

Diambil dari kata “Para Brahman”, yang kemungkinan diubah ke dialek Jawa menjadi Prambanan, kata “Brahman” ini sarat makna.

Brahman dalam teologi Hindu merupakan sesuatu yang amat tinggi dan agung serta abadi.

Biasanya disangkut pautkan dengan kata Brahma, yang hampir sama dengan sang Pencipta dalam agama Hindu.

Ada teori lain mengatakan bahwa kemungkinan kata Prambanan memiliki dasar kata berupa “mban” atau “mengemban”.

Hal ini merujuk pada dewa-dewa dalam agama Hindu yang memang mengemban tugas untuk menyetabilkan alam semesta.

Namun ada juga teori lain yang mengatakan bahwa kata Prambanan kemungkinan diambil dari bahasa Kamboja.

Teori ini dipertegas dari arti kata Pram yang berarti 5 dan banam yang berarti gunung.

Serta adanya pengaruh raja Kamboja di Jawa ketika masa-masa kerajaan hindu budha dahulu.

Asal Usul berdirinya Candi Prambanan

Candi Prambanan atau disebut juga Candi Roro Jonggrang bukanlah candi yang dibuat sehari semalam seperti legenda yng sering kita dengarkan.

Candi ini memang sebenarnya dibuat oleh banyak orang ketika masa kepemimpinan Rakai Pikatan.

Rakai Pikatan merupakan raja ke-6 Kerajaan Mataram Kuno yang memimpin pada tahun 840 hingga 856 Masehi.

Hal ini tertulis pada Prasasti Siwagrha tahun 856 Masehi dimana ketika itu dibangunlah candi utama yang disebut Candi Siwa.

Candi Siwa ini berada di dalam kompleks bangunan Candi Prambanan.

Yang mana candi-candi kecil di sekitar candi utama diteruskan oleh raja-raja setelah masa kepemimpinan Rakai Pikatan.

Candi Prambanan dibangun untuk menandai berdirinya dinasti Sanjaya sebagai penganut aliran Hindu.

Ketika itu pada masa kerajaan Mataram Kuno, ada 2 dinasti yang berdiri yakni Sanjaya dan Syailendra yang beraliran Budha.

Karena persaingan antara Sanjaya dan Syailendra, dibangunlah Candi Prambanan.

Candi ini sebagai tandingan Candi Borobudur yang termasuk dalam candi Budha terbesar di Indonesia.

Candi Prambanan ini akhirnya menjadi salah satu peninggalan kerajaan Mataram Kuno yang dibangun sejak 850 Masehi dengan gaya Hindu.

Fungsi Candi Prambanan

Candi Prambanan pada masa pemerintahan Rakai Pikatan memang sengaja dibangun untuk menandingi kemegahan Candi borobudur.

Namun di sisi lain, candi ini dibangun sebagai tempat peribadatan bagi masyarakat Mataram Kuno yang beragama Hindu.

Karena itulah ada beberapa patung dewa dan dewi di dalamnya seperti Wisnu, Brahma, Durga, Surya, dll.

Meski pada dasarnya candi utama ini dibuat sebagai pemujaan masyarakat Hindu yang beraliran Dewa Siwa.

Di masa sekarang, candi tersebut sudah tidak lagi dijadikan sebagai tempat ibadah, melainkan sebagai tujuan wisata keagamaan baik lokal maupun asing.

Tak hanya itu, beberapa upacara adat agama Hindu juga diadakan di Candi Prambanan seperti Upacara Melasti, Upacara Tawur Agung, dll.

Sehingga saat ini meski fungsi Candi Prambanan bukanlah sebagai tempat ibadah, namun masih tetap berguna sebagai tempat wisata dan tempat diadakannya upacara adat agama Hindu.

Bangunan Yang Ada di Candi Prambanan

Berikut adalah beberapa candi yang ada di kompleks Prambanan:

1. Candi Trimurti

Candi Trimurti merupakan bangunan di dalam kompleks Candi Prambanan yang terdiri dari 3 dewa utama Hindu diantaranya:

  • Candi Brahma

Candi Brahma merupakan candi yang berada di selatan Candi Siwa.

Di dalam bangunan ini terdapat relief yang berisi penggalan cerita Ramayana ketika Rama berperang melawan Rahwana.

  • Candi Wisnu

Candi Wisnu merupakan candi yang berada di utara Candi Siwa.

Candi ini memiliki 1 ruangan menghadap timur dengan Arca Wisnu di dalamnya.

  • Candi Siwa

Candi Siwa merupakan candi pertama dan utama yang dibangun oleh Rakai Pikatan untuk mengawali berdirinya Candi Prambanan.

Tinggi candi ini mencapai 47 meter dan memiliki 4 ruangan dengan 1 ruangan sebagai ruang Dewa Siwa.

2. Candi Wahana

Candi Wahana juga terdiri dari 3 bagian candi diantaranya:

  • Candi Nandi

Candi Nandi adalah candi yang di dalamnya terdapat sebuah Arca Nandi.

Nandi adalah seekor lembu suci yang biasanya ditunggangi oleh Dewa Siwa.

Di dalam candi ini pula adalah sebuah tangga yang menghubungkan langsung ke Candi Siwa.

Selain Arca Nandi, ada pula Arca Surya yakni dewa matahari dan Arca Candra yakni dewa bulan.

  • Candi Garuda

Candi Garuda terletak di utara Candi Nandi yang mana berhadapan dengan Candi Wisnu.

Di dalam candi ini terdapat Arca Siwa yang berukuran lebih kecil.

  • Candi Angsa

Candi Angsa terletak di selatan Candi Nandi yang mana berhadapan dengan Candi Brahma.

Sayangnya di dalam bangunan ini tidak terdapat Arca atau bahkan relief ukiran dinding.

3. Candi Apit

Candi Apit adalah candi yang berjumlah 2 buah dan berada di tengah-tengah Candi Wisnu dan Candi Garuda.

Karena letaknya yang terapit inilah, candi ini diberi nama Candi Apit.

Bentunya sama seperti Candi Trimurti namun ukurannya lebih kecil yaitu 6x1x16 meter.

4. Candi Kelir

Candi Kelir merupakan 4 candi yang terletak di bagian depan setiap pintu penghubung halaman Prambanan.

Panjang candi ini 1,55 meter dengan lebar 1,55 meter dan tinggi 4,1 meter.

5. Candi Patok

Candi Patok merupakan candi-candi yang berjumlah 4 buah dan letaknya berada di tiap sudut halaman.

Ukurannya sama seperti Candi Kelir dan disebut juga sebagai Candi Sudut karena letaknya yang berada di setiap sudut Prambanan.

6. Candi Perwara

Candi Perwara adalah candi-candi kecil berukuran 6x6x14 meter yang ada di Prambanan dengan jumlahnya mencapai 224 candi.

Candi Perwara tersusun dalam 4 barisan yakni barisan pertama berjumlah 44 candi, barisan kedua berjumlah 52 candi, barisan ketiga berjumlah 60 candi dan barisan keempat berjumlah 68 candi.

Runtuhnya Candi Prambanan

Runtuhnya Candi Prambanan ditengarai karena adanya bencana alam gunung Merapi yang meletus dengan sangat dahsyat di tahun 1006 Masehi.

Ketika itu, Mataram Kuno di bawah penguasaan Mpu Sindok.

Adanya bencana letusan gunung Merapi ini, menyebabkan kerajaan Mataram pindah ke wilayah Jawa Timur.

Tentu saja hal ini meninggalkan berbagai bangunan terutama Candi Prambanan yang harus hancur terkena letusan Gunung Merapi.

Terlantarnya Candi Prambanan semakin membuatnya tak terurus dan puncaknya adalah ketika adanya gempa dahsyat di abad ke -16.

Saat itu juga Candi Prambanan semakin tertutup oleh tanah dan puing bangunan serta semak-semak.

Candi megah yang berjumlah seribu itu akhirnya tersisa hanya ratusan saja.

Penemuan Kembali Candi Prambanan

Penemuan kembali Candi Prambanan ketika itu oleh warga yang berada di sekitar candi.

Mereka masih belum mengetahui asal mula adanya Candi Prambanan tersebut.

Sehingga muncullah legenda rakyat yang masih sering terdengar hingga saat ini.

Legenda rakyat itu terjadi karena ditemukannya patung Dewi Durga yang dianggap sebagai Roro Jonggrang.

Karena itulah nama lain dari Candi Prambanan adalah Candi Roro Jonggrang.

Di tahun 1733 ketika masa pemerintahan Hindia Belanda di Indonesia, ada seorang pegawai VOC yang bernama C.A. Lons.

Beliau menemukan Candi Prambanan tersebut tertutup oleh tanah dan semak-semak.

Namun meski sudah dilaporkan, tidak ada tindakan dari pemerintah Hindia belanda.

Hingga pada tahun 1864, ada seorang pria bernama N.W. Hoepermans akan menggunakan batu-batu di kompleks Prambanan untuk dijadikan pembangunan pabrik gula.

Beliau melaporkan hal ini dan barulah seorang arkeolog bernama J.W. Ijzerman melirik bebatuan ini untuk diteliti dan dilakukan pemugaran

Pemugaran Candi Prambanan

Setelah ditemukannya Candi Prambanan yang masih tertumpuk semak, tanah dan puing-puing akibat gempa bumi dahsyat, pemugaran baru dilakukan dengan cara sederhana.

Pemugaran dilakukan dengan cara membersihkan timbunan tanah dan semak serta menggali dan mengumpulkan bebatuan candi.

Batu-batuan ini dikumpulkan dan dikelompokkan tanpa adanya dokumentasi di sepanjang Sungai Opak.

Arca dan relief candi digunakan Belanda sebagai hiasan taman.

Sementara pribumi menjadikannya sebagai pondasi bangunan mereka.

Pemugaran secara sederhana ini berakhir di tahun 1918 karena pemugaran oleh Oudheidkundig Dienst sudah mulai melakukan cara metodologi.

Pemugaran yang dilakukan berlanjut hingga 1953 karena ketika itu perang baru saja selesai.

Daerah tersebut bukan lagi Hindia Belanda melainkan Indonesia dengan presidennya saat itu adalah Soekarno.

Presiden Soekarno melanjutkan pemugaran kembali pada masing-masing candi yang berada di kompleks Prambanan.

Seperti contohnya tahun 1978 pemugaran Candi Brahma, tahun 1982 pemugaran Candi Wisnu hingga tahun 2004 pemugaran kembali Candi Siwa.

The post Sejarah Candi Prambanan: Asal Usul dan Fungsinya appeared first on HaloEdukasi.com.

]]>
Sejarah Kerajaan Bali: Raja dan Peninggalannya https://haloedukasi.com/sejarah-kerajaan-bali Tue, 03 Mar 2020 07:41:28 +0000 https://haloedukasi.com/?p=4294 Siapa yang tidak tahu Bali, sebuah pulau yang keindahannya sudah mendunia. Perlu kita ketahui Bali berabad-abad lalu adalah sebuah kerajaan Hindu tua selain kerajaan Majapahit. Latar Belakang Kerajaan Bali Kerajaan Bali terletak di pulau Bali, wilayahnya sampai di kepulauan Sunda Kecil, yang sekarang termasuk provinsi Nusa Tenggara Timur. Raja pertama Kerajaan Bali bernama Kesari warmadewa […]

The post Sejarah Kerajaan Bali: Raja dan Peninggalannya appeared first on HaloEdukasi.com.

