tindak pidana - HaloEdukasi.com https://haloedukasi.com/sub/tindak-pidana Mon, 31 Jul 2023 06:17:35 +0000 id-ID hourly 1 https://wordpress.org/?v=6.6.2 https://haloedukasi.com/wp-content/uploads/2019/11/halo-edukasi.ico tindak pidana - HaloEdukasi.com https://haloedukasi.com/sub/tindak-pidana 32 32 Pengertian Tindak Pidana Khusus Menurut Para Ahli dan Contohnya https://haloedukasi.com/pengertian-tindak-pidana-khusus-menurut-para-ahli Sat, 29 Jul 2023 22:57:10 +0000 https://haloedukasi.com/?p=44556 Tindak pidana merupakan suatu pengertian yuridis, berbeda dengan istilah perbuatan jahat atau kejahatan (crime atau Verbrechen atau misdaad). Yang diartikan secara kriminologis dan psikologis serta istilah dalam hukum tindak pidana merujuk pada jenis-jenis tindak pidana tertentu. Tindak pidana tersebut diatur secara khusus dalam undang-undang atau peraturan perundang-undangan yang berbeda dari ketentuan tindak pidana umum yang […]

The post Pengertian Tindak Pidana Khusus Menurut Para Ahli dan Contohnya appeared first on HaloEdukasi.com.

]]>
Tindak pidana merupakan suatu pengertian yuridis, berbeda dengan istilah perbuatan jahat atau kejahatan (crime atau Verbrechen atau misdaad). Yang diartikan secara kriminologis dan psikologis serta istilah dalam hukum tindak pidana merujuk pada jenis-jenis tindak pidana tertentu.

Tindak pidana tersebut diatur secara khusus dalam undang-undang atau peraturan perundang-undangan yang berbeda dari ketentuan tindak pidana umum yang diatur dalam KUHP (Kitab Undang-Undang Hukum Pidana) atau undang-undang lainnya.

Artinya, tindak pidana khusus memiliki regulasi yang spesifik dan terpisah dari peraturan hukum yang mengatur tindak pidana umum. Tindak pidana khusus didasarkan pada kebutuhan untuk menghadapi dan menangani jenis-jenis kejahatan tertentu.

Sesuatu yang dianggap memiliki karakteristik, akibat, atau implikasi sosial yang khusus dan seringkali lebih serius daripada tindak pidana umum. Regulasi tindak pidana khusus dapat diwujudkan dalam undang-undang yang mandiri atau dalam bagian khusus dari undang-undang lain yang mengatur masalah tertentu.

Tindak pidana khusus diberlakukan pada tanggal 1 Mei 1997 dengan dikeluarkannya Undang-Undang Nomor 22 Tahun 1997 tentang Narkotika dan Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak.

Tindak pidana khusus merupakan kategori tindak pidana yang memiliki hukuman dan prosedur hukum yang diatur secara khusus dan berbeda dari tindak pidana umum. Tujuan adanya tindak pidana khusus di Indonesia adalah untuk memberikan perlindungan khusus dan penanganan yang lebih spesifik terhadap jenis-jenis kejahatan tertentu yang dianggap memiliki dampak sosial dan potensi bahaya yang tinggi.

Melalui tindak pidana khusus, pemerintah berusaha untuk meningkatkan efektivitas penegakan hukum dalam melawan kejahatan-kejahatan tertentu demi keamanan dan kesejahteraan masyarakat. Pidana Khusus yang dapat digambarkan secara umum berdasarkan pandangan beberapa ahli hukum antara lain sebagai berikut.

1. Prof. Dr. Satjipto Rahardjo

Dr. Satjipto Rahardjo merupakan seorang akademisi dan pakar hukum Indonesia yang sangat dihormati. Beliau lahir pada 23 Februari 1938 dan meninggal pada 3 Juli 2020. Dr. Satjipto Rahardjo dikenal sebagai seorang profesor hukum dan pernah menjadi guru besar di Fakultas Hukum Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta, Indonesia.

Selain itu, Dr. Satjipto Raharjo juga memiliki kontribusi besar dalam dunia hukum di Indonesia, terutama dalam bidang hukum acara perdata, hukum acara pidana, dan hukum tata negara. Karya-karyanya sering dijadikan referensi penting di kalangan mahasiswa hukum dan para praktisi hukum di Indonesia.

Menurut Prof. Satjipto Rahardjo, tindak pidana khusus merupakan tindak pidana yang diatur secara terpisah dalam undang-undang khusus yang berlaku untuk kejahatan tertentu, yang memiliki sifat dan karakteristik unik yang membedakannya dari tindak pidana umum.

Tindak pidana khusus sering kali memerlukan pertimbangan khusus dalam penanganan dan penuntutannya karena implikasi sosial dan dampak yang besar pada masyarakat dan negara.

2. Prof. Dr. Jimly Asshiddiqie

Prof. Dr. Jimly Asshiddiqie adalah seorang akademisi dan pakar hukum Indonesia yang terkemuka. Beliau lahir pada tanggal 17 Agustus 1949 di Kota Bukittinggi, Sumatera Barat, Indonesia, serta dikenal sebagai seorang ahli hukum tata negara dan pernah menjabat sebagai Ketua Mahkamah Konstitusi Republik Indonesia.

Sebagai seorang cendekiawan dan pemikir hukum terkemuka di Indonesia, Jimly Asshiddiqie telah memberikan sumbangan yang berharga dalam pengembangan hukum dan konstitusi di Indonesia. Karyanya dan pengabdiannya terus diakui dan dihormati oleh masyarakat akademis dan hukum Indonesia.

Menurut Prof. Jimly Asshiddiqie, tindak pidana khusus adalah kejahatan yang diatur dalam undang-undang yang mengatasi masalah-masalah kejahatan tertentu yang tidak dapat diakomodasi oleh ketentuan hukum pidana umum. Tindak pidana khusus memiliki sanksi dan prosedur penanganan yang spesifik untuk memberikan perlindungan yang lebih baik bagi masyarakat.

3. Prof. Dr. Harkristuti Harkrisnowo

Prof. Dr. Harkristuti Harkrisnowo lahir 25 Januari 1956, di Bogor. Beliau juga merupakan seorang Guru Besar di Fakultas Hukum Universitas Indonesia di Bidang Studi Hukum Pidana. Menurutnya, tindak pidana khusus merupakan tindak pidana berat terhadap hak asasi manusia (HAM), terorisme, korupsi, pencucian uang, dan narkotika. 

