UUD - HaloEdukasi.com https://haloedukasi.com/sub/uud Fri, 19 May 2023 02:30:24 +0000 id-ID hourly 1 https://wordpress.org/?v=6.6.2 https://haloedukasi.com/wp-content/uploads/2019/11/halo-edukasi.ico UUD - HaloEdukasi.com https://haloedukasi.com/sub/uud 32 32 Kewarganegaraan RI Menurut Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2006 : Peraturan, Solusi, dan Asas https://haloedukasi.com/kewarganegaraan-ri-menurut-undang-undang-nomor-12-tahun-2006 Fri, 19 May 2023 02:30:08 +0000 https://haloedukasi.com/?p=42839 Pemerintah dan DPR telah menyetujui bersama rancangan Undang-Undang tentang Kewarganegaraan Republik Indonesia menjadi Undang-Undang dengan Undang-Undang Nomor 12 tahun 2006 tentang Kewarganegaraan Republik Indonesia pada tanggal 1 Agustus 2006. Dengan berlakunya Undang-Undang nomor 62 tahun 1958 tentang Kewarganegaraan RI sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 3 tahun 1976 tentang perubahan pasal 18 Undang-Undang Nomor 62 […]

The post Kewarganegaraan RI Menurut Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2006 : Peraturan, Solusi, dan Asas appeared first on HaloEdukasi.com.

]]>
Pemerintah dan DPR telah menyetujui bersama rancangan Undang-Undang tentang Kewarganegaraan Republik Indonesia menjadi Undang-Undang dengan Undang-Undang Nomor 12 tahun 2006 tentang Kewarganegaraan Republik Indonesia pada tanggal 1 Agustus 2006.

Dengan berlakunya Undang-Undang nomor 62 tahun 1958 tentang Kewarganegaraan RI sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 3 tahun 1976 tentang perubahan pasal 18 Undang-Undang Nomor 62 tahun 1958 tentang Kewarganegaraan RI dicabut dan dinyatakan tidak berlaku.

Selain itu, semua peraturan perundng-undangan sebelumnya yang mengatur mengenai kewarganegaraan dinyatakan tidak berlaku karena tidak sesuai dengan prinsip yang diamanatkan dalam UUD Negara RI Tahun 1945.

Peraturan Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2006

Peraturan perundang-undangan yang dinyatakan tidak berlaku oleh Udang-Undang Nomor 12 Tahun 2006 adalah :

  1. Undang- Undang tanggal 10 Februari 1910 tentang peraturan kewarganegaraan Belanda bukan Belanda.
  2. Undang_Undang Nomor 3 tahun 1946 tentang kewarganegaraan dan penduduk negara Junto Undang-Undang Nomor 6 tahun 1947, Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1947, dan Undang-Undang Nomor 11 tahun 1948.
  3. Persetujuan Perihal pembagian warga negara antara republik Indonesia serikat dan kerajaan Belanda
  4. Keputusan presiden nomor 7 tahun 1971 tentang pernyataan digunakannya ketentuan-ketentuan dalam Undang-Un.dang nomor 3 tahun 1946 tentang warganegara dan penduduk republik Indonesia untuk menetapkan kewarganegaraan RI bagi penduduk irian barat.
  5. Perturan perundang-undangan lain yang berkaitan dengan kewarganegaraan.

Pernyataan dicabutnya dan tidak berlakunya Undang-Undang dan peraturan perundang-undangan yang lahir sebelum berlakunya Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2006 adalah demi adanya kepastian hukum agar para pelaksana dan pihak yang berkepentingan tidak lagi mengacu pada peraturan perundang-undangan lama. Dengan demikian tidak ada keragu-raguan dalam menerapkan hukum di bidang kewarganegaraan.

Mengapa Undang-Undang Nomor 62 tahun 1958 tentang kewarganegaraan RI di ubah? Ada tiga alasan penting yang mendasarinya, yaitu :

  • Secara filosofi

Undang-Undang nomor 62 tahun 1958 masing-masing mengandung ketentuan yang tidak sejalan dengan falsafah Pancasila antara lain karena :

  • Bersifat diskriminatif
  • Kurang menjamin pemenuhan hak asasi dan persamaan antarwarga negara
  • Kurang memberikan perlinduangan terhadap perempuan dan anak-anak
  • Secara yuridis

Landasan konstitusional pembentukan Undang-Udang nomor 62 tahun 1958 adalah Undang-Undang Dasar Sementara Tahun 1950 yang sudah tidak berlaku sejak Dekrit Presiden 5 Juli 1959 yang menyatakan kembali kepada Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 juga telah mengalami perubahan yang lebih menjamin perlindungan terhadap hak asasi manusia dan hak warga negara.

  • Secara biologis

Undang-Undang nomor 62 tahun 1958 sudah tidak sesuai lagi dengan perkembangan dan tuntutan masyarakat Indonesia sebaga bagian dari masyarakat internasional dalam pergaulan global, yang menghendaki adanya persamaan perlakuan dan kedudukan warganegara di hadapan hukum serta adanya kesetaraan dan keadilan gender.

Undang-Undang nomor 12 tahun 2006 secara substansi jauh lebih maju dan demokratis daripada Undang-Unang nomor 62 tahun 1958. Karena, dalam pembentukan Undang-Undang tersebut telah mengakomodasi berbagai warganegaranya dengan memperhatikan pemberian perlindungan warganegaranya dengan memperhatikan kesetaraan gender.

Tetapi yang tidak kalah penting adalah pemberian perlindungan terhadap anak-anak hasil perkawinan campuran antara warganegara Indonesia dengan warganegara asing. Contoh perlindungan terhadap anak oleh Undang-Undang nomor 12 tahun 2006 adalah pemberian status kewarganegaraan ganda terbatas kepada anak hasil perkawinan campuran samapi dengan batas usia 18 tahun dan setelah sampai batas usia tersebut.

