upacara adat - HaloEdukasi.com https://haloedukasi.com/sub/upacara-adat Wed, 27 Oct 2021 02:39:23 +0000 id-ID hourly 1 https://wordpress.org/?v=6.6.2 https://haloedukasi.com/wp-content/uploads/2019/11/halo-edukasi.ico upacara adat - HaloEdukasi.com https://haloedukasi.com/sub/upacara-adat 32 32 12 Upacara Adat Aceh yang Perlu diketahui https://haloedukasi.com/upacara-adat-aceh Wed, 27 Oct 2021 02:39:19 +0000 https://haloedukasi.com/?p=27961 Aceh merupakan sebuah provinsi paling ujung utara dari pulau Sumatera. Budayanya yang paling terkenal adalah tari Saman. Sebenarnya Aceh masih menyimpan banyak kebudayaan lainnya seperti upacara adat yang masih lestari hingga saat ini. Berikut ini adalah upacara adat Aceh yang perlu kamu ketahui. 1. Upacara Adat Troen U Blang Upacara ini merupakan upacara yang mirip […]

The post 12 Upacara Adat Aceh yang Perlu diketahui appeared first on HaloEdukasi.com.

]]>
Aceh merupakan sebuah provinsi paling ujung utara dari pulau Sumatera. Budayanya yang paling terkenal adalah tari Saman. Sebenarnya Aceh masih menyimpan banyak kebudayaan lainnya seperti upacara adat yang masih lestari hingga saat ini. Berikut ini adalah upacara adat Aceh yang perlu kamu ketahui.

1. Upacara Adat Troen U Blang

Upacara Adat Troen U Blang

Upacara ini merupakan upacara yang mirip dengan tradisi kenduri di pulau Jawa. Tradisi ini dilakukan oleh para petani menjelang penanaman padi. Tujuan dari dilaksanakan hajatan kini adalah meminta kepada Tuhan agar memberkati ladang mereka dan terhindar dari hama yang dapat mengganggu hasil panen.  

Para istri petani biasanya akan menyiapkan nasi dengan lauk pauknya yang dibungkus dengan pisang. Kemudian mereka akan berkumpul di ladang kosong yang rimbun dan memakan makanan mereka bersama. Tradisi ini sudah ada sejak dahulu kala dan masih berjalan hingga saat ini. 

2. Upacara Adat Kenduri Beureuat

Upacara Adat Kenduri Beureuat

Upacara ini merupakan upacara yang dilakukan ketika memasuki pertengahan bulan Sya’ban dalam kalender Hijriah. Waktu pelaksanaannya yaitu setelah magrib hingga isya. Acara ini disebut juga dengan “beureukat” yang artinya berkah. Masyarakat Aceh yang lekat dengan ajaran Islamnya meyakini bulan Sya’ban merupakan bulan pergantian buku catatan amal sehingga mereka mencari keberkahan pada bulan tersebut. 

Tempat yang dipilih untuk melaksanakan tradisi ini umumnya di tempat-tempat suci seperti masjid, mushola, maupun tempat pengajian. Dalam acara ini masyarakat sholat magrib dan berdoa bersama kemudian dilanjut dengan makan bersama. 

3. Upacara Adat Meugang

Upacara Adat Meugang

Beberapa hari menjelang Ramadhan masyarakat Aceh memiliki tradisi yang sudah dilakukan sejak masa Kesultanan Aceh. Upacara tersebut adalah tradisi Meugang atau dikenal juga dengan nama Makmeugang. Upacara ini diisi dengan menyembelih binatang ternak seperti kambing, sapi, atau kerbau. 

Tradisi ini mirip dengan tradisi kurban pada saat Idul Adha hanya saja latar belakangnya berbeda. Kurban pada saat Idul Adha dilatarbelakangi oleh agama sedangkan tradisi meugang berasal dari Sultan Iskandar Muda yang memerintahkan kerajaan untuk menyembelih binatang kurban. Daging kurban  dibagikan kepada rakyatnya sehari sebelum bulan Ramadhan. 

4. Upacara Adat Peusijuek

Upacara Adat Peusijuek

Masyarakat Aceh ketika telah mendapatkan apa yang diharapkan maka mereka akan menggelar acara syukuran yang disebut dengan Peusijuek. Umumnya mereka akan menggelar acara ini ketika memperoleh benda berharga seperti sawah, pernikahan, mobil atau motor baru, kenaikan jabatan, rumah dan lainnya. 

Prosesi upacara akan dipimpin oleh seorang pemuka agama yang akan memandu berdoa. Upacara ini memerlukan beberapa bahan yang mempunyai arti tersendiri seperti rerumputan dan daun-daunan yang merupakan simbol dari keharmonisan. Selain itu terdapat beras dan padi sebagai simbol dari kemakmuran dan kesuburan, air dan tepung ketan yang merepresentasikan rasa kekeluargaan dan ketentraman. 

5. Upacara Adat Peutron Aneuk

 Upacara Adat Peutron Aneuk

Ritual ini merupakan ritual sakral yang dilakukan untuk bayi yang berusia 44 hari, tiga bulan, lima bulan atau tujuh bulan. Berdasarkan sejarahnya ritual ini sudah ada sejak Kesultanan Samudera Pasai dan terus berlanjut. Tujuannya adalah untuk meminta keberkahan dan keselamatan bagi anak dan keluarganya. 

