perumusan pancasila - HaloEdukasi.com https://haloedukasi.com/sub/perumusan-pancasila Fri, 18 Aug 2023 05:29:23 +0000 id-ID hourly 1 https://wordpress.org/?v=6.6.2 https://haloedukasi.com/wp-content/uploads/2019/11/halo-edukasi.ico perumusan pancasila - HaloEdukasi.com https://haloedukasi.com/sub/perumusan-pancasila 32 32 Perumusan Pancasila Pada Masa Penjajahan Jepang Beserta Penerapannya https://haloedukasi.com/perumusan-pancasila-pada-masa-penjajahan-jepang Fri, 18 Aug 2023 05:29:21 +0000 https://haloedukasi.com/?p=44982 Setelah Belanda, Jepang menjadi negara yang menjajah Indonesia. Tidak seperti Belanda yang memang dari awal secara terang-terangan ingin menguasai Indonesia. Jepang datang ke Indonesia dengan iming-iming sebagai saudara se-Asia. Pura-pura memberikan pertolongan, namun sebenarnya Jepang sama saja dengan Belanda ingin menguasai Indonesia. Banyak penderitaan yang ditinggalkan oleh penjajahan Jepang. Jepang menjadikan Indonesia sebagai pasokan alat-alat […]

The post Perumusan Pancasila Pada Masa Penjajahan Jepang Beserta Penerapannya appeared first on HaloEdukasi.com.

]]>
Setelah Belanda, Jepang menjadi negara yang menjajah Indonesia. Tidak seperti Belanda yang memang dari awal secara terang-terangan ingin menguasai Indonesia. Jepang datang ke Indonesia dengan iming-iming sebagai saudara se-Asia. Pura-pura memberikan pertolongan, namun sebenarnya Jepang sama saja dengan Belanda ingin menguasai Indonesia.

Banyak penderitaan yang ditinggalkan oleh penjajahan Jepang. Jepang menjadikan Indonesia sebagai pasokan alat-alat perang. Semakin hari, penderitaan yang dirasakan oleh masyarakat Indonesia akibat penjajahan Jepang semakin terasa. Propaganda Jepang sebagai saudara tua, tidak lagi menggiurkan. Masyarakat sudah mulai berani melakukan pemberontakan.

Di berbagai daerah, masyarakat bersama tokoh pergerakan nasional melakukan perlawanan baik itu dengan cara gerakan bawah tanah ataupun negosiasi. Namun, hal tersebut tidak juga menghentikan penjajahan yang dilakukan Jepang.

Penjajahan masih terus berlangsung dan perlawanan pun semakin digencarkan. Sejatinya, pengamalan nilai Pancasila sudah ada ketika masa penjajahan Jepang. Berikut ini nilai-nilai Pancasila pada masa penjajahan Jepang.

Perumusan Pancasila Masa Penjajahan Jepang

Pancasila dirumuskan ketika penjajahan Jepang. Semua ini bermula ketika Jepang terlibat perang Asia Pasifik dengan Amerika Serikat dan sekutu. Peperangan ini membuat keadaan Jepang semakin terdesak setelah dipukul mundur beberapa kali oleh sekutu.

Kekalahan yang beruntun membuat pertahanan Jepang melemah sehingga Jepang meminta bantuan Indonesia untuk menghadapi sekutu. Jepang mengiming-imingi kemerdekaan agar masyarakat mau membantunya.

Pada tanggal 7 September 1944, Jepang berusaha untuk menarik kembali simpati masyarakat Indonesia dengan menjanjikan kemerdekaan. Hal ini dilakukan agar Indonesia mau membantu Jepang dalam melakukan perang Asia Pasifik melawan sekutu.

Pembentukan BPUPKI

Pada tanggal 1 Maret 1945, Jepang kembali membujuk Indonesia dengan menawarkan kemerdekaan tanpa syarat. Sebagai salah satu contoh usaha Jepang dalam memerdekakan Indonesia dibuat sebuah badan untuk mempersiapkan kemerdekaan yang kemudian dikenal dengan BPUPKI.

