puputan margarana - HaloEdukasi.com https://haloedukasi.com/sub/puputan-margarana Fri, 30 Jun 2023 04:14:53 +0000 id-ID hourly 1 https://wordpress.org/?v=6.6.2 https://haloedukasi.com/wp-content/uploads/2019/11/halo-edukasi.ico puputan margarana - HaloEdukasi.com https://haloedukasi.com/sub/puputan-margarana 32 32 Perang Puputan Bali : Sejarah, Penyebab dan Tokoh https://haloedukasi.com/perang-puputan-bali Fri, 30 Jun 2023 04:00:14 +0000 https://haloedukasi.com/?p=44022 Perang Puputan di Bali merupakan salah satu peristiwa penting dalam sejarah. Perang ini melibatkan antara masyarakat Bali yang dipimpin oleh I Gusti Ngurah Rai dengan Belanda. Perang ini dipicu oleh adanya keinginan Belanda untuk menguasai Bali. Belanda ingin membuat Bali memisahkan diri dari Indonesia dan berada di bawah kekuasaan Bali. Tentu saja hal tersebut di […]

The post Perang Puputan Bali : Sejarah, Penyebab dan Tokoh appeared first on HaloEdukasi.com.

]]>
Perang Puputan di Bali merupakan salah satu peristiwa penting dalam sejarah. Perang ini melibatkan antara masyarakat Bali yang dipimpin oleh I Gusti Ngurah Rai dengan Belanda. Perang ini dipicu oleh adanya keinginan Belanda untuk menguasai Bali. Belanda ingin membuat Bali memisahkan diri dari Indonesia dan berada di bawah kekuasaan Bali. Tentu saja hal tersebut di tolak mentah-mentah oleh warga Bali terkhusus I Gusti Ngurah Rai.

Pertempuran tidak dapat terelakkan antara masyarakat Bali dengan Belanda. Belanda yang memiliki persenjataan secara penuh berpotensi memenangkan pertempuran. Belanda berhasil memukul mundur pasukan I Gusti Ngurah Rai. Banyak yang menjadi korban dalam peperangan ini. Baik dari pihak Belanda ataupun dari masyarakat Bali itu sendiri. Peristiwanya Puputan di Bali menjadi penanda aksi heroik dan patriotisme masyarakat Bali.

Berikut ini penjelasan terkait Puputan di Bali beserta sejarah, penyebab dan tokoh-tokoh yang terlibat di dalamnya.

Sejarah Puputan di Bali

Perang Puputan di Bali terjadi pada tanggal 20 November 1946. Perang ini dipimpin oleh Letnan Kolonel Inf. I Gusti Ngurah Rai. Puputan sendiri dalam bahasa Bali berarti perang yang dilaksanakan sampai mati atau hingga titik darah penghabisan.

Sementara itu, margarana mengacu kepada sebuah desa yang ada di Bali yang menjadi tempat pertempuran berlangsung. Latar belakang Puputan Margarana di Bali bermula dari kedatangan kembali Belanda setelah Indonesia merdeka.

Belanda tidak hanya datang ke daerah yang ada di Jawa saja melainkan juga daerah-daerah yang ada di Bali. Pada mulanya kedatangan ini hanya untuk melucuti senjata tentara jepang. Namun, justru kedatangannya ditentang oleh sejumlah rakyat Bali dan para pejuang kemerdekaan. Dari sinilah kemudian pertempuran itu dimulai.

Belanda melakukan negosiasi melalui surat yang dikirimkan oleh Letnan Kolonel J.B T Konig kepada I Gusti Ngurah Rai. Namun, permintaan negosiasi ditolak mentah-mentah oleh beliau. Ia mengatakan bahwa selama Belanda ada di Bali maka selama itu pula para pejuang dan rakyat Bali akan terus melakukan perlawanan.

Perang Puputan pun dimulai, Belanda membawa pasukannya dengan mengepung desa yang menjadi basis pertahanan tentara rakyat Bali. Kejadian tersebut berlangsung pada tanggal 20 November 1946 pagi hari.

Aksi tembak-tembakan di antara keduanya tidak dapat dihindari lagi. Belanda mengerahkan seluruh kekuatannya untuk melawan para barisan pejuang Bali. Belanda terus mengepung dan mengirimkan banyak pasukan. Meskipun begitu, pasukan I Gusti Ngurah Rai tidak gentar, mereka tetap melawan pasukan Belanda.

Mereka terus melakukan untuk menegakkan kemerdekaan Indonesia. Tak heran jika pada perlawanan ini banyak menyebabkan korban jiwa dari kedua belah pihak. Dari pasukan Bali sendiri, sebanyak kurang lebih 100 orang gugur dalam pertempuran terutama I Gusti Ngurah Rai yang menjadi komandan dalam peperangan ini.

Sedangkan dari pihak Belanda, sekitar 400 orang tentara Belanda tewas dalam pertempuran. Meskipun banyak tentara Belanda yang tewas, namun pertempuran berhasil dimenangkan oleh pihak Belanda. Perang Puputan tidak hanya melibatkan pasukan I Gusti Ngurah Rai saja melainkan juga seluruh elemen masyarakat ikut terlibat.

Dalam pertempuran ini masyarakat desa marga banyak berperan penting seperti menjaga pos pengintaian. Dalam Puputan di Bali terdapat tiga pos penjagaan dari pihak Indonesia yakni pada pos pertama merupakan pos pengintaian. Masyarakat bertugas untuk melihat situasi apabila Belanda datang.

Pos kedua dinamakan dengan pos penerima berita. Para petugas yang berjaga bertugas untuk menerima berita dari pos pertama. Sementara itu, pos terakhir merupakan pos induk pasukan. Pos yang digunakan untuk menyiapkan pasukan yang lebih banyak. Setelah mendapatkan informasi terkait Belanda dari pos pertama dan kedua.

Tidak hanya itu, masyarakat juga bertugas sebagai penjaga di tempat perlindungan. Tempat yang digunakan sebagai tempat persembunyian pasukan dan I Gusti Ngurah Rai jika sewaktu-waktu Belanda datang menyerang.

Masyarakat juga bertugas untuk menyiapkan keperluan logistik. Logistik sangat diperlukan dalam sebuah pertempuran. Pasukan membutuhkan makanan agar kuat dalam menjalankan pertempuran. Beberapa masyarakat Marga bertugas untuk menyiapkan makanan dengan memasak bahan makanan untuk pasukan I Gusti Ngurah Rai. Tidak hanya menyiapkan makanan, warga juga menyiapkan tempat sebagai tempat istirahat pasukan.

