sdlc - HaloEdukasi.com https://haloedukasi.com/sub/sdlc Sat, 20 Jan 2024 06:34:37 +0000 id-ID hourly 1 https://wordpress.org/?v=6.6.2 https://haloedukasi.com/wp-content/uploads/2019/11/halo-edukasi.ico sdlc - HaloEdukasi.com https://haloedukasi.com/sub/sdlc 32 32 Extreme Programming: Pengertian, Tahapan dan Kelebihan https://haloedukasi.com/extreme-programming Thu, 18 Jan 2024 00:20:44 +0000 https://haloedukasi.com/?p=47766 Pengertian Extreme Programming Extreme Programming (XP) adalah salah satu metodologi pengembangan perangkat lunak (software development methodology) yang bersifat adaptif dan iteratif. Tujuan utama dari Extreme Programming adalah meningkatkan kualitas perangkat lunak dan respons terhadap perubahan kebutuhan pelanggan dengan cara mengadopsi praktik-praktik pengembangan yang ekstrem dan konsisten.  Extreme Programming dianggap sebagai metodologi yang cocok untuk proyek-proyek […]

The post Extreme Programming: Pengertian, Tahapan dan Kelebihan appeared first on HaloEdukasi.com.

]]>
Pengertian Extreme Programming

Extreme Programming (XP) adalah salah satu metodologi pengembangan perangkat lunak (software development methodology) yang bersifat adaptif dan iteratif. Tujuan utama dari Extreme Programming adalah meningkatkan kualitas perangkat lunak dan respons terhadap perubahan kebutuhan pelanggan dengan cara mengadopsi praktik-praktik pengembangan yang ekstrem dan konsisten. 

Extreme Programming dianggap sebagai metodologi yang cocok untuk proyek-proyek yang membutuhkan fleksibilitas tinggi dan dapat beradaptasi dengan perubahan-perubahan kebutuhan pelanggan secara cepat. 

Meskipun praktik-praktik XP mungkin tampak “ekstrem” bagi beberapa pengembang, metodologi ini telah terbukti berhasil dalam banyak proyek pengembangan perangkat lunak.

Mengapa Memilih Metode XP?

Memilih Metode Extreme Programming (XP) dapat memiliki beberapa alasan yang mendasari keputusan tersebut, terutama tergantung pada sifat proyek dan kebutuhan bisnis. Berikut adalah beberapa alasan umum mengapa seseorang atau sebuah tim memilih XP:

1. Perubahan Kebutuhan yang Cepat

Jika proyek berada dalam lingkungan di mana kebutuhan pelanggan dapat berubah dengan cepat, XP sangat sesuai. Metodologi ini dirancang untuk merespons perubahan dengan fleksibilitas tinggi, mengizinkan perubahan perangkat lunak yang cepat dan iteratif.

2. Keterlibatan Pelanggan yang Intensif

XP mendorong keterlibatan pelanggan secara intensif selama seluruh siklus pengembangan. Jika tim Anda memiliki akses langsung dan responsif dari pihak pelanggan, XP dapat membantu memastikan bahwa kebutuhan mereka dipahami dengan baik dan diimplementasikan secara efektif.

3. Urgensi dan Waktu Pengepakan Cepat (Timeboxing)

XP menggunakan iterasi pendek atau sprint untuk menghasilkan versi perangkat lunak yang dapat digunakan dengan cepat. Jika proyek memiliki batasan waktu yang ketat atau membutuhkan rilis perangkat lunak yang cepat, XP dapat membantu mengelola proyek dengan cara ini.

4. Proyek Berskala Kecil hingga Menengah

XP lebih cocok untuk proyek-proyek berskala kecil hingga menengah dengan tim yang terdiri dari beberapa anggota. Struktur dan praktik XP dapat menjadi terlalu ekstrem untuk proyek berskala besar dengan struktur organisasi yang kompleks.