BPUPKI atau Dokuritsu Junbi Cosakai merupakan badan yang bertugas untuk mempersiapkan hal-hal yang berkaitan erat dengan kemerdekaan. BPUPKI dibentuk pada tanggal 29 April 1945 dengan Dr Radjiman Wedyodiningrat e ketua dan dibantu oleh Itchibangase dan Raden Pandji Soeroso sebagai ketua muda.

Dalam organisasi bentukan Jepang ini, terdapat pula orang-orang istimewa yang ditugaskan dan ditunjuk oleh Jepang menjadi anggota BPUPKI. Kemudian satu bulan setelahnya, pelantikan pun dilakukan dan satu hari setelahnya diadakan sidang yang pertama kali.

Sidang Pertama (29 Mei 1945-1 Juni 1945)

Sidang pertama digelar untuk membahas rumusan dasar negara. Sidang ini dimulai pada tanggal 29 Mei 1945 sampai 1 Juni 1945. Dalam sidang tersebut, Dr Radjiman Wedyodiningrat selaku ketua sidang menanyakan apa dasar negara Indonesia. Kemudian tiga orang tokoh mengemukakan alasannya.

Salah satunya yakni Soerkarno yang mengemukakan gagasannya dengan nama Pancasila. Saat itulah nama Pancasila mulai dikenal oleh umum menjadi draf rumusan dasar negara. Para peserta rapat sidang ketika itu menyetujui saran dari Soekarno sehingga 1 Juni dikenal sebagai hari lahirnya Pancasila.

Setelah melakukan diskusi yang panjang dan proses penyusunan dasar negara, ditetapkanlah Pancasila sebagai dasar negara pada sidang PPKI yakni 18 Agustus 1945. Penetapan itu satu hari setelah agenda kemerdekaan, kemudian menyusul penetapan dokumen resmi pendukung negara lainnya seperti Undang-Undang Dasar 1945 dan Piagam Jakarta.

Penerapan Nilai-Nilai Pancasila

Pancasila memang lahir ketika sidang BPUPKI, namun sejatinya nilai-nilai Pancasila sudah ada dari masa kerajaan-kerajaan berdiri. Pancasila merupakan falsafah atau pandangan bangsa Indonesia. Nilai ini tercermin dari tingkah perilaku masyarakat itu sendiri.

Nilai-nilai Pancasila yang terdapat pada butir-butir Pancasila yang berjumlah lima itu sudah ada dan melekat pada adat istiadat masyaratakat Indonesia. Soekarno, Mohammad Yamin dan Soepomo ketika mengusulkan rumusan dasar negara juga berpatokan pada nilai-nilai yang selama ini sudah ada di masyarakat.

Misalnya seperti nilai kesejahteraan, nilai ini sudah dilakukan oleh raja-raja terdahulu pada kerajaan di Indonesia. Raja-raja yang ketika itu memerintah sudah menerapkan prinsip kesejahteraan ketika menjalankan pemerintahan. Mereka memperhatikan kesejahteraan rakyatnya dengan membangun berbagai fasilitas.

Bahkan hal inilah yang membuat kerajaan-kerajaan besar di Indonesia yang bertahan lama dan memiliki kekuasaan di mana-mana. Kesejahteraan rakyat menjadi kunci pemerintahan yang bertahan dan memiliki kekuasaan yang besar. Hal ini sudah diterapkan oleh Kerajaan Sriwijaya yang memiliki cita-cita sebagai negara yang adil serta makmur.

Nilai-nilai Pancasila tidak hanya berkembang ketika zaman kerajaan saja, melainkan juga saat masa penjajahan. Salah satunya ketika penjajahan Jepang. Nilai-nilai ini tercermin dari sikap para pejuang dalam melawan para penjajah.

1. Sila Pertama

  • Pertentangan Sila Pertama

Sila pertama yang berbunyi “Ketuhanan Yang Maha Esa” sejatinya sudah diterapkan oleh masyarakat Indonesia ketika zaman penjajahan. Buktinya, ketika terjadinya pergantian redaksi pada sila yang pertama ini. Semula, sila ini berbunyi “kewajiban menjalankan syariat islam bagi pemeluk-pemeluknya.”

