peninggalan islam - HaloEdukasi.com https://haloedukasi.com/sub/peninggalan-islam Thu, 16 Jun 2022 00:11:09 +0000 id-ID hourly 1 https://wordpress.org/?v=6.6.2 https://haloedukasi.com/wp-content/uploads/2019/11/halo-edukasi.ico peninggalan islam - HaloEdukasi.com https://haloedukasi.com/sub/peninggalan-islam 32 32 14 Peninggalan Kerajaan Demak Beserta Gambarnya https://haloedukasi.com/peninggalan-kerajaan-demak Thu, 16 Jun 2022 00:11:07 +0000 https://haloedukasi.com/?p=35578 Sejarah Kerajaan Demak Sebelum menjadi kerajaan, Demak adalah salah satu kadipaten yang berada di bawah Kerajaan Majapahit. Kerajaan Demak sendiri didirikan di akhir abad ke-15 oleh Raden Patah, putra dari Raja Majapahit terakhir yang menikah dengan Putri Campa dari Dinasti Ming di China. Demak berjaya di abad ke-16 di bawah kepemimpinan Sultan Trenggana, termasuk keberhasilannya […]

The post 14 Peninggalan Kerajaan Demak Beserta Gambarnya appeared first on HaloEdukasi.com.

]]>
Sejarah Kerajaan Demak

Sebelum menjadi kerajaan, Demak adalah salah satu kadipaten yang berada di bawah Kerajaan Majapahit. Kerajaan Demak sendiri didirikan di akhir abad ke-15 oleh Raden Patah, putra dari Raja Majapahit terakhir yang menikah dengan Putri Campa dari Dinasti Ming di China.

Demak berjaya di abad ke-16 di bawah kepemimpinan Sultan Trenggana, termasuk keberhasilannya menaklukkan Sunda Kelapa yang kemudian mengganti namanya menjadi Jayakarta. Ekspansi Kerajaan Demak di luar Jawa adalah kuasa atas Jambi dan Palembang.

Kerajaan Demak berakhir karena drama perebutan tahta untuk beberapa generasi. Raja terakhir adalah Arya Penangsang yang ditaklukkan oleh Joko Tingkir. Ini berarti Kerajaan Demak berakhir dengan berdirinya Kesultanan Pajang oleh Joko Tingkir.

Peninggalan Kerajaan Demak

1. Masjid Agung Demak

Masjid Agung Demak
Masjid Agung Demak

Masjid yang didirikan pada era kepemimpian Raden Patah atau Sultan Demak pertama di tahun 1475-1518 M ini merupakan peninggalan Kerajaan Demak yang paling terkenal.

Selain sebagai tempat beribadah, Masjid Agung Demak juga difungsikan untuk pusat belajar dan penyebaran agama Islam oleh Wali Songo.

2. Soko Guru dan Soko Tatal

Soko Guru dan Soko Tatal
Soko Guru dan Soko Tatal

Soko guru adalah tiang penyangga utama Masjid Demak yang terbuat dari kayu jati setinggi 16 meter. Soko guru ini dibuat oleh beberapa tokoh wali songo yaitu Sunan Bonang, Sunang Ampel, Sunan Gunung Jati, dan Sunan Kalijaga.

Ketiga Sunan sudah berhasil mendapatkan tiang setinggi 16 meter, hanya Sunan Kalijaga yang belum. Sehingga satu tiang di antara 4 memakai tiang sambungan agar mencapai tinggi 16 meter.

Oleh sebab itu tiang Sunan Kalijaga disebut Soko Tatal yang berarti serpihan kayu yang disambung menjadi satu.

3. Maksurah

Soko Guru dan Soko Tatal
Soko Guru dan Soko Tatal

Yang dimaksud dengan maksurah adalah sebuah warisan dinding berukiran kaligrafi ayat Al Quran yang diproduksi di tahun 1866 M. Tepatnya ketika akhir era Kesultanan Demak dan yang menjadi Adipatinya adalah Aryo Purbaningrat.

Ukiran tersebut menceritakan tentang Allah yang Maha Esa.

4. Mihrab Condro Sengkolo

Mihrab Condro Sengkolo
Mihrab Condro Sengkolo

Mihrab yang menjadi tempat imam di Masjid Agung Demak ini memiliki prasasti Condrosengkolo bergambar hewan bulus. Prasasti tahun 1479 M ini memiliki arti Sariro Sunyi Kiblating Gusti.

Warisan ini menunjukkan bahwasanya Kerajaan Demak sudah menerapkan akulturasi budaya Islam dan Jawa untuk di dalam seni, khususnya arsitektur dan interior. Termasuk budaya Jawa yang berasal dari Majapahit dengan kekayaan warisan prasasti kerajaan majapahit.

5. Dampar Kencana

Dampar Kencana
Dampar Kencana

Peninggalan Kerajaan Demak selanjutnya adalah singgasana Sultan Demak yang bernama Dampar Kencana. Singgasana ini merupakan hadiah untuk Raden Patah sebagai Raja pertama Kerajaan Demak dari Prabu Bhrawijaya V dari Kerajaan Majapahit.

Fakta tersebut membuktikan bahwa di akhir masa Kerajaan Majapahit sesungguhnya sudah banyak yang memeluk agama Islam. Singgasana yang berada di dalam masjid ini kini digunakan sebagai mimbar bagi para pengkhotbah.

6. Pawestren

Pawestren
Pawestren

Pawestren adalah area sholat yang digunakan oleh jamaah putri. Adanya tempat ini membuktikan bahwa sejak jaman Kerajaan Demak sudah terdapat paham Islam yang membedakan antara tempat beribadah bagi laki-laki dan wanita.

Pawestren terdiri dari 8 tiang atau kolom penyangga dengan 4 tiang utamanya yang menopang balok bersusun tiga berukiran khas Majapahit. Motif maksurah pada pawestren tersebut diperkirakan dibuat di tahun 1866 pada era Arya Purbaningrat.

7. Piring Campa

Piring Campa
Piring Campa

Dekorasi piring Campa adalah hiasan yang diberikan oleh ibu Raden Patah bernama Putri Campa yang berasal dari Cina. Kini piring yang berjumlah 65 buah tersebut ditempelkan di dinding dan naungan imam di Masjid Agung Demak sebagai aksesori interior penghias dinding.

8. Surya Majapahit

Surya Majapahit
Surya Majapahit

Warisan Surya Majapahit ini adalah dekorasi dengan bentuk oktagon dan populer di masa Kerajaan Majapahit. Lambang segi delapan tersebut diperkirakan merupakan lambang dari Kerajaan Majapahit.

Untuk Surya Majapahit yang berada di Kerajaan Demak sendiri dibangun pada tahun 1479 M.

9. Pintu Bledeg

Pintu Bledeg
Pintu Bledeg

Pintu Bledeg dibuat oleh Ki Ageng Sengkolo ini adalah sebuah condrosengkolo yang berbunyi Nogo Mulat Saliro Wani. Ini memiliki arti angka tahun 1388 Saka atau 1466 Masehi atau 887 Hijriah.

Pintu ini terbuat dari kayu jati yang memiliki ukuran tumbuhan, suluran, jambangan, mahkota dan kepala naga dengan mulut terbuka yang memperlihatkan gigi runcingnya. Kepala naga ini adalah gambaran petir yang ditangkap oleh Ki Ageng Sengkolo.

10. Situs Kolam Wudhu

Situs Kolam Wudhu
Situs Kolam Wudhu

Situs kolam yang ada di sekitar Masjid Agung Demak ini memang digunakan untuk berwudhu bagi penduduk Demak, para musafir, atau santri yang hendak melaksanakan sholat.

11. Serambi Majapahit

Serambi Majapahit
Serambi Majapahit

Memiliki nuansa arsitektur yang antik dan unik, Serambi Majapahat ini mempunyai 8 tiang pendopo dari warisan Kerajaan Majapahit.

Ketika Kerajaan Majapahit jatuh, beberapa peninggalan arsitekturnya terabaikan dan tidak terawat. Oleh sebab itu Adipati Unus membawa warisan berharga tersebut ke Demak dan dimanfaatkan sebagai tiang penyangga di serambi Masjid Agung Demak.

12. Makam Sunan Kalijaga

Makam Sunan Kalijaga
Makam Sunan Kalijaga

Makam Sunan Kalijaga ini memang menjadi sebuah situs terkenal yang kerap dikunjungi oleh para peziarah maupun wisatawan. Sunan Kalijaga sendiri meninggal pada tahun 1520 M dan dimakamkan di Desa Kadilangu yang memang dekat dengan Kota Demak.

13. Bedug dan Kentongan

Bedug dan Kentongan
Bedug dan Kentongan

Warisan dari Kerajaan Demak ini memiliki bentu tapal kuda yang bermakna filosofi agar penduduk Demak di sekitar masjid kala itu segera berjalan menunaikan sholat ketika bedug atau kentongan dibunyikan.

Budaya bedug dan kentongan yang ada di Masjid Agung Demak memang memiliki fungsi untuk panggilan sholat bagi masyarakat kala itu. Warisan kebudayaan nasional ini masih dilakukan hingga saat ini.

14. Tempayang Kong Dinasti Ming

Tempayang Kong Dinasti Ming
Tempayang Kong Dinasti Ming

Tempayang atau gentong besar bernama Kong peninggalan Kerajaan Demak ini merupakan hadiah Putri Campa yang berasal dari salah satu dinasti yang berkuasa di China yaitu Dinasti Ming. Tempayang tersebut kini disimpan di Museum Masjid Agung Demak.

The post 14 Peninggalan Kerajaan Demak Beserta Gambarnya appeared first on HaloEdukasi.com.

]]>
12 Masjid Tertua di Indonesia yang Masih Bertahan  https://haloedukasi.com/masjid-tertua-di-indonesia Thu, 30 Dec 2021 02:08:23 +0000 https://haloedukasi.com/?p=30144 Indonesia merupakan negara yang penuh dengan keberagaman mulai dari suku, ras, bahasa, dialek hingga agama. Sesuai dengan sila pertama pancasila maka setiap warga negara Indonesia berhak untuk menganut kepercayaan dan agama yang diyakininya.  Salah satu agama yang ada di Indonesia adalah agama Islam yang telah masuk sejak abad ke-7 melalui jalur perdagangan bangsa Persia. Sehingga […]

The post 12 Masjid Tertua di Indonesia yang Masih Bertahan  appeared first on HaloEdukasi.com.

]]>
Indonesia merupakan negara yang penuh dengan keberagaman mulai dari suku, ras, bahasa, dialek hingga agama. Sesuai dengan sila pertama pancasila maka setiap warga negara Indonesia berhak untuk menganut kepercayaan dan agama yang diyakininya. 

Salah satu agama yang ada di Indonesia adalah agama Islam yang telah masuk sejak abad ke-7 melalui jalur perdagangan bangsa Persia. Sehingga tak heran jika di Indonesia sangat mudah menemukan masjid sebagai tempat ibadah umat Islam.

Dari sekian masjid yang ada di Indonesia berikut ini adalah yang tertua dan masih bertahan hingga hari ini. 

1. Masjid Wapauwe

masjid tertua di indonesia

Maluku sejak dahulu dikenal dengan tanahnya yang subur dan kaya akan rempah-rempah sehingga menarik banyak pedagang dari berbagai bangsa termasuk pada saudagar Islam. Selain berdagang mereka turut menyebarkan agama Islam di Nusantara. Salah satu bukti peninggalan penyebaran agama Islam di Maluku adalah masjid Wapauwe yang sudah berusia lebih dari 600 tahun.

Masjid ini berdiri di Desa Kaitetu, Kecamatan Leihitu, Kabupaten Maluku Tengah dan dibangun oleh seseorang bernama Jamilu pada tahun 1414 Masehi. Usia tersebut menjadikannya sebagai masjid tertua di Indonesia Timur. 

Masjid yang berdiri seluas 10×10 meter dan bermaterial kayu ini masih berdiri kokoh hingga saat ini dan telah dilakukan renovasi pada 1464 dan 1895. 

2. Masjid Saka Tunggal

masjid tertua di indonesia

Berlokasi di Desa Cikakak, kecamatan Wangon, Kabupaten Banyumas, Jawa Tengah berdiri sebuah masjid yang didirikan pada tahun 1288 Masehi. Jika perkiraan ini benar maka usia masjid ini lebih tua dari usia Majapahit yang baru ada pada 1293 M. 

Masjid ini dibangun oleh salah satu pendakwah yang lama menetap di desa Cikakak yaitu Kyai Mustolih. Keunikan dari masjid ini adalah memiliki 4 sayap yang terbuat dari kayu dan hanya ditopang oleh satu tiang penyangga saja.

Maksud dari 4 sayap tersebut dan 1 penyangga adalah ”papat kiblat lima pancer” yang artinya empat mata angin dengan satu titik pusat.

Bagian dalam masjid yang masih kokoh hingga hari ini dihiasi dengan ornamen-ornamen bernuansa gabungan antara Islam dengan kebudayaan Jawa.

3. Masjid Al Hilal 

masjid tertua di indonesia

Masjid yang berada di jalan Syekh Yusuf, Kelurahan Katangka, Kecamatan Somba Opu, Kabupaten Gowa ini merupakan masjid tertua di Sulawesi Selatan dan juga di Indonesia. Berdiri pada tahun 1603, masjid ini dibangun pada masa pemerintahan raja Gowa ke-14 yakni I Mangngerangi Daeng Manrabbia Sultan Alauddin Tumenanga Ri Gaukanna.

Masjid ini juga dikenal dengan nama masjid Katangka karena pada awal pembangunannya menggunakan material kayu katangka. Dianggap sebagai bangunan bersejarah masjid ini dijaga dan dirawat oleh pemerintah Sulawesi Selatan dengan melakukan revolusi sebanyak 7 kali. 

Masjid ini terakhir kali dipugar pada tahun 1980 oleh Gubernur Sulsel. Meski sudah berkali-kali direnovasi namun bentuk asli masjid Katangka ini masih terjaga. 

4. Masjid Tuo Kayu Jao

masjid tertua di indonesia

Berdiri sejak abad ke-16 di Dusun 3, Kayu jao, Gn. Talang, Solok, Sumatera Barat masjid Tuo Kayu Jao menjadi salah satu masjid tertua di Indonesia. Masjid yang dibangun di wilayah perbukitan ini menjadi saksi penyebaran agama Islam di solok ratusan tahun silam yang yang di bawa oleh Syeh Mansyur, Angku Labai dan Angku Malin.

Ke tiga pendakwah tersebut juga lah yang mendirikan masjid yang dibangun dengan menggunakan kayu jao ini. Bangunannya memadukan antara ornamen Islam dengan sentuhan corak Minangkabau. Masjid ini memiliki tinggi 15 meter dengan ditopang oleh 27 tiang yang menggambarkan suku-suku yang hidup di sekitar masjid. 

