Manusia purba merupakan manusia pra sejarah yang hidup sebelum adanya tulisan. Penemuan manusia purba ini kerap disandingkan dengan teori evolusi milik Charles Darwin. Menurutnya, manusia itu memiliki nenek moyang yang sama.
Namun, seiring dengan waktu berjalan, terjadi banyak persebaran spesies manusia. Hal ini disebabkan karena faktor geografis. Manusia kemudian berevolusi dan tinggal dengan cara hidup masing-masing.
Penyebaran manusia purba ini dibuktikan dengan adanya penemuan fosil tengkorak. Penemuan fosil tengkorak umumnya ditemukan di gua-gua. Hal ini dikarenakan pada saat itu gua menjadi habitat manusia purba. Manusia purba tinggal secara nomaden atau berpindah-pindah sesuai dengan wilayah yang banyak sumber makanannya.
Selain itu, manusia purba juga tinggal di dekat sumber mata air seperti sungai. Hal ini dikarenakan pada air merupakan kebutuhan yang penting bagi manusia. Oleh karena itu banyak manusia purba yang tinggal di dekat sungai. Salah satu jenis dari manusia purba adalah Homo Rhodesiensis. Manusia purba jenis ini ditemukan di wilayah Afrika.
Homo Rhodesiensis merupakan manusia purba yang hidup di masa pra modern dan diperkirakan berusia 30.000 sampai 40.000 tahun. Saat ditemukan, tengkorak dari manusia purba ini tergolong lengkap yakni terdiri dari rahang, sakrum, tungkal serta tulang panggul. Manusia purba ini ditemukan pada tanggal 17 Juni tahun 1921 di sebuah gua yang berada di daerah Kawe, Zambia.
Saat ditemukan tengkorak fosil ini disebut dengan tengkorak Kawe karena ditemukan di daerah Kawe. Fosil ini pertama kali ditemukan oleh Tom Zwiglaar. Ia merupakan seorang petambang yang berasal dari Swiss. Ketika itu, ia sedang melakukan pekerjaannya yakni menambang di gua Broken Hill, Rhodesia atau Zimbabwe. Diperkirakan fosil manusia purba ini berasal dari zaman Megalitikum.
Manusia purba diperkirakan diawali dari wilayah Afrika Tengah menuju Afrika Selatan. Keberadaan manusia purba ini telah ada sejak tahun 60.000-50.000 tahun SM. Kemudian pada tahun 50.000 sampai 45.000 SM, manusia purba mulai menyebar ke berbagai negara termasuk Indonesia.
Namun, penyebaran manusia purba ini terhalang oleh keadaan bumi yang mengalami zaman es. Penyebaran ini dilanjutkan pada 35.000-30.000 SM ke daerah Mongolia hingga Eropa. Secara tidak langsung, manusia purba semakin banyak menempati wilayah di bumi.
Nama fosil manusia purba yang ditemukan di Zambia kemudian diberi nama Homo Rhodosiensis oleh Arthur Smith Woodward. Para ahli memperkirakan bahwa fosil manusia purba ini merupakan nenek moyang dari ras negroid yang berasal dari Afrika.
Menurut para ahli, penemuan fosil Homo Rhodesiensis di Zambia berasal dari masa pleiseton sekitar 300.000 sampai 125.000 tahun lalu. Akan tetapi, ada beberapa para ahli juga menyebutkan manusia purba dengan jenis Heidelbergensis yang ditemuman di wilayah Eurasia dan Afrika.
Tengkorak yang ditemukan di Gua Broken Hill diperkirakan merupakan tengkorak laki-laki. Meskipun begitu, hingg saat ini belum diketahui secara pasti jenis kelamin dari tengkorak manusia purba tersebut. Ada yang berpendapat bahwa Homo sapiens arcaicus dan Homo sapiens rhodesiensis merupakan nenek moyang dari Homo Rhodosiensis.
Namun, banyak ahli yang setuju dengan pendapat Homo rhodesiensis merupakan bagian dari anggota manusia purba jenis Homo heidelbergensis. Di mana rongga yang pertama kali ditemukan memiliki 10 gigi atas.
Dilansir dari nutcrackerman.com, Homo Rhodesiensis memiliki ciri-ciri seperti manusia purba pada umumnya. Di mana wajahnya berbentuk pipih dan masif serta memiliki alis yang besar dan bersatu melintasi hidung. Di belakang bagian tengkorak, terdapat panggungan besar serta langit-langit yang berukuran besar. Homo Rhodesiensis memiliki kapasitas otak yang setara dengan kapasitas manusia modern yakni 1.280 cc.