Harkristuti Harkrisnowo mengatakan ada lima tindak pidana khusus yang diatur dalam KUHP baru. Pemilihan lima kategori tindak pidana berdasarkan kajian matang. Lima kategori dari tindakan khusus tersebut meliputi tindak pidana berat terhadap Hak Asasi Manusia (HAM), tindak pidana terorisme, tindak pidana korupsi, tindak pidana pencucian uang, dan yang gerakhir yaitu tindak pidana narkotika.

4. Moeljatno

Menurut Moeljatno tindak pidana merupakan bagian dari keseluruhan hukum yang berlaku di suatu negara yang membuat dasar-dasar dan aturan-aturan. Aturan tersebut seperti menentukan perbuatan-perbuatan mana yang tidak boleh dilakukan atau dilarang, dengan disertai ancaman atau sanksi yang berupa pidana tertentu bagi barang siapa melanggar larangan tersebut.

Selain itu menentukan kapan dan dalam hal-hal apa kepada pelaku yang telah melanggar larangan-larangan itu dapat dikenakan pidana sebagaimana yang telah diancamkan serta menentukan dengan cara apa atau bagaimana pengenaan pidana itu dapat dilaksanakan apabila ada orang yang disangka telah melanggar larangan tersebut.

Adapun untuk unsur-unsur tindak pidana antara lain sebagai berikut.

  • Perbuatan tersebut harus merupakan perbuatan manusia
  • Perbuatan itu dilarang dan diancam dengan pidana
  • Perbuatan yang dilakukan bertentangan dengan undang-undang
  • Dilakukan oleh orang yang dapat mempertanggung jawabkan

5. Dir. H. Th. Van Hamel

Dir. H. Th. van Hamel merupakan seorang pakar hukum dari Belanda yang lahir pada tanggal 9 Januari 1857 di Rotterdam, Belanda. Hamel dikenal sebagai seorang ahli hukum yang sangat berpengaruh dan telah memberikan kontribusi besar dalam berbagai bidang hukum.

Hamel juga seorang profesor hukum di Universitas Leiden dan telah menjadi tokoh penting dalam perkembangan ilmu hukum di Belanda. Hal itu karena beliau memiliki minat khusus dalam hukum pidana dan hukum internasional.

Karya-karyanya mencakup banyak topik, termasuk hukum pidana, hukum perdata, hukum internasional, hukum keluarga, hukum dagang, dan sebagainya. Hamel berpendapat bahwa tindak pidana merupakan kelakuan orang yang dirumuskan dalam undang- undang, yang bersifat melawan hukum, yang patut dipidana dan dilakukan dengan kesalahan.

Yang berarti sesuatu tindakan itu tidak dapat dipisahkan dari orang-orang yang melakukan tindakan tersebut. Kontribusinya dalam bidang hukum telah memberikan dampak besar bagi perkembangan ilmu hukum di Belanda dan diakui secara internasional.

Hamel meninggal pada tanggal 28 Mei 1938 di Leiden, Belanda. Walaupun Hamel telah meninggal, akan tetapi karya-karyanya seperti pandangan hukum beliau dapat ditemukan dalam tulisan-tulisannya, karya ilmiah, atau penelitian yang telah dipublikasikan.

Contoh Bentuk dari Tindak Pidana Khusus

Berikut adalah beberapa contoh dari tindak pidana khusus yang diatur dalam undang-undang atau peraturan hukum yang berbeda dari ketentuan tindak pidana umum.

  1. Tindak Pidana Korupsi. Tindak pidana korupsi diatur dalam undang-undang khusus yang berfokus pada upaya pencegahan, penindakan, dan pemberantasan korupsi. Di Indonesia, contohnya adalah Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.
  2. Tindak Pidana Narkotika. Tindak pidana narkotika diatur dalam undang-undang yang melarang produksi, peredaran, dan penyalahgunaan narkotika atau obat-obatan terlarang. Misalnya, di Indonesia diatur dalam Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2009 tentang Narkotika.
  3. Tindak Pidana Terorisme. Tindak pidana terorisme merupakan tindak pidana yang mengatur tindakan kejahatan, serta bertujuan menyebabkan rasa takut atau kekerasan massal sebagai sarana untuk mencapai tujuan politik atau ideologis. Banyak negara memiliki undang-undang anti-terorisme, seperti di Indonesia dengan Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2003 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Terorisme.
  4. Tindak Pidana Pencucian Uang. Tindak pidana pencucian uang melibatkan upaya menyamarkan atau menyembunyikan asal-usul uang atau harta benda yang diperoleh secara ilegal. Contohnya di Indonesia diatur dalam Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2010 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang.
  5. Tindak Pidana Kejahatan Siber. Tindak pidana kejahatan siber mengatur pelanggaran keamanan komputer dan jaringan serta penyebaran informasi palsu dan merugikan melalui internet atau dunia maya. Banyak negara memiliki undang-undang dan peraturan khusus terkait kejahatan siber.

Setiap tindak pidana khusus biasanya memiliki definisi, unsur, sanksi, dan prosedur penanganan yang ditentukan secara khusus dalam undang-undang yang mengaturnya. Tujuan dari pengaturan tindak pidana khusus adalah untuk memberikan respons hukum yang lebih efektif dan sesuai dengan karakteristik kejahatan tertentu.

Serta memberikan perlindungan lebih baik bagi masyarakat dari ancaman khusus yang dihadapi oleh jenis kejahatan tersebut. Regulasi tindak pidana khusus biasanya dibuat untuk menangani masalah kejahatan yang spesifik dan kompleks, seperti korupsi, narkotika, terorisme, pencucian uang, kejahatan siber, dan lain sebagainya.

The post Pengertian Tindak Pidana Khusus Menurut Para Ahli dan Contohnya appeared first on HaloEdukasi.com.

]]>
Pengertian Tindak Pidana Umum – dan contohnya https://haloedukasi.com/pengertian-tindak-pidana-umum Mon, 15 May 2023 02:33:37 +0000 https://haloedukasi.com/?p=43157 Dalam KUHP selalu menyebut istilah tindak pidana atau strafbaarfeit, namun penjelasan terkait istilah tersebut belum dijabarkan. Menurut Bambang Purnomo, tindak pidana merupakan hukum sanksi. Yang artinya hukum pidana tidak mengadakan norma sendiri melainkan sudah terletak pada lapangan hukum yang lain, dan sanksi pidana ini bertujuan untuk menguatkan ditaatinya norma-norma di luar hukum pidana. Pada sebuah […]

The post Pengertian Tindak Pidana Umum – dan contohnya appeared first on HaloEdukasi.com.

]]>
Dalam KUHP selalu menyebut istilah tindak pidana atau strafbaarfeit, namun penjelasan terkait istilah tersebut belum dijabarkan. Menurut Bambang Purnomo, tindak pidana merupakan hukum sanksi. Yang artinya hukum pidana tidak mengadakan norma sendiri melainkan sudah terletak pada lapangan hukum yang lain, dan sanksi pidana ini bertujuan untuk menguatkan ditaatinya norma-norma di luar hukum pidana.

