Daftar isi
Dunia sejak dahulu kala selalu diwarnai oleh peperangan. Tak jarang pertempuran tersebut melibatkan suatu agama tertentu. Dalam sejarah Islam terutama pada masa nabi Muhammad ﷺ dibagi menjadi dua kategori.
Kategori pertama adalah perang yang dipimpin langsung oleh Rasulullah atau dikenal sebagai Perang Ghazwah. Contoh dari Perang Ghazwah adalah Perang Badar, Perang Uhud, Perang Khandaq. Perang Thaif, Perang Khaibar dan masih banyak lagi.
Sedangkan kategori kedua adalah pertempuran yang tidak dipimpin oleh Rasulullah melainkan sahabat yang telah beliau beri amanat untuk menjadi pemimpin di medan tempur. Berikut ini adalah perang-perang yang termasuk kategori Perang Sariyyah.
Hamzah bin Abdul Muthalib merupakan salah satu paman dari nabi Muhammad ﷺ yang memeluk agama Islam. Beliau dipercaya untuk memimpin perang yang berlangsung di daerah dekat kota Madinah yang bernama Al Bahr. Perang ini berlangsung pada tahun 1 Hijriah dan merupakan perang sariyyah yang pertama dalam sejarah Islam yang telah disepakati oleh para ulama.
Dalam pertempuran ini paman Rasul yang bergelar “Singa Allah” ini hanya membawa 30 pasukan saja sementara pihak lawan yakni kaum Quraisy yang dipimpin oleh Abu Jahal bin Hisyam terdiri dari 300 pasukan. Perbedaan personel yang drastis ini tidak menyurutkan semangat pasukan Hamzah. Namun perang ini berakhir tanpa meninggalkan korban jiwa karena berhasil ditengahi oleh tokoh masyarakat setempat yakni a Majdi bin Amr al Juhani.
Meski kedua belah pihak tidak saling menyerang namun kekhawatiran masih dirasakan oleh kabilah Quraisy karena mereka merasa ekonominya terancam karena perdagangannya ke negeri Syam terhenti
Ubaidah Bin Haris merupakan sepupu dari nabi Muhammad ﷺ yang diutus untuk memimpin peperangan di Al Abwa atau saat ini dikenal sebagai Rabigh. Perang yang meletus pada 10 Syawal 1 H atau sekitar bulan April 623 Masehi ini melibatkan 60 pasukan dari kaum Muhajirin (kaum muslimin yang ikut hijrah ke Madinah bersama Rasul) melawan 200 pasukan kaum Quraisy.
Sementara itu pihak dari kaum Quraisy dipimpin oleh Abu Sufyan bin Harb yang baru saja tiba dari Suriyah. Pada peristiwa ini terjadi pelepasan anak panah pertama dalam sejarah Islam yakni dilakukan oleh Sa’ad bin Abi Waqqash ketika sampai di Thanyat al-Murra. Selain menjadi momentum pelepasan anak panah pertama sebagian ulama juga berpendapat pada perang ini lah panji Rasulullah ada dan dipegang oleh Ubaidah. Namun sebagian lagi berpendapat pemegang pertama panji Rasulullah adalah Hamzah bin Abdul Muthalib.
Meski sudah saling melepaskan anak panah namun keduanya belum sampai saling menyerang secara dekat maupun dengan pedang. Dari peristiwa ini dua orang kaum Quraisy diam-diam sudah masuk Islam dan bergabung dengan kaum Muhajirin. Dua orang tersebut adalah Al-Miqdad bin Amr Al-Bahrani dan Utbah bin Ghazwan bin Jabir Al-Mazin.
Pada bulan Rajab tahun ke 2 Hijriah, Rasulullah mengirim saudara sepupu dari bibinya yaitu Abdullah bin Jahsy dalam sebuah ekspedisi ke Nakhla. Pria pertama yang bergelar “Amirul Mukminin” ini menuju Nakhla bersama dengan 12 pasukannya untuk menghadapi kaum Quraisy yang berada dibawah pimpinan Amr bin Hazrami.
Pada awalnya Rasulullah hanya memerintahkan untuk mengawasi pergerakan kaum Quraisy. Namun tanpa perintah dari Rasulullah, Abdullah bin Jahsy menyerang sekumpulan orang-orang Quraisy. Sebab ia dan pasukannya khawatir jika pasukan tersebut akan memasuki tanah aman. Dari pertempuran ini seorang pemimpin Quraisy yakni Amr bin Hadrami terbunuh. Peristiwa ini merupakan sebab dari turunnya QS Al-Baqarah ayat 217:
Pengikut Rasulullah pada masa awal kenabiannya berasal dari berbagai kalangan bahkan dari golongan budak seperti Zaid bin Haritsah. Ia seorang pemuda yang cakap dalam berperang hingga diangkat menjadi panglima.
Pada bulan Jumadil Akhir tahun ke 3 Hijriah ia memimpin pasukan untuk turun ke medan perang yang terjadi di sumur Qirdah di Nejd, Arab Saudi. Sebanyak 100 pasukan berkuda ditugaskan untuk menghadapi kaum Quraisy dari Mekah.
Pertempuran ini dimenangkan oleh kaum Muslimin dan kaum Quraisy pun harus menyerahkan hartanya sebagai rampasan.
