Pendidikan Agama

Aliran Qadariyah: Pengertian, Sejarah & Pemikirannya

√ Edu Passed Pass education quality & scientific checked by advisor, read our quality control guidelance for more info

Terdapat beberapa aliran dalam teologi Islam. Beberapa diantaranya yaitu Ahlussunah wal Jamaah, Jabariyah dan Qadariyah. Aliran Qadariyah banyak dibahas karena memiliki pandangan yang mengingkari ilmu dan takdir Allah SWT.

Apa itu Aliran Qadariyah

Qadariyah berasal dari kata dalam bahasa Arab yaitu, Qadara. Qadara artinya adalah kekuatan atau kemampuan.

Secara istilah, Qadariyah merupakan suatu aliran yang mempercayai bahwa segala tindakan yang dilakukan manusia berasal dari usaha dan kehendaknya sendiri.

Menurut aliran qadariyah, Tuhan tidak mengintervensi tindakan manusia, setiap orang adalah pencipta bagi segala perbuatannya.

Manusia memiliki kebebasan untuk memilih dalam hal baik dan buruk sebab tuhan telah menciptakan keduanya.

Jika manusia memilih untuk berbuat baik maka akan mendapatkan pahala karena telah menjalani kodrat yang yang sebaik-baiknya.

Kebebasan yang dimaksud dalam hal ini bukan kebebasan tak terbatas, melainkan kebebasan dalam determinisme. Dalam filsafat, qadariyah disebut paham indeterminisme yang menjadi kebalikan dari jabariah yaitu determinisme.

Aliran qadariyah merupakan aliran yang dominan atau condong kepada penggunaan akal pikiran. Qadariyah menganggap bahwa manusia memiliki kebebasan dan kekuatan untuk mewujudkan perbuatannya.

Banyak diterangkan dalam berbagai literasi yang membahas aliran Qadariyah menyatakan bahwa aliran qodariyah menolak takdir Allah dan menganggap Alquran adalah makhluk.

Aliran Qadariyah menganggap bahwa Allah tidak memiliki kemampuan untuk mengatur apa yang dilakukan oleh manusia dan menganggap semua hal yang dilakukan manusia adalah hasil dari ciptaan manusia tersebut sendiri.

Menurut Harun Nasution dalam bukunya Teologi Islam, aliran Qadariyah berasal dari pengertian bahwa manusia mempunyai kodrat atau kekuatan untuk melaksanakan kehendaknya akan tetapi bukan berarti manusia terpaksa tunduk pada kodrat Tuhan.

Kata Qadar sebagai asal dari qodariyah dipergunakan dengan maksud bahwa mereka mengakui Qadar digunakan untuk kebaikan dan keburukan pada hakekatnya kepada Allah SWT.

Sejarah Aliran Qadariyah

Qadariyah pertama kali dicetuskan oleh Ma’bad al-Juhani dari Irak dan Ghailan al-Dimasyqi dari Damaskus. Keduanya merupakan murid dari Hasan al-Basri.

Aliran Qadariyah muncul karena berbagai hal termasuk kondisi politik pada pemerintahan Bani Umayyah. Pemerintahan muawiyah bin Abi Sufyan dinilai tidak sama seperti kepemimpinan Khulafaur Rasyidin.

Qadariyah merupakan aliran yang muncul sebagai reaksi dari pemerintahan pendiri Bani Umayyah. Mu’awiyah dinilai dzalim selama memerintah. Tokoh dan masyarakat saat itu menganggap segala tindakan muawiyah adalah tanggung jawabnya sendiri, Allah tidak ikut campur.

Qadariyah merupakan reaksi intelektual yang menentang konsep qada dan qadar serta menolak konsep Jabariyah. Pemikiran tersebut kemudian tersebar ke berbagai daerah seperti Basrah dan Kufah.

Terdapat pendapat lain yang mengatakan bahwa aliran qodariyah dipelopori oleh seorang penduduk Irak.

Dalam perjalanannya, aliran qodariyah semakin punah namun pemikirannya menjadi embrio dari kelompok atau komunitas-komunitas lain.