5. Desain dan Kode yang Mudah Dimengerti

Jika prioritas utama adalah menciptakan desain yang sederhana dan mudah dimengerti, XP dapat memberikan panduan yang baik. Praktik seperti refactoring secara terus-menerus dan pemrograman berpasangan dapat membantu menciptakan kode yang lebih bersih.

Kapan Menggunakan Metode XP?

Extreme Programming (XP) lebih cocok digunakan dalam beberapa konteks proyek tertentu. Berikut adalah beberapa situasi di mana menggunakan Metode XP dapat menjadi pilihan yang tepat:

1. Ketika Terjadi Perubahan Kebutuhan yang Cepat

Jika proyek Anda berada dalam lingkungan dimana kebutuhan pelanggan dapat berubah dengan cepat atau tidak dapat diantisipasi dengan baik, XP dapat membantu Anda mengatasi perubahan tersebut secara fleksibel dan responsif.

2. Dibanjiri oleh Pelanggan

Jika keterlibatan pelanggan sangat penting untuk kesuksesan proyek, XP menekankan keterlibatan pelanggan yang intensif selama seluruh siklus pengembangan. Ini membantu memastikan bahwa kebutuhan pelanggan dipahami dengan baik dan diimplementasikan secara efektif.

3. Waktu Pengepakan Terbatas

Jika proyek memiliki batasan waktu yang ketat atau membutuhkan rilis perangkat lunak yang cepat, XP menggunakan iterasi pendek atau sprint untuk menghasilkan versi perangkat lunak yang dapat digunakan dengan cepat.

4. Proyek dengan Tingkat Ketidakpastian Awal

Jika proyek dimulai dengan tingkat ketidakpastian tinggi dan kebutuhan pelanggan yang belum sepenuhnya jelas, XP memungkinkan penyesuaian yang cepat terhadap perubahan.

Perbedaan XP dengan Metodologi Agile Lainnya

Extreme Programming (XP) merupakan salah satu dari berbagai metodologi pengembangan perangkat lunak yang termasuk dalam kelompok metodologi Agile. Meskipun XP memiliki beberapa persamaan dengan metodologi Agile lainnya, terdapat juga perbedaan khusus yang membedakannya. Berikut adalah beberapa perbedaan utama antara Extreme Programming dan metodologi Agile lainnya:

1. Pemrograman Berpasangan

XP mempraktikkan pemrograman berpasangan di mana dua pengembang bekerja bersama-sama di satu mesin. Salah satu menulis kode (pemrograman), sementara yang lainnya memberikan umpan balik dan berdiskusi (navigator). 

Tidak semua metodologi Agile lainnya menerapkan pemrograman berpasangan secara konsisten. Beberapa metodologi mungkin membiarkan tim memilih pendekatan pengembangan yang sesuai dengan mereka.

2. Desain Sederhana

XP menekankan desain yang sederhana dan mudah dimengerti. Praktik refactoring dilakukan secara terus-menerus untuk meningkatkan struktur dan desain kode tanpa mengubah fungsionalitas eksternal. Walaupun desain yang sederhana umumnya dihargai dalam metodologi Agile lainnya, pendekatan spesifik terhadap refactoring dan desain mungkin bervariasi.

3. Uji Otomatis

XP mewajibkan penggunaan uji otomatis untuk memastikan bahwa perubahan-perubahan pada kode tidak merusak fungsionalitas yang sudah ada. Unit testing dan acceptance testing dilakukan secara terus-menerus. 

Sedangkan, praktek pengujian otomatis umumnya diterapkan dalam metodologi Agile lainnya, tetapi tingkat penekanan dan detail implementasinya dapat berbeda.

4. Iterasi Pendek (Sprint) dan Continuous Integration

XP menggunakan iterasi pendek atau sprint untuk menghasilkan versi perangkat lunak yang dapat digunakan dengan cepat. Continuous Integration digunakan untuk menggabungkan perubahan kode secara terus-menerus. 