Isi sila tersebut mendapatkan pertentangan dari peserta rapat khususnya masyarakat Indonesia Timur. Mereka tidak sepakat karena tidak semua masyarakat Indonesia memeluk agama islam. Masyarakat Indonesia merupakan masyarakat multikultural baik dari agama, ras, bahasa dan suku.

Maka dari itu, mereka meminta isi sila pertama diganti karena tidak mencerminkan kesatuan Indonesia. Dengan adanya pertentangan ini menunjukkan bahwa masyarakat Indonesia merupakan masyarakat yang beragama dan hanya menyembah satu Tuhan yang Esa atau tunggal.

  • Menolak Tradisi Seikerei

Selain itu, bukti nilai-nilai Pancasila pada masa penjajahan Jepang adalah saat seorang tokoh menolak sujud kepada matahari. Jepang terkenal dengan istilah seikerei yakni sikap hormat dengan membungkukkan badan ke arah matahari.

Ketika itu, para tokoh pemuka agama seperti Buya hamka, Kh. Zaenal Mustafa dan Ki Bagioes Hadikoesoemo menolak mentah-mentah perintah untuk melakukan seikerei. Menurut mereka, seikerei merusak ajaran agama karena dianggap menyekutukan Allah.

Dari hal tersebut dapat terlihat bahwa masyarakat Indonesia yang menyembah Tuhan yang Maha Esa bukan benda-benda langit seperti matahari. Meskipun ketika itu, Jepang sedang menjajah Indonesia bukan berarti nilai-nilai Pancasila luntur begitu saja. Mereka tetap mempertahankannya sekalipun mendapatkan hukuman.

2. Sila Kedua

Sila kedua dalam Pancasila adalah Kemanusiaan yang Adil dan Beradab. Adapun bukti dari nilai-nilai Pancasila ketika penjajahan Jepang adalah adanya perlawanan yang dilakukan oleh masyarakat. Sejak zaman penjajahan yang dilakukan oleh Belanda, Indonesia menolak keras segala bentuk penjajahan.

Berbagai upaya dilakukan untuk dapat terbebas dari jerat penjajahan. Namun, untuk lepas dari bayang-bayang penjajahan tidaklah mudah. Terlebih lagi mereka dilengkapi dengan persenjataan yang lengkap dengan angkatan militer yang tangguh.

Penjajahan bertentangan dengan sila kedua Pancasila sehingga banyak masyarakat mulai bergerak melawan. Berbagai upaya dilakukan untuk menolak penjajahan yang tidak mengenal peri kemanusiaan. Tidak hanya dilakukan oleh tokoh pergerakan nasional, masyarakat biasa pun ikut melakukan perlawanan.

Bentuk perlawanan yang dilakukan masyarakat dibedakan menjadi dua yakni sebagai berikut.

  • Gerakan bawah tanah

Biasanya perlawanan ini dilakukan oleh sejumlah tokoh di daerah. Mereka akan melakukan pemberontakan secara langsung kepada Jepang. Tidak hanya sendirian, mereka akan dibantu oleh masyarakat agar dapat mengusir penjajah di daerah mereka seperti yang terjadi pada perlawanan masyarakat Aceh, Tasikmalaya, Indramayu dan sebagainya.

  • Negosiasi

Bentuk perlawanan ini biasanya dilakukan oleh tokoh besar seperti Soekarno dan Mohammad Hatta. Mereka cenderung melakukan perlawanan dengan cara menduduki jabatan penting di pemerintahan Jepang kemudian melakukan negosiasi agar dapat terlepas dari jerat penjajahan. Bentuk perlawanan jenis ini mengundang ketidaksetujuan sejumlah tokoh lain.