]]>
Siapa yang tidak tahu Bali, sebuah pulau yang keindahannya sudah mendunia.

Perlu kita ketahui Bali berabad-abad lalu adalah sebuah kerajaan Hindu tua selain kerajaan Majapahit.

Latar Belakang Kerajaan Bali

Kerajaan Bali terletak di pulau Bali, wilayahnya sampai di kepulauan Sunda Kecil, yang sekarang termasuk provinsi Nusa Tenggara Timur.

Raja pertama Kerajaan Bali bernama Kesari warmadewa atau Sri Kesari Warmadewa yang juga pendiri dinasti Warmadewa.

Kerajaan ini sudah berdiri sejak tahun 1300an. Ada tiga dinasti yang pernah berkuasa pada masa Kerajaan Bali.

Tiga dinasti kerajaan Bali yaitu Wangsa Warmadewa, Wangsa Jaya dan Wangsa Singasari.

Runtuhnya Kerajaan Majapahit pada akhir abad ke 14 menjadi keuntungan bagi Kerajaan Bedahulu untuk memulai kembali kekuasaannya.

Akan tetapi Kerajaan Gelgel yang juga merupakan wilayah Bali, terlebih dahulu mengambil alih Kerajaan Majapahit.

Setelah Kerajaan Gelgel hancur, wilayah kekuasaan Majapahit dikuasai oleh Kerajaan Klungkung.

Banyak masalah yang terjadi di Kerajaan Klungkung sehingga banyak wilayah yang melepaskan diri.

Kemudian ada 8 kerajaan kecil yang terbentuk. Kerajaan-kerajaan ini dinamakan wilayah Swapraja. Salah satunya adalah Kerajaan Bali.

Raja-raja yang Pernah Menjabat di Kerajaan Bali

  • Sri Kesari Warmadewa (914 M)

Raja pertama kerajaan Bali. Hal ini tertulis di dalam prasasti Blanjong, salah satu peninggalan Kerajaan Bali.

  • Sri Ugrasena (915-942)

Di tangan Ratu Sri Ugrasena, banyak perubahan yang dilakukan untuk rakyat Bali.

Antara lain pembangunan tempat-tempat suci untuk ibadah rakyat Hindu Bali dan pembebasan pemungutan pajak untuk beberapa daerah Bali.

  • Tabanendra Warmadewa (955-967 M)

Raja ke tiga ini adalah keturunan raja pertama Bali. Gelarnya adalah Sang Ratu Aji Tabanendra Warmadewa.

Pada masa pemerintahannya dia memberikan izin kepada rakyat untuk membuat Air Madaru, yaitu tempat pemakaman raja.

  • Jayasingha Warmadewa (960-975 M)

Raja ke 4 adalah Putra Tabanendra Warmadewa raja sebelumnya.

Pada masa pemerintahannya Raja Jayasingha Warmadewa membangun tempat pemandian suci Tirta Empul di Tampaksiring.

Pemandian ini mengambil sumber air yang ada di Desa Manukraya.

  • Jayashadu Warmadewa (975-983 M)

Jayashadu Warmadewa meneruskan tahta ayahnya, raja Bali yang ke 4.

Pada masa pemerintahannya ia banyak memerintahkan rakyatnya untuk merawat dan memperbaiki Pura-pura dan tempat pertapaan.

Armada militer juga turut diperkuat dengan persenjataan yang lengkap.

  • Sri Wijaya Mahadewi

Raja Bali ke 6 adalah seorang ratu yang bernama Ratu Sri Wijaya Mahadewi yang bergelar Sri Maharaja Sri Wijaya Mahadewi.

Ia adalah putri Mpu Sendok dari Jawa Timur dari Kerajaan Sriwijaya.

  • Dharma Udayana Warmadewa (1001- 1011 M)

Berpermaisurikan putri dari Jawa Timur, sehingga pengaruh budaya Jawa semakin kental di Bali.

Salah satunya adalah penggunaan huruf jawa yang terdapat pada peninggalan-peninggalan kerajaan Bali.

Masa pemerintahan Raja ke 7 ini adalah puncak kejayaan kerajaan Bali.

  • Marakata (1011-1022 M)

Raja Marakata adalah anak ke dua Raja Udayana. Bergelar Dharmawangsawardhana Marakata Pangkajasthana Unttunggadewa.

Raja Marakata adalah adik dari Raja Airlangga yang memimpin Kerajaan Kahuripan di Jawa Timur.

Raja Marakata disukai oleh rakyat Bali karena dapat memlihara rakyatnya dengan baik dan bijaksana.

  • Anak Wungsu (1049-1077 M)

Setelah Marakata lengser, pemerintahan Kerajaan Bali digantikan oleh Anak Wungsu saudara dari Raja Marakata.

Pada masa pemerintahannya banyak dituliskan prasasti-prasasti.

Sejumlah 28 prasasti tersebar ke seluruh bali. Raja Anak Wungsu tidak memiliki keturunan sebagai putra mahkota.

  • Jaya Sakti (1133-1150 M)

Pada masa pemerintahan Raja Jaya Sakti dibuatlah sebuah undang-undang.

Undang-undang tersebut digunakan untuk mengatur pemerintahan di Kerajaan Bali.

Nama undang-undang tersebut adalah Kitab Utara Widdhi Belawan dan Rajawacana.

  • Bedahulu (1343 M)

Raja ke 10 ini bergelar Sri Astasura Ratna Bhumi Banten Bedahulu. Dibantu oleh dua patih dalam menjalankan pemerintahannya.

Patih Raja Bedahulu bernama Patih Pasunggrigis dan Patih Kebo Iwa. Sistem pemerintahan ini adalah warisan dari raja sebelumnya.

Masa Kejayaan Kerajaan Bali

Masa kejayaan Kerajaan Bali ada pada masa pemerintahan raja Bali ke 7 yaitu Raja Dharma Udayana Warmadewa.

Pada tahun 1001-101, saat masa pemerintahannya hasil pertanian yang melimpah mendukung kegiatan Ekonomi kerajaan.

Selain itu sistem pemerintahan dan pasukan militer sebagai pertahanan kerajaan menjadi semakin kuat.

Raja Dharma Udayana memiliki permaisuri seorang putri Raja yang berasal dari kerajaan di Jawa Timur.

Dengan demikian kerajaan Bali mendapat dukungan dari Jawa dan menjadikan hubungan Bali Jawa semakin baik.

Runtuhnya Kerajaan Bali

Majapahit berambisi untuk memperluas wilayahnya termasuk wilayah kerajaan Bali.

Berawal dari taktik politik patih Gajah Mada dari Majapahit, Kebo iwa patih kerajaan Bedahulu datang ke Majapahit.

Kebo Iwa adalah seorang patih kerajaan Bali yang konon memiliki kesaktian.

Sesampainya di Majapahit, Kebo Iwa diminta membuat sumur kemudian ditimbun dengan tanah dan Batu untuk dibunuh.

Tetapi menurut cerita Kebo Iwa tidak dapat dibunuh karena kesaktiannya, tetapi ia menyerahkan diri untuk dibunuh.

Kematian Kebo Iwa menutup masa pemerintahan Kerajaan Bali. Raja Bedahulu, raja ke 10 adalah raja terakhir yang memimpin kerajaan Bali.

Peninggalan Kerajaan Bali

  • Prasasti Panglapuan

Prasasti ini berisi tentang badan Penasihat Pusat yang dibentuk oleh raja Udayana dalam membantu proses pemerintahannya.

Para anggota badan penasihat ini adalah para pendeta Buddha dan Hindu.

  • Prasasti Gunung Panulisan

Ditemukan di dalam pura panulisan, pura ini dikenal sebagai tempat pemujaan roh leluhur.

  • Prasasti Blanjong

Diemukan di dekat banjar Blanjong, desa Sanur Kauh, di daerah Sanur, Denpasar, Bali.

Prasasti ini berisi sejarah tertua tentang Bali. Dibuat pada masa raja Bali yang bernama Sri Kesari Warmadewa.

  • Prasasti-prasasti peninggalan Anak Wungsu

Ada 31 prasasti yang ditemukan yang ditulis pada masa Anak Wungsu

  • Candi Padas di Gunung Kawi

Terdapat di Tampak Siring, Gianyar. Candi ini memiliki 315 anak tangga. Di dalam kompleks candi ini terdapat pemandian.

  • Candi Mengening

Candi ini juga terdapat di Gianyar, berada di tepi sungai Pakerisan

  • Candi Wasan

Terletak di saerah Sukawati terdapat arca yang umurnya sudah sangat tua di dalam candi.

  • Pura Agung Besakih

Pura ini adalah pura yang paling terkenal, terletak di Karangasem.

Pura ini adalah situs bersejarah yang dilindungi. Dan sampai saat ini menjadi tempat wisata yang ramai.

The post Sejarah Kerajaan Bali: Raja dan Peninggalannya appeared first on HaloEdukasi.com.

]]>
Sejarah Kesultanan Malaka: Raja dan Peninggalannya https://haloedukasi.com/sejarah-kesultanan-malaka Fri, 28 Feb 2020 09:37:29 +0000 https://haloedukasi.com/?p=4162 Kesultanan Malaka atau kerajaan Malaka adalah salah satu kerajaan Islam yang cukup berpengaruh bagi perniagaan di selat Malaka pada abad ke 15. Berikut kita akan membahas tentang sejarah Kesultanan Malaka. Latar Belakang Kesultanan Malaka Pada abad ke 13 Kerajaan Sriwijaya hancur setelah ditaklukkan oleh kerajaan Majapahit. Seseorang bernama Parameswara, putra Sam Ragi melarikan diri ke […]

The post Sejarah Kesultanan Malaka: Raja dan Peninggalannya appeared first on HaloEdukasi.com.

]]>
Kesultanan Malaka atau kerajaan Malaka adalah salah satu kerajaan Islam yang cukup berpengaruh bagi perniagaan di selat Malaka pada abad ke 15.

Berikut kita akan membahas tentang sejarah Kesultanan Malaka.

Latar Belakang Kesultanan Malaka

Pada abad ke 13 Kerajaan Sriwijaya hancur setelah ditaklukkan oleh kerajaan Majapahit.

Seseorang bernama Parameswara, putra Sam Ragi melarikan diri ke Malaka.
Parameswara datang dari Sriwijaya bersama pengikutnya.

Kedatangan parameswara dan pengikutnya memberikan pengaruh kuat di Malaka.

Masyarakat asli yaitu suku Laut yang mata pencahariannya sebagai nelayan mendapat ilmu baru yaitu bercocok tanam.

Mereka menanam tanaman-tanaman baru yang belum pernah mereka kenal.

Antara lain tanaman pisang, tebu dan rempah-rempah.

Parameswara dan pengikutnya meningkatkan kualitas hidup sosial dan ekonomi masyarakat suku Laut.

Pada masa ini biji timah juga ditemukan di daratan malaka dan dijadikannya sebagai komoditas perdagangan.

Malaka mulai ramai disinggahi kapal para pedagang dari arab dan Cina. Hubungan perdagangan pun ramai sampai di daratan Sumatra.

Raja-raja yang memerintah Kesultanan Malaka

Berikut ini adalah raja-raja yang pernah menduduki kesultanan Malaka, diantaranya:

1. Iskandar Syah (1396-1414 M)

Parameswara mengganti namanya menjadi Iskandar Syah setelah ia memeluk agama Islam.

