Biografi Pangeran Antasari Singkat

√ Edu Passed Pass quality & scientific checked by advisor, read our quality control guidelance for more info

Pangeran Antasari adalah salah satu putera terbaik Indonesia yang berasal dari Kalimantan Selatan dan memperoleh gelar Pahlawan Nasional berdasarkan SK Presiden Republik Indonesia Nomor 06/TK/Tahun 1968 Tanggal 27 Maret 1968.

Pangeran Antasari

Pangeran Antasari lahir dari pasangan Pangeran Masohot dan Gusti Hadijah pada tahun 1809 dan merupakan anggota keluarga Kesultanan Banjarmasin yang dibesarkan di luar lingkungan Istana.

Kisah tentang perjuangannya bertahan hidup di luar lingkungan istana tidak banyak diketahui orang.

Para ahli sejarah menyatakan, nama Pangeran Antasari baru dikenal orang ketika muncul gerakan Muning yang menjadi salah satu latar belakang berkecamuknya Perang Banjar tahun 1859-1905.

Menurut Belanda, gerakan Muning yang terjadi pada tahun 1859 merupakan gerakan yang konon diorganisir oleh Pangeran Hidayat dan Pangeran Antasari.  

Muning sendiri merupakan suatu daerah yang terdapat di sepanjang sungai Muning, Benua Empat.

Gerakan Muning disebut-sebut sebagai sebuah gerakan yang lebih berbahaya dari gerakan Jalil di Benua Lima karena gerakan ini bertujuan menyatukan gerakan-gerakan rakyat di Benua Lima, Barito, Margasari, Martapura, dan Tanah Laut.  

Selain itu, gerakan yang digawangi oleh Pangeran Antasari ini juga ditujukan untuk menyerang tambang-tambang batu arang milik Belanda di Pangaron dan Banyu Irang dan menduduki kota Kerajaan Martapura.

Bahkan, seorang misionaris Kristen Belanda terbunuh akibat gerakan ini.  

Dapat dikatakan bahwa Gerakan Muning merupakan gerakan perlawanan rakyat terhadap pendudukan Belanda.

Gerakan ini pulalah yang akhirnya membuat Belanda memberlakukan keadaan perang dan mendatangkan pasukan dari Pulau Jawa di bawah kepemimpinan Kolonel Andersen.

Tanggal 18 April 1859, Perang Banjar meletus. Perang untuk mengusir pendudukan Belanda dari wilayah kerajaan Banjarmasin ini dipimpin oleh Pangeran Antasari.

Pada bulan Mei 1859, pasukan Pangeran Antasari berhasil menduduki seluruh wilayah Martapura.

Namun hal ini tidak berlangsung lama karena pada tanggal 13 Juni 1859, Martapura berhasil diduduki kembali oleh Belanda.

Dikuasainya kembali Martapura oleh Belanda tidak terlepas dari hasil perundingan antara utusan Belanda yaitu Pangeran Syarif Husin dan Mangkubumi Pangeran Hidayat.

Selain itu, keluarnya Pangeran Antasari  beserta pasukannya dari wilayah Martapura juga mempermudah Belanda menguasai kembali Martapura.  

Pangeran Antasari beserta pasukannya kemudian mundur ke Amutai  di Benua Lima setelah wilayah Martapura dibersihkan oleh Belanda.

Di sini, Pangeran Antasari memerintahkan tangan tangannya yang bernama Gusti Napis mendirikan benteng serta rintangan untuk menahan laju pasukan Belanda.

Di tengah upayanya untuk menyusun kekuatan di Amutai, Benua Lima, Pangeran Antasari terlibat pertikaian sikap dengan Pangeran Hidayat.

Keadaan ini menyebabkan Pangeran Antasari beserta pasukannya harus memindahkan kekuatannya ke daerah Dusun Atas.

Perlawanan terhadap pendudukan Belanda pun berlangsung di daerah Dayak.

Melihat gigihnya perlawanan rakyat terhadap pendudukan Belanda di bawah kepemimpinan Pangeran Antasari, Belanda berupaya untuk melakukan perundingan namun ditolak Pangeran Antasari.

Tidak hanya itu, Belanda juga berupaya untuk menangkap Pangeran Antasari dengan cara licik yakni membujuk Tumenggung Suropati agar mau mengkhianati, menangkap, dan menyerahkan Pangeran Antasari kepada Belanda.

Terakhir, yang paling ekstrim adalah Belanda menghargai kepala Pangeran Antasari sebesar 5000 gulden hingga 10000 gulden bagi siapapun yang dapat menangkap Pangeran Antasari.

Cara ini ditempuh Belanda setelah beberapa kali Belanda mengalami kekalahan besar akibat perlawanan yang diberikan Pangeran Antasari beserta pasukannya.  

Tanggal 22 Februari 1860, benteng di Lalay berhasil dikuasai Belanda. Pangeran Antasari dan pasukannya kemudian mundur ke pedalaman.

Bulan Juli 1860, Pangeran Antasari turun melalui Sungai Ayu dan tiba di antara Karau dan membuat benteng di Ringkan Kattan.

Namun, benteng inipun kemudian jatuh ke tangan Belanda pada tanggal 19 Agustus 1860 dan Pangeran Antasari mundur kea rah Tabalong.

Keadaan pasukan yang mulai kekuarangan uang, pangan, dan persenjataan membuat perlawanan Pangeran Antasari mulai menurun.  

Tahun 1861, Pangeran Antasari tinggal di daerah Dusun Atas dan mendirikan benteng di gunung Tongka. Belanda pun berupaya menyerang Pangeran Antasari di daerah ini namun mengalami kegagalan.

Pada rahun 1862, Pangeran Antasari berencana  melakukan penyerangan besar-besaran terhadap Belanda. Namun, wabah cacar yang melanda daerah Kalimantan Selatan memupuskan rencana tersebut.  

Pangeran Antasari pun terkena wabah cacar dan meninggal pada tanggal 11 Oktober 1862 di Bayan Begak, Kalimantan Selatan. Kemudian, ia dimakamkan di Banjarmasin.  

fbWhatsappTwitterLinkedIn