Daftar isi
Membahas tentang keberagaman budaya di Indonesia sepertinya tidak akan ada habisnya. Setiap daerah memiliki budayanya yang unik dan berbeda dengan tempat lainnya. Kali ini kita akan membahas tentang Tari Laweut yakni sebuah seni tari tradisional yang datang dari Aceh.
Tari Laweut merupakan salah satu bentuk kebudayaan tanah rencong yaitu Nanggroe Aceh Darussalam. Tepatnya tarian ini berasal dari salah satu kabupaten di Aceh yakni Kabupaten Aceh. Tarian ini disebut juga dengan nama tari Seudati yang artinya perempuan. Diberi nama demikian karena tarian ini dipentaskan oleh sekelompok wanita yang umumnya berjumlah 9 orang.
Meskipun lebih sering dipentaskan oleh oleh kaum wanita namun tarian ini juga bisa dipentaskan oleh kaum laki-laki. Hanya saja dalam pertunjukannya laki-laki dan perempuan yang bukan mahramnya tidak boleh bersatu karena hal tersebut dilarang dalam ajaran Islam. Sebagaimana mayoritas penduduk Aceh adalah muslim.
Dalam satu kelompok tari laweut biasanya akan diisi oleh 8 orang penari dan dua orang sebagai penyanyi. Diantara penari-penari tersebut ada satu orang yang ditunjuk sebagai pemimpin gerakan tari yang disebut dengan nama “Syekh”.
Sedangkan nama Laweut sendiri berasal dari kata “Sholawat”. Seni tari ini memang diiringi oleh shalawat kepada junjungan nabi besar Muhammad. Tarian ini biasanya dipentaskan di pesantren dan juga oleh para istri dari pejuang pada masa penjajahan.
Awal kemunculan tari laweut hingga kini belum diketahui pasti siapa pencetusnya. Namun tarian ini dipastikan sudah hadir sejak masa pendudukan Hindia-Belanda. Orang-orang yang pertama menarikan tarian ini adalah mereka yang berada di pesantren. Tarian ini dijadikan sebagai seni penghiburan mereka di malam hari dan juga untuk dipersembahan kepada para raja dan bangsawan di Aceh.
Tak hanya menjadi hiburan semata, masyarakat Aceh juga kerap mengadakan perlombaan tari laweut. Dimana sistem perlombaannya yaitu dengan cara dua kelompok tari laweut saling berhadapan. Kelompok yang memiliki ragam gerakan unik, kompak, serta syair yang indah adalah yang akan menjadi pemenangnya.
Pada masa penjajahan Belanda masyarakat masih bisa menikmati tarian ini. Namun nasib tersebut berubah ketika Indonesia jatuh ke tangan Jepang. Tari laweut dan hal-hal berbau kebudayaan Indonesia lainnya dihapuskan.
Setelah Indonesia merdeka tahun 1945 barulah tarian ini kembali muncul bahkan hadir dalam setiap acara Pekan Kebudayaan Aceh. Nama tarian ini kemudian diubah dari tari Seudati Inong menjadi Tari Laweut ketika PKA II berlangsung yaitu pada tahun 1972. Saat ini tari laweut telah mendapat perhatian dari pemerintah Indonesia hingga akhirnya masuk sebagai Warisan Budaya Tak Benda Indonesia (WBTB) pada tahun 2016.
Sebagian besar kebudayaan tari yang berasal dari Aceh tidak pernah lepas dari ajaran Islam. Termasuk dalam setiap gerakan yang terkandung dalam seni tari baik tari laweut maupun tarian adat Aceh lainnya. Pada dasarnya fungsi dari tari laweut sama dengan tarian adat lainnya yaitu untuk mensyiarkan agama Islam dan juga mengingatkan orang lain untuk terus berbuat kebaikan.
Gerakan yang terdapat dalam tari tradisional laweut tak hanya mementingkan nilai estetika melainkan nilai-nilai moral lainnya. Di dalam gerakannya terkandung makna keagamaan, pendidikan, kesopanan, kesantunan, kemanusiaan, keharmonisan dan kerja sama.
Gerakan dasar yang ada dalam tarian laweut yaitu gerakan melompat, memetik jari, menepuk paha, menghentakkan kaki, melangkah. Lebih spesifiknya gerakan-gerakan tari laweut dibagi menjadi beberapa bagian yaitu
Properti merupakan segala sesuatu yang diperlukan dan disiapkan sebelum tarian dipentaskan. Properti yang harus disiapkan untuk tari laweut diantaranya adalah:
Pada umumnya sebuah tarian akan diiringi oleh musik untuk menambah kesan dramatis setiap gerakan. Namun tari laweut tidak membutuhkan hal tersebut. Musik yang mengiri tari adat ini berasal dari gerakan-gerakan tarian dan juga syair-syair yang dinyanyikan selama pertunjukkan.
Pola lantai adalah setiap gerakan yang membentuk pola selama pementasan. Dalam pentas tari laweut pemain menerapkan pola lantai berbanjar hal ini terlihat ketika penari memasuki panggung yaitu membentuk barisan menghadap ke penonton. Ada pula pola lainnya yaitu pola segi empat dan juga pola melingkar.
Dari uraian diatas dapat ditarik kesimpulan bahwa tari laweut merupakan sebuah tarian adat yang berkembang di wilayah Kabupaten Pidie, Aceh. Pencipta tarian ini masih menjadi tanda tanya hingga saat ini namun dapat dipastikan tari laweut sudah ada sejak zaman penjajahan Belanda. Tari laweut biasanya dipentaskan oleh 8 orang wanita maupun laki-laki dengan satu orang sebagai syekh dan juga satu orang lagi sebagai penyanyi.
Tarian yang berisikan pujian kepada nabi Muhammad ini sempat mengalami perubahan nama dari tari Seudati Inong menjadi Tari Laweut pada tahun 1972. Kata “laweut” diambil dari “shalawat” yang menjadi isi syair pengiring tarian ini. Tari laweut pada mulanya dijadikan sebagai hiburan di pesantren dan juga untuk petinggi kerajaan.
Nilai-nilai yang terkandung dalam setiap gerakannya adalah tentang nilai moral, kemanusiaa juga keagamaan. Oleh sebab itu tarian ini juga berfungsi sebagai media dakwah agama Islam. Tari yang gerakan pokoknya yaitu gerakan-gerakan ceria seperti melompat dan menepuk paha ini terbagi ke dalam lima tahapan yakni salem, saman, likok, kisan, dan ekstra.