Daftar isi
Kerajinan tangan adalah kerajinan yang dalam pengerjaannya menggunakan tangan. Setiap daerah biasanya memiliki kerajinan tangan yang khas dan tidak dapat ditemukan di tempat lain. Tak terkecuali daerah Papua. Wilayah paling timur Indonesia ini mempunyai kerajinan khas yang unik, diantaranya adalah
Noken adalah tas rajut yang terbuat dari serat kayu maupun benang kasur warna-warni. Cara menggunakan tas ini juga sangat unik. Masyarakat Papua menggunakan tas ini dengan cara diselempangkan di kepala. Tas selempang ini terdiri dari berbagai macam ukuran. Tas yang berukuran kecil biasanya digunakan untuk menyimpan dompet ataupun alat sekolah. Tas yang lebih besar mampu menyimpan barang seberat 20 kg.
Proses pembuatan tas ini memerlukan tingkat ketelitian yang tinggi sehingga membutuhkan waktu lama. Untuk membuat satu tas noken, pengrajin menghabiskan waktu satu bulan. Noken ini dihargai 100 ribu hingga 350 ribu. Papua memiliki dua tas noken yang paling terkenal yaitu noken Wamena dan noken Raja Ampat.
Kedua noken tersebut memiliki perbedaan yaitu pada noken Raja Ampat terbuat dari daun pandan pesisir, ilalang rawa, dan juga kulit kayu. Noken Raja ampat memiliki bentuk seperti totebag modern yaitu berbentuk kotak. Noken ini memiliki warna alam yang unik dan bervariasi, teksturnya pun kaku saat digunakan. Noken ini juga dilengkapi dengan penutup. Cara menggunakan noken Raja Ampat yaitu dengan digantungkan di leher dan menghadap ke depan.
Sedangkan noken Wamena dibuat dari akar anggrek dan juga daun pandan besar. Bentuknya pun sangat unik yaitu seperti kantong banyak juga yang mengatakan seperti jaring penangkap ikan. Noken Wamena juga lebih fleksibel. Cara menggunakannya pun berbeda dari tas biasanya, masyarakat Wamena menggunakan tas ini dengan cara diikat ke kepala kemudian menggantung ke belakang punggung.
Lukisan kayu di atas kulit kayu ini sudah menjadi tradisi sejak tahun 1600 an. Kerajinan tangan ini berpusat di kampung Asei, Sentani Timur, Kabupaten Jayapura. Tradisi ini dilakukan secara turun menurun dan tidak sembarang orang boleh melakukan tradisi ini. Pada awalnya, tradisi ini merupakan simbol sekaligus peringatan terhadap segala sesuatu yang berkaitan dengan kehidupan di desa tersebut. Mereka menggunakan kayu-kayu ini sebagai pakaian mereka.
Kayu-kayu yang digunakan biasanya berasal dari pohon bergetah seperti beringin, pohon nangka, dan pohon sukun. Proses pembuatannya diawali dengan menguliti kayu tersebut setipis mungkin, kemudian kulit kayu tersebut ditumbuk . Setelah ditumbuk, kulit di bilas dan dijemur untuk kemudian diberi motif atau dilukis.
Lukisan ini memiliki motif seperti ikan, burung cendrawasih, buaya, tifa, dan karang. Namun seiring berjalannya waktu tradisi ini mulai menghilang karena masyarakat beralih ke pakaian bahan kain. Beruntungnya sejak tahun 1975 tradisi ini dilestarikan kembali oleh seorang antropologi Papua bernama Corry Ohee. Kerajinan ini bahkan menjadi kerajinan tangan yang bernilai tinggi. Peminatnya pun tidak hanya dari domestik tetapi juga mancanegara.
Papua memiliki hasil alam yang bisa kita nikmati dalam bentuk aksesori. Salah satu aksesori tersebut menggunakan kerang sebagai bahan dasar pembuatannya. Pengunjung bisa langsung melihat proses pembuatannya di pusat industri yang terletak di Manokwari, Papua Barat. Kerang-kerang tersebut diambil dari berbagai jenis kerang seperti siput biasa, kerang mangkuk atau piring, hingga siput lola yang berukuran besar.
Kerang tersebut diubah menjadi aksesori dengan berbagai macam bentuk seperti kalung berliontin kerang, sirkam dengan hiasangan kerang kecil, dan juga bros dari kerang. Kerang tersebut juga dikombinasikan dengan bahan lainnya seperti bulu, manik-manik, bebatuan, hingga kain.
Bila sebuah anyaman biasanya terbuat dari rotan maupun daun tikar, Raja Ampat mempunyai anyaman yang terbuat dari bahan pandan. Anyaman pandan dari Raja Ampat yang paling terkenal adalah topi atau dalam bahasa setempat disebut dengan kayafyof. Ayaman ini berpusat di Arborek yang sudah dimulai sejak 12 tahun lalu. Meski tergolong baru, topi ini sudah memiliki banyak peminat dari berbagai kalangan.
Daun pandan memiliki warna dasar kehijauan, namun di tangan para pengrajin Arborek dapat diubah menjadi warna yang menarik. Pewarna untuk topi pandan ini memanfaatkan baha-bahan yang disediakan oleh alam seperti warna merah didapat dari rebusan daun pandang dengan akar mengkudu dan daun ketapang. Anyam topi ini dihargai mulai dari 100 ribu hingga 300 ribu menyesuaikan tingkat kerumitannya.