Pada sebuah tindak pidana, terdapat sanksi atau hukuman yang akan dijatuhkan bagi pelaku.Hukuman tersebut terdiri dari hukuman pokok dan hukuman tambahan. Hukuman pokok atau utama terdiri dari hukuman mati, penjara, dan denda. Sementara pada hukuman tambahan meliputi pencabutan hak-hak tertentu, perampasan barang-barang tertentu, dan pengumuman keputusan hakim.

Secara singkat, tindak pidana merupakan perbuatan yang melanggar hukum dan diancam dengan pidana. Tindak pidana memiliki dua jenis, yakni tindak pidana umum dan tindak pidana khusus. Tindak kejahatan ini akan ditindak pada peradilan. Terdapat perbedaan peradilan umum dan peradilan khusus.

Tindak pidana umum atau Generic Crime merupakan istilah yang digunakan untuk menyebut suatu tindak pidana yang berdiri sendiri atau disebut juga dengan independent crime. Tindak pidana umum ini telah diatur dalam KUHP dan merupakan perbuatan-perbuatan melanggar hukum yang bersifat umum.

Sumber hukumnya bermuara pada KUHP sebagai sumber hukum materil dan KUHAP sebagai sumber hukum formilnya. Tindak Pidana Hukum tersebut juga bisa disebut dengan TPU. Siapa saja, tanpa memandang status maupun profesi dapat melakukan tindak pidana umum tersebut.

Tindak pidana umum memiliki beberapa ciri khusus yang membedakannya dengan jenis tindak pidana lainnya. Pertama, tindak pidana khusus tidak terkait dengan jenis kejahatan tertentu. Biasanya dikaitkan dengan narkotika, korupsi, atau terorisme. Namun tindak pidana umum tidak terkait dengan hal tersebut. Untuk korupsi sendiri terdapat Undang-undang Tentang Korupsi Dan Hukumannya Di Indonesia. 

Yang kedua, tindak pidana umum juga memiliki sifat absolut. Yang artinya pelanggaran terhadap tindak pidana umum tidak dapat dikompromikan atau dituntut secara privat oleh korban. Negara harus melakukan penuntutan terhadap tindak pidana umum sesuai dengan hukum yang berlaku.

Contoh tindak pidana hukum

Terdapat beberapa tindakan tindak pidana umum yang sering terjadi di Indonesia. Bahkan mungkin dapat ditemukan dalam kehidupan sehari-hari, entah itu dalam siaran berita atau bahkan kejadian di sekitar. Hal ini dikarenakan siapa saja dalam masyarakat tanpa memandang status, jabatan, ataupun profesi dapat melakukan tindak pidana umum tersebut.

Tindakan tersebut meliputi pencurian, penganiayaan, pemalsuan dokumen, pemerasan hingga pembunuhan. Kejahatan-kejahatan tersebut sering ditemukan di kehidupan sehari-hari dan merupakan tindakan pelanggaran hukum yang harus ditindak oleh aparat penegak hukum.

Selain itu, terdapat beberapa contoh dari tindak pidana umum lainnya, yakni

  • Pencemaran nama baik
  • Tindakan pencabulan
  • Kecelakaan
  • Perjudian
  • Perusakan barang atau benda milik orang lain
  • Penadahan
  • Pemalsuan surat dan mata uang
  • Sumpah dan saksi palsu
  • Masuk rumah pekarangan milik orang lain
  • Pembukaan rahasia orang lain
  • Perselingkuhan dan nikah siri

Dalam penanganan terhadap tindak pidana umum tersebut, aparat penegak hukum memiliki peran yang sangat penting dalam menjaga keamanan dan ketertiban masyarakat. Proses penanganan dari tindak pidana umum tersebut akan dimulai dengan penyelidikan dan penyidikan yang dilakukan oleh kepolisian atau jaksa.

Langkah selanjutnya jika ditemukan bukti yang cukup dan mengarah pada pelanggaran tindak pidana umum. Maka akan dilakukan sidang terhadap pelaku di pengadilan dan dikenakan hukuman yang sesuai dengan hukum yang berlaku. Pada proses pengadilan, terdapat perbedaan peradilan perdata dan pidana berdasarkan perkaranya  yang perlu diketahui sebelumnya.

Pada sebuah kantor kejaksaan yang menangani peradilan terhadap tindak pidana umum, terdapat seksi tindak pidana umum. Tugasnya meliputi :

  • Melaksanakan pengendalian
  • Pra penuntutan
  • Pemeriksaan tambahan
  • Penuntutan
  • Penetapan hakim dan putusan pengadilan
  • Pengawasan terhadap pelaksanaan pidana bersyarat
  • Pidana pengawasan
  • Pengawasan terhadap pelaksanaan putusan lepas bersyarat serta tindakan hukum lainnya yang masih kategori perkara tindak pidana umum.

Namun, pada pelaksanaannya, masih terdapat kendala dan tantangan dalam penegakan hukum di Indonesia terhadap tindak pidana umum. Kendala dan tantangan tersebut meliputi lambatnya proses peradilan, kekurangan sumber daya dan tenaga ahli, dan juga kurangnya kesadaran masyarakat akan pentingnya untuk mematuhi hukum.

Oleh karena itu diperlukan peran dari pemerintah dan masyarakat. Peningkatan terhadap anggaran untuk memperkuat aparat penegak hukum dan untuk mempercepat proses peradilan perlu dilakukan oleh pemerintah. Terdapat  Lembaga Penegak Hukum dan Fungsinya  yang perlu diketahui.

Sementara itu, tugas dari masyarakat yakni harus meningkatkan kesadaran hukum dan mematuhi hukum yang berlaku untuk menekan angka pelanggaran terhadap tindak pidana umum di masyarakat. Kepatuhan terhadap hukum ini harus ditanamkan sedini mungkin. Hal ini untuk mencegah pelanggaran hukum di kemudian hari.

The post Pengertian Tindak Pidana Umum – dan contohnya appeared first on HaloEdukasi.com.

]]>
Justice Collaborator: Pengertian – Dasar Hukum dan Syaratnya https://haloedukasi.com/justice-collaborator Wed, 04 Jan 2023 08:31:00 +0000 https://haloedukasi.com/?p=40509 Justice collaborator adalah pelaku tindak pidana yang bersedia untuk bekerja sama dengan aparat penegak hukum, dalam upaya membongkar kasus tindak pidana tertentu yang sifatnya terorganisir hingga menimbulkan ancaman serius. Tindak pidana tertentu yang dimaksud tersebut antara lain seperti kasus korupsi, terorisme, money laundry (pencucian uang), narkotika, human trafficking (perdagangan orang), dan tindak pidana terorganisisr lainnya. Dalam suatu tindak […]

The post Justice Collaborator: Pengertian – Dasar Hukum dan Syaratnya appeared first on HaloEdukasi.com.