Prosesi Peutron Aneuk di setiap daerah memiliki perbedaan. Biasanya prosesi tersebut berupa bayi akan diberi doa oleh tokoh agama dan diberi sedikit sari buah-buahan dan makanan lainnya agar indera perasa berfungsi dengan baik. Prosesi lainnya yaitu bayi akan dibawa keluar dan dituntun untuk menginjak tanah untuk pertama kalinya. Namun ada juga yang melakukannya dengan cara memandikan anak di masjid. 

6. Upacara Uroe Tulak Bala

Upacara Uroe Tulak Bala

Upacara Uroe Tulak Bala banyak dilakukan oleh masyarakat pesisir Aceh terutama di pantai selatan.Tujuan dari ritual ini sesuai dengan namanya yaitu ”Tulak” yang artinya menolak dan “Bala” yang artinya musibah sehingga artinya adalah menolak segala bentuk musibah. Tradisi ini dilakukan pada bulan Safar kalender Islam tepatnya di hari rabu terakhir. 

Menurut kepercayaan masyarakat Aceh Tuhan akan mengirimkan musibah pada saat bulan Safar. Oleh sebab itu mereka melakukan upacara doa bersama di Masjid pada malam hari. Keesokan harinya mereka akan membuat beberapa makanan seperti kue timpan, ketupat singkong, nasi lemang, ketupat ketan dan makanan khas lainnya. Makanan tersebut akan dibawa ke pemandian dan disantap bersama-sama.

Prosesi ini dipimpin oleh pemuka agama yang akan membacakan air tepung tawa dan membasuhkan kepada masyarakat dengan menggunakan daun. 

7. Upacara Adat Reuhab

Upacara Adat Reuhab

Tradisi ini dilakukan ketika ada kerabat yang meninggal dunia oleh masyarakat Gampong Kuta Aceh. Hal yang harus disiapkan dalam upacara ini adalah sebuah kamar yang akan di sakralkan selama 40 hari. Kamar tersebut akan digunakan untuk menyimpan baju terakhir yang dipakai oleh mendiang, kain dan tikar yang digunakan untuk membungkus jenazah ketika dimakamkan, dan juga, bantal, guling, sprei, alat sholat, Al-qur’an dan tirai untuk menghias dinding. 

Kamar tersebut diberi wewangian seperti kemenyan dan tidak boleh dalam keadaan gelap. Di malam terakhir yaitu malam ke 40 akan diadakan doa bersama yang dikenal dengan sebutan Samadiah. Ritual ini wajib dilakukan jika tidak maka akan dianggap tidak menghormati mendiang. 

8. Upacara Jak Ba Ranub dan Jak Ba Tanda

 Upacara Jak Ba Ranub dan Jak Ba Tanda

Tradisi ini merupakan tradisi lamaran yang dilakukan oleh masyarakat Aceh. Acara ini dilakukan dengan cara orang tua mempelai pria memberi kuasa kepada utusan khusus atau disebut dengan theulangke. Theulungake akan mengatakan maksud kedatangan mereka yaitu untuk meminang. 

Dalam prosesi ini biasanya hantaran yang dibawa berupa daun sirih yang sudah disusun, buah-buahan, makanan, baju dan lain sebagainya. Sirih merupakan simbol dari ikatan antara pria dan wanita jika ada yang melanggar maka ia akan diberi sanksi adat. 

Setelah Jak Ba Ranub selesai maka akan dilanjut dengan prosesi Jak Ba Tanda yaitu acara untuk menentukan waktu pernikahan. 

9. Upacara Adat Seumeuleung

Upacara Adat Seumeuleung

Tradisi Seumeuleung merupakan sebuah ritual yang dilakukan sebagai tanda terimakasih dari rakyat kepada Raja. Hal tersebut sudah berlangsung sejak Aceh berada dibawah kekuasaan Samudera Pasai. Dalam tradisi ini dayang kerajaan akan menyuapi sang Raja dengan hasil panen terbaik mereka. 

Setelah itu Raja akan memberi sambutan berupa pidato mengenai persatuan, adat istiadat  serta hukum. Setelah semuanya selesai maka rakyat dipersilahkan untuk menikmati hidangan yang sudah disediakan oleh Raja. Waktu pelaksanaan Seumeuleung yaitu tepar bersamaan dengan Idul Adha. 

10. Upacara Adat Meuleumak

Upacara Adat Meuleumak

Upacara adat ini justru berasal dari anak-anak muda di Gampong Lamkawe, Kabupaten Pidie. Mereka ingin menguatkan rasa persaudaraan sesama masyarakat Aceh dan terbentuklah acara memasak bersama yang disebut dengan Meuleumak. Biasanya tradisi ini akan diadakan pada saat Idul Fitri. 

Masakan yang dibuat dalam acara Meulemak biasanya makanan khas Aceh seperti leumang, bebek gulai kurma, seupet kuwet dan lain sebagainya. 