Selain bangunannya yang masih terjaga hingga hari ini bedug yang digunakan masjid ini pun masih sama dengan bedug pada awal pembangunan. 

5. Masjid Mantingan 

masjid tertua di indonesia

Masjid Mantingan merupakan salah satu peninggalan kerajaan Islam pertama di pulau Jawa yakni kesultanan Demak. Berada di 5 km dari pusat kota Jepara, Masjid Mantingan berdiri sejak dibangun tahun 1559 M tepatnya pada masa kepemimpinan Ratu Kalinyamat yang merupakan putri dari Sultan Trenggono. 

Keunikan dari masjid ini dapat terlihat dari bangunannya yang mengusung perpaduan  gaya arsitektur China, Jawa dan Hindu-budha. Hal tersebut dapat dilihat dari bentuk atap limas dan gapura yang berbentuk gerbang candi Bentar pada masjid ini. 

6. Masjid Sunan Ampel

masjid tertua di indonesia

Sunan Ampel adalah salah seorang dari walisongo yang menyebarkan agama Islam di Jawa. Ia bersama dengan sahabatnya yakni  Mbah Sholeh dan Mbah Sonhaji membangun masjid Jl. Petukangan I, Ampel, Kec. Semampir, Kota Surabaya, Jawa Timur pada tahun 1421. 

Tempat ibadah sekaligus pusat penyebaran agama Islam ini berdiri di atas tanah seluas 120 x 180 meter persegi. Bangunannya terbuat dari kayu jati dengan  mengusung gaya perpaduan antara Jawa Kuno dan Arab Islami. 

Ciri khas dari masjid ini adalah menara yang menembus ke atap dan dasarnya berasa di dalam bangunan. Menara ini dapat berada di bagian selatan masjid dan telah mengalami pemugaran sebanyak tiga kali. Menyimpan banyak sejarah, masjid Sunan Ampel ditetapkan sebagai destinasi wisata religi oleh pemerintah kota Surabaya sejak tahun 1972.

7. Masjid Agung Demak

masjid tertua di indonesia

Kota Demak erat kaitannya dengan penyebaran agama Islam di Jawa mengingat kerajaan Islam pertama berada di provinsi Jawa Tengah ini. Selain itu Demak juga merupakan pusat dari tempat berkumpulnya para wali songo. Sehingga Raden Patah yang merupakan sultan pertama dari Kesultanan Demak memberikan fasilitas tempat yaitu masjid Agung Demak. 

Raden Patah mendirikan masjid ini pada abad ke-15 dengan menerapkan atap limas bersusun dan 8 tiang penyangga yang disebut dengan saka Majapahit. Di dalam masjid ini juga menyimpan peninggalan kerajaan Majapahit yakni terdapat pada mimbar khotbah yang diberi nama Dampar Kencono.

Dampar Kencono diberikan oleh Prabu Brawijaya ke V Raden Kertabumi kepada Raden Patah.

8. Masjid Agung Sang Ciptarasa

masjid tertua di indonesia

Sunan Gunung Jati bersama dengan sahabat wali songo lainnya membangun masjid di kompleks Keraton Kasepuhan, Kecamatan Lemahwungkuk, Kota Cirebon, Jawa Barat. Masjid yang dibangun pada tahun 1480 tersebut diberi nama Masjid Agung Ciptarasa. 

Sunan Gunung Jati mendirikan masjid ini sebagai hadiah untuk istrinya yaitu Nyi Mas Pakungwati.  Desain dan interior masjid ini merupakan hasil karya dari arsitek Majapahit yang kala itu menjadi tawanan perang Demak-Majapahit bersama dengan Sunan Kalijaga dan Raden Sepat. 

Sehingga jangan heran jika masjid tertua di kota Cirebon ini terlihat seperti perpaduan antara Hindu dan Islam. 

9. Masjid Sultan Suriansyah

masjid tertua di indonesia

Masjid Sultan Suriansyah merupakan masjid tertua di Kalimantan yang sudah berdiri antara tahun 1525-1550 M. Berdiri di di tepi Sungai Kuin, Kota Banjarmasin Kalimantan Selatan ini didirikan oleh Sultan Suriansyah yang merupakan raja kesultanan Banjar pertama yang memeluk Islam. 

Sultan Suriansyah yang juga dikenal sebagai Raden Samudera ini membangun masjid ini dengan mengusung arsitektur tradisional banjar dengan atap tumpang tindih. 

Pada bagian puncak masjid Sultan Suriansyah yang asli adalah berupa sungkulan yang terbuat dari kayu ulin namun telah diganti menjadi berbentuk kubah. Meski sudah diganti namun sungkulan tersebut masih tersimpan dengan baik di Museum Lambung Mangkurat Banjarbaru. 

10. Masjid Menara Kudus

masjid tertua di indonesia

Di kota Kudus, Jawa Tengah juga terdapat jejak peninggalan dari penyebaran agama Islam di Nusantara yakni masjid Menara Kudus. Masjid yang dikenal juga dengan nama Masjid Al Aqsa Manarat Kudus berada di Jl. Menara, Pejaten, Kauman, Kec. Kota Kudus. 

Masjid ini dibangun pada tahun 1549 oleh Syekh Ja’far Shodiq atau lebih dikenal sebagai Sunan Kudus. 

Nama “menara” disematkan pada bangunan bersejarah ini karena memiliki menara yang unik sebagai bukti akulturasi antara budaya Hindu dengan Islam. Menara tersebut berdiri di atas tanah seluas 100 meter persegi serta tinggi 18 meter dan masih berfungsi hingga saat ini. 

11. Masjid Tuha Indrapuri

masjid tertua di indonesia

Jika berbicara mengenai keislaman di Indonesia maka erat kaitannya dengan kota Aceh yang bahkan dijuluki sebagai Serambi Mekah karena pernah menjadi pusat berkumpulnya calon jamaah haji. Di Tanah Rencong sana terdapat masjid bernama masjid Tuha Indrapuri atau masjid Indrapuri saja.

Masjid tersebut sudah berdiri sejak abad ke 1618 Masehi yang berada di Desa Keude, Kecamatan Indrapuri, Aceh Besar.  Sebelum difungsikan sebagai masjid bangunan tersebut merupakan candi Hindu-budha yang sudah datang ke Aceh pada abad ke 10.

Namun dialihfungsikan sejak kekuasaan Sultan Iskandar Muda yang sukses membawa Kerajaan Aceh Darussalam pada masa kejayaannya. 

12. Masjid Hidayatullah Saonek

masjid tertua di indonesia

Pengaruh Islam menyebar ke seluruh wilayah Nusantara termasuk di Indonesia Timur yakni Papua. Meski saat ini didominasi oleh Nasrani namun peninggalan-peninggalan agama Islam masih terjaga di sana seperti masjid Hidayatullah Saonek. 

Bangunan masjid yang berada di Jl. Hi. Rafana. Kampung saonek, Kabupaten Raja Ampat dibangun pada tahun 1505. 

Nama jalan menuju ke masjid ini diambil dari tokoh imam besar yang menyebarkan ajaran Islam di Papua yakni Habib Rafana. Masjid ini berdiri seluas 1.512 meter persegi dengan total luas tanah 12.588 meter persegi. 

The post 12 Masjid Tertua di Indonesia yang Masih Bertahan  appeared first on HaloEdukasi.com.

]]>
7 Bukti Peninggalan Masuknya Agama Islam ke Indonesia https://haloedukasi.com/bukti-peninggalan-masuknya-agama-islam-ke-indonesia https://haloedukasi.com/bukti-peninggalan-masuknya-agama-islam-ke-indonesia#respond Fri, 30 Oct 2020 07:55:45 +0000 https://haloedukasi.com/?p=11999 Awal masuknya agama  islam di Indonesia masih belum diketahui secara pasti. Peninggalan-peninggalan yang digunakan sebagai sumber informasi mempunyai kelebihan dan kekurangan sehingga belum bisa dijadikan sumber yang kuat dan valid. Berikut adalah beberapa peninggalan dari masuknya agama islam ke Indonesia: 1. Batu Nisan Maemunah Batu nisan ini ditemukan pada tahun 475 H (1082 M) di […]

The post 7 Bukti Peninggalan Masuknya Agama Islam ke Indonesia appeared first on HaloEdukasi.com.

]]>
Awal masuknya agama  islam di Indonesia masih belum diketahui secara pasti. Peninggalan-peninggalan yang digunakan sebagai sumber informasi mempunyai kelebihan dan kekurangan sehingga belum bisa dijadikan sumber yang kuat dan valid.

Berikut adalah beberapa peninggalan dari masuknya agama islam ke Indonesia:

1. Batu Nisan Maemunah

Makam Fatimah binti Maimun
Makam Fatimah binti Maemun di Jawa Timur

Batu nisan ini ditemukan pada tahun 475 H (1082 M) di Leran, Jawa Timur. Nama Maemunah merupakan nama yang jarang digunakan oleh bangsa Indonesia saat itu, sehingga para ilmuwan menduga bahwa batu nisan Maemunah bukan milik orang Indonesia, batu nisan tersebut sengaja diangkut dari luar negeri sebagai pemberat kapal.

2. Catatan Perjalanan Marcopolo

Marcopolo
Gambar Marcopolo

Marcopolo adalah seorang musafir dari Cina. Catatan ini ditulis saat Marcoplo sedang singgah di Sumatera tahun 1292, dia menyebutkan bahwa Perlak merupakan sebuah kota islam, sedangkan dua kota di sekitarnya yaitu Basma dan Samana bukan kota islam.

Kota Basma dan Samana sering dikaitkan dengan Samudera dan Pasai. Samudera Pasai sendiri merupakan kerajaan islam pertama di Indonesia, sehingga keterangan dari Marcopolo diragukan oleh para ilmuwan.

Para ilmuwan menduga bahwa Marcopolo salah menyebutkan bahwa Basma dan Samana bukan kota islam. Atau juga mungkin para ilmuwan yang salah menduga bahwa Basma dan Samana bukan merupakan Samudera dan Pasai.

3. Batu Nisan Milik Sultan Malik As Shalih

Batu Nisan milik Sultan Malik as Salih
Batu Nisan Sultan Malik As Salih

Sultan Malik As Salih merupakan raja pertama dari Kerajaan Samudera Pasai. Bisa dikatakan bahwa bukti ini adalah bukti yang paling valid apabila dibandingkan dengan bukti-bukti yang sebelumnya.

Batu nisan ini merupakan bukti bahwa pada abad ke XIII di Sumatera Utara sudah berada di bawah kepemimpinan  islam. Bukti ini sekaligus mematahkan catatan bukti dari Marcopolo bahwa di Basma dan Samana (Samudera Pasai) bukan kota islam.

4. Dua Batu Nisan dari Minye Tunjoh

Batu nisan Minye Tunjoh
Batu nisa Minye Tunjoh

Batu Nisan ini diketahui berasal dari abad XIV dan ditemukan di Minye Tunjoh. Kedua batu nisan ini diukir di sepasang batu nisan dan diperkirakan dimiliki oleh satu orang yang sama yaitu Putri dari Sultan Malik al-Zahir.

Keunikannya adalah prasasti ini ditulis dengan dua bahasa yang berbeda. Salah satu prasasti ditulis menggunakan bahasa melayu kuno dan berhuruf Sumatera Kuno dan yang lain ditulis menggunakan bahasa Arab. Perbedaan yang lain adalah terdapat selisih penulisan angka hingga 10 tahun.

5. Batu Trengganu

Batu Trengganu
Batu Trengganu

Batu Trengganu merupakan sebuah petikan suatu maklumat yang diketahui berasal dari tahun 1302 dan 1387. Batu tersebut menggambarkan masuknya hukum islam ke suatu daerah yang sebelumnya wilayah tersebut bukan wilayah islam.

7. Batu Nisan Trowulan dan Troloyo

Batu Nisan Di Troloyo
Batu nisan di Troloyo

Trowulan dan Troloyo merupakan sebuah situs yang menjadi bagian dari Kerajaan Hindu Majapahit.

Batu nisan ini memuat potongan ayat-ayat Al-Quran, namun masih menggunakan tarikh saka sebagai sistem penanggalannya.

Bentuk dari batu nisan ini juga unik karena memiliki hiasan ukiran yang begitu rumit. Sehingga diduga batu nisan ini dimiliki oleh kaum elite Kerajaan Majapahit.

The post 7 Bukti Peninggalan Masuknya Agama Islam ke Indonesia appeared first on HaloEdukasi.com.

]]>
https://haloedukasi.com/bukti-peninggalan-masuknya-agama-islam-ke-indonesia/feed 0
Sejarah Kerajaan Samudera Pasai: Raja dan Peninggalannya https://haloedukasi.com/sejarah-kerajaan-samudera-pasai Wed, 04 Mar 2020 06:58:35 +0000 https://haloedukasi.com/?p=4322 Ada beragam kerajaan Islam seperti kerajaan Demak, kerajaan Cirebon, kerajaan Banten, dll. Kerajaan Islam ini mulai menguasai Indonesia setelah runtuhnya beberapa kerajaan hindu budha. Kerajaan Islam mulai bangkit di berbagai daerah terutama di ujung Sumatera, tepatnya Aceh. Tak hanya kerajaan Aceh, ternyata ada 1 kerajaan lagi yang turut andil dalam jalur perdagangan kala itu yakni […]

The post Sejarah Kerajaan Samudera Pasai: Raja dan Peninggalannya appeared first on HaloEdukasi.com.

]]>
Ada beragam kerajaan Islam seperti kerajaan Demak, kerajaan Cirebon, kerajaan Banten, dll.

Kerajaan Islam ini mulai menguasai Indonesia setelah runtuhnya beberapa kerajaan hindu budha.

Kerajaan Islam mulai bangkit di berbagai daerah terutama di ujung Sumatera, tepatnya Aceh.

Tak hanya kerajaan Aceh, ternyata ada 1 kerajaan lagi yang turut andil dalam jalur perdagangan kala itu yakni kerajaan Samudera Pasai.

Latar Belakang Kerajaan Samudera Pasai

Kerajaan Samudera Pasai berdiri dari tahun 1267 M, sebelum akhirnya runtuh karena serangan pada penjajahan Portugis di tahun 1521 M.

Samudera Pasai berdiri dengan tujuan untuk dijadikan sebagai kota dagang karena letaknya yang strategis.

Lokasi kerajaan ini berada di daerah pesisir pantai utara Sumatera, dekat dengan daerah Lhokseumawe, Aceh.

Karena lokasi yang strategis inilah, tidak heran apabila banyak pedangang asing keluar masuk kota untuk mencari rempah-rempah berupa lada.