Ia memeluk agama Islam setelah banyak berinteraksi dan belajar dari pedagang-pedagang Islam yang singgah di Malaka.

Iskandar Syah menjalin hubungan dagang dan politik yang baik dengan Cina. Hal ini berdampak baik bagi keamanan Kerajaan Malaka.

2. Muhamad Iskandar Syah (1414-1424 M)

Muhamad Isakandar Syah menjadi raja menggantikan ayahnya yaitu Iskandar Syah.

Ia berhasil memperluas wilayah kekuasaan sampai seluruh semenanjung Malaka.

Raja ke dua ini juga menikahi putri kerajaan Samudra Pasai yang pada saat itu adalah kerajaan Islam terbesar.

Pernikahan politik ini bertujuan untuk menguasai jalur pelayaran dan perdagangan di selat Malaka.

3. Sultan Mudzafat Syah (1424-1458 M)

Mendapatkan kedudukan sebagai raja setelah menggulingkan kekuasaan Muhamad Iskandar Syah pada tahun 1424.

Sultan Mudzafat Syah adalah raja Malaka pertama yang memiliki gelar Sultan.

Pada masa pemerintahannya, Kesultanan Malaka memperluas wilayah kekuasaannya sampai ke Pahang, Indragiri dan Kampar.

4. Sultan Mansyur Syah (1458-1477 M)

Sultan Mansyur Syah menggantikan ayahnya yaitu Sultah Mudzafat Syah.

Pada masa pemerintahannya, kesultanan Malaka berada di puncak kejayaan.

Sultan Mansyur Syah berhasil menaklukan kerajaan Siam dan memperluas wilayahnya sampai ke semenanjung Malaka dan Sumatra tengah.

5. Sultan Alaudin Syah (1477-1488 M)

Sultan Alaudin Syah menggantikan kedudukan ayahnya yaitu Sultan Mansyur Syah untuk memerintah Kerajaan.

Tetapi pada masa pemerintahannya ia justru membawa kemunduran bagi kerajaan Malaka.

Karena ketidak cakapannya saat memerintah, satu persatu wilayah kekuasaan Kesultanan Malaka melepaskan diri.

6. Sultan Mahmud Syah (1488-1511 M)

Sultan Mahmud Syah adalah putra dari Sultan Alaudin Syah. Sultan Mahmud Syah dikenal juga sebagai Sultan Johor.

Masa pemerintahannya adalah masa tersuram bagi Kesultanan Malaka.

Wilayah kekuasaannya hanya tersisa sebagian kecil di Semenanjung Malaka. Pada tahun 1511 Kesultanan Malaka jatuh ke tangan Portugis.

Masa Kejayaan Kesultanan Malaka

Masa kejayaan kerajaan Malaka atau kesultanan Malaka berawal sejak Parameswara menjalin hubungan baik dengan Cina dalam hal perdagangan, pelayaran dan politik.

China memberikan perlindungan kepada kerajaan Malaka untuk menghindari serangan kerajaan Siam.

Kerajaan Malaka juga ramai disinggahi para pedagang Islam yang tidak hanya berdagang tetapi juga menyebarkan ajaran Islam.

Prameswara turut belajar dan akhirnya memeluk agama Islam. Ia mengubah namanya menjadi Iskandar Syah setelah memeluk agama Islam.

Agama yang dianut oleh raja menjadi agama resmi kerajaan yang kemudian diikuti oleh seluruh rakyatnya.

Putra Iskandar Syah yaitu Muhamad Iskandar Syah yang juga menjadi raja ke dua menikahi putri kerajaan Samudra Pasai.

Samudra Pasai pada saat itu adalah kerajaan Islam terbesar yang memegang peranan penting di perniagaan.

Pernikahan politik ini membawa dampak besar bagi kerajaan Malaka sehingga bisa menguasai jalur pelayaran dan perdagangan di selat Malaka.

Malaka menjadi pintu masuk perdagangan ke negeri rempah-rempah sejak itu, pedagang-pedagang dari China dan Arab semakin banyak yang singgah.

Kesultanan Malaka semakin berkembang pada masa pemerintahan Sultan Mudzafat Syah pada tahun 1424.

Sultan Mudzafat Syah mendapatkan kedudukan raja setelah menggulingkan Muhamad Iskandar Syah.

Seorang Laksamana bernama Hang Tuah yang memiliki keahlian di bidang maritim ikut berperan pada masa pemerintahan Sultan Mudzafat Syah.

Wilayah kekuasaannya sampai ke Pahang, kerajaan-kerajaan kecil di Sumatera, Kampar hingga Siak dan Rokan.

Sultan Mansyur Syah meneruskan kepemimpinan ayahnya yaitu Sultan Mudzafat Syah.

Sultan Mansyur Syah yang memerintah pada tahun 1458-1477 M berhasil membawa Kesultanan Malaka di Puncak Kejayaan.

Selain berhasil menaklukkan kerajaan Siam, wilayah yang dikuasai juga semakin luas.

Kerajaan Malaka pada masa ini juga memiliki peranan penting untuk mengatur beberapa wilayah.

Wilayah-wilayah tersebut mencakup:

  • Semenanjung Tanah Melayu
  • Daerah kepulauan Riau
  • Pesisir Timur
  • Brunei
  • Sarawak
  • Tanjung Pura di Kalimantan Barat.

Pada puncak kejayaannya, kesultanan Malaka menjadi pusat niaga di Asia Tenggara sekaligus menjadi pusat penyebaran agama Islam.

Kesultanan Malaka memiliki paham politik yang mengedepankan hidup berdampingan dengan damai.

Termasuk hubungan diplomatik dan pernikahan dengan kerajaan-kerajaan lain menjadikan kesultanan Malaka semakin Berjaya.

Kerajaan Malaka juga memiliki tentara bayaran yang berasal dari jawa.
Dalam hal ekonomi, kesultanan Malaka mendapatkan pemasukan kas untuk kerajaan dari memungut pajak dan bea cukai barang yang masuk dan keluar.

Sebab Runtuhnya Kesultanan Malaka

Kesultanan Malaka mulai melemah saat dipimpin oleh Sultan Alaudin Syah (1477-1488 M) menggantikan ayahnya Sultan Mansyur Syah.

Beberapa wilayah kekuasaan dan kerajaan-kerajaan kecil memisahkan diri dari Malaka.

Di bawah Sultan Alaudin Syah, perdagangan dan pelayaran mulai tidak teratur karena kurang cakap mengatur perniagaan.

Putra Sultan Alaudin Syah yaitu Sultan Mahmud Syah menggantikan kepemimpinan pada tahun1488.

Wilayah kekuasaannya hanya tersisa sebagian kecil di semenanjung Malaya.

Malaka sudah tidak memiliki kekuatan dan bala bantuan sehingga menjadi sasaran empuk bagi Portugis saat itu.

Pada tahun 1511 Portugis berhasil menaklukkan Kesultanan Malaka, Sultan Mahmud Syah melarikan diri ke Bintan dan dikenal juga sebagai Sultan Johor.

Peninggalan Kesultanan Malaka

Kesultanan Malaka berdiri dan menjadi kerajaan Islam terbesar setelah Samudra Pasai.

Tak hanya menguasai perdagangan, tetapi Malaka menjadi pusat penyebaran agama Islam

Kebudayaan Islam Melayu sangat berpengaruh tak hanya di wilayah Malaka saja, tetapi hingga ke Sumatera.

Berikut adalah bukti peninggalan Kerajaan Malaka yang tersebar sampai ke wilayah Indonesia.

  • Masjid Baiturahman Aceh

Terletak di kota Banda Aceh saat ini, dibangun pada abad ke 16 sebagai simbol agama dan kebudayaan. Masjid ini berada dekat dengan kerajaan Aceh.

Bukti bahwa kebudayaan Melayu berpengaruh sampai ke Aceh.

  • Masjid Deli

Masjid Agung Deli tereltak di kota Medan, disebut juga Masjid Raya Al-Mahmun.

Merupakan sejarah kehebatan suku Melayu

  • Masjid Johor Baru

Masjid Johor Baru terletak di wilayah Malaysia dan saat ini menjadi warisan sejarah yang dilindungi oleh negara Malaysia.

Masjid ini didirikan oleh Sultan Johor, yang juga keturunan raja dari Kesultanan Malaka.

  • Benteng A’Farmosa

Benteng A’Farmosa yang dibangun oleh Portugis di kota Melaka, benteng ini adalah bukti penaklukan Portugis terhadap kesultanan Malaka

Benteng ini juga merupakan arsitektur Eropa tertua di Asia.

  • Karya Sastra

Kesultanan Malaka selain berjaya di perniagaan juga sebagai pusat penyebaran agama Islam Melayu

Cerita tentang Hikayat dan kepahlawanan Hang Tuah adalah bukti peninggalan kebudayaan Melayu pada jaman Kesultanan Malaka.

  • Mata Uang

Mata uang yang ditemukan di benteng A’Farmosa adalah bukti peninggalan kejayaan Kesultanan Malaka dalam bidang perdagangan.

The post Sejarah Kesultanan Malaka: Raja dan Peninggalannya appeared first on HaloEdukasi.com.

]]>
Sejarah Kerajaan Mataram Kuno: Raja dan Peninggalannya https://haloedukasi.com/sejarah-kerajaan-mataram-kuno Fri, 21 Feb 2020 02:53:39 +0000 https://haloedukasi.com/?p=4035 Sebelum lahirnya kerajaan Mataram Islam, dahulu kala, Mataram masih berbentuk kerajaan Hindu-Budha. Kerajaan ini bertempat di Jawa, sama seperti kerajaan Pajajaran, kerajaan Sriwijaya dan kerajaan Majapahit. Latar Belakang Kerajaan Mataram Kuno Pada tahun 752 M, berdirilah sebuah kerajaan Mataram kuno yang dipimpin Sanjaya dengan sebutan Wangsa Sanjaya. Wangsa ini beraliran agama Hindu Shiwa dan tertulis […]

The post Sejarah Kerajaan Mataram Kuno: Raja dan Peninggalannya appeared first on HaloEdukasi.com.

]]>
Sebelum lahirnya kerajaan Mataram Islam, dahulu kala, Mataram masih berbentuk kerajaan Hindu-Budha.

Kerajaan ini bertempat di Jawa, sama seperti kerajaan Pajajaran, kerajaan Sriwijaya dan kerajaan Majapahit.

Latar Belakang Kerajaan Mataram Kuno

Pada tahun 752 M, berdirilah sebuah kerajaan Mataram kuno yang dipimpin Sanjaya dengan sebutan Wangsa Sanjaya.

Wangsa ini beraliran agama Hindu Shiwa dan tertulis pada prasasti Canggal.

Karena itulah nama kerajaan ini sering disebut sebagai Mataram Hindu.

Sanjaya mendapatkan kerajaan ini dari saudara ibunya yang bernama Sanna atau Sena. Sanna wafat dan akhirnya kepemimpinan dilanjutkan oleh Sanjaya.

Selanjutnya di tahun 770 M, wangsa tersebut berubah menjadi Wangsa Syailendra dengan aliran agama Budha dan pemimpinnya adalah Rakai Panangkaran.

Kerajaan ini bertempat di aliran sungai Bogowonto, Elo, Progo dan Bengawan Solo, Jawa Tengah.

Tahun 929-947 M, kerajaan ini berpindah dari Jawa Tengah ke Jawa Timur dengan pemimpinnya Mpu Sindok dan berubah menjadi Wangsa Isana.