11. Upacara Adat Khanduri Pang Ulee

Upacara Adat Khanduri Pang Ulee

Khanduri Pang Ulee merupakan sebuah tradisi yang digunakan untuk merayakan kelahiran Nabi Muhammad atau umumnya dikenal dengan Maulid Nabi. Masyarakat Aceh umumnya akan merayakan maulid nabi antara bulan Rabiul Awal, Rabiul Akhir, dan Jumadil Ula. 

Masyarakat baik yang muda maupun yang tua akan berkumpul ke masjid setelah Isya untuk berdzikir dan mengagungkan nama Rasulullah. 

12. Upacara Adat Reusam Ziarah

Upacara Adat Reusam Ziarah

Pada hari ketiga setelah lebaran Idul Fitri orang-orang di Sibreh Keumudee mempunyai tradisi yaitu mengunjungi makam leluhur. Tradisi tersebut dikenal dengan nama Reuseum Ziarah yang memiliki tujuan untuk memberi doa kepada mendiang. Setelah melakukan doa, acara akan dilanjutkan dengan makan bersama terutama dengan anak-anak yatim. Tradisi ini sudah berlangsung sejak tahun 1900 an. 

The post 12 Upacara Adat Aceh yang Perlu diketahui appeared first on HaloEdukasi.com.

]]>
15 Upacara Adat Jawa Tengah Beserta Penjelasannya https://haloedukasi.com/upacara-adat-jawa-tengah Tue, 08 Jun 2021 02:15:40 +0000 https://haloedukasi.com/?p=25172 Jawa Tengah merupakan salah satu provinsi yang ada di Pulau Jawa yang beribukotakan Semarang. Jawa Tengah memiliki kekayaan budaya yang begitu melimpah. Dari sekian banyak budaya di Jawa Tengah berikut adalah penjelasan mengenai upacara adat yang ada di sana.  1. Tradisi Padusan Padusan berasal dari kata “adus” yang jika diterjemahkan ke dalam bahasa Indonesia maka […]

The post 15 Upacara Adat Jawa Tengah Beserta Penjelasannya appeared first on HaloEdukasi.com.

]]>
Jawa Tengah merupakan salah satu provinsi yang ada di Pulau Jawa yang beribukotakan Semarang. Jawa Tengah memiliki kekayaan budaya yang begitu melimpah. Dari sekian banyak budaya di Jawa Tengah berikut adalah penjelasan mengenai upacara adat yang ada di sana. 

1. Tradisi Padusan

Tradisi Padusan

Padusan berasal dari kata “adus” yang jika diterjemahkan ke dalam bahasa Indonesia maka artinya adalah mandi. Upacara ini merupakan tradisi yang dilakukan menjelang bulan suci Ramadhan yaitu dengan cara mandi bersama di kolam atau sungai. Makna dari padusan sendiri tidak hanya mandi tetapi mensucikan diri baik secara rohani maupun jasmani dan introspeksi diri agar menjadi pribadi yang lebih baik. 

Tradisi ini berasal dari masuknya agama Islam di Pulau Jawa namun tidak menghilangkan kebudayaan sebelumnya yaitu berupa animisme dan dinamisme. Kebudayaan Jawa dan Islam kemudian melebur menjadi satu. Salah satu bentuk peleburan dua hal tersebut adalah tradisi padusan. 

2. Upacara Ruwatan 

Upacara Ruwatan

Upacara ruwatan merupakan tradisi yang dilakukan oleh masyarakat Jawa khususnya di Kabupaten Demak, Jawa Tengah. Hampir mirip dengan upacara padusan, upacara ruwatan juga bertujuan untuk mensucikan diri sekaligus untuk menghindarkan diri dari segala hal buruk. Tradisi ini merupakan warisan dari Sunan Kalijaga yang masih terus dilaksanakan hingga saat ini. 

Kata ruwatan berasal dari kata “ruwat” yang artinya membuang. Tradisi ini biasanya dilakukan ketika seseorang berada dalam kesusahan seperti sakit atau hendak mencari jodoh. Tak hanya untuk perorangan, ritual ini juga dilakukan oleh desa agar desa tersebut aman dan tentram. Rangkaian acara dari tradisi ini yaitu tumpengan kemudian dilanjut dengan doa bersama sembari berjalan mengelilingi desa. 

3. Ritual Syawalan

Ritual Syawalan

Masyarakat Indonesia sebagian besar merupakan pemeluk agama Islam sehingga sangat mudah menjumpai tradisi-tradisi budaya yang berkaitan dengan Islam. Salah satu tradisi tersebut adalah Syawalan yang diadakan oleh masyarakat Jawa termasuk Jawa Tengah setelah bulan Ramadhan yaitu hari ke 6 di bulan Syawal. Tradisi ini berasal dari dusun Krapyak dimana mereka mengadakan kunjungan ke rumah kerabat atau tetangga setelah hari raya idul fitri.

Tradisi yang khas dengan kuliner ketupat tersebut menjadi sebuah kebiasaan hingga menjadi tradisi yang diikuti oleh daerah lain di Jawa Tengah. Cara memeriahkan syawalan pun berbeda-beda setiap daerah. Ada yang mengadakan doa bersama di masjid, Tabligh akbar, perlombaan antar desa, dan masih banyak lagi. Upacara ini tidak hanya dijumpai di Jawa Tengah tetapi juga di tempat lain seperti Jawa Timur, Solo, Yogyakarta dengan nama tradisi kupatan.  