Apalagi Samudera Pasai memiliki beberapa pelabuhan-pelabuhan penting yang dijadikan sebagai tempat transit dan pada akhirnya disebut sebagai kerajaan Maritim.

Samudera Pasai awalnya dibangun oleh Nizamuddin Al Kamil, seorang pimpinan angkatan laut yang berasal dari Mesir.

Lalu diceritakanlah bahwa Sultan Malik as-Saleh menggantikan dengan memimpin kerajaan pada tahun 1267 M.

Dari sinilah Samudera Pasai semakin berkembang dan berjaya hingga melahirkan beberapa koin emas dirham sebelum akhirnya harus jatuh dan bergabung dengan kerajaan Aceh.

Raja-raja Yang Pernah Menjabat di Kerajaan Samudera Pasai

Berikut ini adalah 7 raja yang pernah menjabat di kerajaan Samudera Pasai:

1. Sultan Malik as-Saleh (1267-1297 M)

Sultan Malik as Saleh memimpin dari awal Samudera Pasai dibentuk dari tahun 1267 dan berakhir di tahun 1297 M.

Ada yang mengatakan bahwa berdasarkan Hikayat Raja Pasai, beliau lah yang mendirikan kerajaan Pasai sebelumnya.

Ada pula yang mengatakn bahwa pimpinan angkatan laut dari Mesir yang bernama Nizamuddin Al Kamil yang mendirikan Samudera Pasai dan selanjutnya kerajaan dipimpin oleh Sultan Malik as Saleh.

Pun ada pula yang mengatakan bahwa Sultan Malik as Saleh menggantikan masa kepemimpinan Sultan Malik al-Nasser.

Satu yang pasti yakni raja pertama Samudera Pasai ialah Sultan Malik as Saleh atau disebut juga Meurah Silu.

Dalam masa pemerintahan Meurah Silu, Samudera Pasai semakin berjaya karena berhasil menjadi kota dagang rempah akibat penguasaan Selat Malaka kala itu.

Selat yang dekat dengan kerajaan Malaka diketahui sebagai pusat perdagangan rempah internasional sehingga hal ini berpengaruh juga pada perekonomian Samudera Pasai.

2. Sultan Muhammad Malik azh-Zhahir (1297-1326 M)

Setelah Sultan Malikussaleh wafat, Sultan Muhammad Malik azh-Zhahir menggantkan beliau selama 29 tahun dari tahun 1297 M

Pada masa pemerintahan Sultan Muhammad Malik azh-Zhahir, banyak koin emas yang dicetak dan diberi nama dirham.

Dari sinilah awal mula alat tukar perdagangan di Samudera Pasai menggunakan koin emas.

Di tahun 1326 M, Sultan Muhammad Malik azh-Zhahir wafat dan beliau juga meninggalkan cap sultan yang berisi tulisan Mamlakah Muhammad atau Kerajaan Muhammad.

3. Sultan Mahmud Malik azh-Zhahir (1326-1345 M)

Sultan berikutnya adalah Sultan Mahmud Malik azh-Zhahir yang melanjutkan takhta dari tahun 1326 hingga 1345 M.

Beliau dapat berbahasa Arab secara lancar dan merupakan raja yang taat beribadah.

Dalam masa pemerintahannya, banyak pedagang asing dari India dan Cina yang sering berkunjung untuk membeli rempah-rempah di Samudera Pasai.

Karena hal inilah, pada masa pemerintahan Sultan Mahmud Malik azh-Zhahir sering ditemui barang-barang Cina yang dapat dibeli di Samudera Pasai tanpa harus berlayar ke Cina.

Selain itu, Sultan Mahmud Malik azh-Zhahir merupakan panglima perang yang handal karena sudah menaklukan berbagai daerah di sekitar kerajaan.

Berkat kegigihan untuk memajukan Samudera Pasai di bawah pemerintahannya, tak heran jika Sultan Mahmud Malik azh-Zhahir sangat dihormati oleh rakyatnya.

4. Sultan Ahmad azh-Zhahir (1346-1383 M)

Sultan Ahmad Malik az-Zhahir merupakan penerus berikutnya dan putra dari Sultan Mahmud Malik az-Zhahir.

Sultan Ahmad Malik az-Zhahir memimpin Samudera Pasai dari tahun 1346 sampai dengan 1383 M.

Di masa pemerintahannya, kerajaan Majapahit kala itu bangkit dan melakukan penyerangan menuju Pasai untuk menguasai kota dagang tersebut.

Hal ini membuat Sultan Ahmad Malik az-Zhahir kabur dan meninggalkan ibukota kerajaan.

Akhirnya karena hal ini, kerajaan digantikan oleh raja Pasai berikutnya.

5. Sultan Zainal Abidin Malik azh-Zhahir (1383-1405 M)

Sultan Zainal Abidin Malik azh-Zhahir melanjutkan kepemimpinan di Pasai dari tahun 1383 M.

Dalam berita Tiongkok, Sultan Zainal Abidin Malik azh-Zhahir disebut juga sebagai Tsai-nu-li-a-pi-ting-ki.

Ketika masa pemerintahannya, ada seorang raja dari Pedir yang bernama raja Nakur.

Ketika itu di tahun 1405 M, raja Nakur membunuh Sultan Zainal Abidin Malik azh-Zhahir dengan panah dan menyebabkan sultan Pasai tewas.

Karena itulah, kepemimpinan berikutnya jatuh ke tangan istri Sultan Zainal Abidin Malik azh-Zhahir yang bernama Nahrasyiyah.

6. Ratu Nahrasyiyah (1405-1412 M)

Ratu Nahrasyiyah atau Sultanah Nahrasyiyah merupakan istri dari Sultan Zainal Abidin Malik az-Zhahir.

Beliau melanjutkan kepemimpinan suaminya yang tewas di tangan raja Nakur dari tahun 1405 hingga 1412 Masehi.

Karena kebenciannya akan raja Nakur yang telah membunuh suaminya, akhirnya Ratu Nahrasyiyah melakukan sayembara.

Sayembara tersebut berisi perintah bahwa siapapun yang dapat membunuh raja Pedir tersebut maka akan diangkat sebagai raja dan memerintah bersama putranya.

Akhirnya seorang nelayan berhasil membunuh raja Nakur dan diangkat sebagai raja.

Nelayan tersebut bernama Sallah ad-Din dan akhirnya bergelar sebagai sultan.

7. Sultan Zain Al’Abidin (1513-1524 M)

Sultan Zain Al’Abidin memerintah dari tahun 1513 M hingga masa-masa keruntuhan Samudera Pasai yakni tahun 1524 M.

Nama lain Sultan Zain Al’Abidin adalah Sultan Zainal ‘Abidin Ra-Ubabdar yang mana beliau masih memiliki garis keturunan anak dari paman Ratu Nahrasyiyah.

Sebelum masa pemerintahan Sultan Zain Al’Abidin sudah banyak berganti-ganti raja dan barulah ketika masa pemerintahannya, Pasai mulai diserang oleh Portugis.

Kerajaan Pasai jatuh karena armada Portugis yang lebih kuat sehingga pada akhirnya raja harus menyerah dan menyebabkan runtuhnya Pasai pada tahun 1521 M.

Di tahun 1524 M, Samudera Pasai diambil alih oleh kerajaan Aceh yang kala itu rajanya adalah Sultan Ali Mughayat Syah.

Sehingga berakhirlah masa kepemimpinan Sultan Zain Al’Abidin dan juga kerajaan Samudera Pasai.

Masa Kejayaan Kerajaan Samudera Pasai

Meski di masa pemerintahan sebelumnya, Samudera Pasai sudah mengalami kemajuan.

Namun masa kejayaannya baru berada ketika masa pemerintahan Sultan Zainal Abidin Malik azh-Zhahir.

Keadaan sosial bidayanya kala itu sangat baik karena masyarakat dapat menghasilkan karya sastra Melayu berbekal huruf Arab yang dibawa dari agama Islam.

Kondisi ekonominya pun semakin berkembang karena Samudera Pasai merupakan daerah strategis tempat pelayaran dan perdagangan rempah internasional.

Sebab Runtuhnya Kerajaan Samudera Pasai

Samudera Pasai mengalami keruntuhan ketika masa kepemimpinan Sultan Zain Al’Abidin.

Beliau adalah putra dari paman Ratu Nahrasyiyah, yang mana Ratu Nahrasyiyah merupakan istri dari raja-raja Pasai sebelumnya.

Ketika masa kepemimpinannya, di dalam kerajaan sudah sering terjadi keributan.

Puncaknya adalah tahun 1521 dimana akhirnya armada laut Portugis yang kuat mampu melumpuhkan Samudera Pasai yang memang sudah rapuh.

Kerajaan ini lumpuh dan akhirnya di tahun 1524, raja Aceh mampu merebut dan menduduki Samudera Pasai.

Sehingga pada tahun 1524 itulah, Samudera Pasai akhirnya hancur diambil alih kerajaan Aceh.

Peninggalan Kerajaan Samudera Pasai

Berikut ini adalah beberapa peninggalan kerajaan Samudera Pasai, antara lain:

  • Makam Sultan Malik as-Saleh

Makam Sultan Malik as-Saleh merupakan makam raja pertama kerajaan Pasai.

Makam ini berlokasi di Nangroe Aceh Darussalam dan saat ini menjadi salah satu destinasi wisata.

Selain makam raja pertama Pasai, akan ditemukan pula makam-makam raja dan ratu lainnya yang pernah menjabat di Samudera Pasai.

  • Makam Sultan Muhammad Malik az-Zhahir

Makam Sultan Muhammad Malik az-Zhahir berlokasi sama dengan Makam Sultan Malik as-Saleh.

Lokasi makam ini pun berdampingan dengan makam Sultan Malik as-Saleh, raja pertama Samudera Pasai.

Sultan Muhammad Malik az-Zhahir merupakan raja kedua Samudera Pasai dan merupakan anak dari Sultan Malik as-Saleh.

  • Stempel Kerajaan Samudra Pasai

Stempel ini merupakan stempel peninggalan Samudera Pasai dan kini usianya mencapai 685 tahun.

Stempel kerajaan ini ditemuan di desa Aceh Utara dan diduga merupakan peninggalan raja Pasai kedua karena terdapat tulisan “Kerajaan Muhammad”.

Stempel ini memiliki ukuran 2×1 cm dan bentuknya sudah tidak terlalu utuh lagi.

  • Koin Emas Dirham

Selain stempel, ditemukan pula koin emas dirham yang digunakan sebagai alat tukar di masa Samudera Pasai.

Koin emas ini merupakan peninggalan raja Pasai yang kedua dan terbuat dari campuran emas, perak dan tembaga serta terdapat tulisan arab pada permukaannya.

  • Naskah Surat Sultan Zainal Abidin

Naskah surat ini dibuat oleh Sultan Zainal Abidin tahun 1518 M menggunakan bahasa Arab.

Naskah ini dibuat untuk menggambarkan keadaan Samudera Pasai ketika diserang oleh Portugis.

The post Sejarah Kerajaan Samudera Pasai: Raja dan Peninggalannya appeared first on HaloEdukasi.com.

]]>
Sejarah Kerajaan Gowa Tallo: Raja dan Peninggalannya https://haloedukasi.com/sejarah-kerajaan-gowa-tallo Mon, 02 Mar 2020 06:53:08 +0000 https://haloedukasi.com/?p=4175 Kerajaan Gowa Tallo berdiri pada abad ke 15 dan menjadi simbol kejayaan Islam di Indonesia bagian timur. Kerajaan ini merupakan kerajaan Islam di Sulawesi selain kerajaan Buton. Latar Belakang Kerajaan Gowa Tallo Gowa dan Tallo adalah dua kerajaan yang berdiri di daerah Sulawesi Selatan. Kerajaan Tallo berdiri dua abad setelah Gowa. Kemudian keduanya menyatukan wilayah […]

The post Sejarah Kerajaan Gowa Tallo: Raja dan Peninggalannya appeared first on HaloEdukasi.com.

]]>
Kerajaan Gowa Tallo berdiri pada abad ke 15 dan menjadi simbol kejayaan Islam di Indonesia bagian timur.

Kerajaan ini merupakan kerajaan Islam di Sulawesi selain kerajaan Buton.

Latar Belakang Kerajaan Gowa Tallo

Gowa dan Tallo adalah dua kerajaan yang berdiri di daerah Sulawesi Selatan. Kerajaan Tallo berdiri dua abad setelah Gowa.

Kemudian keduanya menyatukan wilayah kedua kerajaan mereka pada tahun 1528.

Daeng Manrabia berasal dari Gowa sebagai raja Gowa Tallo. Sementara, Karaeng Matoaya berasal dari Tallo menjabat sebagai perdana menteri.

Kerajaan Gowa

Kerajaan ini sudah ada sejak tahun 1300-an. Didirikan oleh seorang perempuan bernama Tumanurung.

Gowa dimasa awal adalah negara agraris yang tidak memiliki akses ke pantai dan laut.

Kerajaan Gowa adalah kerajaan di Sulawesi selatan yang bersuku Makasar.

Memiliki Sembilan sembilan komunitas yang dikenal dengan nama Bate Salapang (Sembilan Bendera).

Antara lain Tombolo, Lakiung, Parang-Parang, Data, Agangjene, Saumata, Bissei, Sero dan Kalili.

Kerajaan Gowa mengajak komunitas lain untuk bergabung membentuk kerajaan Gowa baik melalui paksaan maupun dengan cara damai.

Kerajaan Tallo

Tallo didirikan dua abad setelah kerajaan Gowa berdiri.

Seorang pangeran Gowa bernama Karaeng Loerisero melarikan diri ke pesisir pantai setelah kalah atas perebutan tahta setelah ayahnya wafat.

Ayah Karaeng Loerisero adalah raja Gowa yang ke-6 bernama Tonatang Kalopi.

Tahta raja Gowa ke 7 jatuh kepada anak tertuanya yaitu Batara Gowa Tuminangari Paralakkenna.

Sementara adiknya yang bernama Karaeng Loerisero setelah lari dari Gowa, ia mendirikan kerajaan di pesisir pantai.

Karaeng Loerisero memerintah sebagian wilayah yang disebut Tallo.

Wilayah Kerajaan Tallo meliputi Saumata, Pannampu, Moncongloe dan Porongloe.

Kedua Kerajaan Tallo dan Gowa pada perjalanannya sering terlibat pertempuran dan persaingan.

Bersatunya Gowa dan Tallo

Pada tahun 1258 Kerajaan Gowa dan Tallo bersatu melalui sebuah kesepakatan yang bernama Ruwa Karaengse’re Ata (2 raja tetapi 1 rakyat).

