Daftar isi
Suku Jawa memiliki kebudayaan yang beragam. Salah satu di antaranya adalah seni tari. Tari Bedhaya yang paling populer dan masif diajarkan. Berikut ini pembahasan mengenai tari bedhaya.
Bedhaya merupakan tarian yang tidak hanya dipertunjukkan sebagai hiburan, tetapi juga dipertunjukkan untuk hal-hal khusus dalam suasana yang sangat formal.
Tarian Bedhaya menggambarkan hubungan Kangjeng Ratu Kidul dengan Raja Mataram. Semuanya tercermin dari gerakan tangan dan bagian tubuh, cara menggendong anak cucu. Semua kata yang tertera dalam lirik tembang (lagu) diceritakan Kangjeng Ratu Kidul kepada raja.
Tarian ini bermula saat Sultan Agung memerintah Kesultanan Mataram dari tahun 1613 hingga 1645. Suatu ketika Sultan Agung melakukan ritual meditasi, Sultan Agung dikejutkan oleh suara dengung yang datang dari langit.
Kemudian beliau memanggil pengawalnya dan menceritakan apa yang telah terjadi. Karena kejadian ini, Sultan Agung dipercaya diilhami tarian Bedhaya Ketawang.
Ada teori lain yang menyebutkan bahwa Sultan Agung bertemu Ratu Kencanasari atau Kangjeng Ratu Kidul, Panembahan Senapati dalam pertapaannya, dan menjadi sahabat mereka yang kemudian menjadi pelopor tarian tersebut.
Pada tahun 1755, setelah perjanjian Giyanti mencapai kesepakatan, tanah Kesultanan Mataram dibagi antara Pakubuwana III dan Hamengkubuwana I. Selain pembagian wilayah, dalam perjanjian tersebut juga termasuk pembagian warisan budaya.
Akhirnya tari Bedhaya Ketawang ini dipersembahkan ke kasunanan Surakarta, dalam perkembangannya, tari ini kemudian disampaikan pada saat penobatan dan peringatan tahta Surakarta.
Kostum yang digunakan oleh penari Bedhaya Ketawang adalah dodot ageng atau yang juga dikenal dengan basahan, biasanya digunakan oleh pengantin wanita Jawa.
Penari juga menggunakan gelung bokor mengkurep, yaitu gelungan yang berukuran lebih besar daripada gelungan gaya Yogyakarta.
Selain itu, para penari mengenakan berbagai aksesoris perhiasan, antara lain centhung, garudha mungkur, sisir jeram saajar, mentul cundhuk, dan tiba dhadha (rangkaian bunga melati yang dikenakan di gelungan yang memanjang hingga dada bagian kanan).
Kostum penari Bedhaya Ketawang sangat mirip dengan gaun pengantin Jawa, dan sebagian besar berwarna hijau, yang menunjukkan bahwa Bedhaya Ketawang adalah tarian yang menggambarkan kisah cinta Kangjeng Ratu Kidul dan Raja Mataram.
Gending atau musik yang dipakai untuk mengiringi Bedhaya Ketawang disebut Gending Ketawang Gedhe yang bernada pelog.
Seperti tarian pada umumnya, musik berasal dari gamelan yang membawakan gending, terdiri dari lima jenis, yaitu kethuk, kenong, kendhang, gong, dan kemanak.
Saat mengiringi langkah penari mundur ke Dalem Ageng Prabasuyasa (Dalem Ageng Prabasuyasa), Gamelan akan memainkan alat musik iringan berupa rebab, gender, gambang, dan suling. Semua ini dilakukan untuk meningkatkan keharmonisan suasana.
Menurut kepercayaan masyarakat setempat, setiap tarian Bedhaya dibawakan, dan diyakini Kangjeng Ratu Kidul akan ikut serta dalam upacara dan menari sebagai penari penggenap (tarian selalu dilakukan dalam jumlah ganjil).
Sebagai tarian sakral, penari harus memenuhi beberapa syarat. Syarat utamanya penari haruslah seorang gadis yang suci dan tidak sedang menstruasi.
Persyaratan berikutnya adalah kemurnian batin yang harus melakukan puasa sebelum mementaskan tarian ini.
Kesucian para penari sangat penting, karena konon katanya, saat latihan berlangsung, Kangjeng Ratu Kidul akan datang menghampiri para penari jika gerakannya masih salah.