Ia diwajibakn memilih salah satu kewarganegaraannya, apakah mempertahankan kewarganegaraan Indonesianya ataukah memilih kewarganegaraan asingnya. Dalam peraturan perundang-undang sebelumnya (Undang-Undang nomor 62 tahun 1958), ketentuan semacam itu tidak diatur karena status anak hasil perkawinan campuran ditentukan oleh garis keturunan ayahnya.

Hal ini sesuai dengan asas yang dianut oleh Undang-Undang Nomor 62 tahun 1958, yaitu asa ius sanguinis sebagai asas utama. Ketika seorang anak hasil dari perkawinan campuran itu menghendaki kewarganegaraan Indonesia, ia diharuskan melakukannya melalui proses naturalisasi setelah anak tersebut mencapai batas usia dewasa (21 tahun).

Solusi permasalahan dalam UU nomor 12 tahun 2006

UU no 12 tahun 2006 tentang kewarganegaraan adalh undang-undang yang melahirkan suatu kehidupan masyarakat bangsa Indonesia dimana problem-problem itu diselesaikan, jadi problem bukan dibiarkan sebagai problem.

Latar belakang mengapa undang-undang bertentangan dengan prinsip HAM karena tidak sesuai dengan prinsip demokrasi dan tidak memberikan perlindungan maksimal kepada warga negaranya. Untuk itu, undang-undang tersebut dibentuk untuk memberikan solusi terhadap problem kewarganegaraan, sehingga kepentingan masyarakat kita ada berbagai problem yang terkait dengan kewarganegaraan, antara lain :

1. Terkait dengan problem etnisitas

Sebagaimana terkandung dalam UUD negara RI tahun 1945 yang menyatakan

“Bahwa yang menjadi warganegara Indonesia adalah orang-orang yang bangsa Indonesia asli dan orang bangsa lain yang diakui kewarganegaraannya karena undang-undang”.

Orang-orang bangsa Indonesia asli menyiratkan ada orang bangsa Indonesia asli dan ada orang bangsa Indonesia yang bukan asli. Dulu orang menerjemahkan pribumi dan non pribumi, sehingga bisa saja orang India dianggap tidak asli walaupun dia warganegara Indonesia, orang arab dianggap tidak asli walaupun warganegara Indonesia.

Orang Tionghoa dianggap tidak asli padahal dia warganegara Indonesia sejak lahir. Karena itu Undang-Undang ini berupaya mencari solusinya kewarganegaraan seseorang tidak dapat dipisah-pisahkan berdasarkan latar belakang primordial.

Untuk itu, solusinya adalah bahwa jika bicara tentang warganegara Indonesia pendekatannya, perspektifnya, dan cara pandangnya harus satu yaitu car pandang umu. Oleh karena itu, undang-undang ini menegaskan bahwa yang dimaksud dengan “orang bangsa Indonesia asli” adalah mereka yang sejak kelahirannya sudah menjadi warganegara Indonesia dan tidak pernah menerima kewarganegaraan lain karena kemauannya sendiri.

Dengan demikian problem etnisitas yang selama ini mengganggu, bahkan memecah masyarakat dengan terbitnya UU no 12 tahun 2006 persoalan tersebut dianggap telah selesai. Jadi, siapa pun dia, apakah dia keturunan Bugis, Jawa, India, Arab dan sebagainya apabila sejak lahir warganegara Indonesia sendiri, dia adala orang bangsa Indonesia.

2. Terkait dengan problem yang lahir (transcouple)

Problem lahir dari adanya transcouple (pasangan yang melintasi negara dan melintasi kebangsaan atau melintasi kewarganegaraan) banyak yang terjadi misalnya di Bali. Karena di Bali adalah daerah yang sangat terbuka, daerah di mana masyarakat global berada terjadi pergaulan antar anggota masyarakat.

Contoh nya seperti gadis-gadis Indonesia bertemu dengan pria asing lalu jatuh cinta, apakah hal itu perlu di larang? pertanyaannya sekarang adalah ketika transcouple ini kemudian memiliki keturunan, dua berkewarganegaraan apa ?

Undang-undang kewarganegaraan yang lama menganut asas atau prinsip ius sanguinis yaitu kewarganegaraan seseorang ditentukan berdasarkan keturunan atau darah. Akibatya kelelakian, sehingga anak-anak yang lahir dari transcouple tersebut tidak diakui eksistensinya.

Untuk itu undang-undang kewarganegaraan yang baru menawarkan penyelesaiannya. Penyelesaian problem tersebut dilakukan dengan cara yaitu setiap orang yang lahir dari ibu Indonesia, adalah asli menjadi warganegara Indonesia dan sekaligus memberikan status kepada anak yang bersangkutan.

Karena undang-undang di negara asal bapaknya mengakui dia sebagai warganegara maka anak tersebut mempunyai kewarganegaraan ganda terbatas. Jadi prinsip dasarnya bahwa karena ibunya warganegara Indonesia maka anaknya adalah warganegara Indonesia sampai dengan umur 18 tahun.

Ketika anak tersebut mencapai umur 18 tahun diberi kesempatan untuk memilih. Dalam waktu 3 tahun yang bersangkutan mempunyai kesempatan untuk menimbang-nimbang apakah akan terus menjadi warganegara Indonesia atau akan melepaskan kewarganegaraan Indonesianya dan mengakui kewarganegaraan bapaknya.

3. Terkait dengan problem dalam masyarakat

Problem yang berkaitan dengan masalah yang secara faktual kita dapat dalam masyarakat. Yaitu adalanya sekelompok komunitas yang hidup dan lahir di Indonesia. Mereka itu, menjadi tidak jelas kewarganegaraannya karena sistem hukum yang berlaku selama ini tidak memungkinkan mereka diberi status kewarganegaraan Indonesia.

Dalam kaitan ini, ada satu segmen masyarakat kita yang selama ini tidak jelas kewarganegaraannya padahal mereka secara turun temurun lahir dan hidup di negara Indonesia. Untuk itu, undang-undang ini menyelesaikannya, mereka yang lahir di Indonesia dan tidak jelas kewarganegaraan kedua orangtuanya itu diakui sebagai warganegara Indonesia.

