Daftar isi
Uji hipotesis merupakan rangkaian prosedur yang sistematik dan wajib diikuti oleh peneliti dalam menguji dugaan penelitian. Prosedur tersbut terdiri dari :
Yang bertujuan agar dapat dihitung statistik sampelnya (seperti: rata-rata, proporsi, dsb).
H0 : μ = a
Dimana a = statistik sampel (rata-rata, proporsi, varians, simpangan baku)
Perumusan dinyatakan dengan:
H0 : μ1 = μ2
Dimana 1 = rata-rata populasi 1 dan 2 = rata-rata populasi 2. Misalnya peneliti akan menguji perbedaan tinggi badan siswa SD negeri dan swasta.
Nilai α disebut juga kesalahan tipe 1 atau derajat kemaknaan atau siginificance level. Nilai ini harus dibuat saat merencanakan penelitian.
Untuk penelitian di bidang kesehatan umumnya menggunakan 0,05 dan 0,01. Nilai α digunakan untuk menentukan kriteria batas penolakan atau penerimaan hipotesis nol yang dinyatakan dalam bentuk luas area dalam kurva distribusi normal yaitu area di luar daerah penerimaan.
Daerah tersebut disebut juga daerah penolakan atau daerah kritis. Pada daerah ini juga terdapat peluang untuk terjadinya kesalahan (error) untuk menerima dan menolak hipotesis. Jadi sebenarnya nilai α ini menentukan apakah antara nilai statistik dengan parameter populasi benar-benar berbeda atau karena faktor kebetulan saja (chance factors).
Sebelum memilih metode statistik yang sesuai, maka perlu dilakukan uji kesesuaian distribusi, yang bertujuan untuk mengidentifikasi jenis distribusi statistik pada data, misalnya uji normalitas. Bila hasil uji statistik menunjukkan distribusi normal, maka uji statistik yang cocok adalah uji statistik parametrik. Sedangkan jika data menunjukkan tidak terdistribusi normal, maka uji statistik menggunakan statistik non parametrik.
Untuk menolak atau menerima hipotesis dapat menggunakan metode berikut:
Seperti dijelaskan di atas, uji hipotesis tidak bertujuan untuk membuktikan kebenaran hipotesis namun hanya memutuskan apakah hipotesis ditolak atau diterima. Misalnya: uji hipotesa dalam penelitian adalah tidak terdapat hubungan antara sikap dengan perilaku safety driving.
Kesimpulan dari penelitian tidak membuktikan bahwa sikap berhubungan dengan perilaku safety driving, namun kesimpulannya adalah menolak hipotesis yang menyatakan tidak ada hubungan antara safety driving dengan sikap.