]]>
Justice collaborator adalah pelaku tindak pidana yang bersedia untuk bekerja sama dengan aparat penegak hukum, dalam upaya membongkar kasus tindak pidana tertentu yang sifatnya terorganisir hingga menimbulkan ancaman serius.

Tindak pidana tertentu yang dimaksud tersebut antara lain seperti kasus korupsi, terorisme, money laundry (pencucian uang), narkotika, human trafficking (perdagangan orang), dan tindak pidana terorganisisr lainnya.

Dalam suatu tindak pidana, Justice collaborator memiliki peran penting dalam membongkar suatu kejahatan dengan menyediakan keterangan dan bukti guna menjerat pelaku utama dan tersangka lainnya di dalam suatu perkara. 

Peran Justice Collaborator

Seorang justice collaborator berperan sebagai kunci yang di antaranya:

  • Untuk mengungkap suatu tindak pidana atau akan terjadinya suatu tindak pidana, sehingga pengembalian aset dari hasil suatu tindak pidana bisa dicapai kepada negara.
  • Memberikan informasi kepada aparat penegak hukum
  • Memberikan kesaksian di dalam proses peradilan.

Namun demikian, apabila seorang justice collaborator melakukan sebuah kebohongan dalam keterangannya, maka berbagai haknya sebagai justice collaborator akan dicabut dan bahkan ia bisa dituntut karena telah memberikan keterangan palsu.

Syarat Menjadi Justice Collaborator

Dalam memutuskan layak atau tidaknya seseorang menjadi justice collaborator, seorang hakim akan menggunakan SEMA Nomor 4 Tahun 2011 Angka (9a) dan (b) beserta keterangan dari Kementerian Hukum dan HAM sebagai pedoman. Kedua hal tersebut digunakan dalam rangka mengungkap tindak pidana yang luar biasa/terorganisir.

Terdapat beberapa kriteria yang harus dipenuhi agar seseorang bisa menjadi justice collaborator, diantaranya:

  • Yang bersangkutan merupakan pelaku tindak pidana tertentu namun bukan pelaku utama, mengakui kejahatannya, dan bersedia memberikan keterangan sebagai saksi dalam perkara tersebut.
  • Jaksa Penuntut Umum telah menjelaskan dalam tuntutannya dengan menyatakan bahwa yang bersangkutan telah memberikan keterangan dan bukti-bukti yang signifikan, relevan, dan andal, sehingga dapat digunakan untuk mengungkap tindak pidana tersebut.
  • Ada kekhawatiran atau bahkan telah terjadi ancaman nyata, serta tekanan secara fisik maupun psikis terhadap saksi pelaku yang bekerja sama dan/atau keluarganya.
  • Adanya kesediaan untuk mengembalikan sejumlah aset yang diperoleh dari tindak pidana yang bersangkutan dan dinyatakan dalam pernyataan tertulis.

Dalam prosesnya, seorang justice collaborator sudah dipastikan akan mengalami berbagai ancaman. Sebab, secara tidak langsung ia telah membantu membongkar fakta dan keadilan. Maka dari itu, seorang justice collaborator berhak mendapatkan perlindungan baik secara fisik maupun psikis, perlindungan hukum penanganan secara khusus dari Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban (LPSK).

Dalam sidang putusan terakhir, apabila Justice collaborator jujur dengan semua keterangan dan bukti yang diberikan, hakim memberikan penghargaan berupa penjatuhan pidana percobaan bersyarat khusus, penjatuhan pidana paling ringan di antara terdakwa lain, pemberian remisi dan asimilasi, pembebasan bersyarat, perlakuan khusus, dan lainnya.

Dasar Hukum Justice Collaborator

Dalam sistem peradilan pidana di Indonesia, pengaturan tentang justice collaborator merupakan hal baru jika dibandingkan dengan praktik hukum yang sudah terjadi dan berjalan. Hal ini karena dalam KUHAP maupun peraturan lain, secara eksplisit tidak mengatur adanya justice collaborator dalam peradilan pidana. Meski pun demikian, eksistensi justice collaborator di Indonesia didasari oleh beberapa ketentuan hukum, diantaranya:

  • Pasal 37 ayat (2) UNCAC Tahun 2003, berbunyi: “…mempertimbangkan memberikan kemungkinan dalam kasus-kasus tertentu, mengurangi hukuman dari seorang pelaku yang memberikan kerjasama yang substansial dalam penyelidikan/penuntutan…”
  • Pasal 37 ayat (3) UNCAC Tahun 2003, berbunyi: “… sesuai dengan prinsip-prinsip dasar hukum nasionalnya untuk memberikan ‘kekebalan penuntutan’  bagi pelaku yang memberikan kerjasama yang substansial dalam penyelidikan/penuntutan…”
  • Pasal 10 ayat (1) dan (2) Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2006 tentang Perlindungan Saksi dan Korban. Yaitu, ayat (1) Saksi korban dan Pelapor tidak dapat dituntut atas laporan dan kesaksiannya, dan ayat (2) Saksi yang juga tersangka dalam kasus yang sama tidak dapat dibebaskan dari tuntutan pidana apabila ia ternyata terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah, tetapi kesaksiannya dapat dijadikan pertimbangan hakim dalam meringankan pidana yang akan dijatuhkan.
  • Pasal 197 angka (1) huruf F KUHAP, yaitu tentang surat putusan pidana di mana salah satu bagiannya membahas mengenai ‘keadaan yang memberatkan dan meringankan terdakwa’. Dalam hal ini, keadaan yang meringankan tersebut meliputi pemebrian keterangan yang tidak berbelit-belit, kooperatif, belum pernah dihukum pidana sebelumnya, berusia muda, bersikap baik/sopan selama persidangan, dan memiliki tanggungan anggota keluarga.
  • Pasal 26 United Nations Convention Against Transnasional Organized Crime Tahun 2000, yang kemudian diratifikasi dengan Undang-Undang Nomor 5 tahun 2009, yaitu tentang Pengesahan Konvensi Perserikatan Bangsa-Bangsa Menentang Tindak Pidana uang Terorganisasi.
  • Peraturan Bersama yang ditandatangani oleh Menkumham, Jaksa Agung, Kapolri, KPK dan Ketua LPSK mengenai upaya perlindungan terhadap pelapor, Whistle Blower, dan Justice Collaborator.
  • Surat Edaran Mahkamah Agung (SEMA) Nomor 4 Tahun 2011, yaitu mengenai Perlakuan Bagi Pelapor Tindak Pidana (Whistle Blower) dan Saksi Pelaku yang Bekerja Sama (Justice Collaborator) Dalam Perkara Tindak Pidana Tertentu.

