Marsda Anumerta lswahjoedi adalah seorang pahlawan nasional Republik Indonesia dan salah satu perintis TNI Angkatan Udara (AU) Indonesia bersama dengan Adi Soetjipto, Abdurrachman Saleh, dan Husein Sastranegara. Iswahyudi lahir pada 15 Juli 1981 di Surabaya, Jawa Timur.
Iswahyudi memulai pendidikannya di bangku sekolah dasar di HIS. Setelah lulus dari HIS atau sekolah dasar untuk pribumi, beliau melanjutkan sekolah menengah pertama di MULO. Selanjutnya, beliau melanjutkan sekolah menengah atasnya di AMS, Malang.
Setelah Lulus, Iswahyudi kemudian melanjutkan sekolahnya ke jenjang yang lebih tinggi, yaitu sekolah kedokteran yang berada di Surabaya, tepatnya di NIAS (Nederlandschi Indische Artsen School).
Namun selama menjalani proses belajarnya di sekolah kedokteran, ternyata Iswahyudi mulai tertarik dalam hal mengenai penerbangan.
Akhirnya beliau memutuskan untuk berhenti dari sekolah kedokterannya dan pada tahun 1941, Iswahyudi mengikuti pendidikan sekolah penerbangan Belanda, yaitu di Luchtvaart Opleiding School yang berada di Kalijati, Jawa Barat.
Setelah lulus, beliau berhasil memperoleh Brevet Militair Klein atau Lisensi Pilot Militer Junior. Pada tanggal 27 Maret 1944, Iswahyudi menikah dengan seorang wanita bernama Ny. Suwarti, putri dari seorang Asisten Wedena di Slawi, Kabupaten Tegal.
Suwarti adalah adik dari seorang pejuang dan juga seniman terkenal R. Iskak. Iswahyudi dan Suwarti bertemu pada tahun 1943 di sebuah permainan tenis yang ada di Surabaya. Hingga kecelakaan yang menyebabkan hilangnya iswahyudi pada tahun 1947, pasangan ini belum dikaruniai anak.
Pada tahun 1942, ancaman perang dari Jepang terhadap Belanda yang menguasai Indonesia mengakibatkan Pemerintah Hindia Belanda memindahkan siswa-siswa sekolah penerbang dan lulusan terbaik dari akademi militer untuk dipindahkan ke Adelaide, Australia, termasuk Iswahyudi.
Saat di Australia, Iswahyudi dan siswa lulusan terbaik lainnya menjalani pendidikan serta menjalani misi lebih lanjut. Namun Iswahyudi tidak merasa luas selama berada di Australia.
Setahun kemudian, beliau berhasil melarikan diri dan kembali ke Indonesia dengan menggunakan perahu karet. Iswahyudi sempat ditahan di Surabaya, tetapi kemudian beliau justru diangkat menjadi pegawai Kota praja Surabaya.
Iswahyudi merupakan pahlawan Indonesia yang ikut berjuang dalam mempertahankan kemerdekaan Indonesia setelah terjadinya Proklamasi.
Beliau turut membantu warga Surabaya dalam mempertahankan kota. Beliau juga ikut serta dalam pengambilalihan kantor-kantor pemerintah dari tangan Jepang.
Iswahyudi lalu bergabung dalam angkatan udara republik Indonesia, bahkan pernah menjabat sebagai Komandan Pangkalan Udara Gadut di Bukit Tinggi.
Beliau juga membantu mengamankan pesawat serta senjata Jepang yang telah dibawa ke Tanjung Perak. Lalu, Iswahyudi bergabung dengan pasukan tentara keamanan rakyat jawatan penerbangan yang berada di Yogyakarta.
Mulai pada 1 Januari 1946, berdasarkan instruksi Adi Sucipto, komodor udara Indonesia, Iswahyudi dan rekannya Iman Suwongso sudah mampu terbang sendiri. Tidak hanya itu, pada tanggal 7 Februari di tahun yang sama, Iswahyudi dan Iman diangkat sebagai pengajar.
Dan pada tanggal 23 April 1946, Iswahyudi dipilih sebagai salah satu dari tiga pilot yang akan mengawal dua perwira senior, yaitu komodor Udara Suryadi Suryadarma dan Mayor Jenderal Sudibyo. Beliau mengawal mereka untuk berunding dengan sekutu tentang pengembalian tawanan perang.
Iswahyudi juga pernah dipilih sebagai wakil AURI dalam Komandemen Tentara Sumatra. Beliau membuka hubungan dengan negara lain untuk mencari senjata dan bantuan lain yang diperlukan dalam berjuang mempertahankan kemerdekaan Indonesia dengan penuh bahaya dan risiko yang akan dihadapinya.
Lalu pada Desember 1947, Iswahyudi dan Komodor Udara Halim Perdanakusuma terbang ke Bangkok menggunakan pesawat Avro Anson.
Kepergian mereka guna membuat kesepakatan dengan pedagang senjata Singapura serta membangun hubungan dengan pejabat pemerintah Singapura dan Thailand.
Iswahyudi juga pernah menjalankan tugas negara dengan berangkat ke Bangkok dan Singapura bersama Abdul Halim Perdanakusumah.
Pada awal tahun 1947, Iswahyudi diangkat menjadi Komandan Landasan Udara (Lanud) Maospati Madiun dengan dibantu oleh Wiweko Seopono dan Nurtanio.
Namun pada 14 Desember 1947, Iswahyudi meninggal ketika sedang dalam perjalanan pulang ke Indonesia setelah menjalankan tugas negara.
Pesawat Avron Anson RI-003 yang diterbangkan oleh Iswahyudi tertembak sehingga mengalami kegagalan struktur atau kerusakan pada mesin. Hal tersebut menyebabkan pesawat terjatuh dan hancur di Tanjung Hantu, Malaysia.
Namun Jenazahnya tidak ditemukan hingga saat ini, sehingga jasad Iswahyudi dimakamkan di Luhut, Malaysia. Namun sebagai bentuk penghargaan pangkat keduanya dinaikkan menjadi Komodor Muda Udara Anumetra yang saat ini disebut Marsekal Pertama Anumetra.
Pada tahun 1975, makam beliau dipindahkan ke Taman Makam Pahlawan Kalibata karena perjuangannya untuk republik Indonesia hingga detik-detik terakhirnya di dunia.
Pada 10 November 1960, pemerintah Indonesia mengabadikan nama Iswahyudi dengan mengganti nama landasan udara (Lanud) Maospati di Madiun menjadi Lanud Iswahyudi.
Tidak hanya itu, pemerintah juga mengganti nama jalan menjadi Jalan Marsda TNI (Anumerta) Iswahyudi, yang dulunya merupakan Jalan Raya Madiun-Solo sepanjang 8,6 Kilo Meter yang berada di dua kabupaten, yakni Kabupaten Magetan dan Kabupaten Madiun.
Pada 9 Agustus 1975, untuk mengenang jasanya kepada republik Indonesia, Iswahyudi dianugerahi gelar Pahlawan Nasional Indonesia berdasarkan Surat Keppres RI No. 063/TK/1975.