Sedangkan, metodologi Agile lainnya seperti Scrum juga menggunakan iterasi (sprint), tetapi pendekatan terhadap Continuous Integration mungkin bervariasi.

5. Collective Code Ownership

XP semua anggota tim memiliki tanggung jawab terhadap seluruh kode, bukan hanya pada bagian tertentu. Ini memungkinkan fleksibilitas dalam penugasan pekerjaan dan pemeliharaan. 

Sedangkan, beberapa metodologi Agile lainnya mungkin memiliki struktur kepemilikan kode yang berbeda, dengan beberapa lebih menekankan tanggung jawab individu terhadap bagian-bagian tertentu.

6. Keterlibatan Pelanggan

XP menekankan keterlibatan pelanggan secara langsung dan intensif selama seluruh siklus pengembangan. 

Sedangkan, agile lainnya keterlibatan pelanggan juga dihargai dalam metodologi Agile lainnya, tetapi tingkat dan cara keterlibatan ini dapat bervariasi.

7. Dokumentasi

XP cenderung untuk memiliki dokumentasi minimal, dengan fokus lebih pada kode yang bersih dan pemahaman kolektif tim terhadap sistem. 

Sedangkan, agile lainnya beberapa metodologi Agile mungkin memiliki persyaratan dokumentasi yang lebih khusus, tergantung pada konteks dan kebutuhan bisnis.

Tahapan Extreme Programming

Extreme Programming (XP) mengikuti pendekatan pengembangan perangkat lunak yang iteratif dan adaptif. Proses pengembangan dalam XP terdiri dari beberapa tahapan atau aktivitas. Berikut adalah tahapan-tahapan yang umumnya terjadi dalam XP:

1. Perencanaan (Planning)

Identifikasi dan prioritas fitur atau user stories, estimasi waktu dan usaha untuk setiap fitur, pemilihan fitur untuk iterasi berikutnya, penjadwalan iterasi (sprint) dan perencanaan jangka panjang.

2. Desain (Design)

Pemilihan desain yang sederhana dan mudah dimengerti, pengembangan struktur kode dan arsitektur, identifikasi dan perbaikan desain yang membutuhkan refactoring.

3. Pemrograman Berpasangan (Pair Programming)

Pemrograman berpasangan di mana dua anggota tim bekerja bersama di satu mesin, pemrogram menulis kode, sementara navigator memberikan umpan balik dan berdiskusi.

4. Pengujian (Testing)

Pengujian otomatis yang mencakup unit testing dan acceptance testing, uji dilakukan secara terus-menerus selama proses pengembangan, dan identifikasi dan perbaikan bug segera setelah ditemukan.

5. Continuous Integration

Integrasi kode secara terus-menerus ke dalam repository bersama, pengujian otomatis dijalankan setelah setiap integrasi untuk memastikan kualitas perangkat lunak, dan mekanisme build otomatis untuk menciptakan versi perangkat lunak yang dapat digunakan.

6. Kepemilikan Bersama Kode (Collective Code Ownership)

Semua anggota tim memiliki tanggung jawab terhadap seluruh kode, kolaborasi untuk meningkatkan dan memelihara bagian-bagian yang berbeda dari kode.

7. Keterlibatan Pelanggan (Customer Involvement)

Keterlibatan pelanggan secara langsung dan intensif selama siklus pengembangan, diskusi terbuka tentang kebutuhan dan umpan balik dari pelanggan.

8. Refaktoring (Refactoring)

Meningkatkan struktur dan desain kode tanpa mengubah fungsionalitas eksternal, refaktoring dilakukan secara terus-menerus untuk menjaga kebersihan dan kejelasan kode.

9. Pemahaman Bersama (Shared Understanding)

Komunikasi intensif antara anggota tim untuk memastikan pemahaman bersama tentang tujuan proyek dan kebutuhan pelanggan, pemahaman kolektif terhadap sistem dan fungsionalitas.