Keberadaan justice collaborator diatur dalam Peraturan Bersama Menteri Hukum dan HAM, Jaksa Agung, Kapolri, Komisi Pemberantasan Korupsi, Ketua Lembaga Perlindungan bagi pelapor, saksi pelapor, dan saksi pelaku yang bekerja sama.

Perbedaan Justice Collaborator dan Saksi Mahkota

Saksi mahkota adalah saksi yang juga merupakan tersangka atau terdakwa yang keberadaannya diajukan oleh jaksa penuntut umum dalam persidangan guna memberikan keterangan terhadap tersangka dan terdakwa lain, dengan cara memisahkan berkas perkara.

Dalam peradilan tindak pidana, kemunculan saksi mahkota akibat dari keterbatasan alat bukti yang dimiliki jaksa penuntut umum dalam upaya pembuktian perkara pidana yang dilakukan dalam bentuk penyertaan.

Bentuk penyertaan tersebut meliputi dari segala bentuk keterlibatan orang, baik secara fisik maupun psikis, dengan melakukan perbuatan berbeda-beda.

Namun, dari semua perbuatan tersebut memiliki keterkaitan dan saling menunjang hingga terjadi sebuah tindak pidana. Agar mempermudah dalam membedakan antara justice collaborator dan saksi mahkota, dapat kita lihat dari beberapa poin berikut ini:

  • Jenis Tindak Pidana

Justice collaborator hanya muncul dalam pengungkapan kasus-kasus tindak pidana yang sifatnya terorganisir. Sedangkan saksi mahkota muncul dalam pembuktian semua jenis kasus tindak pidana (tidak ada batasan), dengan cara memisahkan berkas perkara semua tersangka atau terdakwa.

  • Keterangan yang Diberikan

Justice collaborator hanya memberikan keterangan mengenai tindak pidana yang berasal dari tersangka atau terdakwa yang bersedia bekerja sama dengan aparat penegak hukum.

Sementara saksi mahkota memberikan kesaksian tentang tindak pidana dalam bentuk penyertaan, di mana biasanya gagasan untuk memberikan keterangan berasal dari aparat penegak hukum.

  • Peranan dalam Tindak Pidana

Justice collaborator muncul dengan peran yang besar karena suatu keadaan di mana aparat penegak hukum merasa kesulitan dalam mengungkap suatu tindak pidana terorganisir.

Sedangkan saksi mahkota, muncul sebab memiliki peranan paling ringan dalam tindak pidana, dan dibentuk oleh aparat penegak hukum karena keterbatasan alat bukti.

  • Motivasi

Justice collaborator ada karena tersangka atau terdakwa memilih untuk mengajukan diri guna mendapatkan keuntungan pribadi, seperti penghargaan dan keringanan hukuman. Sementara itu, saksi mahkota ada karena mutlak keputusan atau kehendak dari jaksa penuntut hukum.

The post Justice Collaborator: Pengertian – Dasar Hukum dan Syaratnya appeared first on HaloEdukasi.com.

]]>
13 Jenis Tindak Pidana (Delik) dan Contoh Kasusnya https://haloedukasi.com/jenis-tindak-pidana Wed, 27 Jan 2021 17:23:03 +0000 https://haloedukasi.com/?p=20221 Tindak pidana atau disebut juga dengan delik, dapat diklasifikasikan sebagai berikut: 1. Delik Hukum (Rechtsdelict) Delik hukum merupakan pelanggaran hukum yang melanggar rasa keadilan. Contoh: Tindak pidana pencurian (pasal 362 KUHP) Tindak pidana pembunuhan (pasal 338 KUHP) 2. Delik Undang-Undang (Wetsdelict) Delik undang-undang (wetsdelict) merupakan suatu pelanggaran yang melanggar ketentuan yang ada dalam undang-undang. Contoh: […]

The post 13 Jenis Tindak Pidana (Delik) dan Contoh Kasusnya appeared first on HaloEdukasi.com.

]]>
Tindak pidana atau disebut juga dengan delik, dapat diklasifikasikan sebagai berikut:

1. Delik Hukum (Rechtsdelict)

Delik hukum merupakan pelanggaran hukum yang melanggar rasa keadilan. Contoh:

  • Tindak pidana pencurian (pasal 362 KUHP)
  • Tindak pidana pembunuhan (pasal 338 KUHP)

2. Delik Undang-Undang (Wetsdelict)

Delik undang-undang (wetsdelict) merupakan suatu pelanggaran yang melanggar ketentuan yang ada dalam undang-undang. Contoh:

  • Tidak menggunakan helm pada saat mengendarai sepeda motor
  • Tidak memiliki SIM saat berkendara di jalan umum

3. Delik Formal

Delik formal merupakan suatu tindak pidana yang dianggap sebagai suatu perbuatan yang tidak dipermasalahkan perbuatannya, sedangkan akibat dari perbuatan tersebut adalah hal yang kebetulan atau aksidentalia.

Contoh:

  • Tindak pidana pencurian (pasal 362 KUHP)
  • Tindak pidana penghasutan (pasal 160 KUHP)
  • Tindak pidana penyuapan (pasal 209-210 KUHP)

4. Delik Material (Materiil)

Delik material atau materiil merupakan delik yang dianggap selesai jika akibatnya sudah selesai .

Contoh:

  • Tindak pidana pembunuhan (pasal 338 KUHP)
  • Tindak pidana pembunuhan berencana (pasal 340 KUHP)

5. Delik Berturut-turut (Voortgezet Delict)

Delik berturut-turut merupakan tindak pidana yang dilakukan secara berturut-turut. Contohnya saat seseorang mencuri uang Rp. 1.000.000,- tetapi dengan cara mengambil uang dengan jumlah Rp. 100.000,- setiap harinya.

6. Delik Berkualifikasi

Delik berkualifikasi merupakan tindak pidana dengan pemberatan. Contohnya tindak pidana pencurian yang dilakukan seseorang atau segerombolan pada waktu malam hari.

7. Delik Privilege (Geprevilegeerd Delict)

Delik privilege merupakan delik dengan peringanan. Contohnya tindak pidana pembunuhan bayi yang dilakukan karena takut diketahui oleh orang lain (pasal 341 KUHP), yang mana ancaman pidana perbuatan tersebut lebih ringan dari pada ancaman tindak pidana pembunuhan biasa.