Jadi, dengan berlakunya UU nomor 12 tahun 2006 tentang kewarganegaraan, ke depan tidak ada anak yang lahir dari kedua orangtua yang sudah lama tinggal di Indonesia, mereka lahir dan hidup secara turun-temurun di Indonesia tetapi tidak jelas kewarganegaraannya, sehingga mereka selalu mengalami kesulitan.

4. Terkait dengan problem politik

Problem yang dialami warganegara kita yang ada di luar negeri karena masalah politik, misalnya pada tahun 60-an banyak warganegara kita yang bersekolah di luar negeri tetapi karena situasi politik sebagian darinya kesulitan pulang.

Oleh karenanya mereka menjadi warganegara di negara tempat mereka tinggal, menjadi warganegara Belanda, warganegara Perancis dan bahkan ada yang tidak mempunyai kewarganegaraan sama sekali. Terhada problem seperti itu harus ada pemecahannya, yaitu dengan memberi kemudahan jika mereka ingin kembali menjadi warganegara Indonesia.

Perolehan kembali kewarganegaraan tersebut tentu harus melalui proses memperoleh kewarganegaraan tetapi tidak melalui proses naturalisasi sebagaimana orang asing yang ingin memperoleh kewarganegaraan Indonesia.

5. Terkait dengan problem pemberian perlindungan

Pemberian perlindungan kepada warganegara baik di dalam maupun luar negeri. Banyak warganegara Indonesia yang secara yuridis sering tidak memperoleh perlindungan sewajarnya ketika mereka berada di luar negeri bahkan juga di dalam negeri sekalipun mereka sering tidak memperoleh perlindungan hukum secar maksimal.

Untuk itu, undang-undang ini mengatur asas perlindungan hukum secara maksimal jika warganegara Indonesia ditangkap di suatu negara misalnya dia menjadi teroris tetap dia juga harus dilindungi secara hukum, misalnya diberi pembelaan dan sebagainya, walaupu kita sama sekali tidak setuju perbuatannya sebagai teroris, ikut jaringan terorisme, atau ikut penyelundupan narkoba.

Orang-orang tersebut jika mereka adalah warganegara Indonesia, maka kita wajib memberikan perlindungan maksimum melalui jalur hukum. Dengan berlakunya UU no 12 tahun 2006, setiap WNI terutama yang berada di luar negeri harus mendapat perlindungan maksimal.

Termasuk perempuan Indonesia yang kawin dengan orang asing. Ketika mereka bercerai kemudian mereka pulang ke Indonesia dan jika mereka bertemu dengan anaknya di suatu daerah atau kota di luar negeri, atau ketika ke sekolah anaknya karena ke rumahnya tidak boleh, dia dianggap menculik anaknya sendiri.

Menghadapi kasus yang demikian ini kedutaan atau perwakilan RI harus melindungi ibu-ibu tersebut, mereka tidak boleh dibiarkan menghadapi perkaranya sendiri. Kemudian problem lain adalah ketidakjelasan tentang orang-orang Indonesia yang justru terputus atau melahirkan di negara-negara yang menganut asa ius soli seperi di Amerika.

Orang Indonesia yang lahir di Amerika otomatis diakui sebagai warganegara Amerika, bagaimana undang-undang melindungi mereka ? Apakah dia akan diakui dengan memberikan status berkewarganegaraan ganda ? bagi mereka itu dalam UU No.12 tahun 2006 tentang kewarganegaraan secara tegas diakui juga kewarganegaraan Indonesia di samping kewarganegaraan Amerika dimana mereka dilahirkan.

Karena itu dengan mendalami problem-problem tersebut makan terbitlah UU kewarganegaraan, yaitu UU nomor 12 tahun 2006, karena undang-undang sebelumnya, yaitu UU no.62 tahun 1958 tidak bisa menjawab bahkan menyelesaikan persoalan-persoalan tersebut.

Secara empiris, ada suatu suku bangsa yang selama ini diberlakukan secara diskriminatif, ada anak-anak bangsa yang lahir dari ibu-ibu Indonesia juga diperlakukan secara diskriminatif, mereka yag tinggal disini harus memakai paspor bahkan kalau melanggar harus di deportasi, disuruh pergi dulu.

Ada bintang film punya anak setiap tahun harus pura-pura ke Singapore supaya bisa memperoleh visa dan sebagainya itu sesuatu yang tidak riil itu yang dicoba untuk diselesaikan melalui undang-undang ini. Dengan demikian undang-undang ini adalah solusi strategis terhadap kondisi warganegara kita agar tidak ada problem-problem yang berakibat memecah belah bangsa.

Asas dalam Undang-Undang No.12 tahun 2006

Sehubungan dengan beberapa problem tersebut diatas, dalam UU no.12 tahun 2006 tentang kewarganegaraan RI terdapat beberapa perubahan asas yang dianut oleh undang-undang sebelumnya. Dalam UU no.62 tahun 1958 penerapan asas ius sanguinis, lebih diperketat bahkan cenderung rigit, sekarang degan UU no.12 tahun 2006 kita menganut asas sanguinis dan sekaligus asas ius solli secara terbatas.

Begitu juga asas kewarganegaraan ganda dengan undang-undang lama sama sekali menolak dwi kewarganegaraan dengan undang-undang ini Indonesia mengakui kewarganegaraan ganda, secara terbatas untuk anak yang lahir dari ibu WNI.

Selama asas-asas tersebut ada asas yang berkaitan degan kepentingan nasional, yaitu kewarganegaraan Indonesia dapat ini mengisyaratkan bahwa undang-undang ini bertujuan menyatukan bersatu. Dengan bersatu kita sama-sama mencintai negeri ini, sama-sama memiliki hak dan kewajiban sehingga punya pengertian-pengertian yang sama untuk masalah bangsa dan negara.

Asas dalam hukum dan pemerintahan untuk semua warganegara tanpa sekat-sekat etnik, untuk hak-hak hukum, hak-hak pemerintahan tidak semua orang dengan latar belakang apapun mempunyai hak dan kewajiban yang sama dalam hukum da pemerintahan. Di samping itu, ada lagi asas kebenaran subtantif yaitu surat-surat harus lengkap tidak boleh asli tapi palsu.