4. Tradisi Sadranan 

Tradisi Sadranan

Tradisi yang dikenal juga dengan nama nyadran atau sadran ini merupakan tradisi masyarakat Jawa Tengah yang dilangsungkan sebelum bulan Ramadhan. Tradisi ini dilakukan dengan cara berziarah ke makam untuk membersihkan dan berdoa. Makan yang didatangi bisanya adalah leluhur mereka seperti kakek, nenek, maupun kerabat yang sudah meninggal. Selain membersihkan, warga biasanya akan menabur bunga sebagai lambang kedekatan mereka dengan yang dimakamkan. 

Tradisi ini sebenarnya merupakan ritual Hindu sebelum Islam masuk ke Jawa Tengah. Setelah Islam menyebar di Jawa Tengah, tradisi yang semula memberi persembahan kepada pemakaman diubah menjadi doa sesuai ajaran Islam. Tradisi akan ditutup dengan acara makan bersama. Ternyata cara tersebut diterima oleh masyarakat dan terus dilakukan hingga saat ini. 

5. Upacara Wetonan 

Upacara Wetonan

Upacara ini merupakan upacara tradisi yang masih dilestarikan tidak hanya di Jawa Tengah tetapi juga di Jawa Timur. Wetonan berasal dari bahasa Jawa yaitu “metunan” yang artinya “keluar”. Tradisi ini digunakan untuk memperingati kelahiran seseorangan. Upacara wetonan diadakan setidaknya satu kali dalam hidup seseorang biasanya pada 35 hari pertama setelah kelahiran. 

Tanggal pelaksanaannya ditentukan berdasarkan penanggalan Jawa yang disebut weton dan pasaran. Disarankan upacara ini dilakukan setiap tahun tepat pada wetonnya. Tradisi ini dimaksudkan agar orang tersebut diberi kelancaran dan keselamatan selama hidup di dunia. Sebelum melakukan upacara wetonan harus diawali dengan berpuasa minimal satu hari. Setelah itu dilanjutkan dengan bancakan dengan menyediakan tumpengan lengkap dengan lauk pauk dan jajanannya. 

6. Tradisi Popokan

Tradisi Popokan

Tradisi popokan merupakan ritual yang digunakan untuk menolak bala atau nasib buruk oleh masyarakat kota Semarang. Awal mula adanya tradisi ini adalah pada zaman dahulu salah satu desa di Semarang yaitu desa Sendang didatangi oleh seekor binatang buas. Binatang buas tersebut mengganggu tanaman warga dan mengancam keselamatan warga. Untuk mengusir binatang buas itu warga menggunakan senjata namun ternyata tidak berhasil.

Seorang tokoh masyarakat mengusulkan ide agar mengusirnya dengan tanah yang dicampur air atau dengan menggunakan lumpur dan ternyata berhasil. Warga yang merasa gembira pun melanjutkan acara dengan saling melempar lumpur satu sama lain dengan perasaan suka cita. Kegiatan ini kemudian dilakukan secara rutin untuk menangkal hal buruk. Hingga saat ini tradisi popokan atau melempar lumpur ini masih dilakukan. 

7. Upacara Siraman 

Upacara Siraman

Upacara siraman merupakan tradisi memandikan calon pengantin menjelang hari pernikahannya. Tradisi ini memiliki makna yaitu agar mempelai bersih dari kesalahan di masa lalu dan bersih dalam menyambut kehidupan barunya. Sebab itulah prosesi siraman dianggap sangat penting oleh masyarakat Jawa Tengah. Air yang digunakan juga bukan air biasa melainkan air yang diambil dari 7 sumber mata air yang berbeda serta sudah diberi berbagai macam bunga seperti mawar, melati, kenanga dimana setiap bunga memiliki makna. 

Makna dari bunga mawar adalah kejujuran, bunga melati melambangkan keharuman dan nama baik keluarga, serta kenanga mengandung arti kesejukan dan ketentraman jiwa. 

Rangkaian acara dimulai dari sungkeman oleh mempelai kepada orang tua untuk meminta doa restu baru setelah itu dilanjutkan dengan siraman. Orang yang memandikan pengantin dalam ritual siraman harus berjumlah ganjil mulai dari 3, 5, 7 dan seterusnya. 

8. Larung Sesaji 

Larung Sesaji

Upacara larung sesaji yang diketahui sudah ada sejak tahun 1901. Upacara tradisional ini merupakan ungkapan rasa syukur kepada Tuhan sang pencipta yang telah memberikan kekayaan terutama pada hasil laut. Upacara ini diadakan dengan cara menyediakan berbagai jenis makanan dan buah-buahan kemudian dibentuk menjadi gunungan. Gunungan tersebut kemudian dibawa ke tepi pantai dengan cara di arak oleh warga yang berpartisipasi. 

Sesampainya di tepi pantai, gunungan tersebut diputar mengelilingi teluk sebanyak tiga kali. Kemudian berhenti di dermaga untuk kemudian dilarungkan dan ditenggelamkan di tengah laut. Sebelum tradisi  rutin dilakukan setiap 1 Muharam ini biasanya masyarakat akan menggelar pertunjukan wayang kulit semalam suntuk.  