3. Sila Ketiga

Nilai-nilai sila ketiga saat masa penjajahan Jepang tercermin dari solidaritas dalam menghadapi Jepang. Seluruh elemen masyarakat bahu-membahu untuk dapat terbebas dari belenggu penjajahan. Dari berbagai penjuru daerah melakukan perlawanan terhadap Jepang.

Setiap daerah biasanya memiliki seorang ksatria yang bertindak sebagai pemimpin perlawanan. Adanya para pemberani ini membuat rakyat tidak gentar untuk bersatu melawan Jepang. Bahkan mereka tidak takut menghadapi Jepang yang memiliki senjata lengkap.

Meskipun memiliki bentuk perlawanan yang berbeda, namun tujuan mereka satu yakni agar terbebas dari penjajahan. Kemerdekaan dan menjadi bagian dari Indonesia merupakan harapan semua orang ketika itu. Sekuat apapun serangan yang dilakukan oleh Jepang, mereka tidak akan menyerah begitu saja dan terlepas dari bagian Indonesia.

Ketika Jepang menjanjikan kemerdekaan, masyarakat begitu antusias menyambut dan mempersiapkan kemerdekaan. Berbagai masyarakat ikut andil dalam merumuskan hal-hal yang berkaitan dengan persiapan kemerdekaan. Bahkan hal ini terlihat ketika terjadi silang pendapat, mereka menyingkirkan ego agar dapat menjaga persatuan Indonesia.

4. Sila Keempat

Sila keempat ini tercermin dari bentuk musyawarah yang dilakukan ketika menghadapi persoalan atau memutuskan sesuatu. Hal ini terlihat dari perumusan Pancasila hingga pengesahannya. Ketika perumusan Pancasila, Dr Radjiman selaku ketua justru memberikan kesempatan forum untuk mengajukan pendapat.

Ia tidak membatasi siapapun untuk mengajukan saran terkait rumusan dasar negara ini. Setelah didapatkan rumusan yang pas, bukan berarti langsung disahkan. Ir Soekarno ketika itu membacakan draf final Pancasila di depan umum. Tujuannya agar dapat mendengarkan pendapat dari yang lain mengenai draf ini.

Ketika terjadi silang pendapat mengenai pasal pertama, para petinggi tidak membuat keputusan sepihak. Mereka mendengarkan pandangan dari beberapa orang sebelum akhirnya dilakukan kesepakatan. Hasilnya, mereka tidak egois dengan tetap mempertahankan sila pertama yang dianggap tidak sesuai dengan masyarakat Indonesia Timur.

Mereka menerima masukan tersebut dan sepakat untuk menggantinya demi menjaga persatuan. Dari hal tersebut dapat terlihat bahwa setiap apapun masalahnya, musyawarah selalu menjadi solusinya. Permasalahan harus diselesaikan dengan kesepakatan bersama.

5. Sila Kelima

Sila kelima yakni keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia yakni tercermin saat adanya musyawarah dalam agenda-agenda penting. Para tokoh pergerakan nasional ketika itu, selalu melibatkan berbagai perwakilan tokoh-tokoh daerah. Hal ini bertujuan agar tidak daerah yang merasa tidak dianggap.

Kehadiran para wakil daerah menjadi implementasi pada sila kelima yang berkaitan dengan keadilan. Mendapatkan hak yang sama merupakan salah satu dari bentuk keadilan yang diterima oleh elemen masyarakat. Kehadiran para wakil daerah bertujuan untuk mendengarkan suara-suara masyarakat daerah yang masih menjadi bagian Indonesia.

Begitupun ketika pengambilan keputusan, mereka tidak mengabaikan saran para wakil daerah seperti wakil dari Indonesia Timur. Meskipun ketika itu menjadi minoritas bukan berarti harus diabaikan saran-sarannya. Mereka masih menjadi bagian Indonesia dan Pancasila memang pada dasarnya harus mencerminkan nilai-nilai masyarakat Indonesia bukan golongan.

The post Perumusan Pancasila Pada Masa Penjajahan Jepang Beserta Penerapannya appeared first on HaloEdukasi.com.