Ada asas non diskriminatif, yaitu tidak boleh ada perbedaan dengan latar belakang etnik, agama, golongan, dan jenis kelamin. Kemudian asas keterbukaan, setiap hal tentang warganegara itu harus secara terbuka kita sosialisasikan.

Ketika mengurus kewarganegaraan jika permohonannya ditolak, maka penolakan tersebut harus jelas alasannya, jika diterima sebagai warganegara baru itu harus dimuat dalam lembaran negara republik Indonesia.

Asas-asas yang dipakai dalam Undang-Undang no.12 tahun 2006 tentang kewarganegaraan RI meliputi :

  1. Ius sanguinis, yaitu asas yang menentukan kewarganegaraan seseorang berdasarkan keturunan bukan negara tempat kelahiran.
  2. Ius solli secara terbatas, yaitu asas yang menentukan kewarganegaraan berdasarkan negara tempat kelahiran, yang diperuntukan terbatas bagi anak-anak sesuai dengan ketentuan yang diatur dalam undang-undang.
  3. Asas kewarganegaraan tunggal, yaitu asas yang menentukan satu kewarganegaraan bagi setiap orang.
  4. Asas kewarganegaraan ganda terbatas, yaitu asas yang menentukan kewarganegaraan ganda bagi anak-anak sesuai dengan ketentuan yang diatur dalam undang-undang ini.

Undang-undang no.12 tahun 2006 pada dasarnya tidak mengenai adanya kewarganegaraan ganda (bipatride) ataupun tanpa kewarganegaraan (apatride). Kewarganegaraan ganda yang diberikan pada anak-anak merupakan suatu pengecualian.

The post Kewarganegaraan RI Menurut Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2006 : Peraturan, Solusi, dan Asas appeared first on HaloEdukasi.com.

]]>
Perumusan dan Pengesahan UUD Negara Republik Indonesia Tahun 1945 https://haloedukasi.com/perumusan-dan-pengesahan-uud Mon, 25 Jul 2022 02:26:48 +0000 https://haloedukasi.com/?p=37374 Undang-Undang Dasar 1945 merupakan konstitusi yang berlaku di Indonesia sampai saat ini. Konstitusi pertama berasal dai Perancis, yaitu constiruer yang berarti membentuk. Maksud dari membentuk disini adalah membentuk suatu negara. Selain dari kata Perancis istilah konstitusi ada yang berasal dari Inggris, yaitu constitution, ada juga constitutie dari Belanda, secara harfiah kedua istilah tersebut memiliki arti […]

The post Perumusan dan Pengesahan UUD Negara Republik Indonesia Tahun 1945 appeared first on HaloEdukasi.com.

]]>
Undang-Undang Dasar 1945 merupakan konstitusi yang berlaku di Indonesia sampai saat ini. Konstitusi pertama berasal dai Perancis, yaitu constiruer yang berarti membentuk. Maksud dari membentuk disini adalah membentuk suatu negara.

Selain dari kata Perancis istilah konstitusi ada yang berasal dari Inggris, yaitu constitution, ada juga constitutie dari Belanda, secara harfiah kedua istilah tersebut memiliki arti undang-undang dasar. Konstitusi merupakan hukum dasar yang dijadikan sebagai pegangan dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara.

Para ahli memiliki pandangan yang berbeda-beda mengenai pengertian konstitusi. Ada yang menyamakan konstitusi dengan undang-undang dasar, tetapi ada juga yang membedakan antara keduanya. Oleh karena itu, dalam ketatanegaraan konstitusi dapat memiliki dua arti, yaitu lebih luas daripada undang-undang dasar dan sama dengan pengertian undang-undang dasar.

Konstitusi dapat berarti lebih luas daripada undang-undang dasar karena undang-undang dasar hanya berupa naskah tertulisa saja, sedangkan masih terdapat konstitusi tidak tertulis yang tidak hanya berupa undang-undang dasar.

Perumusan UUD 1945

Para penyusun Undang-Undang Dasar 1945 menganut arti konstitusi lebih luas daripada undang-undang dasar. Hal tersebut sesuai dengan penjelasan pada Undang-Undang Dasar 1945 yang berbunyi

“Undang-Undang Dasar suatu negara ialah hanya sebagian dari hukumnya dasar negara itu.Undang-Undang Dasar adalah hukum tertulis, sedang disampingnya Undang-Undang Dasar berlaku juga hukum dasar yang tidak tertulis, ialah aturan-aturan dasar yang timbul dan terpelihara dalam praktik penyelenggaraan negara, meskipun tidak tertulis.”

Di negara Indonesia, konstitusi tertulis disebut dengan UUD Negara Republik Indonesia Tahun 1945, sedangkan konstitusi tidak tertulis disebut konvensi. Konvensin merupakan aturan dasar yang meskipun tidaka tertulis, tetapi selalu dilaksanakan dalam praktik penyelenggaraan pemerintah negara. Contoh konvensi adalah pidato Presiden RI setiap tanggal 16 Agustus (sehari menjelang peringatan hari kemerdekaan RI).

Sesuai rumusan pasal 1 ayat 2 Undang-Undang dasar Negara Republik Indonesia 145,”Kedaulatan berada di tangan rakyat dan dilaksanakan menurut Undang-Undang Dasar”. Pasal tersebut dimaksud memuat paham konstitusionalisme.

Rakyat pemegang kedaulatan tertinggi terikat pada konstitusi. Kedaulatan rakyat dilaksanakan menurut Undang-Undang Dasar. Dengan demikian, Undang-Undang Dasar merupakan sumber hukum tertinggi yang menjadi pedoman dan norma hukum yang dijadikan sumber hukum bagi peraturan perundangan yang berada di bawahnya.

Negara-negara yang menganut asas demokrasi konstitusional beranggapan bahwa undang-undang dasar memiliki fungsi yang khas, yaitu membatasi kekuasaan pemerintah sedemikian rupa sehingga penyelenggara kekuasaan tidak bersifat sewenang-wenang sehingga harapannya hak-hak warga negara dapat terlindungi.