Penyebab Terjadinya Puputan di Bali

  • Isi Perjanjian Linggarjati

Pertempuran Margarana di Bali selain dipicu karena kedatangan pasukan Belanda di Bali, tetapi juga karena adanya perjanjian Linggarjati. Isi perjanjian Linggarjati membuat masyarakat Bali menjadi sentimen terhadap pasukan Belanda. Di mana secara de facto wilayah yang diakui oleh Belanda sebagai wilayah Indonesia hanya Madura dan Jawa saja sedangkan Bali tidak.

Mendengar hal itu tentu saja Bali tidak terima dan hal tersebut bertepatan dengan kedatangan Belanda ke Bali membuat emosi masyarakat Bali tersulut. Sekitar tanggal 2-3 Maret 1949, Belanda mendaratkan lebih dari 2000 tentaranya di Bali.

Dan hal tersebut tanpa persetujuan atau tidak diketahui oleh I Gusti Ngurah Rai selaku Komandan Resimen Nusa Tenggara. Saat itu, I Gusti Ngurah Rai sedang melakukan perjalanan dinas ke Yogyakarta. Tidak hanya itu saja, Belanda juga mendaratkan kapalnya di pelabuhan lepas pantai Baling.

  • Niatan Untuk Mendirikan Negara Indonesia Timur

Ketika itu, Belanda memiliki niatan untuk menjadikan Bali sebagai negara bagian timur Indonesia agar dapat meningkatkan kekuatan militer Belanda di Bali. I Gusti Ngurah Rai pada saat itu pernah ditawari oleh pihak Belanda agar berpihak kepada mereka.

Namun, ia menolaknya dan lebih memilih membela dan mempertahankan Indonesia. Dengan tegas ia menolak ajakan negosiasi dari Belanda yang memiliki niatan mendirikan Negara Indonesia Timur. Bahkan pada tanggal 18 November 1946, ia mengerahkan pasukannya untuk menyerang tentara militer Belanda.

Belanda yang tidak terima dengan perlawanan yang dilakukan oleh I Gusti Ngurah Rai pun membalasnya dengan mengirimkan pasukan tentara militer dengan jumlah yang lebih banyak. Pertempuran Margarana pun terjadi dan banyak korban yang berguguran.

  • Dendam Masa Lalu

Jauh sebelum ini sebenarnya Belanda sudah pernah berurusan dengan kerajaan Bali. Hal ini dikarenakan keinginan Belanda untuk menguasai Bali. Sejak dulu, Belanda memang memiliki niatan untuk menguasai pulau Dewata.

Maka tak heran jika masyarakat Bali begitu anti dengan Belanda. Ketika itu, berdiri sebuah kerajaan bernama Kerajaan Klungkung. Kerajaan ini termasuk kerajaan besar di Bali. Keduanya terlibat peperangan karena mempertahankan kekuasaan di Bali.

Semua ini bermula dari tim keamanan Belanda yang melakukan patroli di daerah Klungkung pada tanggal 13 April. Patroli tersebut tentu saja menganggu kenyamanan pihak kerajaan karena melanggar kedaulatan kerajaan.

Belanda beralasan bahwa tujuan patroli tersebut untuk mengamankan dan memeriksa tempat penjualan opium. Hal ini dikarenakan ketika itu Belanda yang memegang monopoli komersial opium. Cokorda Gelgel selaku kerabat dari pihak kerajaan bersiap untuk memberikan serangan kepada tim patroli.

Sebuah serangan dadakan dilakukan oleh pihak Cokorda dan berhasil membuat 10 orang tentara Belanda tewas terbunuh. Meksipun, pihak Cokorda mengalami kemenangan, jumlah yang tewas dari pihak ini juga lebih banyak dibandingkan pihak Belanda yakni sekitar 12 orang. Salah satu yang gugur dalam serangan dadakan adalah I Putu Gledeg.

Akibat dari serangan dadakan dan kekalahan Belanda ini membuat Belanda melakukan serangan balik yang dilakukan pada tanggal 17 April 1908 pada esok harinya. Melihat potensi peperangan yang besar, Raja Klungkung berusaha untuk menghentikan peperangan dengan mengajukan perdamaian. Perdamaian tersebut diwakili oleh sang anak.

Niatan untuk damai, tentu saja ditolak oleh Belanda. Belanda kembali melakukan penyerangan dan berhasil memenangkan pertempuran. Pasukan Gelgel dapat dikalahkan oleh Belanda. Akibat adanya pertempuran ini hubungan kedua pihak yang berpengaruh di Bali ini semakin memanas.

Tidak tanggung-tanggung Belanda mengirimkan ekspedisi khusus untuk mengebom kota Bali saat itu. Ekspedisi didatangkan dari Batavia untuk mengepung kerajaan Klungkung. Secara berturut-turut Klungkung dibom selama 6 hari lamanya.

Akibatnya raja Klungkung memilih untuk menyerah atas serangan yang dilakukan oleh pihak Belanda. Raja meminta waktu lima hari untuk melakukan diplomasi dengan pihak belanda. Lagi-lagi usulan tersebut ditolak. Belanda kembali melancarkan serangan melalui meriam dari kapal.

Tokoh yang Terlibat dalam Puputan di Bali

I Gusti Ngurah Rai tokoh dalam Perang Puputan Margarana Bali

Peristiwa Puputan di Bali tidak melibatkan banyak tokoh hal ini dikarenakan pada pertempuran ini yang banyak terlibat adalah masyarakat Bali. Namun, dalam pertempuran ini dipimpin oleh sosok I Gusti Ngurah Rai yang merupakan Komandan Resimen Nusa Tenggara pada saat itu.

Ia bersama pasukannya yang bernama Tokring Garing Box. Ia menolak mentah-mentah ajakan untuk bergabung bersama pihak Belanda. Ia justru melakukan perlawanan kepada pihak Belanda dengan tetap mempertahankan dan membela Indonesia.

Dia menolak adanya pendirian Negara Indonesia Timur yang di mana salah satunya adalah Bali. Bersama pasukannya dan rakyat ia berjuang melawan Belanda. Akhirnya para pemuda berhasil mengusir tentara Belanda dan mendapatkan barang rampasan dari hasil pertempuran.