]]>
Perumusan Pancasila: Sejarah – Tokoh dan Prosesnya https://haloedukasi.com/perumusan-pancasila Sat, 02 May 2020 04:09:30 +0000 https://haloedukasi.com/?p=6187 Pancasila yang merupakan lambang negara Indonesia adalah sumber dasar negara dan pandangan hidup bangsa. Pancasila tidak lahir melalui proses yang singkat, namun disana ada banyak rintangan dan saling kompromi yang harus dilakukan oleh para tokoh perjuangan bangsa sehingga menghasilkan rumusan Pancasila sebagaimana yang kita ketahui saat ini. Hakikat Pancasila Istilah Pancasila sebenarnya sudah dikenal sejak […]

The post Perumusan Pancasila: Sejarah – Tokoh dan Prosesnya appeared first on HaloEdukasi.com.

]]>
burung garuda pancasila

Pancasila yang merupakan lambang negara Indonesia adalah sumber dasar negara dan pandangan hidup bangsa.

Pancasila tidak lahir melalui proses yang singkat, namun disana ada banyak rintangan dan saling kompromi yang harus dilakukan oleh para tokoh perjuangan bangsa sehingga menghasilkan rumusan Pancasila sebagaimana yang kita ketahui saat ini.

Hakikat Pancasila

Istilah Pancasila sebenarnya sudah dikenal sejak masa kerajaan Majapahit pada abad 14 Masehi.

Istilah tersebut tercantum dalam buku Negara Kertagama yang di karang oleh Mpu Prapanca dan juga buku Sutasoma karangan Mpu Tantular.

Ditinjau dari akar katanya, Pancasila berasal dari Bahasa Sansekerta yang terdiri dari dua kata yaitu Panca yang berarti lima dan Syila yang berarti satu sendi, dasar, atau asas atau Syiila yang berarti peraturan tingkah laku yang baik atau utama.

Dari sini bisa disimpulkan bahwa makna Pancasila adalah berbatu sendi lima atau lima tingkah laku utama.

Pancasila ditetapkan sebagai dasar negara atau disebut dengan falsafah negara, philosofische grondslag dari negara, ideologi negara, dan staatsidee. Dalam hal ini, Pancasila digunakan sebagai dasar untuk mengatur penyelenggaraan negara.

Dasar hukum penetapan Pancasila sebagai dasar negara tercantum dalam Pembukaan UUD 1945 dan Ketetapan MPRS No.XX/MPRS/1966 (jo Tap MPR No.V/MPR/1973 dan Tap MPR No.IX/MPR/1978).

Dijelaskan bahwa Pancasila adalah sumber dari segara sumber hukum yang pada hakikatnya adalah sebuah pandangan hidup bangsa.

Dengan demikian, Pancasila sebagai dasar negara memiliki makna bahwa Pancasila adalah sumber hukum yang mengatur negara dan setiap unsur-unsurnya, yang memiliki kekuatan mengikat secara hukum, baik hukum yang tertulis maupun tidak tertulis, dalam praktik penyelenggaraan negara.

Sejarah Perumusan Pancasila

Ketika Jepang tengah dihadapkan pada perang Asia Pasifik melawan sekutu, Jepang melalui Perdana Menterinya saat itu, Kuniaki Koiso, berusaha meraih simpati rakyat Indonesia dengan menjanjikan kemerdekaan Indonesia, pada Bangsa Indonesia pada tanggal 7 September 1944.

Sebagai langkah awal untuk meyakinkan rakyat Indonesia, Jepang membentuk BPUPKI (Badan Penyelidik Usaha-Usaha Persiapan Kemerdekaan Indonesia), dengan tujuan untuk mempelajari hal-hal yang mengenai tata pemerintahan Indonesia Merdeka.

Pada tanggal 1 Maret 1945, Jenderal Kumakichi Harada sebagai komandan pasukan Jepang di Jawa mengumumkan pembentukan BPUPKI yang dalam bahasa Jepang berarti Dokuritsu Junbi Cosakai.