9. Upacara Ngapati 

Upacara Ngapati

Ngapati diambil dari kata “papat” yang artinya adalah empat. Upacara ini dilakukan oleh masyarakat Jawa Tengah khususnya yang beragama Islam. Tradisi ini untuk memperingati kehamilan seseorang ketika usia kandungannya mencapai empat bulan . Dipilihnya bulan keempat dikarenakan menurut  agama Islam ruh manusia akan ditiupkan pada saat 4 bulan dalam kandungan.

Tradisi ini berisikan doa bersama dengan kerabat dan tetangga terdekat. Tujuannya adalah sebagai ungkapan rasa syukur atas kehadiran seorang anak dalam sebuah keluarga juga untuk memohon keselamatan untuk calon bayi dan ibunya. 

10. Upacara Tingkepan atau Mitoni

Upacara Tingkepan atau Mitoni

Hampir sama dengan upacara ngapati, upacara tingkepan juga dilakukan untuk memperingati usia kehamilan ke 7 bulan. Tradisi ini disebut juga dengan nama mitoni yang diambil dari kata “pitu” yang artinya tujuh. Rangkaian acara mitoni lebih panjang dari acara ngapati yaitu terdiri dari sungkeman yang dilakukan sebelum prosesi siraman. 

Ketika melakukan prosesi siraman, calon ibu harus mengenakan 7 kain yang berbeda dan akan disiram oleh 7 orang yang berbeda. Ke 7 orang tersebut adalah ketua ritual, suami, orang tua calon ibu, orang tua calon ayah, dan sesepuh lain. 

Menurut sejarahnya, acara ini bermula dari seorang gadis bernama Niken Satingkep yang hidup pada masa Prabu Jayabaya. Ia sudah hamil sebanyak sembilan kali namun tidak satupun yang berhasil lahir ke dunia. Akhirnya ia dan suami pergi menemui sang prabu untuk meminta solusi. Prabu Jayabaya pun menyarankan agar melaksanakan doa bersama atau biasa disebutkan dengan selamatan. Akhirnya Niken berhasil melahirkan anaknya ke dunia. Kegiatan ini pun diikuti oleh banyak orang hingga akhirnya menjadi sebuah tradisi. 

11. Upacara Dugderan 

Upacara Dugderan

Masyarakat Jawa Tengah memiliki banyak cara untuk menyambut bulan Ramadhan. Salah satunya adalah yang dilakukan oleh warga semarang yang disebut dengan nama kirab budaya atau dugderan. Upacara dugderan berlangsung selama dua hari dengan hari pertama yaitu menampilkan berbagai kebudayaan agar meningkatkan rasa toleransi terhadap perbedaan yang ada. Pada hari kedua yang merupakan puncak acara dengan menyerahkan dan mengumumkan suhuf halaqah dari para ulama. 

Tradisi ini diketahui sudah ada sejak tahun 1881 yaitu pada masa Kanjeng Raden Mas Tumenggung Purbaningrat di desa Kauman. Tradisi ini dilakukan dengan cara memukul bedug di masjid besar dan meriam. Bedug yang dipukul akan menghasilkan suara “dug” sedangkan meriam menghasilkan suara “der”. Dari suara tersebutlah tradisi ini mendapatkan namanya. 

Suara tersebut membuat warga penasaran dan berkumpul di halaman masjid. Setelah semua warga berkumpul bupati dan imam masjid pun menemui warga dan memberikan sambutan. Sejak saat itu tradisi ini terus dilangsungkan hingga saat ini. 

12. Upacara Nyewu 

Upacara Nyewu

Tradisi nyewu disebut juga dengan mendak yaitu acara doa bersama untuk mengiringi kepergian seseorang setelah 100 hari. Nyewu diambil dari kata “sewu” dalam bahasa Jawa yang artinya “seribu”. Tradisi ini dilakukan oleh masyarakat Jawa yang memeluk agama Islam. Dalam melaksanakan tradisi ini tuan rumah biasanya akan mengumpulkan kerabat dan para tetangga untuk melakukan doa bersama. 

Upacara nyewu diadakan pada malam hari dan akan dipimpin oleh seorang pemuka agama. Isi dari upacara ini yaitu lantunan ayat-ayat suci Al qur’an seperti surat Yasin dan juga tahlil. Tujuan dari tradisi nyewu adalah untuk mengantar roh orang yang meninggal agar tenang dan menemukan kedamaian di kehidupan selanjutnya. 

13. Upacara Brobosan 

Upacara Brobosan

Brobosan merupakan tradisi yang dilaksanakan ketika anggota keluarga kita ada yang meninggal. Brobosan diambil dari kata “trobos” yang artinya “menerobos”. Kata tersebut merujuk pada gerakan melewati atau menerobos bagian bawah peti yang sedang diangkat sebanyak tiga kali. 

Tradisi ini dilakukan di halaman rumah mendiang sebelum dimakamkan. Upacara ini juga diiringi dengan doa bersama dan sesaji yang disediakan oleh kerabat mendiang. Salah satu kerabat akan memberikan pidato di akhir acara. Pidato tersebut biasanya permintaan maaf untuk mendiang agar pergi dengan keadaan damai. 

