Kewirausahaan

Perjanjian Riil: Jenis, Asas dan Contoh

√ Edu Passed Pass education quality & scientific checked by advisor, read our quality control guidelance for more info

Perjanjian riil adalah salah satu bentuk perjanjian yang seringkali digunakan dalam dunia hukum. Dalam perjanjian ini, pihak-pihak yang terlibat diharuskan untuk melakukan serangkaian tindakan nyata atau riil sebagai bentuk kesepakatan dan pemenuhan hak dan kewajiban. Namun, apa sebenarnya perjanjian riil?

Pengertian Perjanjian Riil

Perjanjian riil adalah bentuk perjanjian di mana terdapat tindakan nyata atau riil yang harus dilakukan oleh pihak-pihak yang terlibat sebagai bentuk pemenuhan hak dan kewajiban dalam perjanjian tersebut. Dalam perjanjian riil, tindakan tersebut menjadi bagian integral dari perjanjian itu sendiri dan memiliki pengaruh langsung terhadap pemenuhan hak dan kewajiban para pihak.

Contoh dari perjanjian riil adalah perjanjian jual beli di mana penjual memberikan barang yang dijual kepada pembeli dan pembeli membayar uang kepada penjual. Dalam hal ini, tindakan nyata atau riil dari kedua belah pihak adalah penyerahan barang dan pembayaran uang yang merupakan bagian dari kesepakatan di dalam perjanjian tersebut.

Jenis Perjanjian Riil

Perjanjian riil merupakan salah satu bentuk perjanjian yang dibuat berdasarkan tindakan nyata atau riil yang dilakukan oleh pihak-pihak yang terlibat. Terdapat beberapa jenis perjanjian riil yang umumnya digunakan dalam dunia hukum, di antaranya adalah sebagai berikut:

1. Perjanjian Jual Beli

Perjanjian jual beli adalah bentuk perjanjian riil di mana terdapat tindakan nyata atau riil dari penjual yang menyerahkan barang yang dijual kepada pembeli, dan pembeli yang membayar harga yang disepakati kepada penjual. Tindakan nyata ini merupakan bagian integral dari perjanjian jual beli dan mempengaruhi pemenuhan hak dan kewajiban para pihak.

2. Perjanjian Sewa-menyewa

Perjanjian sewa-menyewa adalah perjanjian riil yang melibatkan tindakan nyata atau riil dari pihak penyewa yang menggunakan barang atau properti yang disewakan, dan pihak penyewa yang menerima pembayaran sewa dari pihak penyewa. Contohnya adalah perjanjian sewa-menyewa rumah, di mana penyewa menggunakan rumah yang disewa dan membayar sewa kepada pemilik rumah.

3. Perjanjian Pinjam-meminjam

Perjanjian pinjam-meminjam adalah bentuk perjanjian riil di mana pihak pemberi pinjaman menyerahkan uang atau barang yang dipinjamkan kepada pihak peminjam, dan pihak peminjam memberikan jaminan atau janji untuk mengembalikan uang atau barang tersebut dalam jangka waktu yang telah disepakati. Tindakan nyata dari pemberi pinjaman dan peminjam ini menjadi bagian penting dari perjanjian pinjam-meminjam.

4. Perjanjian Kerja

Perjanjian kerja adalah bentuk perjanjian riil di mana terdapat tindakan nyata atau riil dari karyawan yang bekerja untuk perusahaan atau pengusaha yang telah sepakat menggaji karyawan tersebut. Pekerjaan yang dilakukan oleh karyawan harus sesuai dengan perjanjian yang telah dibuat, dan pengusaha harus membayar gaji sesuai dengan kesepakatan dalam perjanjian tersebut.

5. Perjanjian Gadai

Perjanjian gadai adalah perjanjian riil di mana pihak yang memerlukan uang memberikan barang berharga kepada pihak pemberi pinjaman sebagai jaminan. Dalam perjanjian gadai, tindakan nyata dari pihak pemberi pinjaman adalah menyerahkan uang yang dipinjamkan, dan tindakan nyata dari pihak yang memerlukan uang adalah menyerahkan barang berharga sebagai jaminan.

6. Perjanjian Pengakuan Hutang

Perjanjian pengakuan hutang adalah perjanjian riil di mana pihak yang memiliki hutang mengakui bahwa hutang tersebut ada dan harus dibayar kepada pihak yang berhak menerimanya. Dalam perjanjian ini, tindakan nyata dari pihak yang memiliki hutang adalah membayar hutang, dan tindakan nyata dari pihak yang berhak menerimanya adalah menerima pembayaran hutang.