Selanjutnya pada 28 April 1945 diangkat anggota BPUPKI dengan upacara peresmian yang diadakan di Gedung Cuo Sangi In, Jakarta (sekarang, Gedung Departemen Luar Negeri).

Anggota BPUPKI terdiri dari 67 orang, termasuk 7 orang Jepang dan 4 orang Cina dan Arab, dengan susunan kepengurusan sebagai berikut:

Ketua              : Radjiman Wedyodiningrat

Wakil Ketua    : Icibangase (Jepang),

Sekertaris        : R.P. Soeroso.

Dalam kurun waktu sebulan setelah terbentuknya anggota BPUPKI, diadakan sidang pertama pada tanggal 29 Mei 1945 sampai dengan 1 Juni 1945, yang membahas rumusan dasar negara untuk Indonesia merdeka.

Pada persidangan BPUPKI yang pertama tersebut, dikemukakan rumusan dasar negara Indonesia oleh beberapa tokoh, yaitu:

Rumusan Pancasila Menurut Mohammad Yamin

Dalam pidato singkatnya di hari pertama sidang BPUPKI, Mohammad Yamin menyampaikan lima asas untuk negara Indonesia merdeka. Kelima asas tersebut adalah:

  1. Peri kebangsaan
  2. Peri kemanusiaan
  3. Peri ketuhanan
  4. Peri kerakyatan
  5. Kesejahteraan rakyat.

Selanjutnya, Mohammad Yamin juga menyampaikan rumusan dasar negara secara tertulis yang isinya sedikit berbeda dengan yang disampaikannya secara lisan, yaitu

  1. Ketuhanan Yang Maha Esa
  2. Kebangsaan Persatuan Indonesia
  3. Rasa kemanusiaan yang adil dan beradab
  4. Kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan perwakilan
  5. Keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia.

Rumusan Pancasila Menurut Mr. Soepomo

Gagasan mengenai prinsip dasar Indonesia Merdeka disampaikan oleh Soepomo pada sidang BPUPKI tanggal 31 Mei 1945. Adapun rumusan dasar negara itu adalah:

  1. Persatuan
  2. Kekeluargaan
  3. Mufakat dan Demokrasi
  4. Musyawarah
  5. Keadilan Sosial.

Rumusan Pancasila Menurut Ir. Soekarno

Pada sidang BPUPKI tanggal 1 Juni 1945, Soekarno mengemukakan gagasannya mengenai dasar Republik Indonesia. Pada kesempatan tersebut, Soekarno mengemukakan 5 prinsip, 3 prinsip, dan 1 prinsip dasar negara, yakni:

5 prinsip atau sila:

  1. Kebangsaan Indonesia
  2. Internasionalisme dan Peri Kemanusiaan
  3. Mufakat atau Demokrasi
  4. Kesejahteraan Sosial
  5. Ketuhanan Yang Maha Esa.

Kelima prinsip ini kemudian diistilahkannya sebagai Pancasila atas saran Muhammad Yamin yang merupakan seorang ahli Bahasa.

Dengan munculnya istilah Pancasila pada sidang hari ke-3 BPUPKI itulah kemudian ditetapkanlah 1 Juni sebagai Hari Lahirnya Pancasila.

5 Sila tersebut lantas diperas lagi menjadi 3 sila (Trisila), yakni:

  1. Sosio Nasionalisme
  2. Sosio Demokrasi
  3. Ketuhanan yang Berkebudayaan.

Dari 3 sila itu dibentuk lebih sederhana lagi menjadi 1 sila (Ekasila) yakni Gotong Royong.

Tokoh Perumus Pancasila

  • Mr. Mohammad Yamin
M Yamin

Mohammad Yamin yang lahir di Sawah Lunto, Sumatera Barat, pada tanggal 24 Agustus 1903, adalah seorang tokoh yang muncul namanya sejak peristiwa Sumpah Pemuda.

Beliau adalah seorang politikus dan ahli hukum yang juga merupakan sastrawan, sejarawan, dan budayawan melayu.