Ketika di Jawa Timur inilah, seringkali Mataram Kuno disebut dengan Kerajaan Medang Mataram.

Selama 293 tahun berdiri, sejak 752 M, di tahun 1045 M Mataram Kuno harus runtuh akibat penyerangan dari Sriwijaya.

Raja-raja Yang Pernah Menjabat di Kerajaan Mataram Kuno

1. Sanjaya (732-760 M)

Seringkali disebut dengan dinasti Sanjaya beraliran agama Hindu Shiwa.

Pada masa kepemimpinan Sanjaya, banyak sekali didirikan candi-candi Hindu di daerah Gunung Dieng.

Sanjaya memimpin Mataram Hindu dari tahun 732 hingga 760 Masehi.

Kepemimpinan tersebut ia peroleh dari saudara ibunya yang bernama Sanna.

2. Rakai Panangkaran (760-780 M)

Setelah Sanjaya wafat, kepemimpinan diteruskan oleh Rakai Panangkaran dari tahun 760 hingga 780 M.

Pada tahun ini, dinasti Sanjaya berubah aliran menjadi dinasti Syailendra.

Pada masa kepemimpinan Rakai Panangkaran, banyak didirikan candi-candi beraliran agama Budha.

3. Rakai Panunggalan (780-800 M)

Rakai Panunggalan merupaka pemimpin Mataram Kuno dari tahun 780 hingga 800 Masehi.

Namanya disebut dalam Prasasti Mantyasih yang dibuat pada tahun 907 Masehi.

4. Rakai Warak (800-828 M)

Dalam Prasasti Mantyasih juga disebutkan adanya raja setelah Rakai Panunggalan yaitu Rakai Warak.

Rakai Warak memimpin Mataram Kuno dari tahun 800 hingga 820 Masehi.

5. Rakai Garung (828-847 M)

Tertulis dalam Prasasti Wanua Tengah III, Rakai Garung memimpin Mataram Kuno sekitar bulan Januari 828 M hingga Agustus 847 M.

Beliau merupakan anak dari seorang bangsawan dan sempat mengeluarkan sebuah Prasasti Pengging di tahun 819 M.

6. Rakai Pikatan (847-856 M)

Rakai Pikatan disebut juga sebagai Mpu Manuku dan memimpin Mataram Kuno tahun 847 hingga 856 M.

Beliau mendirikan candi utama yang berada di Candi Prambanan.

Tahun 856 M, beliau turun takhta dan digantikan oleh anaknya.

7. Rakai Kayuwangi (856-882 M)

Rakai Kayuwangi disebut juga Dyah Lokapala. Beliau ada putra terakhir dari Rakai Pikatan.

Beliau memimpin kerajaan dari tahun 856 hingga 882 M.

8. Rakai Watuhumalang (882-899 M)

Rakai Watuhumalang memimpin kerajaan tahun 882 hingga 899 Masehi.

Diduga, Rakai Watuhumalang sebelumnya merupakan raja bawahan yang menggantikan Rakai Kayuwangi

Rakai Kayuwangi wafat akibat pembunuhan yang dilakukan oleh kakak Rakai Kayuwangi karena iri takhtanya diambil.

9. Rakai Watukura Dyah Balitung (898-915 M)

Dyah Balitung merupakan menantu dari Rakai Watuhumalang.

Ia memimpin Mataram Kuno tahun 898 hingga 915 M, namun dengan pusat kerajaan yang berpindah ke daerah Poh Pitu.

Ini karena pusat kerajaan Mataram sebelumnya telah rusak akibat perang saudara antara Rakai Kayuwangi dan kakaknya.

10. Mpu Daksa (915-919 M)

Mpu Daksa memimpin tahun 915-919 M. Beliau merebut takhta Dyah Balitung dengan melakukan pemberontakan dan bersekutu dengan kakak Rakai Kayuwangi.

Mpu Daksa masih memiliki hubungan ipar dengan Dyah Balitung.

Diceritakan bahwa beliau sakit hati karena Dyah Balitung naik takhta setelah perjuangannya melawan Rakai Gurunwangi, kakak Rakai Kayuwangi.

11. Rakai Layang Dyah Tulodong (919-928 M)

Tertulis pada Prasasti Lintakan yang dibuat tahun 919 M, menyebutkan bahwa Dyah Tuludong merupakan raja Mataram Kuno pada waktu itu.

Beliau memimpin kerajaan tahun 919 hingga 928 M.

12. Rakai Sumba Dyah Wawa (921-928 M)

Dyah Wawa disebutkan sebagai raja pada Prasasti Sangguran yang dibuat tahun 928 M.

Beliau awalnya merupakan Sang Pamgat Momahumah atau pegawai pengadilan.

Diduga beliau melakukan kudeta untuk merebut takhta dari Dyah Tuludong.

13. Mpu Sindok (929-947 M)

Mpu Sindok merupakan raja setelah Dyah Wawa yang memindahkan kerajaan ke Jawa Timur akibat letusan gunung Merapi yang dahsyat pada waktu itu.

Letusan ini dikaitkan dengan hukuman Tuhan karena perebutan takhta yang terus terjadi di kerajaan Mataram.

Mpu Sindok melanjutkan kepemimpinan dari tahun 929-947 M.

Beliau wafat pada tahun 947 dan dimakamkan di candi Isanabhawana.

14. Sri Lokapala (947 M)

Sri Lokapala merupakan menantu dari Mpu Sindok yang memimpin tahun 947 M.

Beliau dan istrinya Sri Isyana Tunggadewi memimpin kerajaan Mataram Kuno dan sempat meninggalkan Prasasti Gedangan yang dibuat tahun 950.

15. Makuthawangsawardhana (sebelum 990 M)

Tidak ada penjelasan mengenai Makuthawangsawardhana, yang hanya disebutkan bahwa beliau raja berikutnya sebelum 990 M.

Diceritakan pula bahwa beliau anak dari pasangan Sri Lokapala dan Sri Isyana Tunggadewi.

16. Dharmawangsa Teguh (991-1045 M)

Dharmawangsa Teguh memimpin Mataram pada tahun 991-1045M. Hal ini disebutkan dalam berita Tiongkok tahun 992 M.

Pada masa pemerintahannya, beliau dan pasukannya menyerang Sriwijaya dan berhasil menguasai Palembang tahun 992 M.

Pada Prasasti Pucangan diceritakan bahwa Dharmawangsa tewas karena adanya serangan pasukan Wurawari dari Lwaram dengan bantuan laskar Sriwijaya.

Karena hal ini, berakhirlah kepemimpinan di Kuno.

Masa Kejayaan Kerajaan Mataram Kuno

Kerajaan Mataram Kuno berjaya ketika masa kepemimpinan raja Sanjaya dan raja Rakai Panangkaran.

Banyak candi yang mereka bangun dan banyak pula prasasti yang mereka tinggalkan.

Mereka berdua juga ahli dalam berperang dan memperluas wilayah dengan menaklukan kerajaan-kerajaan kecil di sekitarnya.

Mataram Kuno semakin berjaya ketika dipindahkannya pusat kerajaan dari Jawa Tegah ke Jawa Timur oleh Mpu Sindok.

Hal ini bermula karena kerajaan porak poranda akibat gunung Merapi yang meletus kala itu.

Meski terjadi pemindahan, namun letaknya strategis berada di aliran Sungai Brantas sehingga dilewati oleh banyak pedagang.

Apalagi saat itu dibangunlah sebuah waduk Hujung Galuh yang membuat aktivitas perdagangan semakin tinggi.

Selain itu dalam bidang pertanian, tanah di Jawa Timur juga sangat subur dan dekat dengan jalur perdagangan rempah Maluku menuju Selat Malaka.

Sebab Runtuhnya Kerajaan Mataram Kuno

Semenjak terpilihnya Rakai Kayuwangi sebagai raja, sudah ada bibit kecemburuan dari kakaknya yang bernama Rakai Gurunwangi.

Hal inilah yang memicu terjadinya perang saudara.

Apalagi ketika Gurunwangi berhasil dikalahkan oleh Dyah Tuludong demi menyelamatkan kerajaan dan beliau diangkat menjadi raja ke -11.

Semakin besarlah perang perebutan kekuasaan terjadi, hingga menimbulkan bencana alam Gunung Merapi meletus yang membuat kerajaan hancur.

Kerajaan pada akhirnya dipindahkan ke Jawa Timur dan baik-baik saja.

Hingga pada akhirnya raja terakhir Mataram Kuno yakni Dharmawangsa Teguh harus tewas di tangan pasukan Wurawari dan laskar Sriwijaya.

Ini karena sakit hati Wurawari karena lamaran terhadap putri Dharmawangsa ditolak dan adanya ambisi menguasai pemerintahan Mataram Kuno.

Dengan tewasnya raja Dharmawangsa, berakhir pula lah masa kerajaan Mataram Kuno di tahun 1045 M.

Peninggalan Kerajaan Mataram Kuno

  • Candi Borobudur

Candi Borobudur terletak di Magelang dan sempat menjadi 7 dari keajaiban dunia.

Candi ini dibangun pada masa kerajaan Mataram Kuno pada tahun 800-an.

  • Prasasti Kalasan

Prasasti ini ditemukan di kecamatan Kalasan, Yogyakarta dan dibuat pada tahun 778 oleh Mataram Kuno.

Prasasti ini ditulis menggunakan bahasa Sansekerta dan huruf Pranagari.

  • Prasasti Ratu Boko

Prasasti ini ditemukan di Prambanan, Yogyakarta dan berisi mengenai kekalahan Balaputradewa yang berperang dengan saudaranya, Pramodawardhani.

Pramodawardhani merupakan istri dari Rakai Pikatan, raja Mataram Kuno ke 6.

  • Prasasti Mantyasih

Prasasti ini dibuat tahun 970 M pada dinasti Sanjaya.

Prasasti Mantyasih ditemukan di kampung Mateseh, Magelang, Jawa Tengah dan berisi tentang silsilah raja Mataram Kuno.

  • Candi Prambanan

Candi Prambanan dibangun oleh Rakai Pikatan pada tahun 850 M.

Beliau membangun candi utama dan candi-candi sekitarnya diteruskan oleh raja-raja berikutnya.

Candi ini terletak tidak jauh dari Borobudur dan Candi Sewu, yakni di kecamatan Prambanan, Yogyakarta.

  • Candi Sewu

Berbeda dengan Prambanan yang cenderung beraliran Hindu, Candi Sewu merupakan candi Budha kedua terbesar setelah Borobudur.

Candi ini berada dii kecamatan Prambanan, Yogyakarta dan dibuat pada abad 8 Masehi pada Wangsa Sailendra atau kepemimpinan Rakai Panangkaran.

  • Candi Mendut

Candi ini merupakan salah satu candi Budha peninggalan Mataram Kuno.

Dibuat pada tahun 824 ketika Wangsa Sailendra atau pemerintahan Rakai Panunggalan, candi ini bertempat di Magelang, Jawa Tengah.

The post Sejarah Kerajaan Mataram Kuno: Raja dan Peninggalannya appeared first on HaloEdukasi.com.