8. Delik Politik

Delik politik merupakan tindak pidana yang menyangkut negara secara keseluruhan. Contoh:

  • Tindak pidana penghinaan yang dilakukan terhadap Presiden maupun wakil presiden (pasal 134 KUHP)
  • Tindak pidana terhadap hak kenegaraan (pasal 146-153 KUHP)

9. Delik Propria

Delik propria merupakan tindak pidana yang hanya dapat dilakukan oleh orang memiliki kualitas tertentu. Contohnya tindak pidana kejahatan terhadap jabatan (pasal 413-437 KUHP).

10. Delik Aduan (Klachdelict)

Delik aduan merupakan suatu delik yang dapat dituntut apabila ada pengaduan dari korban (orang yang merasa dirugikan). Contohnya:

  • Tindak pidana penghinaan (pasal 310 KUHP)
  • Tindak pidana perzinahan (pasal 285 KUHP)

11. Delik Dolus

Delik dolus merupakan delik yang dilakukan dengan sengaja. Contoh:

  • Tindak pidana penghasutan (pasal 162 KUHP)
  • Tindak pidana pencemaran nama baik (pasal 310 KUHP)

12. Delik Culpa

Delik culpa merupakan delik yang terjadi karena suatu kelalaiannya atau kekurang hati-hatiannya. Contoh:

  • Tindak pidana yang terjadi karena kealpaannya menyebabkan hilangnya nyawa orang lain (pasal 359 KUHP)
  • Tindak pidana yang terjadi karena kealpaannya menyebabkan orang lain mendapat luka berat (pasal 360 KUHP)
  • Tindak pidana yang arena kealpaannya menyebabkan tanda yntuk keamanan dihancurkan (pasal 197 KUHP)

13. Delik Biasa

Delik biasa merupakan suatu delik yang terjadi tidak perlu ada pengaduan dari pihak yang dirugikan karena aparat hukum akan segera mengambil tindakan.

Contoh :

  • Tindak pidana pembunuhan berencana (pasal 340 KUHP)
  • Tindak pidana pembunuhan biasa (pasal 338 KUHP)
  • Tindak pidana penggelapan (pasal 372 KUHP)

The post 13 Jenis Tindak Pidana (Delik) dan Contoh Kasusnya appeared first on HaloEdukasi.com.

]]>
Penyertaan (Deelneming) dalam Hukum Pidana https://haloedukasi.com/penyertaan-deelneming-dalam-hukum-pidana Tue, 19 Jan 2021 13:09:00 +0000 https://haloedukasi.com/?p=19643 Hampir setiap tindak pidana dilakukan oleh lebih dari satu orang yang berarti dalam suatu tindak pidana tersebut terdapat orang yang turut serta melakukan kejahatan tersebut. Setiap orang mengambil perannya masing-masing agar tindak pidana tersebut dapat berjalan. Dalam hukum pidana hal semacam ini disebut dengan deelneming atau penyertaan. Deelneming diatur dalam Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) […]

The post Penyertaan (Deelneming) dalam Hukum Pidana appeared first on HaloEdukasi.com.

]]>
Hampir setiap tindak pidana dilakukan oleh lebih dari satu orang yang berarti dalam suatu tindak pidana tersebut terdapat orang yang turut serta melakukan kejahatan tersebut.

Setiap orang mengambil perannya masing-masing agar tindak pidana tersebut dapat berjalan. Dalam hukum pidana hal semacam ini disebut dengan deelneming atau penyertaan. Deelneming diatur dalam Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) pasal 55 dan 56.

Berdasarkan pasal tersebut, deelneming dapat dibagi menjadi dua, yaitu pembuat dan pembantuan:

Pembuat (Dader)

Yang dimakud dengan pembuat atau dader adalah barang siapa yang melaksanakan semua unsur yang dirumuskan dalam pasal 55 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana.

Pembuat atau dader ini terbagi atas empat golongan, yaitu:

1. Pleger (Pelaku)

Yaitu orang yang melakukan sendiri suatu tindak pidana dan dipandang sebagai orang yang paling bertanggungjawab atas tindak pidana tersebut.

2. Doenpleger (Orang yang Menyuruh Melakukan)

Yaitu orang yang melakukan kejahatan dengan perantaraan orang lain. Adapun unsur-unsur dari doenplager adalah:

  • Alat yang dipakai adalah manusia
  • Alat yang dipakai berbuat tidak dapat dipertanggungjawabkan.

Adapun hal-hal yang menyebabkan alat yang dipakai tidak dapat dipertanggungjawabkan adalah;

  • Apabila ia tidak sempurna pertumbuhan kejiwaannya, yang diatur dalam pasal 44.
  • Apabila dia berbuat karena daya paksa yang diatur dalam pasal 48.
  • Apabila dia berbuat karena melaksanakan perintah jabatan yang tidak sah, diatur dalam pasal 51 ayat 2.
  • Apabila ia tidak memiliki maksud seperti yang diisyaratkan untuk berbuat kejahatan.

3. Medepleger (Orang yang Turut Serta)

Yaitu orang yang dengan sengaja turut serta melakukan suatu tindak pidana. Adapun syarat-syarat adanya medeplager adalah:

  • Adanya kerja sama secara sadar
  • Adanya pelaksanaan bersama secara fisik

4. Uitlokker (Penganjur)

Yaitu orang yang menggerakan orang lain agar berbuat suatu tindak pidana dengan menggunakan sarana-sarana yang ditentukan oleh undang-undang. Adapun syarat penganjur dapat dipidana adalah:

  • Adanya kesengajaan menggerakkan orang lain.
  • Menggerakkan dengan sarana seperti yang diatur dalam KUHP.
  • Putusan kehendak pembuat materiil ditimbulkan karena adanya upaya tersebut.
  • Pembuat materiil mencoba atau melakukan tindak pidana yang dianjurkan tersebut.
  • Pembuat materiil dapat dipertanggungjawabkan.

Pembantuan (Medeplichtige)

Dalam pasal 56 KUHP diatur tentang pembantuan yang terdiri dari dua jenis, yaitu:

  • Pembantuan pada saat kejahatan dilakukan
  • Pembantuan pada saat sebelum kejahatan dilakukan.

The post Penyertaan (Deelneming) dalam Hukum Pidana appeared first on HaloEdukasi.com.