Artinya siapa saja yang menjabat Raja Tallo sekaligus akan menjabat sebagai Raja Gowa.

Dalam perjanjian itu Raja Gowa menjadi Sombaya atau raja yang tertinggi, sedangkan Raja Tallo menjadi Tumabicara Guta atau Perdana Menteri.

Sejak saat itu Kesultanan Tallo selalu terlibat dan mendukung ekspansi Kerajaan Gowa di Sulawesi Selatan dan sekitarnya.

Raja-raja yang Pernah menjabat di Kerajaan Gowa Tallo

Kerajaan Gowa Tallo memiliki jumlah raja yang banyak, terhitung sejak raja pertama kerajaan Gowa hingga bersatu menjadi Gowa Tallo.

  1. Tumanurung Bainea (±1300)
  2. Tumassalangga Baraya
  3. Puang Loe Lembang
  4. I Tuniatabanri
  5. Karampang ri Gowa
  6. Tunatangka Lopi (±1400)
  7. Batara Gowa Tuminanga ri Paralakkenna
  8. Pakere Tau Tunijallo ri Passukki
  9. Daeng Matanre Karaeng Tumapa’risi’ Kallonna (awal abad ke-16)
  10. I Manriwagau Daeng Bonto Karaeng Lakiyung Tunipallangga Ulaweng (1546-1565)
  11. I Tajibarani Daeng Marompa Karaeng Data Tunibatte
  12. I Manggorai Daeng Mameta Karaeng Bontolangkasa Tunijallo (1565-1590)
  13. I Tepukaraeng Daeng Parabbung Tuni Pasulu (1593)
  14. Sultan Alaudin (1591-1629)
  15. Sultan Muhammad Said ( 1639 – 1653)16. Sultan Hasanuddin (1655-1669)
  16. I Mappasomba Daeng Nguraga Sultan Amir Hamzah Tuminanga ri Allu’ (1669-1674)
  17. Sultan Mohammad Ali (Karaeng Bisei) Tumenanga ri Jakattara ( 1674-1677)
  18. Mappadulu Daeng Mattimung Karaeng Sanrobone Sultan Abdul Jalil Tuminanga ri Lakiyung. (1677-1709)
  19. La Pareppa Tosappe Wali Sultan Ismail Tuminanga ri Somba Opu (1709-1711)
  20. I Mappaurangi Sultan Sirajuddin Tuminang ri Pasi
  21. I Manrabbia Sultan Najamuddin
  22. I Mappaurangi Sultan Sirajuddin Tuminang ri Pasi; Menjabat untuk kedua kalinya tahun 1735
  23. I Mallawagau Sultan Abdul Chair (1735-1742)
  24. I Mappibabasa Sultan Abdul Kudus (1742-1753)
  25. Amas Madina Batara Gowa (diasingkan oleh Belanda ke Sri Lanka) (1747-1795)
  26. I Mallisujawa Daeng Riboko Arungmampu Tuminanga ri Tompobalang (1767-1769)
  27. I Temmassongeng Karaeng Katanka Sultan Zainuddin Tuminanga ri Mattanging (1770-1778)
  28. I Manawari Karaeng Bontolangkasa (1778-1810)
  29. I Mappatunru / I Mangijarang Karaeng Lembang Parang Tuminang ri Katangka (1816-1825)
  30. La Oddanriu Karaeng Katangka Tuminanga ri Suangga (1825-1826)
  31. I Kumala Karaeng Lembang Parang Sultan Abdul Kadir Moh Aidid Tuminanga ri Kakuasanna (1826 – 1893)
  32. I Malingkaan Daeng Nyonri Karaeng Katangka Sultan Idris Tuminanga ri Kalabbiranna (1893 – 1895)
  33. I Makkulau Daeng Serang Karaeng Lembangparang Sultan Husain Tuminang ri Bundu’na (1895- 1906)
  34. I Mangimangi Daeng Matutu Karaeng Bonto Nompo Sultan Muhammad Tahur Muhibuddin Tuminanga ri Sungguminasa (1936-1946)
  35. Andi Ijo Daeng Mattawang Karaeng Lalolang Sultan Muhammad Abdul Kadir Aidudin (1946-1978)

Raja ke 14 yang bergelar I Mangari Daeng Manrabbia Sultan Alauddin I Tuminanga ri Gaukanna adalah raja Gowa yang pertama memeluk Islam.

Sultan Hasanuddin raja ke 16, dikenal juga dengan sebutan Ayam Jantan dari timur.

Sultan Hasanuddin dinobatkan menjadi pahlawan nasional karena keberaniannya melawan penjajah.

Raja ke 36 ini adalah raja terakhir dalam sejarah Kerajaan Gowa Tallo.

Kerajaan ini menjadi kabupaten yang ada di Sulawesi tenggara setelah bergabung dengan wilayah negara Indonesia.

Masa Kejayaan Kerajaan Gowa Tallo

Letaknya kerajaan ini strategis, yaitu di rute perdagangan dan memiliki pelabuhan besar sebagai tempat persinggahan perdagangan.

Hal ini menjadikan kehidupan ekonomi rakyat Gowa Tallo makmur.

Belum lagi kerajaan ini juga merupakan negara yang agraris yang menghasilkan tanaman dan rempah-rempah.

Masa kejayaan Kesultanan Gowa Tallo mulai Nampak saat raja ke 15 memerintah dan mencapai puncak kejayaannya di masa pemerintahan Sultan Hasanuddin.

Sembilan wilayah yang sudah dikuasai oleh Gowa tallo sebelumnya tetap dipertahankan.

Wilayah kekuasan berkembang menjadi empat wilayah yaitu Bone, Ruwu, Soppeng, dan Wajo.

Saat itu, belanda sudah berhasil menguasai Ambon dan ingin menguasai kerajaan Gowa Tallo.

Sultan Hasanuddin menolak dengan keras ajakan Belanda untuk bekerjasama. Ia tidak ingin Belanda mengatur pemerintahannya.

Sistem kerajaan pun diatur sendiri oleh pemerintahan kerajaan.

Sultan Hasanuddin memiliki julukan Si Ayam Jantan dari Timur karena keberaniannya dia berhasil mengusir belanda dari tanah Sulawesi.

Kerajaan ini dinobatkan sebagai salah satu kerajaan Islam terbesar di wilayah Sulawesi.

Tidak hanya dalam aspek ekonomi saja Kerajaan Gowa Tallo berjaya, Islam pun berkembang pesat.

Salah satunya adalah ajaran Islam Sufisme Khawatiyah yang diajarkan oleh Syaikh Yusuf al-Makassari.

Ajaran ini tersebar luas hingga seuruh wilayah kekuasaan Kerajaan Gowa Tallo.

Bahkan kerajaan ini dijuluki Serambi Mekah karena ajaran agama Islam berkembang pesat.

Banyak orang dari luar kerajaan yang menimba ilmu tentang Islam di Gowa Tallo.

Sebab Runtuhnya Kerajaan Gowa Tallo

Perjanjian Bongaya pada 1667 antara Kerajaan Gowa dan VOC mengakhiri kejayaan Kerajaan Gowa Tallo.

Perjanjian perdamaian ini adalah hasil pengkhianatan raja Bone pada saat itu.

Perjanjian itu adalah pendeklarasian kekalahan Gowa dari VOC yang berkedok perjanjian perdamaian.

Dalam perjanjian Bongaya tertulis dan disahkan bahwa VOC mengambil alih perdagangan di pelabuhan Makasar yang saat itu dikuasai oleh Gowa.

Meskipun begitu Sultan Hasanuddin tidak menyerah dan berusaha mempertahankan wilayahnya.

Akan tetapi pasukannya kalah jumlah dan kekuatan oleh VOC.

Perjuangannya tidak berhenti hingga ia wafat dan digantikan oleh putranya yaitu Sultan Mapasomba.

Peninggalan Kerajaan Gowa Tallo

  • Masjid Katangka

Masjid yang dibangun pada tahun 1605 disebut juga masjid Al-Hilal. Masjid berada di sebelah utara Kompleks Makam Sultan Hasanuddin.

Masjid ini adalah masjid tertua di Sulawesi Selatan.

  • Benteng Fort Rotterdam

Dibangun pada tahun 1545. Disebut juga benteng Ujung Pandang.

Merupakan benteng peninggalan Kerajaan Gowa Tallo yang terletak di pinggir pantai sebelah barat Kota Makassar.

Benteng ini dibangun Raja Gowa kesembilan I Manrigau Daeng Bonto Karaeng Lakiung Tumapa’risi’ kallonna.

  • Komplek pemakaman raja-raja Kerajaan Gowa Tallo

Letak area pemakaman raja-raja Gowa Tallo ini ada di Kecamtan Talo, Ujungpandang.

Pemakaman ini sudah menggunakan corak pemakaman Islam, yaitu menggunakan batu nisan yang berpundak-pundak menyerupai candi kecil.

The post Sejarah Kerajaan Gowa Tallo: Raja dan Peninggalannya appeared first on HaloEdukasi.com.

]]>
Sejarah Kerajaan Buton: Raja dan Peninggalannya https://haloedukasi.com/sejarah-kerajaan-buton Mon, 02 Mar 2020 05:17:58 +0000 https://haloedukasi.com/?p=4172 Kerajaan Buton adalah salah satu kerajaan di Sulawesi Tenggara yang berdiri di akhir abad 13. Kerajaan ini merupakan kerajaan islam di Indonesia selain kerajaan Banten, kerajaan Cirebon, kerajaan Banjar, dan kerajaan Pajang. Latar Belakang Kerajaan Buton Pada akhir abad ke 13, diawali dengan kehadiran empat orang yang berasal dari Semenanjung Tanah melayu. Empat orang yang […]

The post Sejarah Kerajaan Buton: Raja dan Peninggalannya appeared first on HaloEdukasi.com.

]]>
Kerajaan Buton adalah salah satu kerajaan di Sulawesi Tenggara yang berdiri di akhir abad 13.

Kerajaan ini merupakan kerajaan islam di Indonesia selain kerajaan Banten, kerajaan Cirebon, kerajaan Banjar, dan kerajaan Pajang.

Latar Belakang Kerajaan Buton

Pada akhir abad ke 13, diawali dengan kehadiran empat orang yang berasal dari Semenanjung Tanah melayu.

Empat orang yang disebut juga Mia Patamiana bernama Sipanjonga, Simalui, Sitamanajo dan Sijawangkati.

Keempat orang tersebut membangun perkampungan atau yang disebut juga dengan istilah Wolio.

Woilo ini terdiri dari empat wilayah kecil atau disebut juga Limbo, Limbo dipimpin oleh kepala wilayah atau Bonto.

Limbo tersebut terdiri dari daerah bernama Gundu-gundu, Barangkatopa, Paropa dan Baluwu.

Pada wilayah-wilayah tersebut terdapat kerajaan-kerajaan kecil yaitu Tobe-tobe, Kamaru, Wabula, Todanga dan Batauga.

Mereka sepakat untuk bergabung dan membentuk kerajaan baru yang dinamakan Kerajaan Buton.

Raja-raja Yang Pernah memimpin Kerajaan Buton

1. Putri Wa kaa Kaa

Pada tahun 1332 raja pertama ditetapkan melalui permusyawarahan para Bonto atau kepala wilayah.

Raja pertama Kerajaan Buton adalah seorang perempuan bernama Putri Waa Kaa Kaa, istri dari Batara seorang bangsawan keturunan Majapahit.

2. Putri bawambona

Raja ke dua bernama Raja Putri bawambona, yang juga seorang perempuan.

Kerajaan Buton mengalami dua fase kepemimpinan, fase pertama adalah pra Islam dan fase ke dua Islam telah menjadi agama kerajaan.

Islam mulai masuk ke Buton melalui Ternate pada pertengahan abad ke 16.

3. Raja Bataraguru

Raja Bataraguru merupakan raja ketiga dari kerajaan Buton. Ia adalah bentuk wujud dari Dewa Siwa yang mengatur berbagai ilmu.

Ia memiliki berbagai nama yaitu Sang Hyang Manikmaya, Sang Hyang Caturbuja, Sang Hyang Otipati, Sang Hyang Jagadnata, Nilakanta, Trinetra, dan Girinata.

4. Raja Mulae

Pada masa kepemimpinan raja Mulae, terjadi sebuah penyerangan oleh Labolontio.

Pada saat itu raja Mulae membuat sayembara untuk membantunya dalam mengalahkan Labolontio.

Hingga akhirnya Labolontio dipanggil pulang oleh kerajaan Muna karena merasa terancam.

5. Raja Murhum

Raja Murhum merupakan raja ke-5 dari kerajaan Buton. Pada masa kepemimpinannya ia mengganti sistem kerajaan dengan kesultanan.

Dan ia dinobatkan sebagai Sultan Buton I, dengan gelar Sultan Muhammad Isa Kaimuddin Khalifatl Khamis.

Setelah Islam menjadi agama kerajaan maka Kerajaan Buton menjadi Kesultanan Buton.

Kesultanan Buton memiliki Sultan atau pemimpin yang meneruskan kepemimpinannya dari garis keturunan.

Sultan adalah pemimpin tertinggi di pemerintahan. Ada dua golongan yang memegang kendali pemerintahan golongan Kaomu dan golongan Walaka.

Sultan haruslah berasal dari golongan Kaomu. Berikut diantaranya:

  1. Sultan Murhum (1491-1537 M)
  2. Sultan La Tumparasi (1545-1552)
  3. Sultan La Sangaji (1566-1570 M)
  4. Sultan La Elangi (1578-1615 M)
  5. Sultan La Balawo (1617-1619)
  6. Sultan La Buke (1632-1645)
  7. Sultan La Saparagau (1645-1646 M)
  8. Sultan La Cila (1647-1654 M)
  9. Sultan La Awu (1654-1664 M)
  10. Sultan La Simbata (1664-1669 M)
  11. Sultan La Tangkaraja (1669-1680 M)
  12. Sultan La Tumpamana (1680-1689 M)
  13. Sultan La Umati (1689-1697 M)
  14. Sultan La Dini (1697-1702 M)
  15. Sultan La Rabaenga (1702 M)
  16. Sultan La Sadaha (1702-1709 M)
  17. Sultan La Ibi (1709-1711 M)
  18. Sultan La Tumparasi (1711-1712M)
  19. Sultan Langkariri (1712-1750 M)
  20. Sultan La Karambau (1750-1752 M)
  21. Sultan Hamim (1752-1759 M)
  22. Sultan La Seha (1759-1760 M)
  23. Sultan La Karambau (1760-1763 M)
  24. Sultan La Jampi (1763-1788 M)
  25. Sultan La Masalalamu (1788-1791 M)
  26. Sultan La Kopuru (1791-1799 M)
  27. Sultan La Badaru (1799-1823 M)
  28. Sultan La Dani (1823-1824 M)
  29. Sultan Muh. Idrus (1824-1851 M)
  30. Sultan Muh. Isa (1851-1861 M)
  31. Sultan Muh. Salihi (1871-1886 M)
  32. Sultan Muh. Umar (1886-1906 M)
  33. Sultan Muh. Asikin (1906-1911 M)
  34. Sultan Muh. Husain (1914 M)
  35. Sultan Muh. Ali (1918-1921 M)
  36. Sultan Muh. Saifu (1922-1924 M)
  37. Sultan Muh. Hamidi (1928-1937 M)
  38. Sultan Muh. Falihi (1937-1960 M).