Pandangan tersebut dinamakan konstitualisme. Dengan demikian, undang-undang daar mempunyai fungsi khusus dan merupakan perwujudan atau manifestasi dari hukum tertinggi yang harus ditaati, bukan hanya rakyat, tetapi pemerintah serta penguasa sekali pun.

Perumusan dasar negara dilakukan dalam sidang pertama BPUPKI. Kemudian, sidang kedua BPUPKI yang berlangsung pada tanggal 10 Juli – 16 Juli 1945 membahas tentang rancangan undang-undang dasar. Pada sidang tanggal 10 Juli 1945 dibahas tentang bentuk negara dan setelah diumumkannya setelah mendengarkan pandangan dan pemikiran 20 orang anggota, maka dibentuklah tiga panitia kecil, yaitu :

  • Panitia perancang Undang-Undang Dasar dengan ketua Ir. Soekarno
  • Panitia Perancang Keuangan dan Perekonomian dengan ketua Moh. Hatta
  • Panitia Perancang Pembelaan Tanah Air dengan ketua Abikusno Tjokrosujoso

Undang-Undang Dasar melanjutkan sidang yang menghasilkan kesepakatan sebagai berikut.

  • Membentuk panitia perancang “Declaration of right”, yang beranggotakan Subardjo, Sukiman, dan Parada Harahap
  • Bentuk Unitarisme
  • Kepada negara di tangan satu orang, yaitu presiden
  • Membentuk Panitia Kecil Perancang Undang-Undang Dasar, yang diketuai oleh Supomo dengan anggota terdiri atas Wongsonegoro, R.Soekardjo, A.A Maramis, Panji Singgih, H. Agus Salim dan Sukiman.

Panitia kecil Perancang Undang-Undang Dasar, pada tanggal 13 Juli 1945 berhasil membahas beberapa hal dan menyepakati antara lian ketentuan tentang Lambang negara, negara kesatuan, sebutan Majelis Permusyawaratan Rakyat, dan membentuk Panitia penghalus Bahasa yang terdiri atas Djajadiningrat, Salim, dan Soepomo. Rancangan Undang-Undang Dasar diserahkan kepada Panitia Penghalus Bahasa.

Pada tanggal 14 Juli 1945, BPUPKI mengadakan sidang dengan agenda “Pembicaraan tentang pernyataan kemerdekaan”. Panitia Perancangan Undang-Undang Dasar melaporkan hasilnya. Pasal-pasal dari rancangan UUD berjumlah 42 pasal. Dari 42 pasal tersebut, ada 5 pasal masuk tentang aturan peralihan dengan keadaan perang, serta 1 pasal mengenai aturan tambahan.

Pada sidang tanggal 15 Juli 1945 di lanjutkan dengan cara “Pembahasan Rancangan Undang-Undang Dasar.” Saat itu ketua Perancang Undang-Undang Dasar, yaitu Soekarno memberikan penjelasan tentang naskah yang dihasilkan dan mendapatkan tanggapan dari Moh. Hatta, lebih lanjut Soepomo, sebagai panitia kecil perancang undang-undang dasar, diberi kesempatan untuk memberikan penjelasan terhadap naskah undang-undang dasar.

Penjelasan Soepomo, antara lain menjelaskan betapa pentingnya memahami proses penyusunan undang-undang dasar. Naskah undang-undang dasar akhirnya diterima dengan suara bulat pada sidang BPUPKI tanggal 16 Juli 1945. Selain itu juga, diterima usul-usul dari panitia keuangan dan panitia pembelaan tanah air. Dengan demikian, selesailah tugas panitia BPUPKI.

Pengesahan UUD 1945

Dalam sidang PPKI pada tanggal 18 Juli 1945, undang-undang dasar republik Indonesia 1945 ditetapkan sebagai hukum dasar. Sebagai ketua Ir. Soekarno memberikan sambutan dalam sidang PPKI dengan penuh harap.

Sambutan tersebut disambut dengan baik oleh para anggota sidang. Pembahasan rancangan Undang-Undang Dasar menghasilkan naskah pembukaan dan Batang Tubuh. Undang-Undang Dasar ini, dikenal dengan sebutan Undang-Undang dasar Negara Republik Indonesia tahun 1945.

Melalui berita republik Indonesia tanggal 15 Februari 1946, penjelasan undang-undang dasar menjadi bagian dari undang-undang dasar 1945.

Suasana permufakatan dan kekeluargaan, serta kesederhanaan juga muncul pada saat pengangkatan presiden dan wakil presiden. Para peserta sidang secara aklamasi memilih Soekarno dan Drs. Moh. Hatta sebagai presiden dan wakil presiden. RI pertama.

Dalam persidangan PPKI tanggal 18 Agustus 1945, dihasilkan keputusan sebagai berikut.

  • Mengesahkan UUD 1945
  • Menetapkan Ir. Soekarno sebagai presiden dan Drs. Moh Hatta sebagai wakil presiden RI
  • Membentuk komite nasional indonesia pusat

Sidang PPKI telah melakukan beberapa perubahan rumusan pembukaan UUD naskah piagam jakarta dan rancangan batang tubuh UUD asil sidang kedua BPUPKI. empat perubahan yang disepakati tersebut adalah.

  • Kata mukaddimah diganti dengan kata pembukaan
  • Sila pertama, yaitu “Ketuhanan dengan kewajiban menjalankan syariat islam bagi pemeluk-pemeluknya” diganti dengan rumusan “Ketuhanan Yang Maha Esa”.
  • Perubahan pasal 6 UUD yang berbunyi “presiden ialah orang Indonesia asli yang beragama Islam” menjadi “presiden ialah orang Indonesia asli”.
  • Pasal 28 UUD 1945 yang berbunyi “negara berdasar atas ketuhanan dengan kewajiban menjalankan syariat Islam bagi pemeluk-pemeluknya” diganti menjadi pasal 29 UUD 1945 yang berbunyi “Negara berdasar atas Ketuhanan Yang Maha Esa.