Semasa pendudukan Jepang, Mohammad Yamin tergabung dalam organisasi nasionalis yang dibentuk Pemerintahan Jepang yaitu Pusat Tenaga Rakyat (Putera).

Dia juga menjadi salah satu anggota BPUPKI yang juga masuk dalam jajaran anggota Panitia Sembilan.

Beberapa usulan Mohammad Yamin adalah:

  • Memasukkan masalah Hak Asasi Manusia dalam konstitusi negara
  • Mengusulkan agar wilayah Indonesia Merdeka adalah mencakup wilayah Hindia-Belanda termasuk Sarawak, Sabah, Semenanjung Malaya, dan Timor Portugis.

Setelah masa kemerdekaan, Mohammad Yamin termasuk tokoh yang sering dipercaya oleh Soekarno untuk menduduki posisi-posisi penting dalam pemerintahannya.

  • Mr. Soepomo
Mr. Soepomo

Soepomo lahir dari kalangan ningrat aristokrat Jawa pada 22 Januari 1903 di Sukoharjo, Jawa Tengah.

Ia adalah seorang ahli hukum adat Indonesia dan ahli hukum internasional.

Soepomo adalah orang yang berperan penting dalam penyusunan Rancangan Undang-Undang Dasar 1945.

Bersama dengan Haji Agus Salim dan Prof. Dr. Husein Jayadinigrat, Soepomo ditugaskan menjadi Panitia Penghalus Bahasa untuk menyempurnakan redaksi rancangan tersebut.

 Rancangan itulah yang kemudian dibawa dan dibahas oleh PPKI dalam sidang tanggal 18 Agustus 1945 dan ditetapkan sebagai UUD Negara Republik Indonesia 1945.

Setelah masa kemerdekaan Soepomo diangkat menjadi Menteri Kehakiman Republik Indonesia.

Selain itu, beliau juga merupakan anggota Komite Nasional Indonesia Pusat atau KNIL.

  • Ir. Soekarno
ir soekarno

Soekarno lahir pada tanggal 6 Juni 1901 di Surabaya, Jawa Timur. Beliau  adalah tokoh yang banyak memainkan peran penting dalam kurun masa perjuangan kemerdekaan bangsa Indonesia.

Soekarno adalah tokoh yang aktif dalam dunia pergerakan nasional dan perjuangan kemerdekaan melalui jalur diplomasi.

Kegigihan dan keberanian Soekarno untuk memperjuangkan kemerdekaan Indonesia kerap membawanya harus menjalani masa hukuman penjara hingga pengasingan ke pulau terpencil seperti Ende, Flores pada tahun 1933 dan ke Bengkulu pada tahun 1937.

Dengan perjuangan panjang dan penuh pengorbanan, akhirnya Soekarno berhasil membawa Indonesia pada kemerdekaannya pada 17 Agustus 1945.

Dan karena jasa-jasa besarnya pula, ia dipercaya rakyat untuk menjadi Presiden Pertama Indonesia.

Proses Perumusan Pancasila

Setelah pada sidang BPUPKI yang pertama, maka sudah ada  gambaran tentang dasar negara yang akan digunakan untuk Negara Indonesia Merdeka nantinya.

Mengingat ada masa reses/istirahat dari BPUPKI, maka dibentuklah panitia khusus yang bertugas untuk menampung aspirasi mengenai dasar negara dan menyelaraskannya dengan hasil sidang BPUPKI yang pertama.

Panitia ini dikenal dengan nama Panitia Sembilan, dengan susunan anggota sebagai berikut :

Ketua              : Ir. Soekarno

Anggota          :

  • H. Agus Salim
  • Mr. Ahmad Soebardjo
  • Mr. Muhammad Yamin
  • Drs. Mohammad Hatta
  • Mr. AA. Maramis
  • Kyai Hadi Wachid Hasyim
  • Abdul Kahar Muzakkir
  • Abikusno Tjokrosujoso
anggota panitia sembilan

Panitia Sembilan selanjutnya mengadakan rapat pada tanggal 22 Juni 1945 di kediaman Soekarno di jl. Pegangsaan Timur no.56 Jakarta.