Namun sayangnya ternyata pertempuran tersebut belum juga selesai. Tentara NICA rupanya melancarkan aksi serangan melalui pesawat. Hal inilah yang kemudian membuat I Gusti Ngurah Rai tewas di medan perang pada tanggal 20 November.

Tewasnya I Gusti Ngurah Rai memberikan duka yang mendalam bagi masyarakat Bali. Atas aksi heroiknya, ia ditetapkan sebagai salah satu pahlawan nasional dan mendapat penghargaan kehormatan bintang Mahaputra.

Selain itu, ia juga dipromosikan menjadi Brigadir Jenderal secara anumerta. Untuk mengenang jasanya, namanya diabadikan menjadi nama bandara di Bali yakni Bandara Ngurah Rai. Tidak hanya itu, akibat dari pertempuran ini didirikannya Monumen Nasional Margarana.

Di mana di dalam monumen tersebut terdapat candi pahlawan margarana setinggi 17 meter. Di dalam candi tersebut terdapat pahatan isi surat jawaban dari I Gusti Ngurah Rai yang melukiskan perjuangan dan aksi patriotisme bangsa khususnya masyarakat Bali.

Di sebelah Utara dan Timur laut candi pahlawan, terdapat pula tamana bahagia. Di taman tersebut terdapat sekitar 1372 nisan yang menjadi simbol jumlah para pejuang yang gugur dalam peperangan. Peristiwa Puputan di Bali menjadi salah satu bukti kesetiaan masyarakat Bali terhadap Indonesia.

Meskipun sudah ditawari untuk memisahkan diri dari Indonesia, namun mereka begitu gigih mempertahankan dan membela Indonesia. Mereka masih ingin menjadi bagian dari Indonesia.

The post Perang Puputan Bali : Sejarah, Penyebab dan Tokoh appeared first on HaloEdukasi.com.

]]>
4 Dampak Pertempuran Margarana di Bali https://haloedukasi.com/dampak-pertempuran-margarana-di-bali Sat, 24 Jun 2023 06:56:41 +0000 https://haloedukasi.com/?p=43997 Perang Margarana merupakan perang yang terjadi di daerah Bali. Awal mula perang ini terjadi karena adanya perjanjian Linggarjati yang terjadi ada tanggal 10 November 1946. Perjanjian Linggarjati merupakan salah satu negosiasi yang dilakukan oleh Indonesia dengan Belanda. Sayangnya, negosiasi ini lebih memberikan keuntungan kepada Belanda, karena wilayah Indonesia semakin sempit. Berdasarkan perjanjian Linggarjati, secara teritorial […]

The post 4 Dampak Pertempuran Margarana di Bali appeared first on HaloEdukasi.com.

]]>
Perang Margarana merupakan perang yang terjadi di daerah Bali. Awal mula perang ini terjadi karena adanya perjanjian Linggarjati yang terjadi ada tanggal 10 November 1946. Perjanjian Linggarjati merupakan salah satu negosiasi yang dilakukan oleh Indonesia dengan Belanda.

Sayangnya, negosiasi ini lebih memberikan keuntungan kepada Belanda, karena wilayah Indonesia semakin sempit. Berdasarkan perjanjian Linggarjati, secara teritorial de facto, wilayah yang diakui sebagai wilayah Indonesia hanya Madura dan Jawa saja.

Sementara Bali tidak termasuk ke dalamnya. Hal inilah yang kemudian menimbulkan percikan kemarahan pada masyarakat Bali sehingga meletus lah perang Puputan. Perang Margarana telah menyebabkan banyak dampak khususnya bagi masyarakat Bali.

Berikut ini dampak adanya perang Margarana.

1. Gugurnya Komandan Resimen Nusa Tenggara

Keinginan Belanda untuk mendirikan Negara Indonesia Timur tentu saja ditolak mentah-mentah oleh I Gusti Ngurah Rai yang ketika itu menjabat sebagai Komandan Resimen Nusa Tenggara. Ia tidak rela jika Bali memisahkan diri dari Indonesia.

Adanya perjanjian Linggarjati membuat masyarakat Bali menjadi terancam. Atas perjanjian tersebut Belanda diharuskan untuk meninggalkan wilayah de facto pada tanggal 1 Januari 1949. Setelah aksi peninggalan tersebut, pada tanggal 2-3 Maret, sebanyak lebih dari 2000 tentara Belanda mendarat di Bali.

Namun, aksi pendaratan pasukan Belanda tersebut tidak diketahui oleh komandan resimen Nusa Tenggara yakni Letnan Kolonel I Gusti Ngurah Rai karena beliau sedang ada perjalanan dinas ke Yogyakarta.

Aksi pendaratan Belanda di Bali tidak lain untuk mendirikan negara Indonesia Timur dengan cara meningkatkan kekuatan militer di Bali. Untuk memperkuat kedudukan, Belanda juga mendaratkan kapal miliknya di pelabuhan lepas pantai Baling.

Mereka tidak ingin Bali diserahkan kepada pihak asing. Mereka masih ingin Bali menjadi bagian dari Indonesia. Bahkan ketika itu, Letnan Kolonel I Ngurah Rai dengan tegas menolak ajakan negosiasi keberpihakan pada Belanda. Dia masih ingin membela dan mempertahankan Indonesia. Oleh sebab itu, terjadilah perang Puputan.

Ia bersama pasukannya memilih untuk melawan Belanda. Pasukan I Gusti Ngurah Rai dinamakan dengan Tokring Garing Box. Pertempuran Puputan ini menjadi pertempuran terakhir bagi pasukan Tokring Garing Box. Puputan sendiri memiliki arti serba sedangkan Margana adalah sebuah desa yang berada di Kecamatan Tabanan Bali. Pertempuran ini terjadi di Marga sehingga dinamakan Puputan Margarana.

Pada tanggal 20 November 1946, I Gusti Ngurah Rai bersama pasukannya tengah berjalan-jalan di Gunung Agung yang berada di ujung timur Pulau Bali. Saat berada di tengah perjalanan mereka dicegat oleh sekelompok pasukan Belanda.

Pencegatan ini menimbulkan pertempuran antara pasukan I Gusti Ngurah Rai dengan pasukan Belanda. Suara baku tembakan mulai terdengar menyelimuti ladang jagung yang berada di wilayah Marga. Semula ladang jagung tersebut dalam keadaan tenang, namun dalam sekejap berubah riuh dengan bunyi tembak-tembakan.