The post Perumusan dan Pengesahan UUD Negara Republik Indonesia Tahun 1945 appeared first on HaloEdukasi.com.

]]>
7 Periode Berlakunya UUD 1945 di Indonesia https://haloedukasi.com/periode-berlakunya-uud-1945 Sat, 23 Jul 2022 03:03:48 +0000 https://haloedukasi.com/?p=37331 Sebagai upaya dalam menyempurnakan aturan-aturan dasar mengenai tatanan negara, Undang-Undang Dasar 1945 beberapa kali diamandemen (dirubah). Berikut ini periodisasi UUD Negara Republik Indonesia 1945. 1. Periode berlakunya UUD 1945 (18 Agustus 1945 – 27 Desember 1949) Konstitusi yang pertama kali berlaku di Indonesia adalah UUF 1945. Berdasarkan UUD 1945, kedaulatan berada di tangan rakyat dan […]

The post 7 Periode Berlakunya UUD 1945 di Indonesia appeared first on HaloEdukasi.com.

]]>
Sebagai upaya dalam menyempurnakan aturan-aturan dasar mengenai tatanan negara, Undang-Undang Dasar 1945 beberapa kali diamandemen (dirubah). Berikut ini periodisasi UUD Negara Republik Indonesia 1945.

1. Periode berlakunya UUD 1945 (18 Agustus 1945 – 27 Desember 1949)

Konstitusi yang pertama kali berlaku di Indonesia adalah UUF 1945. Berdasarkan UUD 1945, kedaulatan berada di tangan rakyat dan dilaksanakan oleh MPR sebagai lembaga tertinggi negara. Dikarenakan negara Indonesia baru saja terbentuk, tidak memungkinkan jika semua urusan dijalankan berdasarkan konstitusi.

Dengan begitu, berdasarkan hasil keputusan yang termuat dalam pasal 3 aturan peralihan menyatakan “untuk pertama kali presiden dan wakil presiden di pilih oleh PPKI”. Dalam menjalankan tugasnya, presiden dibantu oleh komite nasional dengan sistem pemerintahan presidensial, yang berarti bahwa kabinet bertangung jawab pada presiden.

Pada masa tersebut konstitusi belum dijalankan secara murni dan konsekuen, sistem ketatanegaraan berubah-ubah, terutama saat dikeluarkannya maklumat wakil presiden No.X pada tanggal 16 Oktober 1945.

2. Periode berlakunya konstitusi RIS 1949 (2 Desember 1949 – 17 Agustus 1950)

Pada tahun 1947 dan 1948, terjadi kontak senjata (agresi) yang dilakukan oleh Belanda karena merasa tidak puas atas kemerdekaan yang diperoleh negara Indonesia. Belanda ingin memecah belah NKRI menjadi negara federal gar lebih mudah dikuasai kembali, akhirnya disepakat untuk mengadakan Konferensi Meja Bundar (KMB) di Den Haag Belanda.

Hasil dari konferensi tersebut antara lain :

  • Mendirikan Negara Republik Indonesia Serikat
  • Penyerahan kedaulatan kepada Republik Indonesia Serikat
  • Pendirian Uni antara Republik Indonesia Serikat dengan kerajaan Belanda.

Konsitusi Indonesia berubah dari UUD 1945 menjadi Undang-Undang Dasar Republik Indonesia Serikat (UUD RIS) pada tahun 1949. Dengan begitu, bentuk Negara Kesatuan berubah juga menjadi negara serikat (federal), negara tersusun dari beberapa negara yang semula berdiri sendiri kemudian terikat dengan kerjasama yang efektif.

Kekuasaan kedaulatan Republik Indonesia Serikat dilakukan oleh pemerintah bersama dengan DPR dan Senat. Sistem pemerintahan presidensial berubah menjadi parlementer. Namun demikian, konstitusi RIS ini belum dilaksanakan secara efektif karena lembaga-lembaga negara belum dibentuk sesuai dengan amanat UUD RIS.

3. Periode UUDS 1950 (17 Agustus 1950 – 5 Juli 1959)

Pada periode UUDS 1950 ini diberlakukan sistem Demokrasi Parlementer yang sering disebut Demokrasi Liberal. Pada periode ini pula kabinet selalu silih berganti, akibatnya pembangunan tidak berjalan lancar, masing-masing partai lebih memperhatikan kepentingan partai atau golongannya.

Setelah negara RI dengan UUDS 1950 dan Sistem Demokrasi Liberal yang dialami rakyat Indonesia selama hampir 9 tahun, maka rakyat Indonesia sadar bahwa pancasila UUD 1945. Akhirnya, presiden menganggap bahwa keadaan ketatanegaraan Indonesia membahayakan persatuan dan kesatuan bangsa dan negara serta merintangi pembangunan semesta berencana untuk mencapai masyarakat adil dan makmur.

4. Periode kembali ke UUD 1945 (5 Juli 1959 – 1966)

Situasi politik pada sidang konstituante 1959 dimana banyak saling tarik ulur kepentingan partai politik, sehingga gagal menghasilkan UUD baru. Maka, pada tanggal 5 Juli 1959, Presiden Soekarno mengeluarkan Dekrit Presiden yang isinya sebagai berikut.

  • Membubarkan konstitusi
  • Memberlakukan kembali UUD 1945 dan tidak berlakunya UUDS
  • Pembentukan Majelis Permusyawaratan Rakyat sementara Dewan Perwakilan Rakyat Sementara dan Dewan Pertimbangan Agung Sementara dalam waktu yang sesingkat-singkatnya.