Dalam semua jenis perjanjian riil tersebut, tindakan nyata atau riil yang dilakukan oleh pihak-pihak yang terlibat menjadi bagian integral dari perjanjian itu sendiri. Hal ini berarti bahwa pemenuhan hak dan kewajiban para pihak tergantung pada tindakan nyata yang dilakukan oleh mereka. Oleh karena itu, penting bagi pihak-pihak yang terlibat untuk memahami dengan jelas dan menyepakati tindakan nyata atau riil yang harus dilakukan dalam perjanjian tersebut.

Selain itu, ada beberapa hal yang perlu diperhatikan dalam pembuatan perjanjian riil, seperti menentukan jenis perjanjian yang tepat, menentukan tindakan nyata atau riil yang harus dilakukan oleh para pihak, menentukan waktu dan tempat tindakan nyata tersebut dilakukan, dan menentukan sanksi atau konsekuensi apabila salah satu pihak tidak memenuhi tindakan nyata atau riil yang telah disepakati.

Dalam melakukan perjanjian riil, perlu juga diperhatikan bahwa tindakan nyata atau riil yang dilakukan oleh pihak-pihak yang terlibat harus sesuai dengan ketentuan hukum yang berlaku. Oleh karena itu, disarankan untuk mendapatkan bantuan dari ahli hukum dalam pembuatan dan pelaksanaan perjanjian riil untuk menghindari terjadinya masalah atau sengketa di kemudian hari.

Secara keseluruhan, perjanjian riil merupakan bentuk perjanjian yang penting dalam dunia hukum karena melibatkan tindakan nyata atau riil dari pihak-pihak yang terlibat. Dalam melakukan perjanjian riil, perlu diperhatikan jenis perjanjian yang tepat, tindakan nyata atau riil yang harus dilakukan, serta ketentuan hukum yang berlaku.

Syarat Perjanjian Riil

Perjanjian riil merupakan salah satu bentuk perjanjian yang sangat penting dalam dunia hukum. Namun, untuk memastikan keabsahan dan keberlakuan perjanjian riil tersebut, terdapat beberapa syarat yang harus dipenuhi oleh para pihak yang terlibat. Berikut adalah beberapa syarat perjanjian riil:

1. Adanya Tindakan Riil yang Dilakukan oleh Para Pihak

Syarat pertama dalam perjanjian riil adalah adanya tindakan riil yang dilakukan oleh para pihak yang terlibat. Tindakan riil tersebut harus sesuai dengan jenis perjanjian yang dibuat, dan harus dilakukan secara sadar dan sukarela oleh para pihak. Contohnya, dalam perjanjian jual beli, tindakan riil yang harus dilakukan adalah penyerahan barang yang dijual.

2. Kesepakatan antara Para Pihak

Syarat kedua dalam perjanjian riil adalah adanya kesepakatan antara para pihak yang terlibat. Kesepakatan tersebut harus dilakukan dengan penuh kesadaran dan tanpa adanya unsur paksaan atau kekerasan. Para pihak juga harus sepakat mengenai semua hal yang terkait dengan perjanjian tersebut, seperti harga, jumlah barang, waktu pelaksanaan, dan lain sebagainya.

3. Objek Perjanjian Riil

Syarat ketiga adalah adanya objek perjanjian riil yang jelas dan dapat ditentukan. Objek tersebut harus memiliki nilai ekonomi, dan dapat diserahkan secara riil dari satu pihak ke pihak lainnya. Contohnya, dalam perjanjian jual beli, objek perjanjian adalah barang yang dijual.

4. Kepentingan Sah

Syarat keempat adalah adanya kepentingan yang sah dari masing-masing pihak yang terlibat. Artinya, perjanjian tersebut tidak bertentangan dengan hukum, kesusilaan, dan ketertiban umum.

5. Kedewasaan Para Pihak

Syarat terakhir adalah kedewasaan para pihak yang terlibat. Jika perjanjian melibatkan pihak yang belum dewasa atau orang yang belum memiliki kapasitas hukum, maka perjanjian tersebut tidak sah dan tidak berlaku.

Dalam melakukan perjanjian riil, para pihak juga harus memastikan bahwa perjanjian tersebut dibuat secara tertulis dan sesuai dengan ketentuan hukum yang berlaku. Oleh karena itu, disarankan untuk mendapatkan bantuan dari ahli hukum dalam pembuatan dan pelaksanaan perjanjian riil untuk menghindari terjadinya masalah atau sengketa di kemudian hari.

Asas Perjanjian Riil

Asas perjanjian riil adalah suatu prinsip dalam hukum yang menentukan bahwa keberlakuan suatu perjanjian bergantung pada adanya tindakan riil yang dilakukan oleh para pihak. Artinya, perjanjian tersebut tidak hanya bersifat verbal atau tertulis saja, melainkan juga harus diikuti dengan tindakan nyata yang menunjukkan adanya kesepakatan antara para pihak.

