Daftar isi
Thaharah atau bersuci adalah kewajiban yang harus dilakukan sebelum mengerjakan beberapa ibadah tertentu. Misalnya sholat, maka diantara syarat sah sholat seseorang harus suci dari hadats kecil dan hadats besar. Untuk itu seseorang harus melakukan thaharah yakni dengan berwudhu atau mandi besar.
Adakalanya seseorang dihadapkan pada suatu keadaan dimana air untuk wudhu atau mandi besar tidak dapat dan sulit ditemukan. Atau keadaan dimana seseorang tidak dapat bersentuhan dengan air, ketika sakit misalnya. Maka Allah telah menetapkan syariat tayamum sebagai alternatif akan keadaan tersebut.
Tayamum (تيمم) adalah ibadah thaharah atau bersuci dengan menggunakan debu atau tanah sebagai pengganti wudhu dan mandi besar yang dilakukan karena keadaan darurat seperti kesulitan air atau sakit yang menyebabkan seseorang tidak bisa bersentuhan dengan air.
Dalam bahasa Arab, secara bahasa, tayammum diartikan sebagai al-Qhasdu (القَصْدُ) yang berarti sengaja atau bermaksud, yakni bersengaja menggunakan tanah atau debu untuk mengusap wajah dan dua telapak tangan disertai niat, sehingga dengannya seseorang diperkenankan mengerjakan shalat dan ibadah yang semisalnya. (Fathul Bari, 1/539)
Sedangkan dalam istilah syari’at pengertian tayamum menurut beberapa ulama’ adalah:
Dalam kitab Ihkamu al-Ahkam, Ibnu Daqiq al-‘Id menerangkan bahwa tayamum disyariatkan sejak tahun ke 6 Hijriyah, yakni ketika pasukan muslim pulang dari perang al-Muraisi’ atau perang Bani Mustaliq.
Saat itu terjadi peristiwa yang dikenal sebagai perisriwa Hadistul Ifk. Ketika ‘Aisyah Rodhiyallahu ‘anha tertinggal rombongan pasukan karena mencari kalungnya yang jatuh sehingga Rasulullah memerintahkan pasukannya untuk kembali dan mencari ‘Aisyah. Dalam perjalanan mencari ‘Aisyah masuk waktu sholat ashar akan tetapi pasukan tidak dapat menemukan air untuk berwudhu’ sehingga kemudian turunlah ayat yang mensyariatkan tayamum, yakni QS. Al-Maidah ayat 6
وَإِن كُنتُم مَّرۡضَىٰٓ أَوۡ عَلَىٰ سَفَرٍ أَوۡ جَآءَ أَحَدٞ مِّنكُم مِّنَ ٱلۡغَآئِطِ أَوۡ لَٰمَسۡتُمُ ٱلنِّسَآءَ فَلَمۡ تَجِدُواْ مَآءٗ فَتَيَمَّمُواْ صَعِيدٗا طَيِّبٗا فَٱمۡسَحُواْ بِوُجُوهِكُمۡ وَأَيۡدِيكُم مِّنۡهُۚ مَا يُرِيدُ ٱللَّهُ لِيَجۡعَلَ عَلَيۡكُم مِّنۡ حَرَجٖ وَلَٰكِن يُرِيدُ لِيُطَهِّرَكُمۡ وَلِيُتِمَّ نِعۡمَتَهُۥ عَلَيۡكُمۡ لَعَلَّكُمۡ تَشۡكُرُونَ
“Apabila kalian sakit atau sedang dalam bepergian (safar) atau salah seorang dari kalian datang dari tempat buang air besar (selesai buang hajat) atau kalian menyentuh wanita (jima’) sedangkan kalian tidak mendapatkan air, maka bertayammumlah dengan tanah/debu yang baik (suci), (dengan cara) usapkanlah debu itu ke wajah dan tangan kalian. Allah tidak menginginkan untuk menjadikan keberatan atas kalian di dalam menjalankan syariat Agama ini, akan tetapi Allah ingin menyucikan kalian dan menyempurnakan nikmat-Nya atas kalian. Semoga dengan begitu kalian mau bersyukur.” (al-Maidah: 6)
Syaikh Salim bin Sumair Al-Hadhrami Asy-Syafi’i menjelaskan bahwa ada 10 syarat tayamum, yakni:
Tata cara tayamum telah Rasulullah shollallahu ‘alaihi was sallam jelaskan dalam sebuah hadits yang disampaikan oleh ‘Ammar bin Yasir rodhiyallahu ‘anhu. Dari hadits tersebut dapat disimpulkan bahwa tata cara tayamum adalah sebagai berikut:
Beberapa dalil tentang tayamun adalah sebagai berikut:
Dalil tayamum dari Al Qur’an adalah firman Allah dalam QS. Al Maidah : 6
وَإِنْ كُنْتُمْ مَرْضَى أَوْ عَلَى سَفَرٍ أَوْ جَاءَ أَحَدٌ مِنْكُمْ مِنَ الْغَائِطِ أَوْ لَامَسْتُمُ النِّسَاءَ فَلَمْ تَجِدُوا مَاءً فَتَيَمَّمُوا صَعِيدًا طَيِّبًا فَامْسَحُوا بِوُجُوهِكُمْ وَأَيْدِيكُمْ مِنْهُ
“Dan jika kamu sakit atau dalam perjalanan atau kembali dari tempat buang air atau berhubungan badan dengan perempuan, lalu kamu tidak memperoleh air, maka bertayammumlah dengan permukaan bumi yang baik (bersih); sapulah mukamu dan tanganmu dengan tanah itu”.
Dari As-Sunnah dalil tayamum adalah sabda Rasulullah shollallahu ‘alaihi wassallam dari sahabat Hudzaifah Ibnul Yaman rodhiyallahu ‘anhu,
وَجُعِلَتْ تُرْبَتُهَا لَنَا طَهُورًا إِذَا لَمْ نَجِدِ الْمَاءَ
“Dijadikan bagi kami (ummat Nabi Muhammad shollallahu ‘alaihi was sallam ) permukaan bumi sebagai thohur/sesuatu yang digunakan untuk besuci (tayammum) jika kami tidak menjumpai air”.
Adapun hal-hal yang membatalkan tayamum adalah sebagaimana hal-hal yang membatalkan wudhu. Selain itu, apabila setelah tayamum seseorang mendapati air maka tayamum juga batal sehingga seseorang wajib berwudhu dengan air tersebut untuk mensucikannya dari hadats