Lokasi ladang jagung tempat pertempuran sekitar 40 kilometer dari wilayah Denpasar. Dikarenakan tidak ada persiapan karena ketika itu mereka hanya ingin berjalan-jalan, membuat pasukan I Gusti Ngurah Rai tidak langsung membalas serangan yang dilancarkan oleh Belanda.

Mereka menunggu komando dari I Gusti Ngurah Rai untuk membalas aksi Pasukan Belanda. Baru setelah mendapatkan mandat, mereka membalas serangan dari NICA (administrasi sipil Indische Belanda). Akhirnya para pemuda berhasil mengusir tentara Belanda dan mendapatkan barang rampasan dari hasil pertempuran.

Namun sayangnya ternyata pertempuran tersebut belum juga selesai. Tentara NICA rupanya melancarkan aksi serangan melalui pesawat. Hal inilah yang kemudian membuat I Gusti Ngurah Rai gugur di medan perang pada tanggal 20 November.

Gugurnya I Gusti Ngurah Rai memberikan duka yang mendalam bagi masyarakat Bali. Atas aksi heroiknya, ia ditetapkan sebagai salah satu pahlawan nasional dan mendapat penghargaan kehormatan bintang Mahaputra. Selain itu, ia juga dipromosikan menjadi Brigadir Jenderal secara anumerta. Untuk mengenang jasanya, namanya diabadikan menjadi nama bandara di Bali yakni Bandara Ngurah Rai.

2. Masyarakat Bali Banyak menjadi Korban

Dalam pertempuran Puputan Margarana tidak hanya menewaskan I Gusti Ngurah Rai saja melainkan masyarakat Bali. Sebanyak 69 orang pasukan gugur akibat serangan Belanda dari pesawat. Tidak hanya itu, dari pihak Belanda sebanyak 400 orang gugur dalam pertempuran di Margarana.

Banyaknya korban yang berjatuhan menandakan perang ini terjadi begitu dahsyat sehingga menimbulkan banyak korban jiwa. Perang Puputan menjadi bukti bahwa masyarakat Bali begitu setia pada Indonesia. Mereka rela berjuang mati-matian agar tetap menjadi bagian dari Indonesia.

Mereka menolak bersekutu dengan Belanda yang bisa saja menguntungkan bagi dirinya. Mereka lebih memilih mengorbankan jiwa dibandingkan harus menjadi bagian dari Belanda. Aksi heroik masyarakat Bali tidak hanya saat perang Puputan saja melainkan pada perang-perang lainnya.

Sebenarnya sebelum adanya perang Puputan masyarakat Bali memang sudah berselisih dengan pihak Belanda. Dulu terdapat sebuah kerajaan bernama Kerajaan Klungkung. Kerajaan ini begitu gigih melawan pasukan Belanda.

Sayangnya, kerajaan ini harus kalah dalam pertempuran melawan Belanda. Selisih paham dengan Belanda dipicu karena keinginan belanda menguasai Bali. Pada tanggal 13 sampai 16 April 1908, tim keamanan Belanda mengadakan patroli di sekitar kerajaan.

Kegiatan ini tentu saja mengganggu pihak kerajaan Klungkung. Ketika itu, Belanda berdalih patroli diadakan dengan tujuan untuk mengamankan serta memeriksa tempat penjualan opium karena Belanda yang memegang kendali atas komersial opium ketika itu.

Sayangnya, kegiatan patroli Belanda dianggap sebagai ancaman bagi kerajaan Klungkung sehingga mereka bersiap-siap untuk memberikan serangan kepada Belanda. Maka terjadilah sebuah serangan dadakan yang membuat Belanda kalah dengan 10 orang tentara terbunuh dalam serangan dadakan tersebut.

Sementara di pihak Gelgel, 12 orang tentara tewas termasuk I Putu Gledeg. Kekalahan Belanda dalam serangan dadakan tersebut membuat Belanda melakukan serangan balik pada tanggal 17 April 1908 pagi hari. Pertempuran berusaha dihentikan oleh Raja Klungkung dengan mengajukan perdamaian melalui Cokorda Raka Pugog.

Sayangnya, niatan tersebut ditolak oleh Belanda sehingga terjadilah sebuah pertempuran yang menyebabkan pasukan Gelgel mengalami kekalahan. Semakin hari hubungan Belanda dengan kerajaan Klungkung semakin memanas.

Bahkan Belanda sampai mendatangkan ekspedisi khusus dari Batavia untuk mengultimatum rakyat Klungkung. Selama 6 hari wilayah kerajaan dibom secara berturut-turut. Hingga pada akhirnya, Raja Klungkung menyerah tanpa syarat dan memberikan kerajaan kepada pihak Belanda.

Raja meminta waktu 5 hari untuk melakukan negosiasi dengan pejabat kerajaan. Sayangnya usulan tersebut ditolak dan Belanda melancarkan aksinya dengan menembakkan kerajaan dengan meriam dari kapal.

3. Terbukanya Kesempatan Belanda untuk Mendirikan Negara Indonesia Timur

Akibat dari kekalahan pasukan I Gusti Ngurah Rai semakin membuka jalan bagi Belanda untuk mendirikan Negara Indonesia Timur. Kekalahan tersebut mempermulus niatan Belanda karena tidak ada lagi hambatan yang berarti yang akan mencekal keinginan mereka.

Namun, sayangnya masyarakat Bali tidak menyerah begitu saja. Meskipun telah kehilangan Komandan Resimen, mereka tidak gentar untuk melawan pasukan Belanda. Mereka bersikukuh untuk mempertahankan Bali sebagai bagian dari Indonesia.

Sejak dulu memang Belanda sudah memiliki niatan untuk menguasai Bali. Bahkan sejak abad ke-9 saat masih berdiri sebuah kerajaan di Bali yakin Kerajaan Klungkung. Niatan tersebut semakin terbuka lebar dengan adanya perjanjian Linggarjati.

Mereka semakin dekat dengan tujuannya untuk menguasai Bali. Tak heran jika setelah putusan perjanjian Linggarjati mereka segera berpindah ke Bali sekaligus membawa angkatan armadanya. Pada tanggal 28 April 1908 Belanda berhasil menduduki kerajaan Bali dan seluruh wilayah Bali menjadi milik pemerintah Belanda.