Pada masa ini, terdapat berbaga penyimpangan UUD 1945, di antaranya sebagai berikut

  • Presiden mengangkat ketua dan wakil ketua MPR/DPR dan MA serta wakil ketua DPA menjadi menteri negara.
  • MPRS menetapkan Soekarno sebagai presiden seumur hidup
  • Pemberontakan Partai Komunis Indonesia melalui Gerakan 30 September Partai Komunis Indonesia G30 S/PKI
  • Kompeksi Pancasila berubah menjadi Nasakom
  • Demokrasi terpimpin cenderung pada pemusatan kekuasaan eksekutif (presiden)

Penyimpangan-penyimpangan tersebut menyebabkan berjalannya sistem pemerintahan kurang lancar. Namun, juga memburuknya sistem politik, ekonomi, dan hankam saat itu. Pada puncaknya terjadi pemberontakan G30S/PKI yang berhasil digagalkan oleh ABRI dan mendapatkan dukungan dari rakyat.

5. Periode UUD 1945 masa orde baru (11 Maret 1966 – 21 Mei 1998)

Pada masa orde baru (166 – 1998), pemerintah menyatakan akan menjalankan UUD 1945 dan pancasila secara murni dan konsekuen. Pada masa orde baru, UUD 1945 juga menjadi konstitusi yang sangat sakral, di antara melalui sejumlah peraturan sebagai berikut.

  • Ketetapan MPR nomor I/MPR/1983 yang menyatakan bahwa MPR berketetapan untuk mempertahankan UUD 1945, tidak berkehendak akan melakukan perubahan terhadapnya.
  • Ketetapan MPR nomor IV/MPR/1983 tentang referendum yang antara lain menyatakan bahwa bila MPR berkehendak mengubah UUD 1945, terlebih dahulu harus minta pendapat rakyat melalui referendum.
  • Undang-undang nomor 5 tahun 1985 tentang referendum, yang merupakan pelaksanaan TAP MPR nomor IV/MPR/1983.

6. Periode transisi (21 Mei 1998 – Oktober 1999)

Pada masa ini, dikenal masa transisi, yaitu masa sejak presiden Soeharto digantikan oleh B.J Habibie. Pada masa ini akhirnya Provinsi Timor Timur memisahkan diri dari NKRI.

7. Periode perubahan UUD 1945

Salah satu tuntutan Refomasi 1998 adalah dilakukannya perubahan (amandemen) terhadap UUD 1945. Latar belakang tuntutan perubahan UUD 1945 antara lain :

  • Pada masa orde baru, kekuasaan tertinggi di tangan MPR ( dan pada kenyataannya bukan di tangan rakyat)
  • Kekuasaan yang sangat besar pada presiden
  • Adanya pasal-pasal yang terlalu luwes (sehingga dapat menimbulkan multitafsir)
  • Kenyataan rumusan UUD 1945 tentang semangat penyelenggaraan negara yang belum cukup didukung ketentuan konstitusi.

Dalam melakukan perubahan UUD 1945 terdapat lima kesepakatan yang harus diperhatikan, antara lain.

  • Tidak mengubah pembukaan UUD Negara Repbulik Indonesia 1945.
  • Tetap mempertahankan Negara Kesatuan Republik Indonesia
  • Mempertegas sistem presidensial
  • Penjelasan Undang-Undang Dasar Republik Indonesia Tahun 1945 yang memuat hal-hal normatif akan dimasukkan ke dalam pasal-pasal (batang tubuh)
  • Melakukan perubahan dengan cara adendum

Dalam kurun waktu 1999-2002, UUD 1945 mengalami 4 kali perubahan (amandemen) yang ditetapkan dalam sidang umum dan sidang tahunan MPR sebagai berikut :

  • Sidang umum MPR 1999, tanggal 14-21 Oktober 1999. Amandemen pertama ini disahkan pada tanggal 19 Oktober 1999. Pasal-pasal yang diamandemen meliputi terdapat 9 pasal yang diamandemen dengan mengubah berkenaan dengan 16 butir ketentuan.
  • Sidang tahunan MPR 2000, tanggal 1-18 Agustus 2000. Amandemen kedua ini disahkan pada tanggal 18 Agustus 2000. Pasal-pasal yang diamandemen meliputi dalam amandemen kedua ini, terdapat perubahan dalam 25 pasal yang berisi 59 ketentuan.
  • Sidang tahunan MPR 2001, tanggal 1-9 November 2001. Amandemen ketiga ini disahkan pada tangga 9 November 2001. Pasal-pasal yang diamandemen meliputi amandemen menyangkut 23 pasal yang berkaitan dengan 68 butir ketentuan,
  • Sidang tahunan MPR 2002, tanggal 1-11 Agustus 2002. Amandemen keempat ini disahkan pada tanggal 11 Agustus 2002. Paradigma pemikiran atau pokok-pokok pikiran yang terkandung dalam rumusan pasal-pasal UUD 1945 setelah mengalami empat kali perubahan itu benar-benar berbeda dari pokok pikiran yang terkandung dalam naskah asli ketika UUD 1945 pertama kali disahkan pada tanggl 18 Agustus 1945.

The post 7 Periode Berlakunya UUD 1945 di Indonesia appeared first on HaloEdukasi.com.

]]>
2 Kedudukan UUD 1945 Bagi Bangsa dan Negara Indonesia https://haloedukasi.com/kedudukan-uud-1945 Sat, 23 Jul 2022 03:02:54 +0000 https://haloedukasi.com/?p=37269 Dalam kehidupan bersama keluarga, masyarakat, maupun bangsa dan negara terdapaat aturan-aturan yang harus dipatuhi agar kehidupan dapat berjalan dengan baik. Dengan begitu, tujuan yang dicita-citakan bersama dapat tercapai. Atuan-aturan yang harus dipatuhi oleh warga negara Indonesia tercantum dalam Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia 1945. Dengan mematuhi aturan tersebut, maka masyarakat Indonesia yang adil, makmur, dan […]

The post 2 Kedudukan UUD 1945 Bagi Bangsa dan Negara Indonesia appeared first on HaloEdukasi.com.

]]>
Dalam kehidupan bersama keluarga, masyarakat, maupun bangsa dan negara terdapaat aturan-aturan yang harus dipatuhi agar kehidupan dapat berjalan dengan baik. Dengan begitu, tujuan yang dicita-citakan bersama dapat tercapai.