14. Upacara Malam Selikuran

Upacara Malam Selikuran

Upacara malam selikuran adalah sebuah tradisi yang dilangsungkan di keraton Surakarta, Solo, Jawa Tengah. Upacara ini digelar pada malam ke 21 di bulan Ramadhan oleh sebab itulah tradisi ini disebut dengan “malam selikuran” yang artinya malam ke 21. Tradisi ini hampir saja dilupakan namun berhasil dihidupkan kembali oleh Pakubuwana IX dan semakin meriah pada masa Pakubuwana X. Sejak masa Pakubuwana X tradisi ini dimeriahkan dengan acara kirab. Kirab dilaksanakan dari keraton Solo menuju ke Masjid Agung dengan membawa tumpengan yang dibawakan oleh para abdi dalem keraton. 

Sebelum di kirab tumpengan tersebut sudah diberi doa oleh pemuka agama setempat. Selain tumpengan, para abdi dalem juga membawa lentera. Tumpeng yang dibawa berjumlah seribu buah yang menjadi simbol seribu pahala yang akan diberikan di malam 10 hari terakhir bulan Ramadhan. Sedangkan lentera merupakan simbol dari obor yang digunakan untuk menerangi jalan pada saat menjemput Rasulullah. Kirab berakhir di alun-alun Sriwedari. 

15. Ritual Pingitan

Ritual Pingitan

Mungkin tradisi ini sudah sangat akrab di telinga masyarakat sebab saat ini sudah banyak yang melakukan ritual ini meskipun bukan berasal dari Jawa. Tradisi ini adalah tradisi yang dilakukan pada saat menjelang pernikahan dimana mempelai wanita dan mempelai tidak diizinkan bertemu. Mereka tidak akan dipertemukan sampai hari h pernikahan. 

Biasanya masa pingitan dilakukan selama satu hingga dua minggu. Tradisi ini dilakukan dengan maksud baik seperti memberikan waktu kepada calon pengantin agar lebih bersiap dan memperbaiki diri, serta menjauhkan pengantin dari mara bahaya. Sebab konon katanya ketika seseorang hendak menikah akan ada marabahaya yang mendekat. 

The post 15 Upacara Adat Jawa Tengah Beserta Penjelasannya appeared first on HaloEdukasi.com.

]]>
5 Upacara Adat Jawa Timur Beserta Penjelasannya https://haloedukasi.com/upacara-adat-jawa-timur Tue, 23 Mar 2021 02:22:39 +0000 https://haloedukasi.com/?p=23035 Jawa Timur merupakan salah provinsi di Pulau Jawa yang kaya akan kebudayaannya termasuk berbagai upacara adat di dalamnya. Apa saja upacara adat yang ada di Jawa Timur? Simak pembahasannya berikut ini.  1. Kasada Bromo Upacara Kasada Bromo memiliki nama lain Yadnya Kasada yaitu upacara yang dilaksanakan oleh suku Tengger yang tinggal di kawasan pegunungan Bromo-Tengger-Semeru, […]

The post 5 Upacara Adat Jawa Timur Beserta Penjelasannya appeared first on HaloEdukasi.com.

]]>
Jawa Timur merupakan salah provinsi di Pulau Jawa yang kaya akan kebudayaannya termasuk berbagai upacara adat di dalamnya. Apa saja upacara adat yang ada di Jawa Timur? Simak pembahasannya berikut ini. 

1. Kasada Bromo

Kasada Bromo

Upacara Kasada Bromo memiliki nama lain Yadnya Kasada yaitu upacara yang dilaksanakan oleh suku Tengger yang tinggal di kawasan pegunungan Bromo-Tengger-Semeru, Jawa Timur. Masyarakat di sana umumnya adalah pemeluk agama Hindu. Namun berbeda dengan umat Hindu lainnya yang melakukan ibadah di candi, masyarakat Hindu Tengger beribadah di kaki gunung Bromo yaitu di Pura Luhur Poten. 

Bagi masyarakat Tengger, Bromo adalah gunung yang suci. Tradisi ini dilakukan setiap setahun sekali pada bulan purnama di bulan kasada atau kesepuluh menurut kalender Jawa. Tradisi ini dilaksanakan tengah malam hingga dini hari. Adapun tujuan dilakukannya upacara ini adalah sebagai bentuk penghormatan kepada para leluhur, memohon agar hasil panen melimpah, menolak bala, dan juga pengangkatan tabib. 

Prosesi acara adat ini yaitu dengan mempersembahkan berbagai sesaji yang kemudian dilempar ke kawah gunung Bromo. Sesaji tersebut akan ditangkap oleh masyarakat Tengger lainnya yang berada di tebing kawah tersebut. 

2. Upacara Ruwatan 

 Upacara Ruwatan

Tradisi ruwatan adalah tradisi yang ada di daerah Jawa termasuk Jawa Timur. Tradisi ini sudah ada sejak dahulu dan masih dilestarikan hingga saat ini. “Ruwatan” diambil dari kata “ruwat” yang mempunyai makna “membuang sial”. Jadi tujuan dari upacara ruwatan adalah untuk memperoleh berkah, keselamatan, kesehatan, kedamaian, kebahagiaan, dan kesejahteraan. 