Tokoh Pendiri Aliran Qadariyah

Tokoh pendiri pendiri aliran qodariyah yaitu Ma’bad al-Juhani dan Ghaylan al Dimasyqi. Kedua toko tersebut merupakan pelopor munculnya aliran Qadariyah pada masa pergantian kekhalifahan Khulafaur Rasyidin.

Ma’bad al Juhani adalah seorang tabiin yang lahir di Basrah dan wafat sekitar tahun 80 hijriyah atau 699 M. Ma’bad merupakan seorang ahli hadis.

Sementara Ghaylan al Dimasyqi, sesuai dengan namanya merupakan seorang yang berasal dari Damaskus dan wafat pada tahun 1005 H atau 722 M. Ghaylan dikenal ahli debat dan seorang orator.

Pemikiran Aliran Qadariyah

Pemikiran yang diyakini oleh aliran Qadariyah bahwa perbuatan perbuatan manusia bukan merupakan ciptaan atas kuasa Allah SWT melainkan hasil dari usaha manusia sendiri.

Kelompok Qadariyah mengingkari bahwa Allah telah mengetahui perbuatan-perbuatan manusia yang akan terjadi. Menganggap bahwa baik buruknya tindakan adalah kebebasan atas kemauan manusia.

Ghailan berpendapat bahwa manusia berkuasa atas perbuatan-perbuatannya.

Dalam hal melakukan perbuatan baik atau pun buruk, Qadariyah beranggapan manusia dengan kemampuan dan dayanya sendiri melakukan kehendak dan kekuasaannya untuk menjauhi baik dan buruk.

Dengan kata lain, aliran qadariyah menganggap bahwa manusia mempunyai kewenangan untuk melakukan segala tindakan atas kehendaknya baik perbuatan jahat ataupun buruk.

Jika melakukan kebaikan maka berhak mendapatkan pahala dan sebaliknya akan memperoleh hukuman jika melakukan kejahatan.

Qadariyah menafikan adanya intervensi Tuhan, seperti ijabahnya sebuah do’a. Aliran ini meniadakan do’a kepada Tuhan karena menganggap bahwa doa tidak mengubah apapun.

Pemikiran dalam Qadariyah mengutamakan ikhtiar atau hasil upaya akal dari manusia sendiri.

Perbedaan Aliran Qadariyah dan Jabariyah

Terdapat perbedaan antara aliran qodariyah dan jabariyah. Letak perbedaannya yaitu pada paham tentang posisi manusia dihadapan kehendak dan kuasa Allah SWT.

Aliran Jabariyah memandang bahwa manusia tunduk pada kehendak Tuhan. Sedangkan Qadariyah meyakini bahwa manusia bertindak dengan kemampuan dan keinginannya sendiri.

Jabariyah menganggap bahwa baik buruk semua hal yang dilakukan manusia adalah ketentuan dari Allah. Manusia hanyalah wayang yang segala tindakannya sudah di atur oleh Allah SWT.

Aliran Qadariyah percaya bahwa segala perbuatan baik dan buruk dilakukan manusia berdasarkan kemampuan dan kemauannya sendiri untuk mewujudkan segala tindakannya.

Dalam menyikapi berbagai masalah, aliran Qadariyah bersandar pada hasil usahanya sendiri dan tidak sama sakali menyerahkan urusan kepada Allah.

Sementara Jabariyah meyakini manusia tidak memiliki kuasa atas apapun yang terjadi dalam hidupnya, seperti nasib, rizki, jodoh dan ajal. Semua hal sudah ditentukan oleh Allah SWT.

Aliran Jabariyah sering mengabaikan usaha akal dan aturan dari amir (negara) karena menganggap semua hal adalah ketentuan dari Allah tanpa memperhatikan proses.

Sederhananya, aliran Jabariyah menyikapi takdir dan hanya bertawakal kepada Allah namun menafikan ikhtiar. Sedangkan aliran Qadariyah, menafikan takdir dan hanya melakukan ikhtiar dan menganggap tindakannya berasal dari dirinya sendiri jangan melupakan tawakal kepada Allah.