1. Keberlakuan Suatu Perjanjian Bergantung Pada Adanya Tindakan Riil yang Dilakukan oleh Para Pihak

Asas perjanjian riil menegaskan bahwa suatu perjanjian hanya berlaku jika ada tindakan riil yang dilakukan oleh para pihak yang menunjukkan adanya kesepakatan antara mereka. Tindakan riil ini bisa berupa tindakan fisik seperti penyerahan barang atau tindakan non-fisik seperti melakukan pembayaran atau menandatangani dokumen. Dengan adanya tindakan riil, perjanjian tersebut akan memiliki kekuatan hukum dan menjadi dasar bagi para pihak untuk meminta perlindungan hukum.

2. Tindakan Riil yang Dilakukan Harus Sesuai dengan Jenis Perjanjian yang Dibuat

Tindakan riil yang dilakukan oleh para pihak harus sesuai dengan jenis perjanjian yang dibuat. Misalnya, jika perjanjian yang dibuat adalah perjanjian jual beli, tindakan riil yang harus dilakukan adalah penyerahan barang yang dijual. Sedangkan jika perjanjian yang dibuat adalah perjanjian sewa menyewa, tindakan riil yang harus dilakukan adalah penyerahan kunci dan pembayaran uang sewa. Dengan melakukan tindakan riil yang sesuai, maka para pihak telah menunjukkan adanya kesepakatan yang jelas dan terukur.

3. Kesepakatan antara Para Pihak Harus Dilakukan Secara Sadar dan Sukarela, Tanpa Adanya Unsur Paksaan atau Kekerasan

Asas perjanjian riil juga menuntut adanya kesepakatan yang dilakukan secara sadar dan sukarela oleh para pihak. Artinya, tidak ada unsur paksaan atau kekerasan yang memaksa salah satu pihak untuk menyetujui perjanjian. Jika terdapat unsur paksaan atau kekerasan, maka perjanjian tersebut tidak akan sah dan tidak memiliki kekuatan hukum.

4. Para Pihak Harus Sepakat Mengenai semua Hal yang Terkait dengan Perjanjian Tersebut

Dalam perjanjian riil, para pihak harus sepakat mengenai semua hal yang terkait dengan perjanjian tersebut. Misalnya, harga, jumlah barang atau jasa, waktu pelaksanaan, dan lain sebagainya. Kesepakatan ini harus dilakukan dengan jelas dan terukur sehingga tidak menimbulkan perbedaan tafsir atau sengketa di kemudian hari.

Dokumen tertulis hanya merupakan bukti adanya kesepakatan antara para pihak, sedangkan keberlakuan perjanjian tetap bergantung pada adanya tindakan riil yang dilakukan oleh para pihak.

Meskipun ada dokumen tertulis, keberlakuan perjanjian tetap bergantung pada adanya tindakan riil yang dilakukan oleh para pihak. Dokumen tersebut hanya berfungsi sebagai bukti dan acuan mengenai kesepakatan antara para pihak. Jika terdapat perbedaan antara dokumen tertulis dan tindakan riil yang dilakukan oleh para pihak, maka yang diutamakan adalah tindakan riil tersebut.

Contoh Perjanjian Riil

Berikut adalah 5 contoh perjanjian riil :

1. Contoh Surat Hutang Piutang 1

2. Contoh Surat Hutang Piutang 2

3. Contoh Surat Hutang Piutang 3

4. Contoh Surat Perjanjian Penitipan Barang

5. Contoh Surat Perjanjian Penitipan Uang

Itulah 5 contoh perjanjian riil yang umum dijumpai dalam kehidupan sehari-hari. Pada dasarnya, semua perjanjian riil harus memenuhi syarat-syarat yang telah ditentukan dan dilakukan dengan asas-asas yang sesuai agar sah dan berlaku di mata hukum.

Demikianlah penjelasan mengenai perjanjian riil. Seperti yang telah dijelaskan sebelumnya, perjanjian riil merupakan jenis perjanjian yang mengharuskan adanya penyerahan atau pemindahan suatu barang atau jasa secara fisik sebagai syarat sahnya perjanjian.

Dalam penutup ini, perlu diingatkan bahwa dalam membuat perjanjian riil, pihak yang terlibat harus memperhatikan hal-hal yang menjadi syarat sahnya perjanjian, seperti objek perjanjian, harga, dan penyerahan barang atau jasa. Selain itu, perjanjian riil juga dapat dilakukan dengan cara penyerahan melalui pihak ketiga yang dipercayakan oleh kedua belah pihak.

Semoga penjelasan ini bermanfaat bagi pembaca dalam memahami lebih lanjut mengenai perjanjian riil. Penting bagi pihak yang terlibat untuk memahami syarat-syarat yang harus dipenuhi dalam membuat perjanjian riil untuk menghindari terjadinya sengketa di kemudian hari. Terima kasih atas perhatiannya.