Pada tradisi ruwatan biasanya juga terdapat pagelaran wayang yang dipimpin oleh seorang dalang. Dalang tersebut yang akan mencukur rambut anak-anak dalam upacara adat. Dalang dianggap sebagai penanggung jawab terhadap kesialan dan kemalangan anak tersebut karena sudah menjadi anaknya. Untuk melangsungkan upacara ruwatan membutuhkan biaya yang cukup besar, sehingga untuk memudahkan yang tidak mampu upacara ini digelar dalam lingkup desa atau dusun. 

3. Keduk Beji

Keduk Beji

Keduk beji adalah tradisi yang dilakukan untuk membersihkan sendang atau danau. Tradisi ini dilakukan oleh masyarakat di Jawa Timur khususnya di desa Tawun, kecamatan Kasreman, Kabupaten Ngawi. Beji adalah nama danau yang dibersihkan karena dianggap sakral. Sendang atau danau ini merupakan sumber mata air yang mengairi kolam renang di tempat wisata dan mengairi sawah-sawah petani di sana. 

Rangkaian dari ritual ini adalah diawali dengan pembersihan ai sendang kemudian dilanjutkan dengan penyilepan. Pada proses penyilepan dilakukan oleh seorang juru kunci ke dalam sendang untuk meletakkan kendi di dasar sendang. Kendi tersebut akan diambil pada prosesi ritual tahun berikutnya. Ritual ini ditutup dengan pertunjukan tarian kecetan dan selamatan atau kenduri. 

4. Sandhur Pantel 

Sandhur Pantel

Sandhur pantel adalah sebuah tarian yang dilakukan oleh masyarakat Madura yang diiringi oleh nyanyian penuh doa dan kekuatan mistis. Ritual ini masih bertahan hingga kini di daerah Sampang. Tarian yang dilengkapi dengan sesajen dan tak ketinggalan air suci ini dilakukan untuk memohon hujan, persediaan air terpenuhi, menghormati makam keramat, membuang kesialan, dan menolak penyakit berbahaya. 

Ritual ini mengandung pesan bahwa manusia harus menjaga keselarasan serta keharmonisannya dengan alam sekitar. Jika tidak maka akan terjadi musibah yang bisa mendatangkan bahaya bagi manusia itu sendiri. Ritual sandhur pantel biasanya dibagi ke dalam beberapa tahap yang pertama adalah tahap pementasan yang berdurasi 3-4 jam. Rangkaian selanjutnya adalah pembacaan doa-doa dan pujian yang dilakukan dalam bahasa Madura dan Arab. 

5. Upacara Kebo-keboan 

Upacara Kebo-Keboan

Kebo-keboan adalah tradisi yang dilakukan oleh masyarakat Banyuwangi terutama oleh suku Osing (Using). Tradisi ini memiliki hubungan erat dengan pertanian sebab ritual ini dimaksudkan untuk memohon kesuburan tanah, hasil panen yang melimpah, serta dihindarkan dari bahaya baik untuk tanaman mereka maupun para petani. Tradisi ini bermula di dusun Krajan yang pada saat itu ladang mereka di serang oleh hama atau pagebluk yang menyebabkan petani gagal panen. 

Seorang tokoh masyarakat bernama Buyut Karti mencoba untuk menangani masalah tersebut dengan melakukan ritual menirukan perilaku seekor kerbau yang sedang membajak sawah. Ritual tersebut ternyata berhasil dan sejak saat itulah ritual yang diberi nama “kebo-keboan” ini rutin diadakan setiap tahun. Umumnya upacara ini akan dilangsungkan pada tanggal 1-10 suro karena dianggap sebagai bulan yang suci. Satu minggu sebelum diadakan upacara ini, seluruh masyarakat akan membersihkan dusun secara bersama-sama. 

The post 5 Upacara Adat Jawa Timur Beserta Penjelasannya appeared first on HaloEdukasi.com.

]]>
5 Upacara Adat Sumatera Utara Beserta Penjelasannya https://haloedukasi.com/upacara-adat-sumatera-utara Tue, 09 Mar 2021 01:43:50 +0000 https://haloedukasi.com/?p=22411 tradisi adat adalah tradisi yang ada di setiap daerah. Upacara ini biasanya merupakan warisan turun temurun dari leluhur mereka. Begitu juga dengan Sumatera Utara memiliki berbagai macam adat istiadat yang masih dijalankan hingga saat ini. Upacara adat tersebut antara lain. 1. Upacara Mangulosi Upacara mangulosi adalah upacara yang diadakan oleh suku Batak Toba yang diselenggarakan […]

The post 5 Upacara Adat Sumatera Utara Beserta Penjelasannya appeared first on HaloEdukasi.com.

]]>
tradisi adat adalah tradisi yang ada di setiap daerah. Upacara ini biasanya merupakan warisan turun temurun dari leluhur mereka. Begitu juga dengan Sumatera Utara memiliki berbagai macam adat istiadat yang masih dijalankan hingga saat ini. Upacara adat tersebut antara lain.

