Seni

Dadaisme: Pengertian, Sejarah, Ciri dan Tokoh

√ Edu Passed Pass education quality & scientific checked by advisor, read our quality control guidelance for more info

Apa Itu Dadaisme?

Dalam karya seni, ada banyak aliran yang menjadi ciri khas senimannya, salah satunya adalah dadaisme. Aliran dadaisme merupakan aliran yang menonjolkan sisi kritis dan pesan-pesan perjuangan anti peperangan dalam setiap karyanya.

Dadaisme berasal dari kata ‘dada’ yang ada di kamus bahasa Jerman-Prancis. Kata ini memiliki arti ‘mainan berkuda’ dalam bahasa Prancis dan memiliki arti ‘selamat tinggal’ pada bahasa Jerman.

Gerakan yang ada di dalam aliran ini, mencoba untuk membantah nilai keindahan yang pada saat itu merujuk pada kelompok borjuis.

Hal ini dirasa penting untuk dikritisi, karena kaum borjuis yang hidup dalam keindahan dan kemewahan ini adalah orang-orang yang paling bertanggung jawab dalam meletusnya perang dunia.

Karya seni yang memiliki aliran dadaisme biasanya memuat pesan sosial berupa sindiran yang tesirat, ungkapan provokatif maupun komedi satir terhadap realitas yang terjadi.

Hans Richter menyebut, dadaisme bukanlah seni, tetapi ia adalah sebuah bentuk ‘anti seni’ yang eksistensinya digunakan untuk melawan dan menyuarakan anti kekerasan dan anti peperangan.

Dalam membuat karyanya, seniman yang menganut dadaisme banyak menggunakan tema yang cukup mengerikan dan jauh dari standar keindahan sebuah seni.

Karya mereka memiliki sisi mistis yang menyeramkan, juga ada sedikit sentuhan kekanak-kanakan yang naif, tetapi memiliki makna yang sangat menyentuh.

Aliran ini berbentuk sastra (puisi, pertunjukkan seni, teori seni), seni visual (patung, kolase, lukisan, fotografi, instalasi) dan seni teater.

Sejarah Dadaisme

Dadaisme muncul di wilayah Zurich, Swiss pada masa Perang Dunia I, yakni di tahun 1916 – 1920. Saat itu, Swiss merupakan negara netral yang tidak terlibat perang, namun wilayahnya dijadikan tempat pengungsian yang aman.

Dalam pengungsian tersebut, terdapat beberapa seniman dan budayawan penting pada masanya dari berbagai daerah. Mereka adalah Alsatia Jean Arp., Hugo Ball, Richard Huelsenbeck, Marcel Janco dan Tristan Tzara.

Para seniman dan budayawan tersebut, berkumpul dan mendirikan sebuah kabaret bernama Cabaret Voltaire di dalam bar Meierei.

Kabaret ini menjadikan bar Meierei sebagai sebuah pusat hiburan artistik dan menjadi tempat perkumpulan para seniman yang mengungsi dari situasi perang.

Dalam bar tersebut, para pelukis, penyair, penyanyi, penari, pemain drama dari berbagai negara, dibebaskan untuk menampilkan karya atau pertunjukkan mereka masing-masing, sebagai reaksi dari betapa mengerikannya perang dunia pertama di masa itu.

Ketika perang dunia terjadi semakin panas, pertunjukkan seni yang ditampilkan cabaret voltaire semakin anarkis, kritis dan liar. Di tengah gejolak politik yang melanda, para seniman mencoba untuk mendefinisikan arti seni dengan konsep ‘anti seni’.

Mereka mencoba berkreasi dengan objek-objek yang mudah ditemukan dan menyulapnya menjadi karya yang berisi humor satir dan penuh omong kosong, sebagai bentuk protes akan peperangan.

Di saat ini lah dadaisme muncul dan berkembang ke seluruh bentuk karya seni dan sastra. Para penganut dadaisme membenci pengklasifikasian seni yang menyebut sesuatu yang estetis sebagai sebuah ‘seni tinggi’.