Masa Kejayaan Kerajaan Buton

Kesultanan Buton adalah Kesultanan yang memiliki masa pemerintahan cukup panjang. Sejak akhir abad ke 13 hingga abad ke 19.

Kesultanan Buton dapat bertahan hingga masa pemerintahan orde lama.

Kesultanan Buton memiliki struktur monarki yang kuat dan sistem pemerintahan yang teratur sejak awal berdirinya.

Adanya pembagian wilayah-wilayah pada awal masa berdirinya Kerajaan Buton kemudian dilanjutkan saat masa Kesultanan.

Dengan sistem desentralisasi yang membagi 72 wilayah kecil atau disebut juga Kadie. Hal ini mempermudah pengaturan sistem pemerintahan.

Selain itu Kesultanan Buton juga memiliki struktur pemerintahan yang teratur.

Pemerintahan tertinggi oleh Sultan yang dibantu oleh Bontona (menteri), Menteri besar, Bonto, kepala Siolimbona dan sekretaris Sultan.

Selain itu ada golongan Walaka, golongan ini sama halnya dengan dewan legislatif bertugas mengawasi jalannya pemerintahan oleh Sultan.

Kesultanan Buton memiliki pertahanan yang kuat, meskipun beberapa kali mendapat serangan dari kerajaan Gowa.

Pada tahun 1634 pada masa pemerintahan Sultan La Buke dibangunlah benteng yang dibangun di perbukitan dan berjarak 3km dari pantai.

Benteng ini melindungi area seluas 401.900 meter persegi yaitu pemukiman rakyat Buton.

Belanda maupun Portugis tidak berani mengganggu Kesultanan Buton, meskipun letaknya menjadi pelabuhan perdagangan rempah-rempah.

Perdagangan ini menjadi pemasukan dan penghidupan Kesultanan Buton.

Ada sebuah kisah tentang keberanian Sultan Buton yang ke 20 yaitu Sultan Himayatuddin.

Ia berani memutuskan perjanjian dengan VOC atau Belanda, meskipun sebenarnya perjanjian itu menguntungkan bagi Buton.

Karena VOC menjanjikan keamanan wilayah Buton dari serangan kerajaan Gowa dan kerajaan Ternate.

Kesultanan membiarkan perompak eropa menjarah kapal VOC yang sedang berlayar di wilayah Buton.

Dengan sistem pemerintahan yang teratur, kegiatan ekonomi dan peradaban Islam serta hukum yang berlaku di masyarakatnya Kesultanan ini mampu bertahan lama.

Sebab Runtuhnya Kerajaan Buton

Pada awal tahun 1950 di bulan Februari, pasca kemerdekaan Indonesia, Presiden Soekarno mengadakan pertemuan Malino di Sulawesi Selatan.

Pertemuan mengundang seluruh raja Sulawesi yaitu Raja Bone dan Gubernur Adeling dari makasar telah bergabung dengan Republik Indonesia.

Presiden Soekarno meminta Kesultanan Buton yang pada saat itu dipimpin oleh Sultan Muhamad Falihi untuk bergabung dengan Republik Indonesia.

Sultan Muhamad Falihi adalah Sultan ke 38 dan terakhir yang menutup masa Kesultanan Buton.

Pada tahun 1952 wilayah kesultanan Buton menjadi bagian provinsi Sulawesi Selatan dan Tenggara dan menjadi dua kabupaten.

Peninggalan Kerajaan Buton

  • Benteng Keraton Buton

Benteng ini terletak di kota Bau-bau. Benteng sepanjang sekitar 2,7 kilometer yang mengelilingi pusat kekuasaan Kesultanan Buton.

Benteng ini dibangun pada tahun 1634. Benteng Wolio masih terpelihara dengan baik.

Ini merupakan satu-satunya benteng yang mengelilingi satu kelurahan. Di dalamnya ada perumahan penduduk.

  • Tiang bendera setinggi 21 meter

Tiang ini digunakan untuk mengibarkan berndera Kerajaan Buton yang bernama Bendera Longa-longa.

  • Masjid Kesultanan Buton

Masjid Kesultanan Buton dibangun pada tahun 1712 oleh Sultan Sakiudin Darul Alam.

  • Naskah Peninggalan Buton

Naskah-naskah peninggalan masa kesultanan Buton antara lain berisi tentang hukum, silsilah dan sejarah kerajaan.

Naskah-naskah yang berisi upacara dan adat juga masih dirawat dengan baik.

Peradaban Kesultanan Buton juga menyisakan naskah berupa Bahasa dan hikayat yang ditulis dalam Bahasa arab, Buri Wolio dan Jawi.

Peradaban Buton dan kejayaannya juga diceritakan di dalam kitab Negara Kertagama yang ditulis oleh Mpu Prapanca.

The post Sejarah Kerajaan Buton: Raja dan Peninggalannya appeared first on HaloEdukasi.com.

]]>
Sejarah Kesultanan Tidore: Raja dan Peninggalannya https://haloedukasi.com/sejarah-kesultanan-tidore Wed, 12 Feb 2020 08:50:22 +0000 https://haloedukasi.com/?p=3885 Kesultanan Tidore adalah salah satu kerajaan Islam di daerah Indonesia Timur yang berpusat di kota Tidore, Maluku Utara. Kesultanan Tidore kerap disandingkan dengan Kesultanan Ternate. Kedua kesultanan ini memiliki peran penting dalam perlawanan terhadap Portugis, Spanyol, dan Belanda atas monopoli rempah-rempah. Latar Belakang Kesultanan Tidore Seperti yang telah disebutkan, Kesultanan Tidore berpusat di Tidore, Maluku […]

The post Sejarah Kesultanan Tidore: Raja dan Peninggalannya appeared first on HaloEdukasi.com.

]]>
Kesultanan Tidore adalah salah satu kerajaan Islam di daerah Indonesia Timur yang berpusat di kota Tidore, Maluku Utara.

Kesultanan Tidore kerap disandingkan dengan Kesultanan Ternate. Kedua kesultanan ini memiliki peran penting dalam perlawanan terhadap Portugis, Spanyol, dan Belanda atas monopoli rempah-rempah.

Latar Belakang Kesultanan Tidore

Seperti yang telah disebutkan, Kesultanan Tidore berpusat di Tidore, Maluku Utara.

Kesultanan Tidore pernah Berjaya pada abad 16-18 M dan menguasai Pulau Halmahera Selatan, Pulau Buru, Pulau Seram, dan sebagian pulau di Papua Barat.

Dalam hikayat Dinasti Tang (618-906), menyebutkan bahwa Maluku memiliki sebutan mi-li-ki.

Sebutan ini mengacu pada gugusan pulau-pulau Ternate, Tidore, Makian, Bacan, dan Moti.

Menurut silsilah, raja Kesultanan Tidore yang pertama adalah Muhammad Naqil bin Jaffar Assidiq.

Nama lainnya adalah Kolano Syahjati dan naik tahta pada tahun 1081.

Pada akhir abad 14, Sultan Djamaluddin bersedia masuk Islam. Kesultanan Tidore pun meresmikan Islam sebagai agama resmi kesultanan.

Sultan Djamaluddin masuk Islam berkat Syekh Mansur yang berdakwah di Ternate. Ulama Syekh Mansur berasal dari Arab Saudi.

Raja-raja yang Pernah Menjabat di Kesultanan Tidore

Berikut adalah raja-raja yang pernah menjabat di Kesultanan Tidore.

  1. Muhammad Naqil bin Jaffar Assidiq alias Kolano Syahjati (1081 – )
  2. Kolano Bosamawange
  3. Kolano Syuhud alias Subu
  4. Kolano Balibunga
  5. Kolano Duko Adoya
  6. Kolano Kie Matiti
  7. Kolano Seli
  8. Kolano Matagena
  9. Kolano Nuruddin (1334-1372)
  10. Kolano Hasan Syah (1372-1405)
  11. Sultan Ciriliyati alias Djamaluddin (1495-1512)
  12. Sultan Al Mansur (1512-1526)
  13. Sultan Amiruddin Iskandar Zulkarnain (1526-1535)
  14. Sultan Kiyai Mansur (1535-1569)
  15. Sultan Iskandar Sani (1569-1586)
  16. Sultan Gapi Baguna (1586-1600)
  17. Sultan Mole Majimo alias Zainuddin (1600-1626)
  18. Sultan Ngora Malamo alias Alauddin Syah (1626-1631);
  19. Sultan Gorontalo alias Saiduddin (1631-1642)
  20. Sultan Saidi (1642-1653)
  21. Sultan Mole Maginyau alias Malikiddin (1653-1657)
  22. Sultan Saifuddin alias Jou Kota (1657-1674)
  23. Sultan Hamzah Fahruddin (1674-1705)
  24. Sultan Abdul Fadhlil Mansur (1705-1708)
  25. Sultan Hasanuddin Kaicil Garcia (1708-1728)
  26. Sultan Amir Bifodlil Aziz Muhidin Malikul Manan (1728-1757)
  27. Sultan Muhammad Mashud Jamaluddin (1757-1779)
  28. Sultan Patra Alam (1780-1783)
  29. Sultan Hairul Alam Kamaluddin Asgar (1784-1797)
  30. Sultan Syaidul Jehad Amiruddin Syaifuddin Syah Muhammad El Mab’us Kaicil Paparangan Jou Barakati Nuku alias Sultan Nuku (1797-1805)
  31. Sultan Zainal Abidin (1805-1810)
  32. Sultan Muhammad Tahir Muijuddin (1810-1821)
  33. Sultan Achmadul Mansur Sirajuddin Syah (1821-1856)
  34. Sultan Achmad Syaifuddin Alting (1856-1892)
  35. Sultan Achmad Fatahuddin Alting (1892-1894)
  36. Sultan Achmad Kawiyuddin Alting alias Syah Juan (1894-1906)
  37. Sultan Zainal Abidin Syah (1947-1967)
  38. Sultan Djafar Syah (1999-2012)
  39. Sultan Husien Syah (2012-sekarang)

Meskipun memiliki banyak raja, namun Raja-raja yang terkenal menjabat Kesultanan Tidore hanya beberapa, diantaranya:

  • Sultan Djamaluddin (1495-1512)

Sultan Djamaluddin adalah raja pertama yang masuk Islam berkat dakwah Syekh Mansur dari Arab.

Di bawah pemerintahannya, Islam pun menjadi agama resmi Kesultanan Tidore.

  • Sultan Saifuddin alias Jou Kota (1657-1674)

Sultan Saifuddin adalah sultan pertama yang menandatangani sebuah perjanjian dari VOC demi kedaulatan Kesultanan Tidore.

Hal ini bertujuan agar Belanda tidak mengganggu kedaulatan kesultanan. Namun di sisi lain, perjanjian ini mengadakan monopoli perdagangan rempah di wilayah Tidore.

Pada masa pemerintahannya, terjadi pemindahan pemerintahan dan pendirian Kadato Salero di Limau Timore (Soasiu).

  • Sultan Nuku (1797-1805)

Sultan Nuku dikenal sebagai sultan cerdik, taktis, dan berani. Sultan Nuku berhasil menyatukan Kesultanan Tidore dan Kesultanan Ternate untuk melawan Belanda.

Dengan bantuan Inggris, Belanda terusir. Namun, Inggris dengan Sultan Nuku hanya melakukan hubungan dagang biasa. Bahkan, tidak mengganggu kedaulatan kesultanan.

  • Sultan Zainal Abidin (1805-1810)

Sultan Zainal Abidin adalah adik dari Sultan Nuku. Sebagai adik, Sultan Zainal Abidin meneruskan perjuangan kakaknya untuk mengusir Belanda.

Masa Kejayaan Kesultanan Tidore

Kejayaan Kesultanan Tidore ditandai dengan adanya 200 penduduk yang menganut Islam pada masa Raja Al Mansur (1512-1526).

Menurut sebuah catatan sejarah, Kesultanan Tidore sudah memperluas pengaruhnya hingga wilayah Papua pada abad ke-16 dan abad ke-17.

Kesultanan Tidore juga turut mempengaruhi hubungan Maluku dengan Kepulauan Papua melalui bahasa Melayu.

Menurut Paramita R. Abdurachman (1984), bahasa Melayu sudah menjadi bahasa perdagangan pada tahun 1600.

Pada masa pemerintahan Sultan Saifuddin, Belanda memasuki wilayah Tidore.

Saat itu, Belanda gencar menyebarkan pengaruh monopoli perdagangan lewat VOC.

Sultan Saifudin pun terpaksa berkonsolidasi dengan Laksamana Sepeelman dari VOC pada 13 Maret 1667.

Perjanjian ini mengakui hak-hak dan kedaulatan Kesultanan Tidore atas wilayah Papua.

Selain itu, perjanjian tersebut memuat hak-hak monopoli perdagangan rempah yang dilakukan Belanda. Monopoli perdagangan ini dilakukan di wilayah Kesultanan Tidore.

Namun, pertahanan kekuatan Kesultanan Tidore semakin lemah setelah Sultan Saifudin wafat. Pihak Belanda justru semakin berkuasa di wilayah Tidore.

Pada masa pemerintahan Sultan Nuku, wilayah Tidore sempat berada di bawah cengkeraman Belanda.

Sultan Nuku berhasil menyusun strategi perlawanan hingga Belanda keluar dari wilayah Maluku Utara.  

Sultan Nuku pun diberi gelar Jou Barakati, yang artinya Tuan yang Selalu Diberkati.

Sementara Inggris mendukung perlawanan ini dan menjulukinya The Lord of Fortune.

Tidak hanya itu, masyarakat Tidore banyak menggunakan hukum Islam pada masa pemerintahan Sultan Nuku.

Hal ini ditunjukkan saat Sultan Nuku melakukan perdamaian dengan De Mesquita dari Portugal.

Perdamaian dilakukan dengan mengangkat sumpah di bawah kitab Al-Quran.

Sebab Runtuhnya Kesultanan Tidore

Kesultanan Tidore runtuh karena adu domba Portugis dan Spanyol terhadap Kesultanan Ternate. Portugis dan Spanyol melakukan itu demi menguasai jalur rempah.