1. Upacara Mangulosi

Upacara Mangulosi

Upacara mangulosi adalah upacara yang diadakan oleh suku Batak Toba yang diselenggarakan untuk memperingati suka maupun duka. Biasanya masyarakat Batak Toba mengadakan acara ini menjelang hari pernikahan dan upacara kematian.

Rangkaian dari upacara adat ini adalah dengan mengalungkan kain ulos pada mempelai baik pria maupun wanita pada acara pernikahan. Sedangkan pada upacara kematian, kain ulos diletakkan pada jenazah. Kain ulos sendiri merupakan kain tenun khas Batak yang sudah ada sejak zaman dahulu kala.

Kain ini bukan hanya indah tetapi memilik banyak makna di antaranya adalah memberi kehangatan, keberkatan, doa, serta kasih sayang untuk pemakainya. Prosesi pemberian kain ulos ini akan dilakukan oleh orang yang dianggap mempunyai derajat lebih tinggi seperti orang tua kepada anaknya atau paman kepada keponakannya sebagai bentuk kekeluargaan.

2. Mangokkal Holi

Mangokkal Holi

Tradisi mangokkal holi adalah tradisi yang dilakukan oleh suku Batak untuk membongkar pemakaman anggota keluarga. Tradisi ini dimaksudkan untuk memindahkan tulang belulang jenazah yang meninggal di tanah perantauan ke kampung halaman. Bagi sebagian orang mungkin tradisi ini terdengar aneh, namun bagi masyarakat Batak upacara ini merupakan acara yang penuh makna.

Upacara mangokal holi bahkan dianggap upacara adat terbesar di suku Batak. Ketika mengadakan acara ini, semua anggota keluarga akan berkumpul tidak peduli ia sedang berada di mana.

Upacara ini juga membutuhkan biaya yang tidak sedikit karena keluarga harus mempersiapkan tanah makam di kampung halaman, kurban seperti babi atau kerbau, dan diadakan selama tiga hari berturut-turut.

Upacara ini memiliki nilai menyatukan seluruh keturunan hingga akhir hayat dan juga untuk mengidentifikasi siapa saja anggota kelurga mereka.

3. Tarian Gundala-gundala

Tarian Gundala-Gundala

Tarian gundala-gundala adalah tradisi yang dilaksanakan oleh suku Karo dengan tujuan untuk memanggil hujan. Tarian topeng ini biasanya akan dilaksanakan di tengah upacara dogal-dogal. Dalam upacara tarian ini tidak ada batasan jumlah pemain. Semua masyarakat bebas ikut serta dalam tarian ini.

Penari gundala-gundala akan mengenakan topeng dan kostum yang unik. Kemudian mereka akan berkeliling kampung dengan menembakkan air ke seluruh tanah menggunakan bambu. Konon katanya, setelah tarian ini dilaksanakan maka akan segera turun hujan meski sedang kemarau panjang.  

4. Marari Sabtu

Marari Sabtu

Marari sabtu adalah upacara mingguan yang dilaksanakan oleh umat Parmalim di Sumatera Utara. Pusat dari kepercayaan ini berada di Hutan Tinggi, Kabupaten Toba Samosir. Jemaat Parmalim akan berkumpul pada hari sabtu pukul 10.30 di tempat yang sudah mereka tentukan sebelumnya. Biasanya tempat berkumpul mereka yaitu di Bale Partonggoan, Bale Pasogit pusat maupun cabangnya.

Tujuan dari upacara ini adlaah untuk memberi persembahan kepada Mulajadi Nabolon . Selain itu upacara ini juga bertujuan untuk membersihkan diri dari dosa-dosa yang telah dilakukan selama satu minggu serta mengobati dari berbagai macam penyakit.

Jemaat juga akan diberi nasihat atau bimbingan agar lebih menghayati nilai-nila ugamonya dalam kata lain Marari Sabtu adalah upacara menyempurnakan batin.

5. Tarian Sigale-gale

Tarian Sigale-gale

Tarian sigale-gale adalah tarian tradisi yang dilakukan oleh suku Batak di Samosir. Tarian boneka ini biasanya ada di acara-acara adat maupun budaya terutama pada upacara kematian. Tradisi ini dipercaya bisa mengantar roh ke tempat selanjutnya.

Sigale-gale adalah boneka kayu yang berbentuk seperti manusia. Pada bagian kepala boneka dilumuri kuning telur dan juga diberi rambut kuda atau ijuk yang mengikat.

Bagian mata diberi buah-buahan berwarna merah, sedangkan gigi boneka diberi cat warna hitam. Setelah semuan perlengkapan terpenuhi, boneka diletakkan diatas papan untuk di arak keliling kampung diiringi dengan musik tradisional.

Boneka tersebut dianggap sebagai simbol dari orang yang meninggal. Pada malam terakhir tradisi tarian ini boneka tersebut kemudian dihanyutkan ke Danau Toba. Prosesi menghanyutkan boneka dimaksudkan untuk membuang nasib sial agar tidak menimpa keturunannya.

The post 5 Upacara Adat Sumatera Utara Beserta Penjelasannya appeared first on HaloEdukasi.com.

]]>