10. Rilis Perangkat Lunak (Release)

Versi perangkat lunak yang dapat digunakan dirilis secara teratur setelah setiap iterasi, dan ketersediaan versi perangkat lunak yang dapat digunakan memungkinkan umpan balik cepat dari pelanggan.

Kelebihan Extreme Programming

Extreme Programming (XP) memiliki beberapa kelebihan yang membuatnya menjadi pilihan yang menarik untuk beberapa proyek pengembangan perangkat lunak. Beberapa kelebihan utama dari Extreme Programming termasuk:

1. Responsif terhadap Perubahan 

XP dirancang untuk mengatasi perubahan kebutuhan pelanggan dengan cepat dan responsif. Iterasi pendek dan perencanaan yang fleksibel memungkinkan tim untuk dengan mudah menyesuaikan diri dengan perubahan yang terjadi selama siklus pengembangan.

2. Pelibatan Pelanggan yang Intensif 

Keterlibatan pelanggan yang intensif selama seluruh siklus pengembangan membantu memastikan bahwa produk yang dihasilkan sesuai dengan kebutuhan dan ekspektasi pelanggan. Umpan balik yang cepat dan terus-menerus membantu dalam mengarahkan pengembangan produk.

3. Umpan Balik Cepat dan Iteratif 

Melalui siklus iteratif yang singkat dan rilis perangkat lunak yang teratur, tim XP dapat memperoleh umpan balik cepat dari pelanggan. Hal ini memungkinkan perbaikan dan penyesuaian yang cepat.

4. Desain yang Sederhana dan Mudah Dimengerti 

XP mendorong desain yang sederhana dan mudah dimengerti. Praktik refactoring membantu menjaga kejelasan dan kualitas desain secara terus-menerus.

5. Rilis Perangkat Lunak yang Teratur 

XP mendorong rilis perangkat lunak yang teratur dan berkelanjutan setelah setiap iterasi. Hal ini memberikan nilai tambah yang cepat kepada pelanggan dan dapat meningkatkan kepercayaan stakeholder.

Kekurangan Extreme Programming

Meskipun Extreme Programming (XP) memiliki sejumlah kelebihan, metode ini juga memiliki beberapa kekurangan yang perlu dipertimbangkan sebelum memutuskan untuk mengadopsinya. Beberapa kekurangan dari Extreme Programming meliputi:

1. Kesulitan dalam Penyesuaian

Pemrograman berpasangan dan praktik-praktik XP yang ekstrim dapat sulit diadopsi oleh semua anggota tim atau di lingkungan perusahaan tertentu. Beberapa orang mungkin merasa tidak nyaman dengan tingkat interaksi dan keterlibatan yang tinggi.

2. Dokumentasi Minimal

Fokus XP pada kode yang bersih dan pemahaman bersama dapat mengarah pada dokumentasi yang minimal. Ini dapat menjadi kekurangan jika organisasi atau proyek memerlukan dokumentasi yang rinci dan formal.

3. Pemrograman Berpasangan Memerlukan Keterampilan dan Waktu

Praktek pemrograman berpasangan dapat memerlukan keterampilan dan waktu adaptasi yang signifikan. Selain itu, tidak semua anggota tim mungkin merasa nyaman atau efisien saat bekerja dalam mode ini.

4. Tidak Sesuai untuk Semua Proyek

XP cenderung lebih cocok untuk proyek-proyek berskala kecil hingga menengah. Pada proyek berskala besar atau proyek dengan struktur organisasi yang kompleks, metodologi ini mungkin kurang sesuai.

5. Pengujian Mungkin Tidak Cukup Mendalam

Meskipun ada penekanan pada pengujian otomatis, terutama pada tingkat unit, ada kemungkinan bahwa pengujian tidak mencakup semua aspek kompleksitas sistem dengan baik.

6. Keterbatasan dalam Penanganan Proyek yang Berskala Besar

XP tidak selalu cocok untuk proyek yang berskala besar dengan tim yang besar dan tersebar geografis. Pengelolaan koordinasi dan komunikasi dalam skala besar dapat menjadi lebih sulit.