Hal ini dikarenakan pasukan Belanda berhasil menewaskan putra mahkota kerajaan Klungkung. Gugurnya putra mahkota tidak membuat masyarakat Bali gentar. Dewa Agung Jambe beserta keluarga Kerajaan melakukan peperangan hingga titik darah penghabisan.

Sayangnya, peperangan tetap dimenangkan oleh Belanda. Akibat hal inilah yang kemudian membuat Belanda besar kepala. Belanda merasa Bali bukan lagi menjadi bagian dari Indonesia melainkan bagian dari Belanda. Kedudukan Belanda di Bali semakin diperkuat dengan adanya isi perjanjian Linggarjati yang menyebutkan wilayah de facto Indonesia. Di mana Bali tidak menjadi bagian dari Indonesia.

4. Didirikannya Museum Margarana

Pertempuran Puputan Margarana merupakan bukti nyata kesetiaan masyarakat Bali pada Indonesia. Salah satu cara untuk mengenang jasa para pahlawan, maka didirikanlah museum Margadana yang berada di kecamatan Marga, Kabupaten Tabanan, sekitar 25 km dari Denpasar.

Monumen ini terdiri dari tiga bagian yakni bagian hulu, tengah dan hilir dengan luas yang mencapai 9 hektar. Bagian hulu museum memiliki luas sekitar 4 hektar. Bagian ini digunakan sebagai tempat suci atau taman Pujaan Bangsa. Di bagian ini terdapat Candi Pahlawan Margarana setinggi 17 meter.

Di mana di dalam candi tersebut terdapat isi surat jawaban dari I Gusti Ngurah Rai yang menggambarkan perjuangan serta patriotisme bangsa Indonesia khususnya masyarakat Bali. Pada bagian Utara dan Timur laut candi Pahlawan terdapat taman bahagia. Di sana terdapat sekitar 1372 nisan yang menandakan jumlah pejuang yang gugur di medan perang.

Sementara itu, bagian tengah dinamakan dengan tanah seni budaya. Letaknya berada di sebelah selatan Taman Pujaan Bangsa. Taman ini memiliki luas hanya 1 hektar saja. Di dalam bagian ini terdapat beberapa bangunan penjual makanan seperti warung kopi, wantilan dan berbagai toko souvenir.

Pada bagian hilir yakni bagian selatan dari bangunan ini akan dibuat Bumi Perkemahan Remaja. Wilayah bagian hilir ini memang belum difungsikan. Luas wilayah ini sama dengan wilayah hulu yakni sekitar 4 hektar.

Adanya museum margarana selain sebagai pengingat juga sebagai bentuk apresiasi kepada para pahlawan yang telah mengobarkan nyawanya bagi Indonesia khususnya masyarakat Bali. Museum ini menjadi bukti nyata bahwa patriotisme masyarakat Bali ketika itu tidak dapat diragukan lagi.

The post 4 Dampak Pertempuran Margarana di Bali appeared first on HaloEdukasi.com.

]]>
2 Tokoh yang Terlibat Pertempuran Margarana di Bali https://haloedukasi.com/tokoh-yang-terlibat-pertempuran-margarana Fri, 23 Jun 2023 07:47:08 +0000 https://haloedukasi.com/?p=43976 Kemerdekaan Indonesia pada tahun 1945 tidak langsung mengantarkan bangsa Indonesia menuju kedamaian dan ketentraman. Pada saat itu para pasukan lawan masih mencoba untuk mengambil alih kekuasaan Indonesia. Salah satunya adalah Pertempuran Margarana di Bali. Pertempuran Margarana atau perang Puputan Margarana adalah pertempuran antara warga Bali melawan pasukan Belanda yang terjadi di Tabanan, Bali pada tanggal […]

The post 2 Tokoh yang Terlibat Pertempuran Margarana di Bali appeared first on HaloEdukasi.com.

]]>
Kemerdekaan Indonesia pada tahun 1945 tidak langsung mengantarkan bangsa Indonesia menuju kedamaian dan ketentraman. Pada saat itu para pasukan lawan masih mencoba untuk mengambil alih kekuasaan Indonesia. Salah satunya adalah Pertempuran Margarana di Bali.

Pertempuran Margarana atau perang Puputan Margarana adalah pertempuran antara warga Bali melawan pasukan Belanda yang terjadi di Tabanan, Bali pada tanggal 20 November 1946. Pertempuran ini terjadi karena Bali menolak adanya Perjanjian Linggarjati.

Perjanjian Linggarjati adalah perjanjian yang dilakukan oleh Indonesia dengan Belanda. Dalam isinya, Belanda hanya mengakui kemerdekaan Indonesia secara de facto meliputi Sumatra, Jawa, dan Madura. Maka Bali tidak diakui sebagai bagian dari Indonesia. Hal ini membuat warga Bali murka hingga akhirnya melakukan perlawanan terhadap pasukan Belanda yang ada di Bali.

Berikut tokoh yang terlibat dalam perang Puputan Margarana

I Gusti Ngurah Rai

Sejarah menyebutkan bahwa dari pihak Indonesia tokoh yang andil dalam perang Puputan Margarana ini adalah I Gusti Ngurah Rai sebagai pemimpin anggota yang ikut bertempur dalam perang ini. I Gusti Ngurah Rai menolak adanya Negara Indonesia Timur (NIT) yang akan dibentuk oleh Belanda.

I Gusti Ngurah Rai merupakan komandan dari Tentara Keamanan Rakyat (TKR) Sunda Kecil yang dibentuk beliau bersama kawan-kawannya. Mendengar hasil dari perjanjian Linggarjati antara Indonesia dengan Belanda yang isinya merugikan Indonesia khususnya Bali.

Kerugian tersebut tidak diakui sebagai bagian dari Negara Indonesia ini menjadikan beliau murka dan memerintahkan pasukannya untuk menyerang markas pertahanan militer Belanda di Tabanan. Mereka bersama I Gusti Ngurah Rai melakukan perlawanan hingga titik darah penghabisan melawan pasukan Belanda.

Pasukan Belanda mengerahkan segala kekuatannya untuk memukul mundur pasukan Bali, hingga akhirnya dari pihak Bali sekitar 70-an orang gugur dan dari pihak Belanda gugur sekitar 500 orang.