]]>
Penyebab Hapusnya Kewenangan Menuntut dan Menjalankan Pidana https://haloedukasi.com/penyebab-hapusnya-kewenangan-menuntut-dan-menjalankan-pidana Tue, 19 Jan 2021 10:24:18 +0000 https://haloedukasi.com/?p=19633 Pada dasarnya, suatu tindak pidana diartikan sebagai suatu perbuatan yang melanggar ketentuan undang-undang yang berlaku. Sedangkan kewenangan menuntut dilakukan oleh penegak hukum dalam hal ini adalah kejaksaan. Dalam KUHP pasal 76-85 mengatur tentang jangka waktu yang diberikan terhadap penuntutan pidana dan daluarsa terhadap penjalan pidana. Hal ini disebut dengan hapusnya kewenangan menuntut dan menjalankan pidana. […]

The post Penyebab Hapusnya Kewenangan Menuntut dan Menjalankan Pidana appeared first on HaloEdukasi.com.

]]>
Pada dasarnya, suatu tindak pidana diartikan sebagai suatu perbuatan yang melanggar ketentuan undang-undang yang berlaku. Sedangkan kewenangan menuntut dilakukan oleh penegak hukum dalam hal ini adalah kejaksaan.

Dalam KUHP pasal 76-85 mengatur tentang jangka waktu yang diberikan terhadap penuntutan pidana dan daluarsa terhadap penjalan pidana. Hal ini disebut dengan hapusnya kewenangan menuntut dan menjalankan pidana.

Apa saja yang menyebabkan hapusnya kewenangan menuntut dan menjalankan pidana? Berikut ulasan selengkapnya:

Alasan Hapusnya Kewenangan Menuntut

Ada enam alasan penyebab hapusnya kewenangan menuntut, yaitu:

1. Ne Bis In Idem (Tidak atau Jangan Dua Kali yang Sama)

Ne bis in idem terdapat dalam pasal 76, yang berarti seseorang tidak dapat dituntut kedua kalinya dalam kasus yang sama oleh hakim yang sudah memperoleh kekuatan hukum tetap. Penuntutan terhadap seseorang dapat hapus berdasar ne bis in idem, apabila dipenuhi syarat-syarat sebagai berikut ini:

  • Ada putusan yang berkekuatan hukum tetap
  • Orang terhadap siapa putusan itu dijatuhkan adalah sama
  • Perbuatan yang dituntut kedua kali adalah sama dengan yang pernah diputus terdahulu itu.

2. Tidak Adanya Pengaduan pada Delik-delik Aduan

Bila pengaduan sudah diserahkan, jaksa penuntut umum tidak perlu menunggu lewat daluarsa penarikan aduannya meskipun undang-undang memberikan jangka waktu 3 bulan. Tetapi apabila aduan tersebut ditarik kembali, maka kewenangan menuntut akan dihapuskan.  

3. Matinya Terdakwa

Diatur dalam pasal 83 KUHP. Dalam pasal ini diatur bahwa matinya terpidana sebagai alasan penghapusan untuk menjalankan pidana berpijak pada sifat pertanggungjawaban dalam hukum pidana dan pembalasan dari suatu pidana.

4. Daluarsa/Vejaring

Pasal 78  KUHP mengatur tentang tenggang waktu, yang terdiri dari:

  • Untuk semua pelanggaran percetakan: sesudah 1 tahun
  • Untuk kejahatan yang diancam denda, kurungan atau penjara maksimal 3 tahun: kadaluarsanya sesudah 6 tahun
  • Untuk kejahatan yang diancam pidana lebih dari 3 tahun: daluarsanya 12 tahun
  • Untuk kejahatan yang diancam dengan pidana mati atau seumur hidup: kedaluarsanya sesudah 18 tahun

5. Adanya Pembayaran Denda Maksimum

Adanya pembayaran denda maksimum kepada pejabat tertentu untuk pelanggaran yang diancam denda yang diatur dalam pasal 82 KUHP. Ketentuan ini dikenal juga dengan afkoop atau penebusan dan schikking atau perdamaian.

6. Amnesti dan Abolisi

Dengan adanya amnesti, semua akibat hukum terhadap si pelaku akan dihapuskan. Sementara abolisi diajukan sebelum adanya putusan.

Alasan Hapusnya Kewenangan Menjalankan Pidana

Alasan hapusnya kewenangan menjalankan pidana diatur dalam KUHP maupun di luar KUHP. Berikut uraiannya.

  • Menurut KUHP hapusnya kewenangan menjalankan pidana karena dua hal, yaitu:
    • Matinya terpidana yang diatur dalam pasal 83
    • Daluarsa yang diatur dalam pasal 84-85
  • Sementara di luar KUHP, ada dua hal yang menjadi alasan hapusnya kewenangan menjalankan pidana, yaitu:
    • Pemberian grasi yang bertujuan untuk menghapus, mengurangi atau meringankan hukuman.
    • Pemberian amnesty yang bertujuan untuk menghapuskan tuntutan terhadap si pelaku tindak pidana.

The post Penyebab Hapusnya Kewenangan Menuntut dan Menjalankan Pidana appeared first on HaloEdukasi.com.

]]>
3 Alasan Penghapusan Pidana dalam Hukum Pidana https://haloedukasi.com/alasan-penghapusan-pidana-dalam-hukum-pidana Tue, 19 Jan 2021 04:28:08 +0000 https://haloedukasi.com/?p=19613 Saat membicarakan masalah tindak pidana pasti tidak terlepas dari pertanggungjawaban pidana. Akan tetapi, tidak semua si pelaku pidana yang harus dimintakan pertanggungjawaban. Kadang kala perbuatan yang dilakukan oleh si pelaku dilakukan tanpa keinginannya sendiri atau dalam keadaan yang memaksa. Dalam hukum pidana, hal ini disebut alasan penghapusan pidana. Alasan penghapusan pidana terdiri dari: 1. Alasan […]

The post 3 Alasan Penghapusan Pidana dalam Hukum Pidana appeared first on HaloEdukasi.com.

]]>
Saat membicarakan masalah tindak pidana pasti tidak terlepas dari pertanggungjawaban pidana. Akan tetapi, tidak semua si pelaku pidana yang harus dimintakan pertanggungjawaban.

Kadang kala perbuatan yang dilakukan oleh si pelaku dilakukan tanpa keinginannya sendiri atau dalam keadaan yang memaksa. Dalam hukum pidana, hal ini disebut alasan penghapusan pidana. Alasan penghapusan pidana terdiri dari:

1. Alasan Pembenar

Alasan pembenar (Rechtsvaardigingsgrond) adalah alasan yang menghapuskan sifat melawan hukum sehingga perbuatan si pelaku yang semula melawan hukum dianggap menjadi perbuatan yang patut dan benar dengan demikian si pelaku tidak perlu dipidana.