Akibat adu domba tersebut, jalur rempah pun dikuasai. Sultan Tidore dan Sultan Ternate menyadari hal tersebut dan memukul mundur dua negara tersebut.

Namun, kemenangan itu tidak bertahan lama. Belanda sempat menguasai Kesultanan Ternate lewat taktik devide et impera. Begitu pula dengan Kesultanan Tidore.

Peninggalan Kesultanan Tidore

Berikut ini beberapa peninggalan kesultanan Tidore yang cukup terkenal, diantaranya:

  • Kedaton Kesultanan Tidore

Kedaton Tidore adalah istana yang dibangun pada masa Sultan Muhammad Tahir Muijuddin pada tahun 1812. Bangunan istananya menghadap laut dengan latar belakang gunung.

Kedaton ini disebut Kadato Kie. Pembangunannya memakan waktu 50 tahun.

Pada masa penjajahan Belanda, kedaton ini dirusak total pada akhir pemerintahan Sultan Syahjuan pada 1912. Kemudian dibangun kembali pada masa Sultan Djafar Syah.

  • Masjid Kedaton Tidore

Masjid Kedaton Tidore atau Masjid Sigi Lamo terletak di timur laut Kedaton Tidore, Maluku Utara yang dibangun pada tahun 1700 M.

  • Makam Sultan Nuku

Makam Sultan Nuku terletak di kota Tidore, Kepulauan Tidore, Maluku Utara. Makam ini dikelola oleh Keluarga Kesultanan Tidore dan termasuk bangunan cagar budaya.

  • Benteng Tahula

Benteng Tahula atau Benteng Tohula dibangun pada tahun 1610 oleh Gubernur Spanyol, Cristobal de Azcqueta Menchacha.

Benteng ini menjadi markas tentara Spanyol saat menguasai Kesultanan Tidore.

The post Sejarah Kesultanan Tidore: Raja dan Peninggalannya appeared first on HaloEdukasi.com.

]]>
Sejarah Kerajaan Perlak: Raja dan Peninggalannya https://haloedukasi.com/sejarah-kerajaan-perlak Wed, 12 Feb 2020 06:16:59 +0000 https://haloedukasi.com/?p=3509 Kerajaan Islam yang menjadi kerajaan pertama di Nusantara adalah Kerajaan Perlak. Kerajaan ini berada di wilayah Aceh dan berdiri mulai tahun 840-1292. Pada masanya Perlak menjadi wilayah yang cukup berkembang karena wilayahnya yang strategis dan sering disinggahi oleh kapal-kapal yang berasal dari Arab dan Persia.  Kerajaan Perlak tidak terlepas dari peran sultan pertamanya, Alauddin Syah […]

The post Sejarah Kerajaan Perlak: Raja dan Peninggalannya appeared first on HaloEdukasi.com.

]]>
Kerajaan Islam yang menjadi kerajaan pertama di Nusantara adalah Kerajaan Perlak. Kerajaan ini berada di wilayah Aceh dan berdiri mulai tahun 840-1292.

Pada masanya Perlak menjadi wilayah yang cukup berkembang karena wilayahnya yang strategis dan sering disinggahi oleh kapal-kapal yang berasal dari Arab dan Persia. 

Kerajaan Perlak tidak terlepas dari peran sultan pertamanya, Alauddin Syah atau Sultan Alaiddin Syed Maulana Abdul Aziz Shah yang memerintah pada tahun 1161–1186.

Latar Belakang Kerajaan Perlak

Terdapat sumber yang menjelaskan bahwa Islam sebelum didakwahkan di Peureulak awalnya tiba di Barus, satu wilayah di Aceh saat itu. Barus tidak pernah menjadi kerajaan Islam.

Barus memang sangat strategis karena secara geografis wilayahnya terletak antara lautan Hindia dan Laut Cina Selatan yang menghubungkan negeri-negeri sebelah timur, negeri sebelah barat, dan negara-negara Eropa.

Barus merupakan kawasan yang paling ujung barat Sumatera, para pendatang-pedagang dari timur dan barat pasti menjadikan pelabuhan Barus tempat singgah dan perdagangan rempah-rempah.

Penyebaran Islam di bagian utara pulau Sumatra saat itu dilakukan oleh seorang ulama Arab, Syeikh Abdullah Arif di tahun 1112 M.

Kemudian berdirilah kesultanan Perlak dengan sultan pertama Alauddin Syah yang memerintah tahun 1161–1186.

Raja yang Pernah Menjabat di Kerajaan Perlak

  1. Sultan Alaiddin Syed Maulana Abdul Aziz Shah (860–864)
  2. Sultan ‘Alaiddin Maulana ‘Abdur Rahim Syah (864-888)
  3. Sultan Sayyid Maulana Abbas Syah (888-913)
  4. Sultan Alaiddin Syed Maulana Ali Mughat Shah (915-918)
  5. Sultan Makhdum Alaiddin Malik Abdul Kadir Shah Johan Berdaulat (928-932)
  6. Sultan Makhdum Alaiddin Malik Muhammad Amin Shah Johan Berdaulat (932 – 956)
  7. Sultan Makhdum Alaiddin Abdul Malik Shah Johan Berdaulat (956-983)
  8. Sultan Makhdum Alaiddin Malik Ibrahim Shah Johan Berdaulat (986-1023)
  9. Sultan Makhdum Alaiddin Malik Mahmud Shah Johan Berdaulat (1023-1059)
  10. Sultan Makhdum Alaiddin Malik Mansur Shah Johan Berdaulat (1059-1078)
  11. Sultan Makhdum Alaiddin Malik Abdullah Shah Johan Berdaulat (1078-1109)
  12. Sultan Makhdum Alaiddin Malik Ahmad Shah Johan Berdaulat (1109-1135)
  13. Sultan Makhdum Alaiddin Malik Mahmud Shah Johan Berdaulat (1135-1160)
  14. Sultan Makhdum Alaiddin Malik Usman Shah Johan Berdaulat (1160-1173)
  15. Sultan Makhdum Alaiddin Malik Muhammad Shah Johan Berdaulat (1173-1200)
  16. Sultan Makhdum Alaiddin Abdul Jalil Shah Johan Berdaulat (1200 -1230)
  17. Sultan Makhdum Alaiddin Malik Muhammad Amin Shah II Johan Berdaulat (1230-1267)
  18. Sultan Makhdum Alaiddin Malik Abdul Aziz Johan Berdaulat (1267-1292)

Walaupun memiliki jumlah raja yang cukup banyak, namun hanya beberapa raja yang cukup terkenal dari kerajaan Perlak, diantaranya:

  • Sultan Alaidin Maulana Abbas Syah (888-913)

Pada masa pemerintahan Sultan Alaiddin Maulana Sayyid Abbas Syah, kerajaan Perlak mengalami persengketaan yang menyebabkan menurunnya popularitas Perlak.

  • Sultan Alaiddin Syed Maulana Abdul Aziz Shah (860–864)

Sultan Alaiddin Syed Maulana Abdul Aziz Shah menjadi raja pertama Kerajaan Perlak dengan gelaran Sultan ‘Alaiddin Mualana ‘Abdul ‘Aziz Syah.

Pada masa pemerintahannya, Bandar Perlak mengalami perubahan nama menjadi Bandar Khalifah sebagai kenangan dan penghargaan kepada rombongan Nakhoda Khalifah yang telah berperan mengemukakan Islam di Perlak.

Pada masa Sultan ‘Abdul ‘Aziz Syah, sistem pemerintahan kerajaan Perlak bercirikan organisasi kerajaan ‘Abbasiyah.

  • Sultan Alaiddin Syed Maulana Ali Mughat Shah (915-918)

Persengketaan terus berlanjut pada pemerintahan Sultan Alaiddin Syed Maulana Ali Mughat Shah.

Beliau mengatasi masalah ini, dengan membagi daerah Perlak menjadi dua daerah.

  • Sultan Makhdum Alaiddin Malik Abdul Kadir Shah Johan Berdaulat

Di masa pemerintahan Sultan Makhdum Alaiddin Abdul Malik Shah Johan Berdaulat, Kerajaan Perlak mengalami huru-hara.

Sultan Perlak ke VII ini mampu menyelesaikan kekacauan yang terjadi dengan perjanjian yang disebut Perjanjian Alue Meuh, pada 10 Muharram 353 H/963 M. 

Raja terakhir yang memerintah Kerajaan Perlak adalah Sultan Makhdum Malik ‘Abdul ‘Aziz Syah.

Walaupun masih bertahan, tetapi kondisi Perlak semakin lemah. Pada masa pemerintahannya, Perlak disatukan menjadi federasi di bawah kerajaan Samudera Pasai pada abad ke 13 M.

Masa Kejayaan Kerajaan Perlak

Perlak yang berdiri sebelum Portugis datang ke Nusantara ini, mampu menjadi pusat perdagangan Islam di Nusantara.

Perlak telah mencapai kemajuan sejak pertengahan abad ke 9 M, karena wilayah Perlak merupakan kawasan termaju dibandingkan dengan wilayah lain di Sumatera.

Di masa Sultan ‘Abdul ‘Aziz Syah (840-864 M), sistem pemerintahan kerajaan Perlak telah tersusun dengan baik.

Menurut sejarah, sistemnya bercirikan organisasi kerajaan ‘Abbasiyah.

Para Sultan Perlak saat itu sangat berfokus dalam bidang pendidikan. Hal itu dibuktikan dengan didirikannya sebuah institusi pendidikan Islam Zawiyah Buket Cibrek yang diresmikan pada tahun 865 M.

Menurut sejarah, institusi itu merupakan lembaga pendidikan Islam tertua di Asia Tenggara.

Kejayaan itu dicapai pada masa pemerintahan Sultan kedua Perlak, yaitu ‘Alaiddin Maulana ‘Abdur Rahim Syah yang memerintah dari 864-888.

Pada masa pemerintahan Sultan ketiga Perlak, Sayyid Maulana `Abbas Syah, didirikan juga lembaga pendidikan kedua yaitu Zawiyah Cot Kala Perlak yang diresmikan pada tahun 899.

Dalam bidang pendidikan, lembaga itu telah banyak menghasilkan alumni dan kemudian mereka berperan sebagai pendidik dan sekaligus mubaligh Nusantara yang berjasa dalam penyebaran Islam di Nusantara.

Pada bidang pertanian, Perlak merupakan daerah penghasil lada dan rotan.

Dalam bidang industri, Perlak menjadi daerah penghasil emas yang banyak terdapat di Alue Meuh atau sungai Emas.

Dalam bidang seni rakyat, Perlak menghasilkan ukiran seni yang indah seperti gading gajah dan kayu yang meraih simpatik dari para pedagang asing. Seluruh aspek itu menjadi faktor pendorong bagi kemajuan Perlak.

Sebab Runtuhnya Kerajaan Perlak

Ada beberapa faktor mengapa Kesultanan Peureulak mengalami kemunduran. Pertama, karena pertentangan aliran Syiah dan Sunni.

Pada akhir pemerintahan Sultan ke III, Sultan ‘Alaiddin Maulana Sayyid ‘Abbas Syah, kerajaan atau kesultanan Peureulak mulai timbul persengketaan.

Peristiwa itu terus berlanjut sampai masa pemerintahan Sultan Sayyid Maulana ‘Ali Mughayat Syah.

Seiring berjalannya waktu, daerah Perlak dibagi menjadi dua daerah yaitu Perlak bagian Utara dalam kekuasaan Sayyid Maulana, dan Perlak bagian Selatan dipimpin oleh Makhdum Meurah ‘Abdul Kadir Syah.

Karena wilayahnya yang dibagi menjadi dua, maka juga ada dua dinasti yang berdiri.

Peureulak Daratan dan Peureulak Pesisir yang diperintah oleh dua Dinasti, masing-masing Dinasti ‘Aziziyah dan Dinasti Makhdum yang diasaskan oleh Meurah ‘Abdul Kadir Syah.

Pada masa pemerintahan Makhdum ‘Abdul Malik Syah Johan Berdaulat, terjadi huru-hara. Tetapi beliau menyelesaikan huru hara ini dengan suatu perjanjian damai yang disebut Perjanjian Alue Meuh, pada tahun 963. 

Faktor kedua penyebab kemunduran kerajaan ini adalah adanya serangan Kerajaan Sriwijaya.

Hal itu terjadi karena Sultan Peureulak menolak permintaan Sriwijaya agar kerajaan Peureulak tunduk di bawah kekuasaannya dan membayar upeti. 

Ketidakstabilan politik internal, menjadi salah satu satu faktor penyebab kerajaan Perlak menjadi semakin melemah.

Peperangan dengan Sriwijaya yang berjalan selama tiga tahun menjadi faktor kedua kerajaan Perlak mundur.

Setelah berjalanannya waktu, Sriwijaya meninggalkan Perlak, sehingga Kerajaan Perlak pun dapat disatukan kembali.

Raja terakhir yang memerintah Peureulak adalah Sultan Makhdum Malik ‘Abdul ‘Aziz Syah.

Kerajaan Perlak kemudian disatukan dibawah kerajaan Samudera Pasai di Geudong Aceh Utara pada abad ke 13 M.

Peninggalan Kerajaan Perlak

Kerajaan Perlak memiliki beberapa peninggalan bersejarah, diantaranya:

  • Kitab Idharul Haqq

Kitab Idharul Haqq masih menjadi misteri tentang keberadaannya, banyak orang orang yang mendeskripsikan bentuknya. Namun tidak satupun yang dibenarkan.

Sehingga beberapa orang berasumsi bahwa Kitab Idharul Haqq hanya dijadikan pacuan agar masyarakat mengetahui bahwa kerajaan perlak merupakan kerajaan pertama di Indonesia.

  • Makam Raja

Dengan ditemukannya makam raja dari kerajaan Perlak membuat masyarakat yakin bahwa kerajaan ini pernah jaya pada masanya.

  • Mata Uang

Mata uang ini tersusun dari emas, tembaga hingga perak. Dahulu mata uang ini digunakan sebagai alat jual beli oleh kerajaan Perlak.

Mata uang ini menjadi salah satu peninggalan kerajaan Perlak yang dimuseumkan.

  • Stempel

Stempel ini memiliki tulisan di bagiannya, yaitu tulisan Al Wasiq Billah Kerajaan Negeri Bendahara Sanah 512.

The post Sejarah Kerajaan Perlak: Raja dan Peninggalannya appeared first on HaloEdukasi.com.