Seni semacam itu, menurut mereka, merupakan seni yang disukai kaum menengah ke atas yang memiliki nilai estetika semu. Salah satu seniman dadaisme, Marcel Duchamp, menolak semua lukisan yang dibuat dengan tujuan memuaskan mata, bukan pikiran.                       

Dadaisme berfokus pada politik anti perang melalui penolakan terhadap seni kaum borjuis tersebut. Kegiatan para seniman yang beraliran ini ialah melakukan pertemuan umum, demonstrasi dan melakukan publikasi jurnal seni serta sastra.

Mulanya, para penganut dadaisme tidak menerima istilah dada yang tersemat pada mereka. Tanpa disangka, karya dari para tokohnya, seperti Marcel Duchamp, Francis Picabia dan lainnya menjadi sangat terkenal dan tersebar di seluruh Eropa.

Sementara itu, istilah dadaisme mulai berkembang pesat dan menjadi sebuah gerakan seni yang mendapat perhatian banyak orang pada awal 1920-an. Sejak itulah, gerakan dadaisme semakin berkembang pesat dan menjadi seni kontemporer terkenal.

Ciri-Ciri Dadaisme

Dadaisme merupakan seni yang menolak keindahan fisik. Maka, untuk mengetahui suatu karya termasuk dadaisme atau bukan, harus dilihat dari cirinya. Berikut ciri-ciri dadaisme:

  • Visualnya tampak tidak indah dan provokatif
  • Karyanya berbentuk imajinatif, tidak masuk akal, paradoks dan bertentangan dengan harmoni.
  • Mengandung kebebasan dan cenderung abstrak.
  • Menonjolkan sisi emosional dan terkadang irasional.
  • Karya yang dihasilkan dari spontanitas seniman.
  • Kritik anti perang yang dibalut komedi satir.
  • Menggunakan objek readymade, seperti gelas, toilet, sendok, yang dirangkai menjadi sebuah karya. Misalnya kolase, patung dan instalasi.

Tokoh – Tokoh Dadaisme  

1. Francis Picabia

Tokoh yang satu ini merupakan penggerak utama dalaam gerakan seni rupa dadaisme di Paris dan New York. Ia terkenal dengan sebutan ‘Papa Dada’ yang artinya ‘Bapak Dadaisme’.

Francis adalah temen dekat Marcel Duchamp, yang juga merupakan penggerak dadaime. Karya Francis terkenal dengan bentuknya yang rancu, menggunakan komik erotis, sparepart mesin, hingga lukisan berbasis teks yang merujuk pada seni konseptual.

2. Marcel Duchamp

Jika Francis dikenal dengan ‘Papa Dada’, maka Duchamp terkenal sebagai bapak dari seni konseptual. Dalam memandang sebuah karya seni, ia lebih mementingkan konsep yang diusung dibaliknya daripada hasil atau bentuk visualnya.

Konsep readymade yang terdapat pada dadaisme juga diawali oleh Duchamp. Selama ini seniman terkungkung pada konsep, bahwa mereka harus menciptakan seluruh elemen yang terdapat pada karyanya dari awal.

Hal ini ditentang Duchamp, ia membawa inovasi bahwa suatu karya tetap akan disebut seni jika menggunakan barang yang sudah tersedia dan menjadi objek sehari-hari.

3. Hannah Hoch

Hoch hadir di saat keberadaan seniman perempuan di masa itu dianggap tabu dan menjadi sebuah kelangkaan. Hoch gencar untuk terlibat dalam ranah kreatif dan aktif membahas masalah kesetaraan gender serta peran perempuan di masyarakat modern.

Seperti Duchamp, ia ahli meramu elemen visual yang telah tersedia, kemudian menggabungkannya menjadi sebuah karya yang memiliki ciri khas tinggi.

Sebagai seniman, ia sangat piawai dalam membuat kolase yang berasal dari berbagai bahan lain, hingga menjadi sebuah karya yang apik. Teknik kolase yang dimiliki Hoch menjadi primadona di antara para seniman dadaisme lainnya.