Atuan-aturan yang harus dipatuhi oleh warga negara Indonesia tercantum dalam Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia 1945. Dengan mematuhi aturan tersebut, maka masyarakat Indonesia yang adil, makmur, dan sejahtera dapat terwujud.

UUD 1945 memiliki kedudukan dan fungsi penting bagi jalannya kehidupan negara. Berikut merupakan kedudukan pokok UUD 1945.

UUD 1945 sebagai hukum dasar

Undang-undang Dasar 1945 merupakan konstitusi yang berlaku di Indoensia dan sebagai hukum dasar. Sebagai hukum dasar, UUD 1945 memiliki peran penting sebagai hukum tertinggi dan fundamental bagi negara Indonesia.

Hal tersebut berarti UUD 1945 sebagai sumber bagi hukum-hukum di bawahnya. Segala jenis hukum dan peraturan di Indonesia harus bersumber, berpedoman, dan tidak bertentangan dengan UUD 1945. Hukum dasar dapat dibedakan menjadi sebagai berikut.

Hukum dasar tertulis

Hukum dasar tertulis adalah suatu konstitusi negara yang menjadi dasar dan sumber bagi peraturan-peraturan lain untuk perundang-undangan lain yang berlaku di suatu negara. Atau aturan-aturan dasar yang mengatur penyelenggaraan negara yang dituangkan dalam bentuk tertulis.

Contoh UUD 1945, sifat dari hukum dasar tertulis sebagai berikut.

  • Peraturan perundangan yang tertinggi dan negara
  • Memuat aturan-aturan pokok ketatanegaraan
  • Mengikat, baik pemerintah, lembaga-lembaga kenegaraan, lembaga-lembaga kemasyarakatan, warga negara, dan penduduk dimana saja berada.
  • Menjai alat pengontrol dan alat pengecek, apakah peraturan hukum dan peraturan perundangan bawahan sesuai dengan ketentuan UUD.
  • Menjadi dasar dan sumber hukum bagi peraturan hukum dan peraturan perundangan bawahan.

Hukum dasar tidak tertuilis (konstitusi tidak tertulis)

Hukum dasar tidak tertulis adalah suatu konvensi ketatanegaraan atau kebiasaan ketatanegaraan. Konvensi merupakan aturan-aturan dasar yang timbul dan terpelihara dalam praktik penyelenggaraan negara.

Atau aturan-aturan dasar yang timbul dalam praktik penyelenggaraan negara meskipun tidak dalam bentuk tertulis. Contoh pidato kenegaraan presiden pada tiaptiap tanggal 6 Agustus, pengambilan keputusan musyawarah untuk mencapai mufakat, laporan pertanggungjawaban presiden.

Sifat dari hukum tidak tertulis sebagai berikut.

  • Tidk bertentangan dengan isi, arti, dan maksud hukum dasar tertulis.
  • Melengkapi, mengisi kekosongan ketentuan yang tidak diatur secara jelas dalam hukum dasar tertulis
  • Memantapkan pelaksanaan hukum dasar tertulis
  • Terjadi berulangkali dan dapat diterima oleh masyarakat
  • Hanya dapat terjadi pada tingkat nasional
  • Merupakan aturan dasar sebagai komplementasi bagi UUD

UUD 1945 sebagai norma hukum

Kedudukannya sebagai norma hukum, maka UUD 1945 mempunyai sifa mengikat baik dari setiap warga negara, penduduk, pemerintah, bahkan sampai pada lembaga masyarakat maupun negara. Selain itu dalam norma hukum, UUD 1945 bukan hanya sebagai dasar negara saja, melainkan garis besar dalam penyelenggaraannya harus dilaksanakan.

Pada prisnipnya, UUD 1945 dimaksudkan untuk dicapai sepanjang masa kehidupan bangsa dan negara Indonesia. Dengan demikian, UUD 1945 mempunyai kedudukan yang bersifat tetap sepanjang masa. Berdasarkan penjelasannya umum No.III kedudukan UUD 1945 adalah sebagai cita-cita hukum negara RI.

Pada dasarnya, UUD 1945 memiliki sifat-sifat sebagai berikut

Supel atau luwes

Supel atau luwes berarti dapat mengikuti perkembangan zaman. Kehidupan masyarakat dan negaara kesatuan republik Indonesia berjalan dinamis, mengikuti perkembangan zaman yang begitu pesat. Oleh karena itu, diperlukan Undang-Undang Dasar yang luwes, yang mampu menyesuaikan diri dengan segala situasi dan kondisi perkembangan zaman tersebut. Bagi bangsa Indonesia undang-undang dasar yang paling sesuai adalah UUD negara republik Indonesia tahun 1945.

Singkat/ringkas

Artinya, bahwa UUD 1945 hanya memuat sendi-sendi pokok dari hukum asar negara dan hanya memuat aturan-aturan pokok saja. Hanya memat garis-garis besar sebagai instruksi kepada pemerintah pusat dan lain-lain penyelenggaraan negara untuk menyelenggarakan kehidupan negara dan kesejahteraan sosial.

Hal-hal yang perlu untuk menyelenggarakan aturan-aturan pokokitu cukup diserahkan kepada perundang-undangan lainnya, seperti undang-undang negara, peraturan pemerintah pusat, peraturan pemerintah daerah, dan sebagainya yang lebih mudah membuat dan mengubahnya.

Berdasarkan penjelasan-penjelasan tersebut, dapat disimpulkan bahwa fungsi UUD 1945 sebagai berikut.

  • Sebagai pedoman dalam mengatur penyelenggaraan kehidupan bernegara
  • Sebagai pedoman dalam menyusun peraturan perundang-undangan.
  • Sebagai alat kontrol, berkaitan mengenai suatu peraturan hukum di bawahnya sesuai atau tidak dengan peraturan yang lebih tinggi (di atasnya), yang pada akhirnya sesuai atau tidak sesuai dengan UUD negara RI tahun 1945.

The post 2 Kedudukan UUD 1945 Bagi Bangsa dan Negara Indonesia appeared first on HaloEdukasi.com.

]]>