9. Tidak Cocok untuk Semua Jenis Proyek

Ada jenis proyek tertentu yang mungkin tidak cocok dengan pendekatan XP, terutama yang memerlukan tingkat dokumentasi formal yang tinggi atau yang memiliki regulasi ketat.

10. Terbatas pada Pengembangan Perangkat Lunak

Meskipun XP dapat berhasil di proyek pengembangan perangkat lunak, mungkin tidak sesuai atau memerlukan penyesuaian yang signifikan untuk proyek-proyek non-pengembangan perangkat lunak, seperti proyek infrastruktur atau perubahan organisasi.

The post Extreme Programming: Pengertian, Tahapan dan Kelebihan appeared first on HaloEdukasi.com.

]]>
SDLC: Pengertian, Fungsi, Tahapan dan Metode https://haloedukasi.com/software-development-life-cycle Sat, 06 Nov 2021 01:36:01 +0000 https://haloedukasi.com/?p=28212 Pengertian SDLC (System Development Life Cycle) SDLC adalah pendekatan sistematis manajemen proyek yang didalamnya menjelaskan tahapan-tahapan proyek dari awal hingga selesai untuk mengimplementasikan sistem informasi baru. Mengapa SDLC Penting? SDLC perlu dilakukan agar bisnis atau proyek memiliki sistem informasi yang baik dan tepat. Sistem informasi inilah yang sangat dibutuhkan untuk mendukung proses bisnis. Jika bisnis […]

The post SDLC: Pengertian, Fungsi, Tahapan dan Metode appeared first on HaloEdukasi.com.

]]>
Pengertian SDLC (System Development Life Cycle)

SDLC adalah pendekatan sistematis manajemen proyek yang didalamnya menjelaskan tahapan-tahapan proyek dari awal hingga selesai untuk mengimplementasikan sistem informasi baru.

Mengapa SDLC Penting?

SDLC perlu dilakukan agar bisnis atau proyek memiliki sistem informasi yang baik dan tepat. Sistem informasi inilah yang sangat dibutuhkan untuk mendukung proses bisnis. Jika bisnis ingin melakukan perubahan selama fase SDLC, perusahaan harus memulai semua tahapan lagi.

Pendekatan siklus hidup dari setiap proyek adalah proses yang memakan waktu. Setiap tahapannya tidak ada yang boleh diabaikan dan pengawasan perlu dilakukan untuk mencegah kegagalan atau gangguan dari seluruh sistem yang tentunya hal itu diharapkan tidak terjadi. 

Fungsi SDLC

Fungsi SDLC diantaranya:

  • Menciptakan sistem kualitas yang dapat memenuhi atau melampaui harapan pengguna.
  • Menciptakan kerangka untuk mengembangkan sistem kualitas yang dapat diidentifikasi, terukur, dan berulang. 
  • Menetapkan struktur manajemen proyek untuk memastikan bahwa setiap proyek pengembangan sistem dikelola secara efektif selama siklus hidupnya. 
  • Mengidentifikasi dan menetapkan peran dan tanggung jawab pihak-pihak yang terlibat, termasuk manajer fungsional dan teknis sepanjang siklus hidup pengembangan sistem. 
  • Memastikan bahwa persyaratan pengembangan sistem didefinisikan dan dilakukan dengan baik.

Tahapan-Tahapan SDLC

1. Pengumpulan Persyaratan dan Analisis

Pada fase pertama ini, semua informasi yang relevan dikumpulkan untuk mengembangkan produk sistem informasi yang sesuai harapan. 

Biasanya analis bisnis dan manajer proyek mengadakan pertemuan dengan pelanggan untuk mengumpulkan semua informasi seperti apa yang ingin dibuat, siapa yang akan menjadi pengguna akhir, apa tujuan produk.

2. Desain

Pada fase yang kedua, kebutuhan yang dikumpulkan digunakan sebagai input dan arsitektur perangkat lunak yang digunakan untuk mengimplementasikan pengembangan sistem perlu disiapkan.