Alasan pembenar ini dapat dilihat dalam:

  • Perbuatan untuk melaksanakan perintah Undang-Undang yang terdapat dalam pasal 50 KUHP. Contoh: penegak hukum tidak dapat dihukum karena merampas kemerdekaan orang lain apabila menyelidiki suatu perkara.
  • Perbuatan yang merupakan pembelaan darurat yang terdapat dalam pasal 49 ayat 1 KUHP. Contoh: pembelaan terhadap diri sendiri dalam keadaan darurat.
  • Perbuatan dalam melaksanakan perintah jabatan dari penguasa yang sah terdapat dalam pasal 51 KUHP. Contoh: jika seorang eksekutor melakukan eksekusi terhadap pelaku tindak pidana.

2. Alasan Pemaaf

Alasan pemaaf (Schulduitsluitingsgrond) adalah alasan yang menghapuskan kesalahan pelaku tindak pidana karena dianggap pelaku pidana tidak dapat mempertanggungjawabkan perbuatannya.

Alasan pembenar ini dapat dilihat dalam:

  • Pembelaan terpaksa melampaui batas (noodweer excess) yang terdapat dalam pasal 49 ayat 2 KUHP. Contohnya, seorang pencuri yang dikeroyok warga. Apabila si pencuri melukai salah satu warga maka si pencuri tidak dapat dihukum atas tuduhan penganiayaan. Syarat-syaratnya pembelaan terpaksa:
    • Kelampauan batas pembelaan yang diperlukan.
    • Kegoncangan jiwa yang hebat itu disebabkan serangan.
    • Pembelaan dilakukan sebagai akibat langsung dan goncangan jiwa yang hebat.
  • Daya paksa (overmacht) terdapat dalam pasal 48 KUHP. Contohnya, si A ditodong dengan pistol oleh si B dan disuruh untuk membakar rumah si C. Apabila si A tidak membakar rumah si C maka ia akan ditembak. Apabila ia membakar rumah si C maka ia akan dituduh melakukan suatu tindak pidana. Namun, si A tidak dapat dihukum karena suatu keadaan yang memaksa tersebut.
  • Tidak mampu bertanggungjawab (ontoerekeningsvaatbaar) yang terdapat dalam pasal 44 KUHP. Contohnya, seorang pelaku pembunuhan yang ternyata mengalami gangguan jiwa

3. Alasan penghapus tuntutan

Alasan penghapus tuntutan adalah jaksa menganggap bahwa ada suatu alasan yang tidak dapat diterima sehingga jaksa tidak dapat melakukan penuntutan. Contohnya, pasal 53 KUHP dimana si pelaku dengan sukarela mengurungkan niatnya untuk melakukan suatu kejahatan.

The post 3 Alasan Penghapusan Pidana dalam Hukum Pidana appeared first on HaloEdukasi.com.

]]>
Tindak Pidana: Pengertian, Unsur dan Subjeknya https://haloedukasi.com/tindak-pidana Mon, 18 Jan 2021 14:13:25 +0000 https://haloedukasi.com/?p=19529 Istilah tindak pidana berasal dari terjemahan “strafbaar feit.” Tindak pidana sering disinonimkan dengan delik. Dalam KBBI, “delik merupakan perbuatan yang dapat dikenakan hukuman karena merupakan pelanggaran terhadap undang-undang.” Dari pernyataan tersebut dapat diambil kesimpulan bahwa tindak pidana atau delik adalah suatu perbuatan melanggar hukum yang diancam dengan ketentuan pidana. Unsur-Unsur Tindak Pidana Menurut S. R. […]

The post Tindak Pidana: Pengertian, Unsur dan Subjeknya appeared first on HaloEdukasi.com.

]]>
Istilah tindak pidana berasal dari terjemahan “strafbaar feit.” Tindak pidana sering disinonimkan dengan delik. Dalam KBBI, “delik merupakan perbuatan yang dapat dikenakan hukuman karena merupakan pelanggaran terhadap undang-undang.”

Dari pernyataan tersebut dapat diambil kesimpulan bahwa tindak pidana atau delik adalah suatu perbuatan melanggar hukum yang diancam dengan ketentuan pidana.

Unsur-Unsur Tindak Pidana

Menurut S. R. Sianturi, unsur-unsur tindak pidana ada lima, yaitu:

  1. Adanya subjek
  2. Adanya unsur kesalahan
  3. Adanya perbuatan bersifat melawan hukum
  4. Adanya waktu, tempat serta keadaan tertentu
  5. Suatu tindakan yang dilarang atau diharuskan oleh perundang-undangan dan terhadap yang melanggarnya diancam pidana

Tetapi dalam hukum pidana, unsur-unsur dari tindak pidana diuraikan sebagai berikut.

1. Unsur Subjektif

Yaitu unsur yang melekat dari dalam diri si pelaku pelanggaran termasuk sesuatu yang ada dalam hatinya. Unsur ini terdiri dari:

  • Dolus (kesengajaan)
  • culpa (ketidaksengajaan)
  • Dimulai dengan perencanaan lebih dahulu (met voorbedachte rade)
  • Perasaan takut (vrees)
  • Maksud (oogmerk)
  • Niat (voornemen)

2. Unsur Objektif

Yaitu unsur yang terdapat di luar diri si pelaku. Lamitang berpendapat bahwa unsur objektif adalah unsur yang ada hubungannya dengan keadaan si pelaku. Unsur objektif tersebut terdiri dari:

  • Akibat yang menjadi syarat mutlak dari tindak pidana
  • Kualitas dari si pelaku
  • Sifat melanggar hukum
  • Kausalitas (sebab akibat kejadian tersebut)
  • Unsur yang memberatkan
  • Unsur tambahan yang menentukan tindak pidana
  • Unsur lain yang menentukan sifat tindak pidana

Subjek Tindak Pidana

Subjek tindak pidana adalah manusia atau orang pribadi (natuurlijke personen). Adapun yang menyatakan bahwa manusia adalah subjek tindak pidana adalah:

  • Dalam buku kedua dan ketiga KUHP dimulai dengan kata barangsiapa.
  • Ancaman pidana dalam pasal 10 KUHP ditujukan untuk manusia (person).
  • Dalam hukum pidana yang berlaku menganut asas kesalahan manusia.

Cara Merumuskan Tindak Pidana

Menurut Jonkers, ada tiga cara yang digunakan dalam merumuskan suatu tindak pidana yang ada dalam undang-undang, yaitu:

  1. Menguraikan tindak pidana tersebut agar diketahui unsur-unsur tindak pidananya
  2. Menguraikan unsur-unsur dan memberikan kualifikasi dari tindak pidana tersebut
  3. Menyebutkan kualifikasi tanpa menyebutkan unsur-unsur dari tindak pidana tersebut

The post Tindak Pidana: Pengertian, Unsur dan Subjeknya appeared first on HaloEdukasi.com.

]]>