Edukasi

4 Tokoh Filsafat Islam dan Pemikirannya

√ Edu Passed Pass education quality & scientific checked by advisor, read our quality control guidelance for more info

Di dalam sejarah, islam memiliki tokoh-tokoh filsafat yang hidupnya dipengaruhi oleh lingkungan dan juga kebudayaan yang berbeda, juga suasana yang berbeda sehingga dapat memengaruhi setiap tokoh filsafat.

Pemikiran-pemikiran tokoh filsafat tersebut, dapat memengaruhi lingkungan juga suasana terhadap jalan pikiran yang dimilikinya. Hal tersebut, berperan penting dalam keberhasilan islam sendiri yang sesuai dengan prinsip juga keadaan lingkungan masyarakat.

Pemikiran-pemikiran tokoh filsafat ini dapat memengaruhi perkembangan keilmuan islam juga dunia secara universal. Berikut tokoh filsafat islam dan pemikiran yang dimilikinnya.

1. Al-Kindi

Lahir dari keluarga kaya dan terhormat pada tahun 185 H di Kufah. Al-Kindi mengalami masa pemerintahan lima kalifah Bani Abbas. Al-Kindi berpindah dari Kufah menuju Basrah untuk melanjutkan studinya. Kemudian pernah menetap ke Baghdad yang merupakan jantung kehidupan intelektual pada masa itu.

Pemikiran-pemikiran dari Al-Kindi yang dituangkan yaitu :

  • Talfiq

Al-Kindi memadukan (Talfiq) filsafat dan juga agama. Al-Kindi berpendapat bahwa filsafat merupakan pengetahuan yang benar. Umat islam diwajibkan untuk belajar teologi, sedangkan teologi bagian dari filsafat.

  • Jiwa

Jiwa menurut Al-Kindi merupakan sesuatu yang tidak tersusun, memiliki arti penting, mulia dan juga sempurna. Selain itu, jiwa bersifat Ilahiah, spiritual, dan terpisah juga berbeda dari tubuh.

Pendapat Al-Kindi ini, cenderung mengarah pada pemikiran Plato bukan Aristoteles. Al-Kindi berpendapat bahwa jiwa memiliki tiga daya, yaitu : daya bernafsu, daya berpikir, dan daya pemarah.

  • Moral

Al-Kindi berpendapat bahwa filsafat harus memperdalam pengetahuan manusia tentang diri dan seorang filosof hukuknya wajib menempuh kehidupan yang bersusila. Sebagai seorang filsuf, Al-Kindi prihatin dengan keadaan di mana syariat kurang menjamin perkembangan kepribadian secara wajar. Oleh karena itu, dalam akhlak dan juga moral Al-Kindi mengutamakan kaedah Socrates.

2. Al-Farabi

Memiliki nama asli Abu Nashr Ibn Muhammad Ibn Tarkhan Ibn Auzalagh. Al-Farabi mendapatkan nama ini berasalan dari nama kotanya yaitu kota Farah. Di mana beliau di lahirkan di kota tersebut pada tahun 257 H (870 M).

Setelah dewasa beliau meninggalkan negerinya dan pindah menunu Baghdad yang merupakan pusat dari ilmu pengetahuan juga pusat pemerintahan pada waktu itu, kemudian bertemu dengan Abu Bisyr bin Mattius.

Al-Farabi di kenal sebagai tokoh filsuf besar islam yang memiliki banyak keahlian dalam bidang ilmu keiomuan dan pemandangan ilmu filsafat sebagai bentuk utuh yang menyeluruh, dan dapat dikupas secara sempurna.

Pemikiran-pemikiran yang ditumpahkan dalam ilmu filsafat ini, yaitu :

  • Pemaduan filsafat

Ilmu filsafat ataupun pemikiran tentang filsafat sebelumnya dipadukan oleh Al-Farabi, seperti halnya pemikiran dari Aristoteles, Plato, dan juga Plotinus. Kemudian antara agama dan filsafat juga bagian dari perpaduan tersebut yang membuat Al-Farabi dijuluki sebagai filsuf sinkretisme yaitu Tokoh Filsafat yang percaya dengan kesatuan filsafat.