3. Implementasi atau Pengkodean

Implementasi/Pengkodean dimulai setelah pengembang mendapatkan dokumen desain. Desain perangkat lunak kemudian diterjemahkan ke dalam source code (kode sumber). Semua komponen perangkat lunak diproses dalam fase ini.

4. Pengujian

Pada fase ini, perangkat lunak yang dikembangkan diuji secara menyeluruh dan jika ada kerusakan pengembang perlu segera memperbaikinya.

Pengujian ulang dilakukan sampai pada titik dimana perangkat lunak sesuai dengan harapan pelanggan. Pada saat pengujian, penguji mengacu pada dokumen SRS (Software Requirement Specification) untuk memastikan bahwa perangkat lunak sesuai dengan standar pelanggan.

5. Deployment

Setelah produk diuji, hasilnya akan digunakan di lingkungan produksi atau UAT (User Acceptance testing) pertama, tergantung pada permintaan pelanggan.

Pada proses UAT, replika lingkungan produksi dibuat dan pelanggan bersama dengan pengembang melakukan pengujian. Jika aplikasi berjalan sesuai yang diharapkan, maka sign off ditayangkan oleh pelanggan.

6. Pemeliharaan

Setelah penyebaran produk di lingkungan produksi, pemeliharaan produk perlu dilakukan jika ada masalah yang muncul dan perlu diperbaiki, atau jika perlu dilakukan peningkatan kualitas yang harus ditangani oleh pengembang.

Metode SDLC

1. Waterfall

Pendekatan Waterfall memiliki struktur yang kaku yang mengharuskan semua persyaratan sistem didefinisikan di awal proyek. Jika tidak, tahap desain dan pengembangan tidak dapat dimulai.

Setelah pengembangan selesai, produk diuji sesuai dengan persyaratan awal. Perusahaan di industri perangkat lunak biasanya membutuhkan lebih banyak fleksibilitas, sehingga metode waterfall ini kurang cocok, tetapi masih tetap menjadi solusi yang baik untuk jenis proyek tertentu.

2. V-Model

V-Model dilakukan dengan prinsip yang sangat ketat, yaitu fase berikutnya hanya dapat dimulai jika ketika fase sebelumnya benar-benar selesai. 

Kurangnya fleksibilitas dan metode yang berisiko tinggi pada metode ini tidak direkomendasikan untuk proyek kecil, tetapi V-Model ini lebih mudah untuk dikelola dan dikendalikan. Pendekatan ini bisa menjadi pilihan yang tepat untuk proyek yang memiliki persyaratan dan tahapan yang dideskripsikan dengan jelas.

3. Spiral

Metode spiral memiliki konsep yang juga menggabungkan beberapa model SDLC berdasarkan pola resiko dari proyek yang diberikan. Tantangan yang dapat ditemukan pada model spiral adalah mengetahui kapan saat yang tepat untuk dapat melanjutkan tahap berikutnya.

Bisnis yang tidak yakin dengan persyaratan mereka atau ingin mengubah beberapa hal selama proyek dengan resiko menengah hingga tinggi dapat menggunakan metode ini.

4. Lean

Dalam hal perangkat lunak dan proyek, metodologi lean SDLC berfokus pada pengurasan pemborosan pada setiap fasenya, termasuk penjadwalan, biaya, dan ruang lingkup.

Pendekatan ini paling cocok untuk organisasi yang memiliki persyaratan perangkat keras dan pengadaan lain yang cenderung ketat.

5. Agile

Metode agile merupakan kebalikan dari pendekatan waterfall. Model agile menciptakan SDLC menjadi proses yang berkelanjutan yang memerlukan keterlibatan dari pengembang, manajemen, dan pelanggan.

Pada prosesnya biasanya pekerjaan dipecah menjadi beberapa segmen selama 2-4 minggu yang dikenal sebagai “sprint”. Pada saat itulah tim bertanggung jawab menangani kebutuhan utama pelanggan dan melakukan pengujian.