Rapat tersebut berjalan cukup alot karena adanya perbedaan pandangan mengenai hubungan negara dengan agama antara tokoh-tokoh Islam dengan tokoh-tokoh nasionalis moderat.

Melalui kerja keras dan saling kompromi, akhirnya Panitia Sembilan berhasil merumuskan konsep rancangan Pembukaan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia.

Konsep tersebut diberi nama “Mukaddimah” oleh Soekarno, sementara Mohammad Yamin menyebutnya dengan nama “Piagam Jakarta”, dan Sukiman Wirjosandjojo menyebutnya “Gentlemen’s Agreement”.

Paragraf 1 sampai 3 konsep Rancangan Pembukaan Hukum Dasar tersebut memuat pernyataan kemerdekaan, sementara rumusan dasar negara tercantum pada alinea ke-4 yang berbunyi:

“… dengan berdasar kepada: Ketuhanan, dengan kewajiban menjalankan syari’at Islam bagi pemeluk-pemeluknya, menurut dasar kemanusiaan yang adil dan beradab, persatuan Indonesia, dan kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan perwakilan serta dengan mewujudkan suatu keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia.”.

Hasil Perumusan Pancasila

Piagam Jakarta atau Jakarta Charter tersebut kemudian dibawa secara resmi pada sidang pleno BPUPKI tanggal 10 dan 14 Juli 1945.

Dalam sidang itulah kemudian disepakati rumusan dasar negara dengan penomoran sebagai berikut:

  1. Ketuhanan dengan kewajiban menjalankan syariat Islam bagi pemeluk-pemeluknya.
  2. Kemanusiaan yang adil dan beradab.
  3. Persatuan Indonesia
  4. Kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan/perwakilan
  5. Keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia.

Pada  tanggal 17 Agustus 1945, beberapa utusan dari Indonesia Bagian Timur datang menemui Soekarno. Mereka antara lain adalah:

  • Sam Ratulangi, wakil dari Sulawesi
  • Tadjoedin Noor dan Ir. Pangeran Noor, wakil dari Kalimantan
  • I Ketut Pudja, wakil dari Nusa Tenggara
  • Latu Harhary, wakil dari Maluku.

Mereka menyampaikan keberatannya terhadap  rancangan Pembukaan UUD yang berbunyi:

“Ketuhanan dengan kewajiban menjalankan syariat Islam bagi pemeluk-pemeluknya”.

Demi menjaga rasa persatuan bangsa, Soekarno pun membawa masalah tersebut dalam rapat PPKI pada tanggal18 Agustus 1945.

Setelah melalui pembahasan dengan tokoh-tokoh Islam, yaitu Kasman Singodimejo, Wahid Hasyim, Ki Bagus Hadikusumo, dan Teuku M. Hasan, akhirnya atas usulan Mohammad Hatta dan dengan kelapangan dada semua pihak, disepakati pengubahan sila pertama menjadi  “Ketuhanan Yang Maha Esa”.

Pada sidang PPKI itu pula disahkan Pembukaan Undang-Undang Dasar 1945 yang memuat rumusan dasar negara Pancasila yang resmi, autentik dan sah, dengan tata urutan sebagai berikut :

  1. Ketuhanan Yang Maha Esa
  2. Kemanusiaan yang adil dan beradab,
  3. Persatuan Indonesia
  4. Dan kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan/perwakilan
  5. Keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia.

Rumusan Pancasila sendiri sempat berubah ketika Indonesia pada masa orde lama menerapkan Konstitusi RIS dan juga UUDS 1950.

Namun sejak keluarnya Dekrit Presiden pada tanggal 1 juli 1959, UUD 1945 kembali berlaku dan  rumusan Pancasila sebagaimana termuat dalam pembukaan UUD 1945 alinea 4 kembali berlaku.

The post Perumusan Pancasila: Sejarah – Tokoh dan Prosesnya appeared first on HaloEdukasi.com.

]]>