]]>
Sejarah Kerajaan Kalingga: Raja dan peninggalannya https://haloedukasi.com/sejarah-kerajaan-kalingga Mon, 10 Feb 2020 07:53:18 +0000 https://haloedukasi.com/?p=3823 Kerajaan Kalingga atau Holing diperkirakan berdiri sejak abad ke-6 M. Kerajaan ini muncul setelah Kerajaan Kutai dan Kerajaan Tarumanegara ada. Wilayah kekuasaan berada di Jawa Tengah dan dianggap sebagai nenek moyang dari Kerajaan Mataram Kuno. Tepatnya berada di Jepara dan Pekalongan. Berikut pembahasannya. Latar Belakang Kerajaan Tempat lokasi persis ibu kota kerajaan ini menurut temuan […]

The post Sejarah Kerajaan Kalingga: Raja dan peninggalannya appeared first on HaloEdukasi.com.

]]>
Kerajaan Kalingga atau Holing diperkirakan berdiri sejak abad ke-6 M. Kerajaan ini muncul setelah Kerajaan Kutai dan Kerajaan Tarumanegara ada.

Wilayah kekuasaan berada di Jawa Tengah dan dianggap sebagai nenek moyang dari Kerajaan Mataram Kuno. Tepatnya berada di Jepara dan Pekalongan. Berikut pembahasannya.

Latar Belakang Kerajaan

Tempat lokasi persis ibu kota kerajaan ini menurut temuan arkeologis masih tidak bisa diperkirakan secara tepat. Tetapi kemungkinan dipatok di daerah antara Pekalongan dan Jepara.

Kerajaan Kalingga berdiri antara abad ke-6 dan ke-7. Kerajaan ini adalah adalah salah satu kerajaan Hindu-Buddha yang paling awal didirikan di Jawa Tengah.

Ibu kota dikelilingi oleh tembok yang dibangun dari tonggak kayu. Penguasa kerajaan menempati bangunan megah dengan tingkat tinggi. Atap menggunakan palem dan singgasana untuk raja dibuat dari gading.

Raja yang Pernah Menjabat di Kerajaan Kalingga

Menurut sumber sejarah yang mendukung, khususnya dari berita Cina dan prasasti Tuk Mas mengatakan bahwa Ratu Shima merupakan ratu yang memimpin Kerajaan Kalingga.

Catatan juga menjelaskan bahwa pemerintahan berlangsung pada tahun 674 Masehi sampai 732 M. Ratu tersebut dikenal sebagai pribadi yang adil dan bijaksana.

Kondisi kerajaan dan di masyarakatnya juga aman dan tenteram. Dalam hal kebenaran ditegakkan sebaik mungkin karena hukum yang digunakan tidak pandang bulu.

Komoditi kerajaan ini adalah gading gajah, cula badak, kulit penyu, perak, dan emas.

Masa Kejayaan Kerajaan Kalingga

Masa kejayaan Kerajaan Kalingga adalah berada pada masa pemerintahan Ratu Sima dimana kejujuran dan keadilan saat itu sangat dijunjung tinggi.

Dengan penerapan hukum yang sangat tegas dan tanpa pandang bulu membuat kehidupan masyarakat di kerajaan ini aman dan tenteram. Kawasan di kerajaan ini juga terkenal subur.

Karena jika dilihat dari geografisnya memang subur karena dekat dengan gunung berapi.

Banyak gunung berapi yang mengelilingi kawasan ini. Sehingga mata pencaharian yang diandalkan untuk memenuhi kebutuhan ekonomi adalah sebagai petani.

Sebab Runtuhnya Kerajaan Kalingga

Kerajaan Kalingga mengalami keruntuhan akibat masuknya kerajaan Sriwijaya untuk menghancurkan perdagangan Kalingga yang pesat saat itu.

Kerajaan Sriwijaya saat itu masuk dan menyelinap untuk mengahancurkan kemakmuran kerajaan Holing.

Dan sebagian runtuhnya kerajaan ini adalah karena berpindahnya tahta kerajaan ke orang yang salah, hingga menimbulkan kekacauan pemimpin. Dan kerajaan ini runtuh secara perlahan.

Peninggalan Kerajaan Kalingga

Berikut ini adalah peninggalan-peninggalan dari Kerajaan Kalingga, antara lain:

  • Prasasti Tuk Mas

Prasasti ini bisa ditemui di Kecamatan Grabak, Magelang, Jawa Tengah. Menggunakan huruf Pallawa dan bahasa Sansekerta dengan pahatan gambar yang terlihat pada prasasti tersebut.

Prasasti ini menjelaskan bahwa terdapat sungai jernih di lereng Merapi. Aliran sungainya pun mirip dengan sungai Gangga yang ada di India.

Gambar dalam prasasti tersebut antara lain bunga teratai, kelasangka, cakra, kendi, kapak, dan trisula.

Prasasti tersebut menunjukkan Kerajaan Kalingga ada hubungannya dengan kebudayaan agama Hindu dari India.

  • Prasasti Sojomerto

Prasasti ini ditemukan di kabupaten Batang, tepatnya di dusun Sojomerto sehingga kenapa prasasti ini bernama “Sojomerto”. Dalam prasasti ini menggunakan bahasa Melayu Kuno dengan huruf Kawi.

Sehingga bisa diprediksikan bahwa prasasti ini dibuat pada abad ke-7 M. Prasasti ini menjelaskan tentang keadaan keluarga dari Kerajaan Kalingga dimana Dapunta Syailendra sebagai pendiri kerajaan tersebut.

Sehingga bisa disimpulkan bahwa pendiri dari kerajaan ini berasal dari keturunan Dinasti Syailendra.

  • Prasasti Upit

Prasasti ini ditemukan di wilayah Ngawen, Kecamatan Ngawen, Kabupaten Klaten, Jawa Tengah. Prasasti ini menjelaskan tentang adanya kampung upit yang dibebaskan dari pajak.

Prasasti ini sampai sekarang berada di Museum Purbakala, Prambanan, Klaten.

  • Candi Angin

Candi ini berada di desa Tempur, Kecamatan Keling, Kab. Jepara. Dinamakan Candi Angin karena letak candinya yang sangat tinggi.

Walaupun setiap hari terkena terpaan angin yang begitu kencang dan tinggi, tetapi bangunan ini tetap kokoh dan tidak roboh. Kemungkinan candi ini dibangun sebelum adanya Candi Borobudur.

Hal tersebut dapat dilihat dari hasil analisa karbon. Diprediksikan bahwa candi ini dibangun sebelum masuknya kebudayaan Hindu-Buddha dengan kebudayaan masyarakat Jawa.

  • Candi Bubrah

Candi ini ditemukan saat bangunannya sudah luluh lantak. Arti Bubrah dalam candi ini adalah hancur lebur. Jika dilihat dari gaya bangunan dan arsitekturnya candi ini kemungkinan dibangun pada abad ke-19 M.

Candi ini menampilkan corak kebudayaan Buddha. Bahan yang digunakan dalam candi ini adalah batu andesit dengan ukuran candi sekitar 12×12 m2.

Ketika candi ini ditemukan hanya menyisakan reruntuhan dengan tinggi dua meter saja.

The post Sejarah Kerajaan Kalingga: Raja dan peninggalannya appeared first on HaloEdukasi.com.

]]>
Sejarah Kerajaan Kediri – Raja dan Peninggalannya https://haloedukasi.com/sejarah-kerajaan-kediri Wed, 05 Feb 2020 06:47:25 +0000 https://haloedukasi.com/?p=3708 Kerajaan Kediri atau disebut Kerajaan Panjalu berpusat di kota Kediri. Letaknya satu pulau dengan kerajaan Cirebon yang ada dipulau Jawa. Kerajaan Kediri termasuk kerajaan bercorak Hindu, selain kerajaan Singasari, kerajaan Pajajaran, dan kerajaan Kutai. Kerajaan ini terkenal akan konflik untuk mencari penguasa tunggal. Berikut ini pembahasan sejarah Kerajaan Kediri. Latar Belakang Kerajaan Kediri Bermula dari […]

The post Sejarah Kerajaan Kediri – Raja dan Peninggalannya appeared first on HaloEdukasi.com.

]]>
Kerajaan Kediri atau disebut Kerajaan Panjalu berpusat di kota Kediri. Letaknya satu pulau dengan kerajaan Cirebon yang ada dipulau Jawa.

Kerajaan Kediri termasuk kerajaan bercorak Hindu, selain kerajaan Singasari, kerajaan Pajajaran, dan kerajaan Kutai.

Kerajaan ini terkenal akan konflik untuk mencari penguasa tunggal. Berikut ini pembahasan sejarah Kerajaan Kediri.

Latar Belakang Kerajaan Kediri

Bermula dari Raja Airlangga penguasa Kerajaan Medang Kamulan atau Kerajaan Mataram Kuno yang memiliki dua putra, yakni Samarawijaya dan Mapanji Grasakan.

Kedua putra ini saling bersaing ingin memperebutkan kekuasaan dan tahta.

Untuk menengahi persaingan, Raja Airlangga pun membagi wilayah kerajaannya, yakni wilayah barat untuk Samarawijaya yang dinamakan Kerajaan Panjalu dan timur dekat Sungai Brantas untuk Mapanji Grasakan yang dinamakan Kerajaan Jenggala.

Namun, tetap ada persaingan di antara mereka, bahkan terjadi perang saudara antara Kerajaan Panjalu dan Jenggala hampir 60 tahun.

Perseteruan berakhir dan dimenangkan Raja Jayabaya, yang memimpin Kerajaan Panjalu.

Untuk mengenang kemenangan ini, Raja Jayabaya didokumentasikan di Prasasti Ngantang yang berisi “panjalu hayati”. Artinya, Panjalu menang.

Selain itu, Raja Jayabaya mengeluarkan Jangka Jayabaya atau ramalan Jawa.

Tidak hanya itu, Raja Jayabaya juga meminta Empu Sedah dan Empu Panuluh untuk menulis Kitab Bharatayuda.

Kitab ini berisi cerita kemenangan Kerajaan Panjalu dan Kerajaan Jenggala.

Seperti yang telah disebutkan sebelumnya, nama Kerajaan Panjalu pun berubah menjadi Kerajaan Kediri.

Karena, ibu kota pindah ke Kediri dari Dahanapura. Dengan penguasa Raja Jayabaya, ia menjadi pemimpin populer di masanya.

Raja-raja yang Pernah Menjabat di Kerajaan Kediri

1. Airlangga (1009-1042)

Raja Airlangga atau Erlangga memiliki dua putra, yakni Samarawijaya dan Mapanji Grasakan.

Kedua putra ini diberi dua wilayah yang nantinya menjadi Kerajaan Panjalu (Kediri) dan Kerajaan Jenggala.

2. Samarawijaya (1042)

Sebagai putra Raja Airlangga, Samarawijaya turut menjadi pendiri Kerajaan Panjalu atau Kerajaan Kediri.

Pemerintahannya dimulai saat adanya pemisahan kerajaan yang dilakukan Raja Airlangga pada tahun 1042. Ini tercatat pula di Prasasti Pamwatan.

3. Sri Jayawarsa (1104-1115)

Sri Jayawarsa disebut dalam Prasasti Sirah Keting yang dibuat pada 1104. Sri Jayawarsa merupakan raja yang giat memajukan sastra.

Karena itu, Sri Jayawarsa dikenal dengan gelar Sastra Prabu atau Raja Sastra.

Pada masa pemerintahannya, terbit Kitab Kresnayana yang dikarang Empu Triguna.

4. Sri Bameswara (1115-1135)

Sri Bameswara disebut di Prasasti Pandegelan 1 (1116-1117), Prasasti Panumbangan (1120), dan Prasasti Tangkilan (1130). Prasasti tersebut kebanyakan ditemukan di daerah Tulungagung dan Kertosono.