Agile cenderung cocok digunakan pada organisasi  yang kecil, terutama untuk perusahaan rintisan atau startup, dimana kecepatan dan fleksibilitas menjadi hal yang sangat penting dalam proses SDLC.

The post SDLC: Pengertian, Fungsi, Tahapan dan Metode appeared first on HaloEdukasi.com.

]]>
Metode Prototype: Pengertian, Kelebihan dan Kekurangan https://haloedukasi.com/metode-prototype Tue, 26 Oct 2021 12:00:13 +0000 https://haloedukasi.com/?p=27837 Apa itu Metode Prototype? Metode prototype merupakan sebuah metode pengembangan dengan melakukan pengujian cara kerja suatu aplikasi baru. Prototype merupakan gambaran awal suatu sistem dan bagaimana hasil akhir yang diharapkan dari sistem itu. Biasanya metode ini melalui proses interaksi terus menerus hingga sistem bisa berfungsi dengan baik. Sedangkan Metode Prototype menurut Pressman (2002:40) yaitu klien dan […]

The post Metode Prototype: Pengertian, Kelebihan dan Kekurangan appeared first on HaloEdukasi.com.

]]>
Apa itu Metode Prototype?

Metode prototype merupakan sebuah metode pengembangan dengan melakukan pengujian cara kerja suatu aplikasi baru. Prototype merupakan gambaran awal suatu sistem dan bagaimana hasil akhir yang diharapkan dari sistem itu. Biasanya metode ini melalui proses interaksi terus menerus hingga sistem bisa berfungsi dengan baik.

Sedangkan Metode Prototype menurut Pressman (2002:40) yaitu klien dan pengembang berkomunikasi langsung untuk menjelaskan obyektif perangkat lunak secara keseluruhan. Serta mengidentifikasikan kebutuhan dalam pengembangan
Mulai dari input, format output dan interface yang digunakan, sehingga bisa melakukan perancangan secara cepat. Setelah itu barulah dilakukan tahapan
pengujian serta evaluasi.

Metode prototype juga mampu menghindari kesalahpahaman dalam proses pengembangan sistem antara developer dan user. Karena seringkali user tidak mampu menjelaskan dengan baik gambaran besar sistem yang ingin dibuatnya. Dengan metode ini user bisa berdiskusi langsung perihal sistem dan untuk menyatukan persepsi dengan tim developer.

Hal ini sesuai dengan tujuan metode prototype yang ingin mengembangkan suatu model hingga menjadi sistem yang final. Dengan metode ini, sistem dapat dikembangkan lebih efisien, cepat dan biaya yang tidak terlalu mahal.

Metode Prototype
Metode Prototype

Seperti gambar di atas, metode prototype memiliki tiga siklus seperti berikut:

  • Listen to Customer

Tahap ini adalah identifikasi keperluan user, hal ini harus dilakukan agar developer mendapatkan informasi mengenai keinginan ataupun masalah yang dihadapi user. Informasi data yang didapatkan, bisa menjadi acuan dalam mencari solusi serta pengembangan untuk tahap berikutnya.

  • Build and Revise Mock Up

Saat kebutuhan untuk membuat sistem terkumpul, proses selanjutnya adalah membuat rancangan prototype sesuai kebutuhan user, dengan melalui
tahapan sebagai berikut:

  1. Perancangan untuk alur proses di dalam sistem, mulai dari, input, output yang sudah diusulkan oleh klien.
  2. Perancangan Unified Modelling Language atau yang disingkat UMl, perancangan ini bertujuan mengidentifikasikan sistem apa saja yang dibutuhkan serta bagaimana merealisasikannya.
  3. Perancangan Interface atau tampilan antarmuka serta beragam fitur yang diperlukan klien.
  • Customer Test Drives Mock-up

Tahapan ini bertujuan untuk melakukan pengujian prototype sistem dan melakukan evaluasi bahwa prototype sistem telah dibuat sesuai dengan harapan user. Jika hasil dari pengujian prototype masih tidak memenuhi kebutuhan keperluan user, maka pengembang harus memperbaiki kembali prototypenya. Hingga prototype bisa direalisasikan menjadi sistem final yang sesuai keinginan user.