  • Jiwa

Pemikiran Al Farabi yang selanjutnya yaitu jiwa, yang dipengaruhi oleh tokoh-tokoh sebelumnya seperti Aristoteles, Plato, dan Plotinus. Jiwa bersifat ruhani bukan berwujud materi. Jiwa manusia disebut al-nafs al-nathiqah yang berasal dari alam ilahi.

Mengenai kekekalan jiwa, Al-Farabi membaginya menjadi jiwa Kholidaj dan jiwa Fana. Jiwa Kholidah merupakan jiwa yang mengetahui berbuat baik dan kebaikan, dan dapat melepaskan diri dari ikatan jasmani.

  • Politik

Pemikiran Al-Farabi yang tidak kalah penting dari pemikiran lainnya yaitu tentang politik. Al-Farabi memiliki karya tentang pemikiran politik dengan judul al-Siyasah al-Madiniyyah (Pemerintahan Politik) dan ara’ al-Madinah al-Fadhilah (Pendapat-pendapat tentang negara utama) dalam karya tersebut banyak dipengaruhi oleh pemikiran Plato, bahwa negara seperti bentuk tubuh manusia yang terdiri dari kepala juga bagian yang lainnya.

3. Ibnu Sina

memiliki nama lengkap Abu Ali Al-Husien ibn Abdillah ibn Ali ibn Sina. Beliau lahir di Afsyanah. Ibnu Sina memiliki kecerdasan yang luar biasa, sehingga ketika berumur 10 Tahun beliau sudah dapat menghafal Al-Quran. Pada saat beliau menginjak umur 16 tahun,beliau telah menguasai ilmu pengetahuan, fikih, ilmu ukur, ilmu hitung, filsafat, juga ilmu kedokteran pun dipelajari oleh Ibnu Sina sendiri.

Pemikiran Ibnu Sina, meliputi :

  • Tasawuf

Tasawuf menurut Ibnu Sina yaitu, tasawuf dimulai dari akal dan dibantu oleh hati. Dengan pancaran akal juga kebersihan yati, akal dapat menerima ma’rifah dan Al-fa’al.

Mengenai bersatunya Tuhan dan manusia yang berada dalam hati manusia, Ibnu Sina tidak terima dengan pemahaman tersebut, karena manusia tidak dapat langsung dengan Tuhannya, tetapi lewat perantara terlebih dahulu untuk menjaga kesucian Tuhan.

  • Kenabian

Teori kenabian dan kemukjizatan, Ibnu Sina membagi manusia menjadi tempat kelompok : mereka yang memiliki kecakaoan teoretisnya sudah mecapai ketingkat tinggi sempurna dan tidak membutuhkan guru sebangsa manusia.

Memiliki kesempurnaan daya intuitif tetapi lemah dalam daya imajinatif. Kemudian, orang yang memiliki daya teoretisnya sempurna tetapi tidak praktis. Terakhir yaitu orang yang mengungguli sesama dengan ketajaman daya praktis yang mereka miliki.

4. Al-Ghazali

Al-Ghazali memiliki nama panjang Abu Hamid bin Muhammad bin Ahmad Al-Ghazali. Lahir pada tahun 450 H di Tus yang merupakan kota kecil di Khurassan (Iran). Al-Ghazali pertama belajar agama yaitu di kota Tus, kemudian menuju ke Jurjan dan belajar dengan Imam Al-Juwaini yaitu di Naisabur.

Al-Ghazali menuju kota Mu’askar menemui Nidzam Al-mulk, beliau mendapatkan sebuah kehormatan sehingga tinggal di kota tersebut selama enam tahun dan diangkat sebagai guru di sekolah Nidzamah Bagdad.

Karya yang dimiliki oleh Al-Ghazali yaitu Ihya Ulumiddin yang memiliki arti menghidupkan ilmu-ilmu agama yang ditulisnya selama beberapa tahun dengan berpindah-pindah tempat.

Pikiran-pikiran yang dimiliki Al-Ghazali mengalami perkembangan selama hidupnya, sehingga sulit untuk mendeteksi kesatuan corak secara kelas yang terlihat dari sikap filosof terhadap aliran akidah pada saat masa tersebut. Al-Ghazali telah berhasil mencapai hakikat agama ya g belum dapat dicapai oleh orang-orang sebelumnya.