Dalam prasasti tersebut, Sri Bameswara disebutkan bahwa ia adalah pemimpin yang peduli terhadap masalah keagamaan. Sehingga, keadaan pemerintahnya pun berjalan cukup baik.

5. Prabu Jayabaya (1135-1157)

Nama Prabu Jayabaya atau Raja Jayabaya disebut di Prasasti Ngantang (1135), Prasasti Talan (1136), dan Kitab Bharatayudha (1157).

Raja Jayabaya menjadi raja populer yang dikenang rakyatnya, karena Kerajaan Kediri mencapai puncak kejayaan di bidang pemerintahan, hukum, sastra, ekonomi, dan sosial masyarakat.

6. Sri Sarwewara (1159-1169)

Sri Sarwewara disebut pada Prasasti Pandegelan II (1159) dan Prasasti Kahyunan (1161).

Ia disebut sebagai pemimpin yang taat beragama dan berbudaya.

Tidak hanya itu, Sri Sarwewara memegang prinsip moksa, yakni prinsip yang menjunjung jalan kebenaran sebagai arah kesatuan.

7. Sri Aryeswara (1169-1181)

Sri Aryeswara disebutkan di Prasasti Angin yang dibuat pada tahun 1171 dan Prasasti Meleri pada tahun 1169.

Ia bergelar Sri Maharaja Rake Hino Sri Aryeswara Madhusudanawatara Arijamuka.

Sri Ayeswara memimpin Kerajaan Kediri dengan lambang Ganesha.

8. Sri Gandara (1181-1182)

Sri Gandara atau Sri Gandra disebutkan dalam Prasasti Jaring (1181) dengan masa pemerintahan sekitar satu tahun.

Pada masa pemerintahannya, angkatan laut cukup kuat. Sehingga Sri Gandra bergelar Senopati Sarwojala, artinya Senopati yang menguasai seluruh lautan.

Sri Gandra pun menguasasi lautan Nusantara bagian timur, yang saat itu juga dikuasai Kerajaan Sriwijaya.

9. Sri Kameswara (1182-1194)

Sri Kameswara disebutkan dalam Prasasti Ceker (1182) dan Kitab Smaradhana.

Dalam Kitab Smaradhana, Sri Kameswara dikisahkan sebagai sosok yang menikahi putri Kerajaan Jenggala.

Pada masa Sri Kameswara, perkembangan seni sastra cukup signifikan. Bahkan, saat itu terkenal cerita Panji Semirang.

10. Sri Kertajaya (1190-1222)

Sebagai raja terakhir, Sri Kertajaya atau Raja Kertajaya dimuat dalam:

  • Prasasti Galunggung (1194)
  • Prasasti Kamulan (1194)
  • Prasasti Palah (1197)
  • Prasasti Wates Kulon (1205).

Tidak hanya itu, nama Raja Kertajaya juga tertulis di Kitab Negarakertagama dan Kitab Pararaton. Dan dikenal sebagai dandang gendis.

Raja Kertajaya merupakan raja pertama yang mengambil hak-hak kaum Brahmana, dengan meminta mereka menyembahnya.

Di masa itu, performa Kerajaan Kediri menurun akibat pertentangan tersebut.

Masa Kejayaan Kerajaan Kediri

Masa kejayaan Kerajaan Kediri dimulai pada masa pemerintahan Raja Jayabaya.

Daerah kekuasaannya meluas hampir seluruh daerah di Pulau Jawa.

Bahkan, pengaruh Kerajaan Kediri masuk ke Pulau Sumatera yang saat itu dikuasai Kerajaan Sriwijaya.

Hal itu diperkuat ketika sebuah catatan kronik yang ditulis Zhou Kufei tahun 1178 dari Cina, menceritakan negeri paling kaya pada masa Kerajaan Kediri yang dipimpin Raja Jayabaya.

Dari segi kehidupan ekonomi, Kerajaan Kediri disebut negeri yang subur dan makmur.

Karena bergantung dengan aliran Sungai Brantas, terletak di kaki gunung Kelud (sebelum pindah ke Kediri), dan hasil pertanian yang melimpah.

Hasil pertanian ini diangkut perahu lewat Sungai Brantas menuju Jenggala, dekat Surabaya.

Tidak hanya itu, perkebunan kapas pun melimpah dan didukung dengan budidaya ulat sutra.

Untuk menopang penghasilan, diberlakukan sistem pajak dan untuk mengatur kerajaan dan sistem hukumnya, dikeluarkanlah kitab-kitab hukum seperti Kitab Bharatayuda, Gathotkacasraya, dan Hariwangsa.

Sedangkan untuk karya sastra, muncul kitab-kitab seperti Kitab Wertasancaya, Kitab Smaradhahana, Kitab Lubdaka yang terbit pada masa pemerintahan Kameswara.

Sebab Runtuhnya Kerajaan Kediri

Kerajaan Kediri runtuh karena konflik internal di pemerintahan Raja Kertajaya.

Pada saat itu, Raja Kertajaya menentang ajaran Hindu. Raja Kertajaya mulai mengurangi hak-hak dari kaum Brahmana.

Selain itu, Raja Kertajaya meminta kaum Brahmana untuk menyembahnya seperti dewa.

Alasannya, ia merasa sakti, hingga mampu duduk bersila di tombak tajam yang berdiri tanpa terluka.

Raja Kertajaya juga yakin kalau dirinya hanya mampu dikalahkan Dewa Siwa, yakni salah satu dari tiga dewa utama Trimurti dalam agama Hindu.

Karena itu, kaum Brahmana menentangnya. Raja Kertajaya pun mengancam untuk membunuh siapapun yang tidak menyembahnya.

Akhirnya, kaum Brahmana meminta tolong pada penguasa dari Tumapel, Ken Arok.

Kebetulan Ken Arok juga memimpin Kerajaan Kediri, dan memiliki ambisi untuk menguasai seluruh Jawa Timur. Ken Arok pun menyetujuinya.

Akhirnya, terjadilah Pertempuran Ganter yang dilakukan oleh Ken Arok dan Raja Kertajaya. Pertempuran ini terjadi di Desa Ganter pada abad ke-13.

Pertempuran ini dimenangkan Ken Arok, kemudian ia mendirikan Kerajaan Singasari pada tahun 1222.

Peninggalan Kerajaan Kediri

  • Candi Penataran

Candi Penataran adalah candi yang terletak di barat daya lereng Gunung Kelud, utara kota Blitar.

Candi Penataran dibangun pada pemerintahan Raja Srengga – Raja Wikramawardhana sekitar abad 12-14 Masehi.

  • Candi Gurah

Candi Gurah ditemukan di Kecamatan Gurah, Kediri, Jawa Timur. Candi ini mulanya ditemukan pada tahun 1957.

Letak Candi Gurah terletak persis 2 km dari Candi Tondowongso.

  • Candi Tondowongso

Candi Tondowongso adalah candi yang berada di Desa Gayam, Kecamatan Gurah, Kediri dan dibangun sekitar abad ke-9, saat perpindahan pusat politik dari Jawa Tengah ke Jawa Timur.

Candi Tondowongso merupakan situs peninggalan terbesar yang ditemukan pada awal tahun 2007.

Penemuan candi ini diawali dengan penemuan arca oleh perajin batu bata di daerah setempat.

  • Candi Tuban

Candi Tuban terletak di lapangan Desa Mirigambar, Kecamatan Sumbergempol, Tulungagung, Jawa Timur.

Candi Tuban berjarak 500 meter dari Candi Mirigambar. Namun sudah luluh lantah dan hanya tersisa pondasi saja.

  • Arca Buddha Vajrasattva

Arca Buddha Vajrasattya dibangun pada abad ke-10 atau 11 Masehi. Namun, peninggalan arca ini dipindahkan ke Museum Indische Kunst di Berlin-Dahlem, Jerman.

  • Prasasti Kamulan

Prasasti Kamulan terletak di Desa Kamulan, Kabupaten Trenggalek, Jawa Timur.

Prasasti Kamulan dibangun pada tahun 1194 atau 1116 Saka, saat pemerintahan Raja Kertajaya.

Prasasti Kamulan berisi informasi mengenai pembangunan Kabupaten Trenggalek pada tahun 1194.

Selain itu, juga memuat nama Kediri yang diserang Kerajaan Jenggala pada 1191.

  • Prasasti Galunggung

Prasasti Galunggung ditemukan di daerah Rejotangan, Kabupaten Tulungagung, Jawa Timur.

Prasasti Galunggung ditulis dengan aksara Jawa Kuno dengan keadaaan tulisan yang tidak terlalu jelas dibaca.

  • Prasasti Jaring

Prasasti Jaring dibuat pada tahun 1181 pada masa Raja Sri Gandra. Prasasti Jaring memuat sejumlah nama-nama pejabat dengan menggunakan nama hewan. Misalnya Kebo Waruga dan Tikus Jinada.

  • Prasasti Panumbangan

Prasasti Panumbangan adalah prasasti yang dibuat oleh Sri Bameswara pada tahun 1120.

Panumbangan atau Panumbang merupakan wilayah bebas pajak yang disebut sebagai Siwa Swatantra.

Isi Prasasti Panumbangan yakni tentang permohonan penduduk Desa Panumbangan agar piagam penetapan desa mereka sebagai wilayah bebas pajak ditulis di daun lontar dan batu.

  • Prasasti Sirah Keting

Prasasti Sirah Keting dibuat pada tahun 1104 dengan aksara Jawa Kuno. Prasasti Sirah Keting memuat tentang pemberian hadiah tanah pada rakyat desa yang dilakukan Raja Jayawarsa. kerajaan

  • Prasasti Talan

Prasasti Talan terletak di Desa Gurit, Kabupaten Blitar, Jawa Timur. Prasasti Talan dibuat sekitar tahun 1136 atau 1058 Saka.

Prasasti Talan berisi tentang masuknya Desa Talan ke wilayah Panumbang. Wilayah Panumbang merupakan salah satu wilayah bebas pajak.

Prasasti Talan juga menampilkan ukiran Garudamukalanca, yakni patung berbentuk tubuh manusia dengan sayap dan berkepala elang.

The post Sejarah Kerajaan Kediri – Raja dan Peninggalannya appeared first on HaloEdukasi.com.

]]>
Sejarah Kerajaan Kutai – Raja dan Peninggalannya https://haloedukasi.com/sejarah-kerajaan-kutai Fri, 31 Jan 2020 03:48:08 +0000 https://haloedukasi.com/?p=3623 Kerajaan Kutai merupakan kerajaan yang berada di Pulau Kalimantan selain kerajaan Banjar. Penamaan Kutai diberikan oleh para ahli dari tempat ditemukannya prasasti tersebut. Sumber tentang kerajaan ini juga masih minim. Untuk lebih tahu lengkapnya, simak penjelasan di bawah ini. Latar Belakang Kerajaan Kutai Kerajaan Kutai berdiri pada abad ke-4 M bertempat di Muara Kaman, Kalimantan […]

The post Sejarah Kerajaan Kutai – Raja dan Peninggalannya appeared first on HaloEdukasi.com.

]]>
Kerajaan Kutai merupakan kerajaan yang berada di Pulau Kalimantan selain kerajaan Banjar.

Penamaan Kutai diberikan oleh para ahli dari tempat ditemukannya prasasti tersebut.