Bani Asad merupakan salah satu cabang atau klan besar dari suku Quraisy yang hidup di lembah Mekkah. Klan ini berambisi ini menyerang Madinah pada tahun 4 Hijriah. Oleh sebab itu Nabi Muhammad ﷺ menugaskan pasukan muslimin untuk mencegah mereka.
Perjalanan kaum muslimin menuju medan perang ditempuh dengan menggunakan jalan kaki di malam hari agar tidak diketahui siapapun. Sebanyak 150 pasukan di bawah pimpinan Abu Salam al-Makhzum ini tiba di wilayah Timur Madinah atau tepatnya di Gunung Bani Asad.
Hasil akhir dari bentrok ini adalah Bani Asad kehilangan 1.310 ekor unta karena diserahkan kepada pasukan muslimin.
Masa Dakwah nabi Muhammad di Madinah masih dibayang-bayangi oleh ancaman musuhnya. Salah satu musuh yang terang-terangan hendak membunuh Rasulullah adalah Thulaiḥah dan Salamah bin Khuwailid yang berasal dari kabilah al-Assad. Oleh sebab itu pada bulan Muharram 4 Hijriah Rasulullah menugaskan Abu Salamah bin ‘Abdul-Asad ke untuk memerangi mereka.
Namun ketika Abu Salamah sampai di tempat pertempuran tidak melihat adanya pasukan Khuwailid. Ternyata mereka sudah lebih dahulu meninggalkan perkampungan tersebut dengan meninggalkan hartanya yang berupa unta dan kambing.
Masih di tahun yang sama dengan poin sebelumnya, Rasulullah beserta pengikutnya juga mendapat ancaman dari Bani Huzail. Pasukan tersebut berada dibawah kendali Sufyan bin Khalid bin Nubaiḥ al-Hudzalī untuk menyerang ke Madinah. Mendengar berita tersebut Rasulullah memberikan perintah kepada sahabatnya yang berasal dari kaum Anshar yakni ‘Abdullāh bin Unais untuk menghadapi pasukan tersebut.
Peperangan ini terjadi di daerah yang berada di antara Mekah dan ‘Asfan yakni bernama Raji’. Sebelum memulai peperangan terjadi percakapan antara dua pemimpin pasukan ini. Sufyan bin Khalid pun terbunuh ketika sedang tidur sehingga perang ini dimenangkan oleh kaum muslimin.
Pada bulan Safar tahun ke 4 Hijriah, Rasulullah mengirim pasukan Qurra yakni sekumpulan orang-orang penghafal Al Quran ke Najd. Pasukan yang dipimpin oleh al-Mundzir bin ‘Amru dikirim ke Najd untuk menyebarkan agama Islam. Namun ketika mereka sampai di Bi’ru Ma‘ūnah dan hendak mengirimkan surat kepada pimpinan Bani ‘Āmir melalui utusan yang bernama Ḥarām bin Milhān justru terbunuh.
Inilah yang menyebabkan peperangan antara pasukan Qurra dan Bani Amir dengan sekutunya dari kabilah Bani Salim. Dalam pertempuran ini pasukan muslimin kalah telak dalam jumlah personil. Akibatnya hampir seluruh pasukan Qurra syahid dalam pertempuran ini kecuali Ka‘ab bin Zaid yang berhasil berpura-pura wafat dan ‘Amr bin Umayyah yang berkahir menjadi tawanan.
Pertempuran Bani Nadir ini juga dikenal sebagai tragedi pengusiran mereka dari tempat tinggalnya yakni desa tetangga Madinah dan berdampingan dengan kaum muslimin. Pada saat itu kedua kaum ini hidup dengan damai dan tidak ada masalah sampai pada akhirnya sekelompok Bani Nadir mengkhianati perjanjian dengan mengumpulkan kelompok untuk membunuh Rasulullah.
Rencana tersebut diketahui oleh Rasulullah sehingga diutuslah salah satu dari pasukan muslimin yaitu Muḥammad bin Maslamah untuk menghadapi Bani Nadir. Bani Nadir pun diperintah untuk meninggalkan pemukiman mereka. Pada awalnya perintah tersebut karena kaum Munafiqin bersedia membantu mereka.
Bantuan tersebut rupanya tidak berpengaruh apapun dan Bani Nadhir tetap diusir dari tempat tinggalnya. Dalam pengusiran ini Rasulullah justru menjamin keselamatan mereka baik anak-anak maupun harta bendanya.
Perang Sariyyah ini juga di juga dipimpin oleh Muhammad bin Salamah. Kali ini pasukan muslimin berhadapan dengan Bani Sa’labah di Zi al-Qissah. Latar belakang dari pertempuran ini adalah karena Bani Sa’labah hendak menyerang peternakan muslimin yang berada di Haifa.
Sayangnya pasukan berjumlah 10 personel ini kalah karena mendapat serangan pada saat mereka sedang beristirahat.
Muhammad bin Salamah kemudian melapor kepada baginda Muhammad dan segera dikirim pasukan lainnya yang berada di bawah pimpinan Abu Ubaidah bin Jarrah. Kedatangan pasukan tambahan tersebut sangat membantu hingga berhasil memukul mundur lawan.