Letnan Kolonel F. Mollinger dan Kapten J.B.T Konig

Sedangkan dari pihak Belanda ada kapten Letnan Kolonel F. Mollinger dan Kapten J.B.T Konig yang memimpin pasukan Belanda. Awalnya Belanda mengajak berunding melalui surat dari Letnal Kolonel J.B.T Konig kepada I Gusti Ngurah Rai.

Perundingan tersebut bertujuan kedatangan Belanda ke Bali yaitu untuk melucuti senjata Jepang, namun permintaan tersebut ditolak oleh I Gusti Ngurah Rai. Beliau menegaskan bahwa selama Belanda masih di Bali, maka pejuang dan rakyat Bali akan terus melawan Belanda sampai akhir.

Akhirnya peperangan pun tidak dapat terelakkan lagi. Meskipun pasukan dari Indonesia mengalami kekalahan dan Belanda tetap menguasai wilayah Bali. Tetapi perang puputan Margarana di Bali ini menjadi suatu sejarah yang akan terus dikenang bagi bangsa Indonesia khususnya Bali.

Perang tersebut mengajarkan betapa gigihnya para pahlawan dahulu untuk mempertahankan wilayah Indonesia dari para penjajah. Kejadian ini akhirnya diabadikan dalam monumen Nasional Pujaan Bangsa Margarana sebagai peringatan kejadian Puputan Margarana.

The post 2 Tokoh yang Terlibat Pertempuran Margarana di Bali appeared first on HaloEdukasi.com.

]]>
Puputan Margarana: Latar Belakang – Kronologi dan Dampaknya https://haloedukasi.com/puputan-margarana Mon, 28 Mar 2022 04:01:04 +0000 https://haloedukasi.com/?p=33017 Peristiwa bersejarah telah menjadi bagian dalam darah Indonesia. Salah satu peristiwa paling bersejarah dan besar di Indonesia yaitu Puputan Margarana. Mengapa disebut bersejarah? Pasalnya, peristiwa ini menunjukan betapa kuatnya perjuangan bangsa Indonesia dalam melawan penjajah untuk mempertahankan kemerdekaan. Untuk memahaminya lebih lanjut, berikut ini penjelasan lebih lengkap mengenai sejarah peristiwa Puputan Margarana. Pengertian Puputan Margarana […]

The post Puputan Margarana: Latar Belakang – Kronologi dan Dampaknya appeared first on HaloEdukasi.com.

]]>
Peristiwa bersejarah telah menjadi bagian dalam darah Indonesia. Salah satu peristiwa paling bersejarah dan besar di Indonesia yaitu Puputan Margarana. Mengapa disebut bersejarah? Pasalnya, peristiwa ini menunjukan betapa kuatnya perjuangan bangsa Indonesia dalam melawan penjajah untuk mempertahankan kemerdekaan.

Untuk memahaminya lebih lanjut, berikut ini penjelasan lebih lengkap mengenai sejarah peristiwa Puputan Margarana.

Pengertian Puputan Margarana

Puputan Margarana adalah peperangan yang terjadi antara bangsa Indonesia dengan Belanda pasca kemerdekaan Indonesia. Perang ini terjadi pada 20 November 1946. Dengan kata lain, Puputan Margarana ini telah menjadi peperangan habis-habisan yang dilakukan oleh pejuang dan rakyat Bali dalam melawan pasukan Belanda yang ingin berkuasa kembali di Indonesia.

Perang yang dipimpin oleh Letnan Kolonel Inf. I Gusti Ngurah Rai ini merupakan salah satu perang paling besar di Bali pada masa Revolusi Fisik. Perang ini menunjukkan betapa besarnya perjuangan rakyat Bali untuk mempertahankan kemerdekaan agar tidak dijajah kembali.

Jika mengacu pada artinya, kata ini diambil dalam Bahasa Bali. Puputan berarti perang yang dilakukan sampai mati atau hingga titik darah penghabisan. Sementara Margarana ini lebih merujuk kepada lokasi peperangan itu terjadi di mana yang saat ini bernama Kecamatan Marga, di Kabupaten Tabanan, Bali.

Selain perang Puputan Margarana, di Bali tepatnya Pulau Dewata juga sebelumnya pernah terjadi perang bertumpah darah dalam melawan penjajah Belanda. Perang itu bernama Puputan Bandung pada tahun 1906 dan Puputan Klungkung pada 1908.

Latar Belakang Puputan Margarana

Setelah Indonesia menyatakan kemerdekaannya pada 17 Agustus 1945 dari kekuasaan Jepang, ternyata bukan berarti bahwa Indonesia langsung bisa menjalani kehidupannya sebagai negara yang merdeka dan berdaulat dalam situasi aman dan juga damai. Akan tetapi, beberapa bulan setelahnya Belanda atau Netherlands Indies Civil Administration (NICA) ini kembali ke Indonesia bersama dengan pasukan sekutu yang berhasil mengalahkan Jepang dalam Perang Dunia II.

Namun Belanda tidak hanya menjajah ke Pulau Jawa saja, melainkan wilayah lain juga menjadi sasaran salah satunya yaitu Bali. Dalam buku “Sejarah Nasional Indonesia VI” (2008), karya Marwati Djoened, dkk, menjelaskan bahwa pada 2 Maret 1946 terdapat 2 batalyon pasukan Belanda yang mendarat di Bali. Pada awalnya, mereka datang dengan tujuan untuk melucuti senjata tentara Jepang.

Kedatangan pasukan Belanda di Pulau Dewata tersebut kemudian ditentang oleh pejuang Indonesia dan rakyat Bali. Akhirnya, mulailah terjadi peperangan kecil antara Bali dengan Belanda. Usut punya usut, Letnan Kolonel J.B.T Konig merupakan pasukan Belanda mengajak berunding kepada I Gusti Ngurah Rai melalui surat untuk wilayah Sunda Kecil.

Kemudian I Gusti Ngurah Rai dengan tegas meyatakan penolakan terhadap ajakan perundingan tersebut. Ia menegaskan bahwa selama negara tersebut masih berani menginjakkan kaki di tanah Bali maka perlawanan pejuang Indonesia dan rakyat akan terus dilakukan.