Tahapan Pembuatan Metode Prototype

Saat membuat sebuah prototype ada beberapa tahapan sebagai landasan dasarnya. Berikut 6 tahapan yang dibutuhkan dalam membuat mode prototype.

1. Tahap Menganalisis Kebutuhan

Tahapan pertama dalam pembuatan model prototype adalah menganalisis kebutuhan. Pada tahapan ini, semua keperluan sistem akan dijabarkan secara detail sehingga tim developer dan klien harus bertemu langsung untuk membahas sistem secara mendetail. Tim developer juga lebih paham sistem yang diperlukan oleh kliennya.

2.Tahap Desain Sementara

Tahap kedua yaitu membuat desain sementara untuk memberikan gambaran singkat mengenai sistem yang akan dikembangkan. Desain ini dibuat sesuai dengan hasil diskusi pada tahap pertama.

3. Tahap Membuat Prototype

Saat desain sementara sudah disetujui, langkah berikutnya yaitu membangun prototipe yang sesungguhnya. Prototype inilah yang akan dijadikan acuan tim programmer dalam pembuatan sistem ataupun program.

4. Tahap Evaluasi

Tahap keempat adalah evaluasi pengguna, pada tahapan ini, keseluruhan sistem akan dijelaskan menggunakan prototype. Model prototype inilah yang dipresentasikan kepada klien yang kemudian akan di evaluasi. Kritik dan saran klien setelah melihat prototype sistem akan menjadi masukan untuk tim developer.

5. Tahap Revisi Prototype

Pada tahapan ini, saat klien tidak merasa perlu adanya revisi prototype saat presentasi. Tim dapat melanjutkan tahapan 6, tapi saat klien merasa perlu adanya perbaikan sistem, tahapan 4 dan 5 akan dilakukan terus berulang hingga klien setuju dan sistem bisa segera dikembangkan.

6. Tahap Implementasi dan Perawatan

Tahap keenam merupakan tahap terakhir dari metode prototype, sehingga tim programmer akan membuat sistem berdasarkan tahap terakhir. Setelah itu akan dilakukan pengujian pada sistem untuk selanjutnya diberikan kepada klien. Saat sistem telah selesai, maka langkah selanjutnya adalah tahap pemeliharaan, sehingga sistem terus bekerja tanpa masalah.

Kelebihan Metode Prototype

Setiap metode tentu memiliki kelebihan dan kekurangannya begitu juga dengan metode prototype. Berikut kelebihan metode prototype :

  1. Menghemat waktu, biaya menjadi tidak terlalu mahal dan pengembangan sistem jadi lebih efisiensi.
  2. Tim developer bisa memahami kebutuhan klien sehingga memudahkan pengembangan sistem.
  3. Klien merasa puas karena bisa mengetahui garis besar sistem yang akan dibuat.
  4. memaparkan kebutuhannya sehingga pembuatan sistem jadi lebih mudah.
  5. Memudahkan klien menyiapkan perangkat lunak untuk sistem yang sedang dibuat.

Kekurangan Metode Prototype

Tidak hanya meiliki beragam kelebihan, metode prototype juga memiliki beberapa kelemahan sebagai berikut:

  1. Metode prototype bisa membuang banyak waktu saat klien merasa tidak puas pada tahap pertama.
  2. Klien bisa menambah requirement pada sistem, yang membuat kompleksitas pengembangan sistem bertambah.
  3. Pengerjaan sistem dapat terlambat kalau komunikasi tim developer dan klien tidak baik.

The post Metode Prototype: Pengertian, Kelebihan dan Kekurangan appeared first on HaloEdukasi.com.

]]>