Sama seperti manusia purba lainnya, Homo Rhodesiensis hidup dengan cara berpindah-pindah. Umumnya, mereka ditemukan di gua-gua seperti penemuan tengkorak Homo Rhodesiensis di Zambia. Untuk dapat bertahan hidup, Homo Rhodesiensis akan berburu-buru hewan kemudian dikumpulkannya untuk diambil dagingnya dan dimakan. Tidak hanya daging, mereka juga mencari buah-buahan sebagai cadangan makanan.
Selain tinggal di gua, Homo Rhodesiensis juga tinggal di daerah yang berdekatan dengan wilayah sumber air seperti wilayah sungai. Mereka membutuhkan air untuk tetap hidup sehingga memilih tinggal dekat dengan sumber air. Air ini tidak hanya digunakan untuk minum melainkan juga untuk keperluan lainnya.
Tengkorak Homo Rhodesiensis yang pertama kali ditemukan di Gua Broken Hill, diletakkan di British Museum atau saat ini dinamakan dengan Museum Sejarah Alam London. Peletakan fosil bersejarah di Museum Alam London ini dikarenakan tempat ditemukannya Homo Rhodesiensis.
Ketika itu masuk ke dalam wilayah kompeni Inggris di Afrika Selatan. Selama tiga tahun lamanya, Rhodesia menjadi wilayah di bawah kompeni Inggris di Afrika Selatan hingga tahun 1964. Setelah itu, wilayah ini mendapatkan kemerdekaan.
Pada dasarnya bentuk manusia purba tidak jauh berbeda dengan ciri fisik manusia modern pada saat ini. Hanya saja terdapat beberapa perbedaan mencolok. Rata-rata manusia purba zaman dulu memiliki ciri fisik yang belum sempurna. Seperti kapasitas otak yang jauh lebih rendah serta postur tubuh yang besar.
Pada umumnya, ciri-ciri tubuh Homo Rhodesiensis sama seperti manusia purba pada umumnya. Homo Rhodesiensis memiliki bagian di infra hidung yang mendalam dengan batas pada bagian bukaan lateral narial lebih memanjang sampai pada bagian bawah.
Bentuk ini seperti gambaran pada gorila. Homo Rhodosiensis mempunyai tulang nasal yang lembut. Bagian tulang belakang hidup cenderung menonjol seperti pada manusia modern. Banyak yang berpendapat bahwa tulang tengkorak dari Homo Rhodesiensis memiliki kesamaan dengan tulang tengkorak manusia Neanderthal. Padahal keduanya bukan bersumber dari ras yang sama.
Berikut ini ciri-ciri yang terdapat pada fosil tengkorak Homo Rhodesiensis saat ditemukan.
Homo Rhodosiensis memiliki volume otak yang tergolong cukup besar. Bahkan volume otak pada manusia purba jenis ini setara dengan volume otak pada manusia modern yakni sekitar 1212 cm³. Volume otak lebih tinggi dibandingkan dengan volume otak Pithecanthropus Erectus. Pithecanthropus Erectus memiliki volume otak sekitar 900 cc. Selain itu, Homo Rhodesiensis juga memiliki dua puncak pada gigi geraham depan bagian bawah.
Homo Rhodesiensis memiliki tulang parietal yang membuat. Hal ini membuat tengkorak pada manusia purba ini terlihat seperti tong jika ditengok dari bagian belakang. Tulang parietal merupakan tulang pipih berada di kedua sisi kepala.
Posisinya ada di bagian belakang tulang depan dan memiliki dua buah tulang parietal atau sepasang. Tulang parietal kerap disebut juga dengan tulang ubun-ubung. Tangan pada Homo Rhodesiensis relatif panjang dengan tulang jari yang cenderung melengkung.
Memiliki kapasitas tengkorak sekitar 1250 sampai 1400 cc. Tulang tengkorak ini memiliki fungsi untuk melindungi bagian otak pada manusia purba. Kapasitas tengkorak pada manusia purba Homo rhodesiensis hampir sama dengan Homo neanderthalensis 400-1.500 cc.
Ada yang menyebutkan bahwa kedua jenis manusia purba ini masih satu nenek moyang. Bentuk tengkorak pada manusia umumnya lebih kecil dibandingkan dengan tengkorak pada manusia modern. Biasanya tengkorak kepala memiliki bentuk yang bulat.
Homo Rhodesiensis mempunyai bukaan hidung yang besar dengan orbit yang besar serta tinggi. Bukaan hidung merupakan lubang hidung tempat keluar masuknya saluran udara. Pada umumnya, manusia purba memiliki bukaan hidung yang panjang dan besar. Selain itu, bukaan hidung pada manusia purba cenderung tinggi. Berbeda dengan bukaan hidung pada manusia modern yang cenderung lebih kecil.