Sumber tentang kerajaan ini juga masih minim. Untuk lebih tahu lengkapnya, simak penjelasan di bawah ini.

Latar Belakang Kerajaan Kutai

Kerajaan Kutai berdiri pada abad ke-4 M bertempat di Muara Kaman, Kalimantan Timur (daerah hulu sungai Mahakam).

Bukti Kerajaan Kutai berdiri pada abad ke-4 atau ke-5 M adalah ditandai dengan ditemukannya tujuh buah prasasti yang ditulis dalam huruf Pallawa dan Sansekerta.

Jika dilihat dari prasastinya, terdapat nama raja Kudungga yang diindikasikan nama asli Indonesia.

Nama seperti Aswawarman dan Mulawarman menunjukkan nama yang diambil dari India.

Bisa disimpulkan bahwa kebudayaan Hindu telah masuk ke dalam Kerajaan Kutai.

Kerajaan Kutai didirikan oleh Kudungga, beliau merupakan pembesar Campa (Kamboja).

Selanjutnya dilanjutkan ke raja Aswawarman, Mulawarman, dan sampai dua puluh tujuh generasi berikutnya di Kerajaan Kutai.

Jika dilihat dari isi tulisan prasasti Yupa, raja Kudungga mengetahui seluk beluk berdirinya Kutai.

Kutai saat itu hanya terdiri dari sebuah kelompok suku tertentu dengan kepala sukunya beliau. Pada akhirnya nanti, muncullah nama Kerajaan Kutai.

Raja-raja yang Pernah Menjabat di Kerajaan Kutai

Berikut ini adalah nama-nama raja yang pernah menjabat di Kerajaan Kutai, antara lain:

1. Kudungga

Beliau merupakan pendiri sekaligus raja pertama yang menjabat di Kerajaan Kutai.

Gelar beliau sebagai raja Kutai adalah Anumerta Dewawarman. Dari awalnya yang beliau hanya sebagai pembabat kerajaan.

Berupa kepala suku kemudian berkembang menjadi sebuah kerajaan dengan adanya pemerintahan. Kudungga merupakan raja asli Indonesia yang beragama Hindu.

2. Aswawarman

Aswawarman merupakan putra dari raja Kudungga yang kemudian menjadi raja kedua Kutai. Pada masa pemerintahan ini, Kutai mulai dikelola secara lebih baik.

Salah satunya bisa dilihat dalam hal penataan batas wilayah. Aswawarman sering mengadakan sebuah acara penentuan batas, yang bernama Upacara Asmawedha.

Dalam prosesi upacara ini, raja Kutai melepaskan kuda sebagai simbol batas kerajaan.

3. Mulawarman

Setelah Aswawarman lengser, maka tahta selanjutnya diberikan kepada anaknya yang bernama Mulawarman. Beliau adalah raja yang paling terkenal pada Kerajaan Kutai.

Pada masa ini Kerajaan Kutai mengalami kejayaan. Memang awal kejayaan sudah diperoleh pada saat ayahnya menjabat, tetapi Mulawarman lah yang meneruskan kesuksesan tersebut dalam memerintah.

Selain menghadiahkan 20.000 ekor sapi, Mulawarman juga melakukan kurban emas.

Kurban tersebut merupakan sebuah bentuk sedekah dan rasa syukur sehingga devisa kerajaan pun semakin meningkat.

Setelah masa pemerintahan raja Mulawarman, seperti disebutkan dalam penjelasan sebelumnya bahwa Kerajaan Kutai akan diteruskan oleh dua puluh tujuh keturunan selanjutnya.

Pada akhirnya nanti, Kerajaan Kutai menjadi salah satu kerajaan Islam di Indonesia, selain kerajaan Demak, kerajaan Aceh, kerajaan Cirebon dan kesultanan Banten.

Masa Kejayaan Kerajaan Kutai

Masa kejayaan Kerajaan Kutai bisa dilihat dalam salah satu tandanya, yaitu adanya pemberian berupa 20.000 ekor sapi oleh raja Mulawarman kepada para Brahmana.

Dalam hal ini, raja Kutai membeli puluhan ribu ekor tersebut untuk disumbangkan. Pembelian sapi tersebut tercatat dalam prasasti Yupa.

Masa kejayaan juga ditandai dengan dikuasainya seluruh wilayah Kalimantan Timur.

Kejayaan tersebut merupakan hasil jerih payah raja Mulawarman yang menuruti nasihat ayahnya, yaitu Aswawarman.

Sebab Runtuhnya Kerajaan Kutai

Runtuhnya Kerajaan Kutai disebabkan oleh gugurnya Raja Dharma Setia dalam medan perang, yang memerintah Kerajaan Kutai saat itu.

Beliau dibunuh oleh Aji Pangeran Anum Panji Mendap (raja Kutai yang ke-13).

Sejak saat itulah Kerajaan Kutai menjadi kerajaan Islam yang dipimpin oleh Sultan Aji Muhammad Idris.

Dalam hal ini, Kerajaan Kutai dan Kerajaan Kutai Kartanegara adalah dua kerajaan yang berbeda.

Peninggalan Kerajaan Kutai

Berikut adalah peninggalan dari Kerajaan Kutai yang bisa diketahui, antara lain:

  • Yupa

Dalam kerajaan lainnya, terutama kerajaan Pajajaran, peninggalan ini disebut dengan prasasti.

Namun masyarakat saat itu masih belum mengenal yang namanya prasasti, tetapi familiar dengan yang namanya “Yupa”.

Hal tersebut juga didukung oleh Kerajaan Kutai yang merupakan kerajaan Hindu pertama kali yang dikenal dan dipelajari.

Jadi wajar masyarakat awam belum tahu akan hal tersebut. Adanya Yupa juga menandakan bahwa Kalimantan Timur pernah berjaya.

  • Pedang

Pedang yang ditemukan terbuat dari emas dimana terdapat ukiran yang unik pada gagang pedang dan eksotismenya sangat tinggi.

Pada ujung sarung pedang terdapat ukiran berupa hewan buaya. Sehingga terlihat semakin takjub.

  • Kalung Uncal

Seperti kalung biasanya, kalung ini terbuat dari bahan emas dengan berat sekitar 170 gram.

Kalung ini merupakan perhiasan yang dipakai oleh raja-raja Kutai. Kalung ini termasuk langka, karena hanya ada dua buah di dunia.

Satu berada di India dan satunya lagi berada di Indonesia. Kalung tersebut sampai sekarang tersimpan rapi di Museum Mulawarman.

  • Kelambu Kuning

Kelambu kuning bisa dibilang termasuk jenis gaman atau senjata yang memiliki kekuatan magis. Kelambu Kuning digunakan untuk menolak bala (kejahatan).

  • Ketopong

Ketopong adalah semacam mahkota dimana sebagai penutup kepala yang dipakai oleh raja-raja Kutai atau bisa disebut sebagai “Ketopong Sultan Kutai”. Peninggalan ini bisa dilihat di Museum Nasional Jakarta.

  • Tali Juwita

Tali Juwita termasuk peninggalan yang unik karena dari bentuk talinya sendiri memiliki filosofi khusus dan tali ini sering dipakai untuk upacara yang bernama “Upacara Belepas”.

Terdapat 21 helai benang dengan makna filosofi tujuh muara sungai dan tiga anak sungai (sungai Belayan, Padang Pahu, dan Kelinaju).

  • Kura-kura Emas

Jika dilihat secara langsung, peninggalan ini sangat indah karena kura-kuranya terbuat dari emas asli dan ukurannya kurang lebih setengah kepalan telapak tangan orang dewasa.

  • Meriam

Terdapat empat meriam peninggalan kerajaan Kutai, yaitu meriam Sri Gunung, Aji Entong, Sapu Jagat, dan Gentar Bumi.

Bisa dibilang saat itu Kerajaan Kutai sudah mempunyai persenjataan militer yang cukup kuat.

  • Kalung Ciwa

Kalung Ciwa ditemukan di Danau Lipan, Muarakaman pada tahun 1890. Kalung ini sampai sekarang masih dipakai oleh raja-raja yang sedang melakukan tradisi pengangkatan raja yang baru.

  • Keris

Pemilik dari keris ini adalah Aji Putri Karang Melenu, seorang permaisuri Sultan Kutai. Sehingga nama dari keris ini adalah Keris Bukit Kang.

  • Keramik Kuno Tiongkok

Adanya peninggalan keramik kuno Tiongkok ini didasarkan pada Kerajaan Kutai yang memiliki hubungan baik dengan Kekaisaran Cina saat itu.

Hubungan diplomasi berupa perdagangan yang menjadi mata pencaharian dan devisa kerajaan yang sangat besar hasilnya.

  • Gamelan

Gamelan pada peninggalan Kerajaan Kutai ini bernama Gamelan Gajah Prawoto.

Gamelan ini sekarang berada di Museum Mulawarman. Bisa dibilang pengaruh kebudayaan Jawa bisa sampai ke Kerajaan Kutai.

  • Kursi Raja

Kursi raja ini digunakan sebagai tempat duduk raja saat itu. Bisa dibilang menjadi saksi bisu selama pemerintahan di Kerajaan Kutai. Sampai sekarang peninggalan ini masih dirawat di museum.

  • Tembok

Adanya tembok yang bernama “Tembok Kerajaan Majapahit” merupakan peninggalan dari Kerajaan Kutai.

Walaupun namanya ada Majapahitnya, tetapi pada akhirnya tembok ini merupakan peninggalan dari Kerajaan Kutai.

Demikian pembahasan mengenai sejarah kerajaan Kutai. Semoga bermanfaat.

The post Sejarah Kerajaan Kutai – Raja dan Peninggalannya appeared first on HaloEdukasi.com.

]]>
Sejarah Kerajaan Pajajaran – Raja – Peninggalan https://haloedukasi.com/sejarah-kerajaan-pajajaran Tue, 28 Jan 2020 06:04:01 +0000 https://haloedukasi.com/?p=3554 Di daerah Sunda (saat ini lebih dikenal dengan daerah Jawa Barat), selain berdiri kerajaan Cirebon, berdirilah pula sebuah kerajaan lain. Kerajaan tersebut diberi nama dengan kerajaan Sunda. Orang-orang lebih mengenalnya dengan sebutan kerajaan Pajajaran. Kerajaan ini merupakan kerajaan yang beraliran hindu budha selain kerajaan Sriwijaya yang pada akhirnya harus runtuh karena adanya kesultanan Banten. Berikut […]

The post Sejarah Kerajaan Pajajaran – Raja – Peninggalan appeared first on HaloEdukasi.com.

]]>
Di daerah Sunda (saat ini lebih dikenal dengan daerah Jawa Barat), selain berdiri kerajaan Cirebon, berdirilah pula sebuah kerajaan lain.

Kerajaan tersebut diberi nama dengan kerajaan Sunda. Orang-orang lebih mengenalnya dengan sebutan kerajaan Pajajaran.

Kerajaan ini merupakan kerajaan yang beraliran hindu budha selain kerajaan Sriwijaya yang pada akhirnya harus runtuh karena adanya kesultanan Banten.

Berikut ini merupakan ulasan mengenai latar belakang berdirinya Pajajaran, raja-raja yang menjabat, masa kejayaan hingga peninggalan bersejarahnya.

Latar Belakang Kerajaan Pajajaran

Awal mula berdirinya kerajaan Pajajaran berbarengan dengan mundurnya kerajaan Majapahit.