]]>
Sejarah Kesultanan Ternate: Raja dan Peninggalannya https://haloedukasi.com/sejarah-kesultanan-ternate Wed, 12 Feb 2020 04:00:00 +0000 https://haloedukasi.com/?p=3866 Kesultanan Ternate merupakan salah satu kerajaan Islam di Indonesia, selain kerajaan Cirebon, kesultanan Banten dan kerajaan Demak. Kesultanan ini berdiri didaerah Maluku. Berikut ini pembahasan mengenai Kesultanan Ternate. Latar Belakang Kesultanan Ternate Kesultanan Ternate sebelumnya dikenal dengan Kerajaan Gapi, berdiri sejak tahun 1257. Kerajaan Gapi didirikan Baab Masyhur Mulamo dan berkuasa pada 1257-1272. Jika merujuk […]

The post Sejarah Kesultanan Ternate: Raja dan Peninggalannya appeared first on HaloEdukasi.com.

]]>
Kesultanan Ternate merupakan salah satu kerajaan Islam di Indonesia, selain kerajaan Cirebon, kesultanan Banten dan kerajaan Demak.

Kesultanan ini berdiri didaerah Maluku. Berikut ini pembahasan mengenai Kesultanan Ternate.

Latar Belakang Kesultanan Ternate

Kesultanan Ternate sebelumnya dikenal dengan Kerajaan Gapi, berdiri sejak tahun 1257.

Kerajaan Gapi didirikan Baab Masyhur Mulamo dan berkuasa pada 1257-1272.

Jika merujuk pada catatan sejarah, tidak ditemukan keterangan jelas bahwa raja-raja yang meneruskan kerajaan ini adalah beragama Islam.

Pada abad ke-13, Pulau Maluku, tepatnya Pulau Ternate mulai ramai dikunjungi pedagang dan pelancong.

Mulanya penduduk Ternate adalah warga eksodus dari Halmahera. Lalu, dalam satu daerah Ternate itu terdapat 4 kampung yang dipimpin kepala marga (momole).

Penduduk inilah yang mengadakan hubungan dengan pedagang yang mencari rempah-rempah.

Penduduk Ternate bervariasi karena pedagang Jawa, Arab, Cina, dan Melayu bermukim di daerah tersebut. Akibatnya, meningkat pula ancaman dan bahaya perompak.

Dengan begitu, Momole Guna, salah seorang pemimpin Tobona, berinisiatif mengadakan musyawarah untuk membentuk organisasi lebih kuat dan mengangkat raja.

Pada tahun 1257, Momole Ciko, seorang pemimpin Sampalu, terpilih dan diangkat sebagai raja.

Momole Ciko mendapat gelar Baab Masyhur Malamo dan memimpin Kerajaan Gapi.

Kerajaan Gapi atau nantinya disebut Kerajaan Ternate, berpusat di kampung Ternate.

Dalam perkembangannya, kampung ini semakin besar dan berkembang sehingga disebut Gam Lamo atau kampung besar.

Karena kota Ternate semakin populer, masyarakat pun lebih ingat dengan Kerajaan Ternate dibanding Kerajaan Gapi. Dan namanya pun berubah menjadi Kerajaan Ternate.

Pada abad ke-13 hingga abad ke-17, Islam masuk ke wilayah Maluku Utara. Persebaran agama Islam ini dilakukan Maulana Hussain dan Sunan Giri.

Sedangkan raja pertama yang masuk Islam adalah Kolano Marhum (1465-1486).

Raja-Raja yang Pernah Menjabat di Kesultanan Ternate

Raja-raja yang pernah menjabat Kesultanan Ternate adalah sebagai berikut.

  1. Baab Mashur Malamo (1257 – 1277)
  2. Jamin Qadrat (1277 – 1284)
  3. Komala Abu Said (1284 – 1298)
  4. Bakuku (Kalabata) (1298 – 1304)
  5. Ngara Malamo (Komala) (1304 – 1317)
  6. Patsaranga Malamo (1317 – 1322)
  7. Sidang Arif Malamo atau Cili Aiya (1322 – 1331)
  8. Panji Malamo (1331 – 1332)
  9. Syah Alam (1332 – 1343)
  10. Tulu Malamo (1343 – 1347)
  11. Abu Hayat I atau Kie Mabiji (1347 – 1350)
  12. Ngolo Macahaya (1350 – 1357)
  13. Momole (1357 – 1359)
  14. Gapi Malamo I (1359 – 1372)
  15. Gapi Baguna I (1372 – 1377)
  16. Komala Pulu (1377 – 1432)
  17. Marhum (Gapi Baguna II) (1432 – 1486)
  18. Zainal Abidin (1486 – 1500)
  19. Sultan Bayanullah (1500 – 1522)
  20. Hidayatullah (1522 – 1529)
  21. Abu Hayat II (1529 – 1533)
  22. Tabariji (1533 – 1534)
  23. Khairun Jamil (1535 – 1570)
  24. Babullah Datu Syah (1570 – 1583)
  25. Said Barakat Syah (1583 – 1606)
  26. Mudaffar Syah I (1607 – 1627)
  27. Hamzah (1627 – 1648)
  28. Mandarsyah (1648 – 1650) (masa pertama)
  29. Manila (1650 – 1655)
  30. Mandarsyah (1655 – 1675) (masa kedua)
  31. Sibori (1675 – 1689)
  32. Said Fatahullah (1689 – 1714)
  33. Amir Iskandar Zulkarnain Syaifuddin (1714 – 1751)
  34. Ayan Syah (1751 – 1754)
  35. Syah Mardan (1755 – 1763)
  36. Jalaluddin (1763 – 1774)
  37. Harunsyah (1774 – 1781)
  38. Achral (1781 – 1796)
  39. Muhammad Yasin (1796 – 1801)
  40. Muhammad Ali (1807 – 1821)
  41. Muhammad Sarmoli (1821 – 1823)
  42. Muhammad Zain (1823 – 1859)
  43. Muhammad Arsyad (1859 – 1876)
  44. Ayanhar (1879 – 1900)
  45. Muhammad Ilham atau Kolano Ara Rimoi (1900 – 1902)
  46. Haji Muhammad Usman Syah (1902 – 1915)
  47. Iskandar Muhammad Jabir Syah (1929 – 1975)
  48. Haji Mudaffar Syah atau Mudaffar Syah II (1975 – 2015)

Meski memiliki banyak raja, Raja-raja terkenal memimpin Kesultanan Ternate hanya beberapa saja, diantaranya:

  • Kolano Marhum (1465-1486)

Kolano Marhum merupakan raja Ternate ke-18 di Kesultanan Ternate. Beliau pernah mengenyam Pendidikan di Pesantren Sunan Giri, Gresik.

Anaknya bernama Zainal Abidin. Sebelum Kolano Marhum diangkat menjadi raja, anaknya mengadopsi hukum Islam sebagai undang-undang kerajaan dan membangun madrasah.

  • Sultan Zainal Abidin (1486 – 1500)

Sultan Zainal Abidin adalah putra dari Sultan Marhum atau Kolano Marhum. Sultan Zainal Abidin pernah mengadopsi hukum Islam sebagai undang-undang Kesultanan Ternate.

  • Sultan Bayanullah (1500 – 1522)

Sultan Bayanullah memimpin Kesultanan Ternate saat masa penjajahan Portugis. Di masa itu, Portugis menjalankan politik adu domba hingga Sultan Bayanullah meninggal dunia.

  • Babullah Datu Syah (1570 – 1583)

Babullah Datu Syah atau Sultan Baabullah pernah menggempus pos-pos dagang Portugis pada tahun 1575. Beliau dan pasukannya pernah menguasai 72 pulau di masa puncak kejayaannya.

  • Sultan Sibori (1675 – 1689)

Pada masa pemerintahan Sultan Sibori, Kesultanan Ternate sempat jatuh ke sistem vasal pemerintahan Belanda.

Sultan Sibori terpaksa menandatangi perjanjian dan melibatkan Ternate sebagai daerah monopoli VOC.

Masa Kejayaan Kesultanan Ternate

Kesultanan Ternate berkembang dan pengelolaan rempah-rempah baik di bawah masa pemerintahan Baab Masyhur Malamo.

Sekitar 72 pulau dikuasai pada masa pemerintahan Sultan Baabullah.

Pada masa kejayaan Kesultanan Ternate menerapkan syariat Islam, membentuk lembaga kerajaan sesuai hukum Islam, dan melibatkan ulama pada masa Sultan Zainal Abidin.

Muncul madrasah sebagai institusi pendidikan pertama di Ternate. Teknik pembuatan perahu dan senjata diperoleh dari kerja sama dengan negara Arab dan Turki pada masa Sultan Bayanullah.

Selain itu, rakyat diwajibkan berpakaian secara Islami pada masa Sultan Bayanullah.

Sebab Runtuhnya Kesultanan Ternate

Sebab-sebab runtuhnya Kesultanan Ternate diakibatkan adu domba dengan Kerajaan Tidore yang dilakukan bangsa Portugis dan Spanyol.

Tujuan Portugis dan Spanyol adalah untuk memperebutkan dan monopoli daerah penghasil rempah-rempah.

Kesultanan Ternate dan Kerajaan Tidore pun akhirnya sadar akibat adu domba tersebut.

Mereka bersatu dan mengusir Portugis dan Spanyol dari luar Kepulauan Maluku.

Kemenangan dua kerajaan ini tidak berlangsung lama. Sebab, Belanda membentuk VOC dan berhasil menaklukan Kesultanan Ternate.

Sultan Ternate sempat menandatangani kontrak monopoli VOC di Maluku pada 26 Juni 1607.

Karena pada penjajahan Belanda, tentaranya telah membantu Kesultanan Ternate untuk melawan Spanyol.

Pada tahun 1607, Belanda pun membangun Benteng Oranje sebagai benteng pertama mereka di Ternate dan Nusantara.

Karena hal ini, hubungan antara penguasa dan bangsawan Ternate dengan pihak Belanda menimbulkan konflik. Bahkan dengan Kesultanan Ternate.

Salah satu raja muda Ambon, Pangeran Hidayat (1624), memimpin oposisi kedudukan sultan dan Belanda.

Beliau mengabaikan perjanjian monopoli tersebut dengan menjual rempah-rempah ke pedagang Jawa dan Makassar.

Belanda mencengkeram penuh masyarakat Ternate. Pada tahun 1914, Sultan Haji Muhammad Usman Syah menggerakkan perlawanan rakyat di wilayah kekuasaannya.

Perlawanan tersebut dimulai dari wilayah Banggai yang dipimpin Hairuddin Tomagola. Namun perlawanan ini gagal.

Di Jailolo, rakyat Tudowongi, Tuwada, dan Kao melakukan perlawanan terhadap prajurit Belanda, menghancurkan markas, dan membunuh kontroler Belanda yang bernama Agerbeek dan perlawanan dipimpin Kapita Banau.

Namun karena militer Belanda unggul, perlawanan dikalahkan, Kapita Banau ditangkap dan dijatuhi hukuman gantung.

Tidak hanya itu, Sultan Haji Muhammad Usman Syah disidang dan terbukti terlibat dalam pemberontakan.

Akhirnya, Sultan Haji Muhammad Usman Syah dicopot dari jabatan sultan, hartanya disita, dan dibuang ke Bandung pada 1915 dan meninggal pada tahun 1927.

Kepemimpinan sultan di Kesultanan Ternate sempat kosong selama 14 tahun.

Pemerintahan adat pun dijalankan oleh Jogugu beserta Dewan Kesultanan.

Pihak pemerintah Belanda ingin menghapus Kesultanan Ternate, namun diurungkan karena reaksi masyarakat responsif dan keras.

Jika itu terjadi, akan menyebabkan pemberontakan dan mengacaukan konsentrasi pusat pemerintahan di Batavia.

Peninggalan Kesultanan Ternate

  • Istana Kesultanan Ternate

Istana Kesultanan Ternate mulanya dibangun pada abad ke-19. Bangunan ini terletak di Kelurahan Letter C, Kota Ternate, tepatnya di wilayah administrasi Soa Siu.

Bangunan istana ini memiliki dua lantai menghadap ke laut, dikelilingi benteng, dan berada di satu kompleks dengan Masjid Jami Kesultanan Ternate.

Istana Kesultanan Ternate mengalami pemugaran pada masa Menteri Dr. Daoed Joesoef, yakni sebanyak dua kali antara tahun 1978-1982.

Pada tanggal 7 Desember 1976, Istana Kesultanan Ternate dimasukkan sebagai bangunan cagar budaya.

Istana ini merawat dan memamerkan benda pusaka milik kesultanan. Misalnya senjata, pakaian perang, pakaian kerajaan, naskah kuno (Al-Quran, maklumat, surat perjanjian), bahkan perhiasan dan sulaman benang emas.

  • Masjid Jami Kesultanan Ternate

Masjid Jami Kesultanan Ternate atau Masjid Sigi Lamo dibangun pada abad ke-14, tepatnya pada masa pemerintahan Sultan Zainal Abidin. Masjid ini berada di Kelurahan Salero, Ternate Utara.

Masjid ini menggunakan material kayu dan beratap sagu. Masjid ini pernah direnovasi pada abad ke-17, pada masa Sultan Ternate Sibori Amsterdam.

Dari tampak luar, masjid ini memiliki luas 22,40 x 39,30 m dengan tinggi keseluruhan sekitar 21,74 m.

Di bagian dalam masjid, tampak dua trap tangga yang terdiri atas tiga dan tujuh anak tangga.

Tiga anak tangga disimbolkan sebagai lambang Allah, malaikat Jibril, dan Nabi Muhammad.

Dapat juga ditafsirkan sebagai Allah, Nabi Adam, dan Nabi Muhammad.

Sementara itu, tujuh anak tangga disimbolkan sebagai tujuh sifat Allah yang berkaitan dengan kecerdasan (Al-aqliyyah), yakni hayat, ilmu, qudrat, iradat, sama’, basar,dan kalam.

Bangunan masjid disangga 16 tiang. Empat tiang di bagian saf depan disebut tiang Ka’bah atau soko guru. Sedangkan 12 tiang lainnya menyiratkan simbol 1 tahun 12 bulan.

Masjid Kesultanan Ternate merupakan masjid tertua di Ternate dan Indonesia.

Masjid ini masih menjaga tradisi kesultanan, yakni beribadah dengan menggunakan celana panjang atau jubah.

Umumnya, jemaah menggunakan sarung untuk beribadah di masjid. Namun inilah keunikannya.

  • Kedaton Kesultanan Ternate

Kedaton Kesultanan Ternate dibangun sejak tahun 1813 oleh Sultan Muhammad Ali.

Bangunan yang menjadi rumah kerajaan Sultan Ternate ini seluas 1.500 meter persegi.

Kedaton Kesultanan Ternate terletak di Bukit Limau. Tepatnya di Jalan Sultan Khairun, Kelurahan Soa Siu, Ternate Utara, Pulau Ternate, Maluku Utara.

