Ya, nama Syekh Nawawi Al-Bantani Nawawi Al Bantani sudah tidak asing lagi di telinga kita. Hampir semua orang di negeri ini tahu, terkhusus masyarakat pesantren. Syekh Nawawi Al-Bantani merupakan salah satu ulama tersohor pada abad ke-19M yang berasal dari Banten, Indonesia.
Ia mendapat julukan Sayyid Ulama Al-Hijaz, Al Imam Al Muhaqqiqnwa Al-Fahhamah Al- Mudaqqiq. Dengan tingginya ilmu yang dimiliki, bahkan ia pernah ditunjuk sebagai Imam Besar Masjidil haram menggantikan Syekh Khatib Al Minangkabawi. Karya-karya Syekh Nawawi Al-Bantani terdiri atas kitab Fiqh, tauhid, tasawuf, tafsir, hingga hadist.
Kelahiran
Syekh Nawawi Al-Bantani lahir pada tahun 1230 H/1814 M di Desa Tanara, Kecamatan Tirtayasa, banten. Ia lahir dengan nama Muhammad Nawawi. Ditinjau dari silsilahnya, ia berasal dari keturunan orang besar dan berpengaruh (Samsul Munir, 2009).
Ia merupakan keturunan ke-12 dari Sunan Gunung Jati, salah seorang pejuang dan penyebar Islam di Pulau Jawa. Ayahnya bernama KH. Umar yang merupakan seorang ulama di Desa Tanara, yang memimpin sebuah masjid dan pendidikan Islam (sekarang seperti pesantren).
Tidak hanya mendapatkan nasab istimewa dari sang ayah. Syekh Nawawi Al-Bantani juga memiliki nasab yang mulia dari sang ibu. Jika diruntut hingga keatas, silsilahnya akan sampai hingga Kasultanan Banten dan Sunan Gunung Jati.
Keluarga
Syekh Nawawi Al-Bantani memiliki 6 orang saudara. Ia adalah anak pertama dari pasangan KH. Umar dan Nyai Zubaidah. Keenam saudaranya tersebut sesuai urutannya, adalah Ahmad Syihabuddin, Tamim, Said, Abdullah, Syakilah, dan Syahriah.
Jadi, pasangan KH. Umar dan Nyai Zubaidah memiliki 7 orang anak yang diantaranya adalah lima anak berjenis kelamin laki-laki dan dua anak perempuan.
Pendidikan
Pendidikan Syekh Nawawi Al-Bantani didapat dari ayahnya sendiri. Sejak usia 5 tahun, ia sudah mendapat bimbingan dan pengajaran dari ayahnya. Tiga tahun ia berguru, kemudian pergi bersama Tamim dan Ahmad ke Haji Sahal. Selesai berguru pada Haji Sahal mereka berguru pada Raden Haji Yusuf, seorang ulama terkenal di daerah Purwakarta.
Saat berusia 15 tahun, Syekh Nawawi Al-Bantani berangkat haji ke tanah suci Makkah. Selepas berhaji ia tidak langsung pulang. Ia memilih untuk singgah selama tiga tahun di Makkah untuk mencari ilmu.
Setelah itu ia kembali ke tanah air. Namun dikarenakan kondisi Indonesia yang sulit akibat penjajahan Belanda, ia memilih untuk kembali lagi ke Makkah dan berguru kepada banyak ulama.
Pengabdian di Kota Suci Makkah
Selama belajar di Makkah ada banyak ulama yang tercatat pernah menjadi guru Syekh Nawawi Al-Bantani. Diantaranya:
Syekh Nawawi belajar di Makkah selama tiga puluh tahun, sejak tahun 1830 hingga 1860M. Satu dari sekian alasannya adalah menghindari tekanan dari pihak kolonial. Karena itu, dalam waktu 30 tahun ia belajar dengan tekun.
Lambat laun, berkat ketinggian ilmunya saat tinggal di Syi’ib ‘Ali, Makkah. Ia mengajar di halaman rumahnya. Awalnya Syekh Nawawi hanya memiliki murid puluhan. Hingga semakin hari semakin bertambah dan datang dari berbagai penjuru dunia. Jadilah Syekh Nawawi sebagai ulama yang terkenal dalam ilmu agama, terutama tentang tauhid, fiqh, tafsir, dan tasawuf.
Banyak gelar yang didapat oleh Syekh Nawawi Al-Bantani. Diantaranya adalah, Dokter Ketuhanan (gelar dari Snock Hourgronje), dan al-Imam wa al-Fahm al-Mudaqqiq. Sementara itu masyarakat Indonesia menjulukinya sebagai bapak kitab kuning Indonesia.
Hal itu karena ia lah yang banyak menulis kitab kuning yang saat ini dijadikan rujukan hampir di semua pesantren di Indonesia.