Tokoh Puputan Margarana

Dari peristiwa terjadinya Puputan Margarana terdapat tokoh utama di dalamnya. Adapun tokoh yang terlibat dalam Puputan Margarana sebagai berikut:

  • Bila dari pihak Bali adalah I Gusti Ngurah Rai, yang merupakan pemimpin pertempuran Puputan Margarana yang menegaskan untuk menyerang Belanda jika masih berada di Indonesia.
  • Dari pihak Belanda adalah Kapten J.B.T Konig dan Letnan Kolonel F. Mollinger yang merupakan pemimpin pasukan Belanda.

Kronologi Puputan Margarana

Sebelum terjadinya perang, I Gusti Ngurah Rai membentuk suatu Batalyon Ciung Wanara yang digunakan untuk menghadapi Belanda di Bali. Ia juga membentuk basis-basis perjuangan di beberapa desa. Perjuangan batalyon yang dipimpin oleh I Gusti Ngurah Rai tersebut kemudian memperoleh dukungan penuh dari rakyat Bali.

Adapun desa yang menjadi basis perjuangan Bali melawan Belanda yaitu Desa Marga, Desa Kelaci, Desa Tegaljadi, Desa Selanbawak, Desa Banjar Adeng, Desa Banjar Kelaci, Desa Banjar Ole, Desa Banjar Bedugul, dan banyak lagi. Kemudian pada malam hari yakni 19 November 1946, para prajuri Belanda yang ada di Tabanan langsung direbut oleh pasukan Bali yang akhirnya membuat Belanda murka.

Akhirnya, keesokan harinya di pagi buta pada 20 November 1946, Belanda mengerahkan semua pasukan untuk mengepung desa yang telah menjadi pertahanan pasukan rakyat Bali. Dari sinilah kemudian terjadi aksi saling menembak yang membuat Belanda cukup terdesak. Sehingga Belanda terpaksa mengerahkan semuah kekuatan militernya dengan ditambah pula oleh pesawat pengebom dari Makassar.

Walaupun situasi mencekam dengan kalah dalam jumlah prajurit dan persenjataan, pasukan rakyat Bali pantang menyerah. Mereka bertekad kuat untuk tidak mundur hingga titik darah penghabisan. Lalu komando puputan pun diserukan. Perang ini dilakukan demi bertahannya kemerdekaan Indonesia sekaligus harga diri rakyat Bali.

Padahal perang ini terbilang tidak seimbang karena jumlah pasukan Bali yang kurang dari 100 orang semuanya gugur di medan laga, termasuk I Gusti Ngurah Rai. Begitupun di pihak Belanda juga merugi besar di mana sekitar 400 orang tentaranya yang gugur.

Untuk mengenang peristiwa bersejarah dan perjuangan tersebut, akhirnya di lokasi Puputan Margarana sekarang berdiri Tugu Pahlawan Taman Pujaan Bangsa. Selain itu, pemimpin Bali yakni I Gusti Ngurah Rai pun ditetapkan sebagai pahlawan nasional oleh Pemerintah Republik Indonesia.

Tidak berhenti di situ, nama I Gusti Ngurah Rai juga sudah diabadikan sebagai nama bandara internasional di Bali dan Kapal Perang RI (KRI) serta pada profil mata uang pecahan Rp50.000 pada tahun 2005.

Dampak Puputan Margarana

Dampak buruk dari terjadinya perang Puputan Margarana yaitu telah banyak menewaskan banyak orang. Namun, hal ini juga menunjukkan betapa besarnya perjuangan rakyat Bali dan pahlawan nasional I Gusti Ngurah Rai dalam mempertahankan kemerdekaan Indonesia yang ingin direnggut kembali oleh Belanda. Dari perjuangan tersebutlah kemudian menjadikan Puputan Margarana sebagai peristiwa paling bersejarah bagi Indonesia. Adapun bukti perjuangannya sebagai berikut:

  • Nama bandara internasional I Gusti Ngurah Rai
  • Nama Kapal Perang RI I Gusti Ngurah Rai
  • Gambar I Gusti Ngurah Rai pada mata uang pecahan Rp50.000.

Kesimpulan

Puputan Margarana merupakan salah satu perang bersejarah di Indonesia yang melawan tantara Belanda. Perang yang dipimpin oleh Letnan Kolonel I Gusti Ngurah Rai dengan pihak Belanda oleh Kapten J.B.T Konig ini terjadi pada 20 November 1946.

Meskipun persiapan dan jumlah pasukan tidak sebanyak Belanda, namun pejuang dan rakyat Bali tetap pantang mundur untuk mempertahankan kemerdekaan dan menjaga harga diri mereka. Hal ini tercatat sebanyak 100 pasukan Bali yang gugur dalam perang tersebut termasuk pahlawan kita, I Gusti Ngurahrai. Hingga pada akhirnya, Indonesia hingga saat ini masih tetap bertahan dan menjadi negara yang merdeka seutuhnya.

Dari perang ini, kita dapat teladani nilai-nilai moral yang ada seperti bersikap bijaksana dan pantang menyerah dalam membela serta mempertahankan kemerdekaan bangsa, menghargai perjuangan pahlawan yang sudah berkoban untuk bangsa, dan harus lebih mencintai bangsa kita.

The post Puputan Margarana: Latar Belakang – Kronologi dan Dampaknya appeared first on HaloEdukasi.com.

]]>
Biografi I Gusti Ngurah Rai, Pemimpin Puputan Margarana https://haloedukasi.com/biografi-i-gusti-ngurah-rai Thu, 21 Jan 2021 04:00:44 +0000 https://haloedukasi.com/?p=19707 I Gusti Ngurah Rai adalah pahlawan nasional asal Bali yang memimpin perang habis-habisan yaitu perang Puputan Margarana yang terjadi pada 20 November 1946. Pemuda kelahiran Bali 30 Januari 1917 ini merupakan seorang bangsawan yang memiliki semangat patriotisme yang tinggi. I Gusti Ngurah Rai menjalani pendidikan sebagai calon perwira kemiliteran milik Belanda di Gianyar pada 1 […]

The post Biografi I Gusti Ngurah Rai, Pemimpin Puputan Margarana appeared first on HaloEdukasi.com.

]]>

I Gusti Ngurah Rai adalah pahlawan nasional asal Bali yang memimpin perang habis-habisan yaitu perang Puputan Margarana yang terjadi pada 20 November 1946. Pemuda kelahiran Bali 30 Januari 1917 ini merupakan seorang bangsawan yang memiliki semangat patriotisme yang tinggi.