Bangunan utama kedaton berbentuk segi delapan dengan latar belakang Gunung Gamalama.

Di bagian tengah bangunan terdapat museum penyimpan benda peninggalan.

Seperti peninggalan geologi, etnografi, filologi, arkeologi, teknologi, seni rupa, dan keramik.

Peninggalan lainnya yakni mahkota, singgasana, peralatan perang, baju adat, Al-Quran yang ditulis tangan, dan sebagainya.

The post Sejarah Kesultanan Ternate: Raja dan Peninggalannya appeared first on HaloEdukasi.com.

]]>
Sejarah Kerajaan Banjar – Raja – Peninggalan https://haloedukasi.com/sejarah-kerajaan-banjar Wed, 29 Jan 2020 08:52:46 +0000 https://haloedukasi.com/?p=3439 Jika kerajaan Cirebon dan kesultanan Banten bertempat di Pulau Jawa, maka kerajaan Banjar merupakan kerajaan islam yang bertempat di Pulau Kalimantan. Letak ibu kota pertama di Banjarmasin dan selama perkembangannya berpindah ke Martapura. Kerajaan islam ini didirikan pada tahun 1526 dan berakhir pada tahun 1905. Berdiri setelah runtuhnya kerajaan Aceh. Untuk lebih lengkapnya, simak penjelasan […]

The post Sejarah Kerajaan Banjar – Raja – Peninggalan appeared first on HaloEdukasi.com.

]]>
Jika kerajaan Cirebon dan kesultanan Banten bertempat di Pulau Jawa, maka kerajaan Banjar merupakan kerajaan islam yang bertempat di Pulau Kalimantan.

Letak ibu kota pertama di Banjarmasin dan selama perkembangannya berpindah ke Martapura.

Kerajaan islam ini didirikan pada tahun 1526 dan berakhir pada tahun 1905. Berdiri setelah runtuhnya kerajaan Aceh. Untuk lebih lengkapnya, simak penjelasan lengkap berikut ini.

Latar Belakang Kerajaan Banjar

Kalimantan Selatan pada akhir abad ke-15 masih di bawah pimpinan Kerajaan Daha.

Pada masa raja keempat, yaitu Raja Sukarama terjadi konflik perebutan tahta antara dua orang anak beliau.

Walaupun konflik terjadi, Raja Sukarama sudah berwasiat bahwa kelak pengganti beliau adalah Pangeran Samudera, anak dari Putri Galuh. Mengetahui hal tersebut, Pangeran Tumenggung tidak terima.

Gara-gara wasiat tersebut Pangeran Samudera merasa terancam dan beliau akhirnya meninggalkan istana dan menyamar menjadi nelayan di sekitar pesisir Pantai Serapat, Belandian, Kuin, dan Banjar.

Saat dewasa beliau bertemu dengan Patih Masih, seorang penguasa bandar yang telah memeluk Islam.

Patih Masih dengan beberapa patih mengangkat Pangeran Samudera untuk menjadi raja Banjar pada tahun 1526.

Pengangkatan tersebut merupakan awal perjuangan Pangeran Samudera. Dengan pemerintahan beliau, Kerajaan Banjar mempunyai kekuatan politik baru yang bisa menjadi tandingan untuk Kerajaan Daha.

Pangeran Tumenggung yang mengetahui hal tersebut langsung mengirimkan pasukan armadanya untuk melakukan penyerangan.

Pasukan melakukan penyerangan ke Sungai Barito dan ujung Pulau Alalak. Kabar tersebut membuat Pangeran Samudera meminta bantuan kepada Kerajaan Demak yang saat itu dipimpin oleh Sultan Trenggana.

Beliau bisa membantu jika Raja Banjar dan rakyatnya mau memeluk agama islam. Pangeran Samudera mengiyakan.

Kerajaan Demak pun mengirimkan seribu pasukan bersenjatanya dan penghulu Khatib Dayyan untuk mengislamkan Kerajaan Banjar.

Bantuan tersebut membuat Kerajaan Daha bisa dikalahkan dan Pangeran Tumenggung pada akhirnya mau mengakui bahwa Pangeran Samudera sebagai Raja Banjar.

Kemenangan tersebut sekaligus menandakan bahwa Kesultanan Banjar sudah terbentuk.

Wilayah kekuasaan mulai luas dan Pangeran Samudera kemudian bergelar menjadi Sultan Suriansyah.

Raja-raja yang Pernah Menjabat di Kerajaan Banjar

Berikut adalah raja-raja yang pernah menjabat di kerajaan Banjar, antara lain:

1. Sultan Suriansyah atau Pangeran Samudera (1520-1546)

Selain menjadi sultan pertama, beliau juga yang mempunyai peran dalam masuknya agama islam di wilayah ini (Banjar).

Saat pemerintahan beliau, agama islam menjadi agama resmi kerajaan sehingga menjadi kesultanan.

Walaupun sudah menjadi kesultanan, Sultan Suriansyah belum membuat hukum-hukum islam dan belum membuat lembaga karena saat itu juga belum ada ulama yang mendampinginya.

Beliau lebih fokus kepada perluasan wilayah kekuasaan.

2. Sultan Rahmatullah (1545-1570)

Sumber tentang masa pemerintahan ini belum lengkap, tetapi yang perlu diketahui beliau adalah anak dari Sultan Suriansyah atau Pangeran Samudera.

3. Sultan Hidayatullah (1570 – 1595)

Dalam pemilihan seorang sultan didasarkan pada keturunan dari sultan sebelumnya. Maka otomatis, pengganti dari Sultan Rahmatullah adalah anaknya yang bernama Sultan Hidayatullah.

4. Sultan Mustain Billah ( 1595 – 1620)

Pada masa pemerintahan beliau, ibukota kesultanan dipindahkan ke daerah Kayutangi, Martapura. Pemindahan ibukota ini didasarkan pada penyerangan yang dilakukan oleh Belanda di ibukota sebelumnya.

5. Ratu Agung (1620 – 1637)

Pada masa pemerintahan ini belum ada sumber lengkap yang menceritakan hal tersebut.

Perlu diketahui bahwa Ratu Agung merupakan putra dari Marhum Panembahan dengan gelar Sultan Inayatullah.

6. Sultan Saidullah (1637 – 1642)

Pada masa pemerintahan beliau terkenal dalam kehebatan memimpin perang sehingga gelar beliau pun ditambah, yaitu sebagai Pangeran Darat. Beliau merupakan anak kedua dari Pangeran Dipati Anom 1.

7. Adipati Halid (1642 – 1660)

Beliau merupakan paman dari Pangeran Darat dan merupakan paman tiri dari Dipati Anta Kusuma.

Saat putra Sultan Saidullah sudah dewasa, maka pemerintahan akan diserahkan ke Amirullah Bagus Kasuma. Lebih tepatnya, beliau sebagai wali sultan.

8. Amirullah Bagus Kasuma (1660 – 1663)

Seperti penjelasan sebelumnya, saat beliau sudah dewasa maka pemerintahannya diserahkan kepada beliau untuk memimpin sebagai sultan Banjar.

Sayang pemerintahan beliau hanya bertahan selama 3 tahun akibat dari serangan Pangeran Adipati Anum.

9. Pangeran Adipati Anum (1663 – 1679)

Masa pemerintahannya didapat dengan melakukan serangan kepada Amirullah Bagus Kasuma. Beliau ingin merebut tahta dari sultan sebelumnya.

Pada masa pemerintahan Pangeran Adipati Anum, beliau didampingi oleh suku Biaju dan Pangeran Aria Wiraraja untuk mengatur kerajaan.

10. Sultan Tahlilullah (1679 – 1700)

Pada masa pemerintahan ini, beliau dijuluki sebagai Raja Kayu Tangi karena ibukota kesultanan dipindahkan lagi ke daerah Kayu Tangi.

Dalam mendapatkan kekuasaan, beliau melakukan pembunuhan terhadap raja sebelumnya beserta anaknya. Akibatnya tidak ada putra mahkota yang dilangkahi.

11. Sultan Tahmidullah atau Sultan Tahlilullah II (1700 – 1734)

Pada masa pemerintahan ini, beliau memiliki gelar sebagai Sultan Kuning. Beliau mempunyai dua putra mahkota yang pastinya dijadikan penerusnya saat beliau meninggal, yaitu Sultan Ilhamullah dan Sultan Tamjidullah.

12. Pangeran Tamjid (1734 – 1759)

Pada masa pemerintahan ini, beliau memiliki gelar sebagai Sultan Sepuh atau Panembahan Baradualam.

Beliau sangat memegang teguh ajaran nenek moyang dimana sangat menjaga silsilah asli kerajaan.

Silsilah tersebut salah satunya adalah Banjar harus dipimpin oleh putra mahkota keturunan raja pendiri.

13. Pangeran Muhammad Aliuddin Aminullah (1761 – 1801)

Pada masa pemerintahan ini, beliau didampingi oleh wali sultan yaitu Pangeran Nata Dilaga karena putra dari Raja Muhammad Aliuddin belum dewasa (Pangeran Muhammad Aliuddin Aminullah).

14. Sultan Suleman Al Mutamidullah (1801 – 1825)

Pada masa pemerintahan ini, yang memimpin adalah anak dari Sultan Tahmidullah yang naik tahta pada tahun 1801.

Beliau merupakan putra sulung dari permaisuri pertama Sultan Tahmidullah.

15. Sultan Adam Al-Watsiq B. bin Sultan Sulaiman al-Mutamidullah (1825-1857)

Pada masa pemerintahan ini, kedudukan agama islam terlihat jelas dimana beliau mengeluarkan UU Negara yaitu UU Sultan Adam pada tahun 1835.

Isi dari UU tersebut adalah sumber hukum yang digunakan adalah hukum islam. Akibat UU tersebut, orang Banjar dikenal sebagai orang yang beragama islam.

16. Pangeran Tamjidillah (1857 – 1859)

Pada masa pemerintahan ini diambil alih oleh putra mahkota dari Sultan Adam Al-Tamsik tetapi pemerintahan ini hanya bertahan selama dua tahun.

Penyebabnya adalah Belanda masuk ke wilayah ini untuk menjajah dan jabatannya berakhir karena fitnah dari Belanda.

17. Pangeran Antasari (1859 – 1862)

Pada masa pemerintahan ini dipimpin oleh Pangeran Antasari yang cukup terkenal dalam membantu kemerdekaan Indonesia, sehingga dimasukkan ke dalam kategori pahlawan nasional.

Beliau mempunyai gelar, yaitu Panembahan Amir Oeddin Khalifatul Mu’mina. Beliau merupakan putra dari Pangeran Mashud.

Pada masa pemerintahan ini Banjar berpusat di Bakumpai sampai ke Tanah Dusun.

Beliau mempunyai tangan kanan yang bernama Tumenggung Surapati yang ikut berjuang dalam mengusir penjajah.

18. Sultan Muhammad Seman (1862 – 1905)

Pada masa pemerintahan ini dipimpin oleh Sultan Muhammad Seman pengganti dari Pangeran Antasari yang sudah wafat.

Beliau merupakan putra dari Pangeran Antasari dengan gelar Raja Pagustian.

Beliau mewarisi jiwa nasionalisme dari ayahnya dengan memperkuat kekuatan militer kesultanan dalam mengusir Belanda dari Indonesia.

Beliau gugur dalam medan perang tahun 1905. Hal tersebut menandakan berakhirnya kerajaan Banjar.

Seiring berkembangnya zaman, pada tahun 2010 Sultan Haji Khairul Saleh Al Mu’tashim Billah diangkat menjadi raja Banjar.

Masa Kejayaan Kerajaan Banjar

Kerajaan Banjar mengalami masa kejayaan pada abad ke-17, pada masa pemerintahan:

  • Raja Mustain Billah (1595-1620)
  • Raja Inayatullah (1620-1637)dan
  • Raja Saidullah (1637-1642).

Kemakmuran dirasa dalam bidang perekonomian, dimana memiliki hasil lada yang menjadi komoditas ekspor.

Hal tersebut dipengaruhi oleh posisi Banjar yang strategis sebagai jalur perdagangan.

Daerah kekuasaan kerajaan Banjar meliputi Kotawaringin, Sambas, Lawai, dan sekitarnya.

Masa kejayaan kerajaan ini menjadikan kerajaan Banjar terkuat di pulau Borneo (Kalimantan).

Raja Banjar pun bisa memperluas kekuasaan hingga Pulau Jawa (Surabaya dan Madura).

Sebab Runtuhnya Kerajaan Banjar

Dengan adanya wilayah kerajaan yang menjadi pelabuhan bebas, membuat kehadiran unsur asing menjadi akibat perpecahan di kalangan istana.

Kehadiran Belanda yang ikut campur dalam urusan adat kerajaan membuat unsur asing masuk ke dalam istana ini.

Awalnya hubungan kedua belah pihak ini baik, tetapi dengan adanya ikut campur Belanda dalam urusan kesultanan menyebabkan perang untuk mempertahankan kekuasaan.

Perang tersebut bernama “Perang Banjar”. Perlawanan dilakukan dalam dua tahap, yaitu pada tahun 1859-1863 dan pada tahun 1863-1905. Peperangan ini berakhir dengan kekalahan dari kerajaan Banjar.

Dengan kekalahan kerajaan Banjar pada tahun 1905 otomatis menandakan bahwa kesultanan ini berakhir.

Peninggalan Kerajaan Banjar

Berikut adalah peninggalan dari Kesultanan Banjar yang bisa ditemui, antara lain:

  • Candi Agung Amuntai

Candi Agung Amuntai diperkirakan sudah berusia 740 tahun yang dalam pembuatannya dominan menggunakan bahan kayu dan batu. Sampai sekarang masih berdiri kokoh dengan batu bata merahnya.

Batu merah dalam candi ini lebih berat daripada batu bata merah biasanya.

  • Masjid Sultan Suriansyah

Masjid ini merupakan masjid tertua yang ada di Kalimantan Selatan dan dibangun pada masa pemerintahan Sultan Suriansyah atau Pangeran Samudera saat itu pada tahun (1526-1550).

Masjid ini terletak di Kelurahan Kuin Utara. Wilayah tersebut terkenal sebagai Banjar Lama karena merupakan situs ibu kota kerajaan Banjar pertama kali.

Bentuk arsitektur berupa konstruksi panggung, beratap tumpang, dan dengan gaya tradisional Banjar.

Pada bagian mihrabnya mempunyai atap sendiri terpisah dengan bangunan induk.

Nah, itulah penjelasan singkat tentang kerajaan Banjar. Semoga bermanfaat dan menambah wawasan.

The post Sejarah Kerajaan Banjar – Raja – Peninggalan appeared first on HaloEdukasi.com.

]]>