Ketika itu tahun 1400 Masehi dimana raja dan rakyat Majapahit mengungsi ke kerajaan Galuh.

Dulunya kerajaan Galuh merupakan satu kerajaan yang dipimpin oleh Rahyang Wastu.

Ketika sang raja meninggal, pada akhirnya kerajaan Galuh harus terpecah menjadi 2 bagian dengan 2 raja yang bernama Dewa Niskala dan Susuktunggal.

Pada tahun 1400 M, raja dan rakyat Majapahit mengungsi ke kerajaan Galuh yang dipimpin oleh Dewa Niskala.

Dewa Niskala menerima dengan sangat baik bahkan sampai ingin mempersunting wanita dari kerajaan Majapahit.

Susuktunggal sebagai raja Sunda (bagian dari perpecahan kerajaan Galuh) tidak terima lantaran ada larangan pernikahan keturunan Sunda-Galuh dengan Majapahit.

Karena hal ini, terjadilah percekcokan antara Dewa Niskala dan Susuktunggal yang mengakibatkan mereka berdua harus turun takhta.

Penurunan takhta ini pada akhirnya menjadikan Prabu Siliwangi menjadi raja dari 2 kerajaan.

Prabu Siliwangi sendiri merupakan anak dari Dewa Niskala dan menantu dari Susuktunggal.

Karena naiknya takhta Prabu Siliwangi menjadi raja, beliau pun menyatukan 2 kerajaan Galuh yang terpecah menjadi 1 kembali dan mengganti namanya menjadi Pakuan Pajajaran.

Dengan ini kerajaan Pajajaran bertempat di Pakuan Pajajaran dengan tahun berdiri mulai 1030-1579 M.

Raja-raja Yang Menjabat di Kerajaan Pajajaran

1. Sri Baduga Maharaja (1482 – 1521 M)

Disebut juga sebagai Prabu Siliwangi, beliau merupakan putra dari Dewa Niskala.

Sri Baduga Maharaja memimpin Pajajaran dari awal berdirinya selama 39 tahun yaitu tahun 1482 hingga 1521 M.

Beliau tercatat mengalami 2 kali penobatan yaitu di kerajaan Galuh oleh ayahnya, Dewa Niskala dan di kerajaan Sunda oleh mertuanya, Susuktunggal.

Selama masa kepemimpinannya, beliau terkenal sebagai raja yang baik dan bijaksana. Tak ada pungutan pajak pada masa pemerintahannya.

Pemungutan pajak ini dibebaskan untuk rakyat ibukota Jayagiri dan Sunda Sembawa.

Pajak tersebut diantaranya merupakan pajak tenaga perorangan, kolektif, kapas 10 pikul dan padi 1 gotongan.

Dalam masa kepemimpinannya pula, Prabu Siliwangi menerapkan asas Egalitarianisme yang berarti menerapkan kesetaraan dalam kehidupan sosial.

2. Surawisesa (1521 – 1535 M)

Surawisesa merupakan raja Pajajaran berikutnya yang memerintah tahun 1521 hingga 1535 M.

Beliau merupakan cucu dari Susuktunggal yang merupakan raja Sunda. Karena keberanian Surawisesa, pada masa pemerintahannya, ada sekitar 15 kali pertempuran yang terjadi.

Meski tidak lebih sukses dari masa pemerintahan Prabu Siliwangi, namun kejayaan pemerintahan Pajajaran masih bisa dikatakan stabil ketika masa kepemimpinan Surawisesa.

3. Ratu Dewata (1535 – 1543 M)

Ratu Dewata merupakan putra dari Surawisesa. Beliau memimpin Pajajaran tahun 1535 hingga 1543 M.

Berbeda dengan ayahnya yang pemberani, justru Ratu Dewata lebih menyukai jalan menjadi pendeta.

Beliau tidak terlalu memahami istilah politik maupun kepemimpinan. Beliau lebih taat dalam beragama.

Beruntungnya perwira yang ada pada masanya merupakan para pedamping ayahnya ketika menjabat dahulu.

Sehingga beliau masih mampu menghadapi musuh ketika adanya peperangan kecil melanda Pajajaran.

4. Ratu Sakti (1543 – 1551 M)

Ratu Sakti merupakan penerus ke-4 raja Pajajaran. Beliau memimpin pada tahun 1543 hingga 1551 M.

Tidak ada perkembangan apapun yang terjadi di Pajajaran pada masa pemerintahannya.

Justru beliau berbeda dengan raja-raja sebelumnya yang taat agama. Ratu Sakti lebih senang menghamburkan uang dan bermain wanita.

5. Ratu Nilakendra (1551-1567 M)

Setelah Ratu Sakti memimpin, dilanjutkan oleh Ratu Nilakendra yang memimpin tahun 1551 hingga 1567 M.

Pada masa beliau memimpin, ada banyak peristiwa yang mulai melumpuhkan Pajajaran sedikit demi sedikit.

Salah satu peristiwa tersebut ialah kepergian sang raja yang meninggalkan rakyat dan prajuritnya di Pajajaran.

Hal ini diceritakan karena Ratu Nilakendra pada masa itu menganut aliran Tantra. Beliau tidak mempersiapkan apapun untuk menghadapi musuh kecuali membuat bendera keramat.

Tentu saja, bendera ini tidak dapat menghalau kerajaan Banten yang kala itu menyerang Pajajaran.

Ratu Nilakendra kabur meninggalkan rakyat dan prajuritnya di Pakuan Pajajaran.

Diceritakan pula pada masa pemerintahannya, rakyat kelaparan namun Ratu Nilakendra justru membuat keratonnya semakin indah dengan emas dan rumah-rumah keramat karena aliran Tantra yang dianutnya.

6. Raga Mulya (1567 – 1579 M)

Raga Mulya merupakan raja Pajajaran terakhir yang memimpin tahun 1567 hingga 1579.

Setelah perginya Ratu Nilakendra akibat kalah berperang, pada akhirnya kerajaan dipindahkan ke Pandeglang.

Sementara, Banten menyerang ibukota Pakuan selama 12 tahun lamanya dengan taktik halus.

Akhirnya tahun 1579 Pajajaran harus runtuh oleh serangan Banten dan berakhir pula masa jabatan Raga Mulya sebagai raja Pajajaran.

Masa Kejayaan Kerajaan Pajajaran

Masa kejayaan yang dialami oleh kerajaan Pajajaran adalah ketika raja pertama menjabat.

Prabu Siliwangi menjadi raja yang paling bijaksana dan diagung-agungkan di daerah Sunda.

Pada masa pemerintahannya, beliau membangun banyak fasilitas untuk rakyat seperti jalan, telaga, kepuntren hingga tempat hiburan.

Dalam bidang militer pun beliau perkuat dengan membangun asrama bagi para prajurit serta diberikan latihan-latihan yang sering dipertontonkan bagi warga sekitar.

Beliau pun termasuk raja yang taat agama. Terbukti dari kebaikannya yang tidak memungut pajak untuk para pendeta serta muridnya.

Pada saat beliau berkuasa, ekonomi sempat menurun, namun harga kebutuhan ekonomi Pajajaran saat itu tetap stabil.

Sebab Runtuhnya Kerajaan Pajajaran

Bibit-bibit kemunduran pada kerajaan Pajajaran telah terjadi semenjak Ratu Dewata dan Ratu Sakti memimpin.

Lebih diperparah lagi ketika Ratu Nilakendra memimpin karena beliau memilih kabur meninggalkan rakyat dan prajuritnya yang kalah berperang di Pajajaran.

Pada akhirnya raja harus digantikan oleh Raga Mulya yang terpaksa memindahkan kerajaan ke Pandeglang, bukan lagi di Pakuan.

Ketika itu, Banten berusaha untuk meruntuhkan Pajajaran dengan merebut batu takhta penobatan yang ada di Pakuan Pajajaran.

Meski Pajajaran kala itu kalah berperang dengan kerajaan Banten, namun Banten tak sepenuhnya bisa menguasai Pajajaran.

Benteng kota yang dibuat oleh Prabu Siliwangi benar-benar kokoh dan baru bisa ditembus dengan cara halus yakni pengkhianatan dari komandan kawal benteng tersebut.

Komandan tersebut sakit hati akibat tidak adanya kenaikan pangkat dan akhirnya berkhianat dengan membuka benteng tersebut kepada saudaranya, Ki Jongjo, yang juga merupakan kepercayaan Maulana Yusuf (raja Banten).

Karena pengkhianatan itulah, berakhir pula Pakuan Pajajaran. Tahun 1579 Pajajaran hancur karena serangan Banten.

Batu takhta yang dibangun oleh Susuktunggal untuk Prabu Siliwangi, harus diambil oleh Banten dan diletakkan di Keraton Surosuwan.

Dengan ini pula, kerajaan Pajajaran menjadi sepenuhnya milik kesultanan Banten.

Peninggalan Kerajaan Pajajaran

  • Prasasti Batu Tulis

Prasasti ini merupakan peninggalan Pajajaran yang diteliti oleh orang-orang luar negeri.

Ada 2 aliran penelitian berdasarkan prasasti ini yakni mengenai letak Pajajaran dan mengenai tulisan yang ada pada prasasti itu.

  • Prasasti Perjanjian Sunda Portugis

Sesuai namanya, prasasti ini merupakan perjanjian yang dibentuk oleh Surawisesa sebagai raja Pajajaran kala itu dengan Portugis.

Prasasti ini ditemukan di Jakarta pada tahun 1918.

  • Situs Karangkamulyan

Situs ini merupakan bangunan yang menyimpan benda bersejarah dari kerajaan Galuh. Letak situs ini berada di Ciamis, Jawa Barat dengan corak hindu-budha.

Pada situs seluas 25 hektar ini tersusun banyak batuan-batuan bersejarah.

  • Prasasti Cikapundung

Prasasti ini ditemukan tanggal 8 Oktober 2010, di sungai Cikapundung, Bandung.

Pada prasasti ini tertulis bahasa Sunda kuno yang memiliki arti bahwa “semua manusia di dunia akan mengalami sesuatu”.

  • Prasasti Huludayeuh

Prasasti ini ditemukan di bulan September 1991 di kampung Huludayeuh, Dakupuntang, Cirebon.

Sayangnya ketika ditemukan, prasasti ini dalam keadaan pecah dan rusak. Namun diketahui bahwa tulisannya mengandung bahasa Sunda kuno.

  • Prasasti Ulubelu

Ditemukan di Lampung tahun 1936, prasasti ini bertuliskan bahasa Sunda kuno dengan isi berupa permohonan kepada dewa untuk keselamatan.

Meski ditemukan di Lampung, prasasti ini masih tergolong peninggalan pemeritahan Pajajaran.

Ini bisa dibuktikan dari wilayah Pajajaran yang cukup luas dimana ketika itu Lampung masuk ke dalam wilayahnya.

  • Prasasti Pasir Datar

Prasasti ini ditemukan tahun 1872 di Pasir Datar, Sukabumi, Jawa Barat. Masih belum ada yang mengetahui apa isi dari Prasasti Pasir Datar ini.

Selesai sudah pembahasan mengenai kerajaan Sunda atau disebut juga dengan Pajajaran. Semoga pembahasan di atas dapat memberikan pengetahuan yang lebih luas lagi dan semoga bermanfaat.

The post Sejarah Kerajaan Pajajaran – Raja – Peninggalan appeared first on HaloEdukasi.com.

]]>