I Gusti Ngurah Rai menjalani pendidikan sebagai calon perwira kemiliteran milik Belanda di Gianyar pada 1 Desember 1936. Rai berhasil lulus dengan pangkat letnan II.

Perjalanan Karir Militer

Setelah lulus dari sekolah militernya Rai melanjutkan pendidikannya ke Corps Opleiding Voor Reserve Officieren (CORO) di Magelang dan lanjut ke Akademi Pendidikan Arteri di Malang. 

Setelah semua pendidikannya selesai Rai bekerja sebagai pegawai di perusahaan milik Jepang yang bergerak di bidang pembelian padi rakyat (Mitsui Hussan Kaisya).

Dibandingkan bergabung dengan kemiliteran Jepang, Rai lebih memilih menghimpun para pemuda Bali untuk bergabung dengan Gerakan Anti Fasis (GAF).

Setelah Indonesia merdeka Rai bergabung dengan Tentara Keamanan Rakyat (TKR). TKR merupakan bentukan Jepang pada saat mereka kalah dalam perang dunia II. Awalnya TKR bernama BKR yaitu Badan Keamanan Rakyat.

Meski sudah mengumandangkan proklamasi kemerdekaan bangsa, Belanda datang kembali ke Indonesia untuk mengambil alih kekuasaan. Konig mengira Rai akan tunduk pada Belanda mengingat  ia merupakan mantan prajuit KNIL. Namun ternyata di sana lah Rai berhadapan dengan orang-orang yang dahulu mendidiknya di kemiliteran.  

Beliau ditunjuk untuk mendirikan Markas Besar Perdjoeangan Oemoem Dewan Perdjoeangan Rakyat Indonesia (MBO DPRI) dan menjabat sebagai Komandan Resimen TKR untuk wilayah Sunda Kecil (Bali dan Nusa Tenggara).

Perjuangan Perang

Pertikaian di Gunung Agung

Setelah dibentuk TKR berhasil menyerang pos-pos pasukan Belanda di seluruh Bali terutama di Tabanan. Salah satu pertikaian yang berhasil dimenangkan pasukan TKR adalah pertikaian di sekitar Gunung Agung.

Perlawanan di Gunung Agung terjadi pada 26 Mei 1946. Dari pertempuran-pertempuran inilah mengakibatkan hilangnya 2 pasukan induk dan gugurnya 4 prajurit dari pasukan induk.   

Pada akhirnya markas pasukan induk yang berlokasi di Munduk Malang Kab. Tabanan terendus oleh pasukan Belanda. Melihat jumlah pasukan dan persenjataannya yang kurang, I Gusti Ngurah Rai meminta bantuan ke Jogjakarta.

Pembentukan DPRI

Perginya Rai ke Jogja pada tanggal 1 Januari hingga 4 April 1946 membuat pasukan induk tercerai berai. Sepulangnya dari Jawa, Rai langsung mengadakan perundingan untuk membentuk Dewan Perjuang Rakyat Indonesia (DPRI). DPRI adalah gabungan pemuda dari TKR untuk mengusir penjajah.

Pasukan induk terdiri dari beberapa antara lain I Gusti Bagus Putu Wisnu, I Gusti Ngurah Sugianyar, I Gusti Wayan Debes, dan dua mantan serdadu Jepang, Bung Ali dan Bung Made.

Strategi yang dilakukan oleh pasukan induk adalah dengan berpindah-pindah tempat mulai dari Batannyuh, Belayu, Kuwum, dan terakhir di desa Marga.

Puputan Margarana

Pada 18 November 1946 I Gusti Ngurah Rai memerintahkan pasukannya untuk menyerang pos Belanda di Tabanan guna merampas persenjataan mereka. Penyerangan ini berjalan dengan lancar.

Keesokan harinya tersiar kabar bahwa Belanda akan menyerang desa Marga. I Gusti Ngurah Rai pun merespon dengan menyiapkan pasukan yang diberi nama pasukan Ciung Wanara.

Saat itu jumlah pasukan Ciung Wanara tidaklah banyak juga persenjataannya tidak secanggih pasukan Belanda. Jumlahnya tidak lebih dari 1.400 prajurit.

Namun Rai beserta pasukannya tidak menyerah begitu saja mereka tetap gigih akan melawan Belanda. Sebelum menyerang desa Marga, Belanda mengirim sebuah pesan untuk Rai dengan maksud untuk berunding.

Surat Belanda pun dibalas oleh Rai yang berisi:

surat I Gusti Ngurah Rai

Soerat telah kami terima dengan selamat. Dengan singkat kami sampaikan djawaban sebagai berikoet:

Tentang keamanan di Bali adalah oeroesan kami. Semendjak pendaratan tentera toean, poelau mendjadi tidak aman. Boekti telah njata, tidak dapat dipoengkiri lagi.

Lihatlah, penderitaan rakjat menghebat. Mengantjam keselamatan rakjat bersama. Tambah2 kekatjauan ekonomi mendjirat leher rakjat. Keamanan terganggoe, karena toean memperkosa kehendak rakjat jang telah menjatakan kemerdekaannja.

Soal peroendingan kami serahkan kepada kebijaksanaan pemimpin2 kita di Djawa. Bali boekan tempatnja peroendingan diplomatic. Dan saja boekan kompromis. Saja atas nama rakjat hanja menghendaki lenjapnja Belanda dari poelau Bali atau kami sanggoep dan berdjandji bertempoer teroes sampai tjita2 kita tertjapai.

Selama Toean tinggal di Bali, poelau Bali tetap mendjadi belanga pertoempahan darah, antara kita dan pihak toean. Sekian, harap mendjadikan makloem adanja. Sekali merdeka, tetap merdeka

Hal ini tentunya membuat Belanda marah hingga terjadilah perang habis-habisan sampai titik darah penghabisan pada 20 November 1946. Pertempuran inilah yang dikenal sebagai Puputan Margarana.

Dalam pertempuran inilah I Gusti Ngurai Rai dan pasukannya gugur sebagai kusuma bangsa.

Atas jasa dan pengorbanan yang dilakukannya itulah I Gusti Ngurah Rai diberi gelar sebagai pahlawan nasional pada 9 Agustus 1975 oleh presiden Soeharto. Untuk mengenang jasa beliau, namanya diabadikan sebagai nama bandara di Bali.

The post Biografi I Gusti Ngurah Rai, Pemimpin Puputan Margarana appeared first on HaloEdukasi.com.

]]>