Daftar isi
Bagi umat muslim mungkin sudah sering mendengar tentang istilah i’tikaf atau mungkin sebagian dari kalian baru mengetahuinya. Agar mengenalnya lebih dalam ada baiknya kamu menyimak pembahasan segala hal mengenai i’tikaf di bawah ini.
I’tikaf adalah salah satu bentuk atau cara untuk mendekatkan diri kepada Tuhan yang Maha Esa yakni Allah. Dalam pandangan agama Islam, i’tikaf merupakan salah satu ibadah yang dilakukan di masjid sebagaimana pengertian secara terminologinya adalah “menetap di masjid”.
Hal-hal yang dilakukan ketika beri’tikaf adalah segala sesuatu yang menambah keimanan seperti mengaji, berdzikir, bersholawat, sholat dan lain sebagaimana.
Sebenarnya tidak ada ketentuan waktu kapan harus melakukan i’tikaf namun pada bulan sangat dianjurkan pada saat bulan Ramadhan terutama 10 hari terakhir.
Hukum asal beri’tikaf adalah sunnah yang artinya jika seseorang tersebut tidak melakukannya maka tidak akan mendapatkan apa-apa namun jika dikerjakan maka akan mendapat kebaikan dari Allah. Namun hukumnya bisa berubah menjadi wajib apabila seseorang tersebut sudah berjanji atau bernazar sebagaimana janji harus ditepati.
Adapun dalil-dalil mengenai i’tikaf adalah sebagai berikut
I’tikaf dimuat dalam Al Qur;an Surat Al Baqarah ayat 125 yang berbunyi:
وَعَهِدْنَا إِلَى إِبْرَاهِيمَ وَإِسْمَاعِيلَ أَنْ طَهِّرَا بَيْتِيَ لِلطَّائِفِينَ وَالْعَاكِفِينَ وَالرُّكَّعِ السُّجُود
Artinya: “Dan telah Kami perintahkan kepada Ibrahim dan Ismail: “Bersihkanlah rumah-Ku untuk orang-orang yang thawaf, yang i’tikaf, yang ruku’ dan yang sujud”. (QS. Al-Baqarah: 125)
اُحِلَّ لَكُمْ لَيْلَةَ الصِّيَامِ الرَّفَثُ اِلٰى نِسَاۤىِٕكُمْ ۗ هُنَّ لِبَاسٌ لَّكُمْ وَاَنْتُمْ لِبَاسٌ لَّهُنَّ ۗ عَلِمَ اللّٰهُ اَنَّكُمْ كُنْتُمْ تَخْتَانُوْنَ اَنْفُسَكُمْ فَتَابَ عَلَيْكُمْ وَعَفَا عَنْكُمْ ۚ فَالْـٰٔنَ بَاشِرُوْهُنَّ وَابْتَغُوْا مَا كَتَبَ اللّٰهُ لَكُمْ ۗ وَكُلُوْا وَاشْرَبُوْا حَتّٰى يَتَبَيَّنَ لَكُمُ الْخَيْطُ الْاَبْيَضُ مِنَ الْخَيْطِ الْاَسْوَدِ مِنَ الْفَجْرِۖ ثُمَّ اَتِمُّوا الصِّيَامَ اِلَى الَّيْلِۚ وَلَا تُبَاشِرُوْهُنَّ وَاَنْتُمْ عَاكِفُوْنَۙ فِى الْمَسٰجِدِ ۗ تِلْكَ حُدُوْدُ اللّٰهِ فَلَا تَقْرَبُوْهَاۗ كَذٰلِكَ يُبَيِّنُ اللّٰهُ اٰيٰتِهٖ لِلنَّاسِ لَعَلَّهُمْ يَتَّقُوْنَ
Artinya: “Dihalalkan bagimu pada malam hari puasa bercampur dengan istrimu. Mereka adalah pakaian bagimu, dan kamu adalah pakaian bagi mereka. Allah mengetahui bahwa kamu tidak dapat menahan dirimu sendiri, tetapi Dia menerima tobatmu dan memaafkan kamu. Maka sekarang campurilah mereka dan carilah apa yang telah ditetapkan Allah bagimu. Makan dan minumlah hingga jelas bagimu (perbedaan) antara benang putih dan benang hitam, yaitu fajar. Kemudian sempurnakanlah puasa sampai (datang) malam. Tetapi jangan kamu campuri mereka, ketika kamu beriktikaf dalam masjid. Itulah ketentuan Allah, maka janganlah kamu mendekatinya. Demikianlah Allah menerangkan ayat-ayat-Nya kepada manusia, agar mereka bertakwa”. (QS. Al Baqarah: 187).
Ibnu Hibban meriwayatkan sabda Rasulullah dalam hadistnya yakni yang berbunyi
مَنِ اعْتَكَفَ مَعِي فَلْيَعْتَكِفَ الْعَشْرَ الْأَوَاخِرَ
Yang artinya “Siapa yang ingin beri’tikaf bersamaku, maka beri’tikaflah pada sepuluh malam terakhir.” (HR Ibnu Hibban).
Hadits shahih lainnya yang menganjurkan untuk beri’tikaf adalah hadits Bukhari no 2026 dan Muslim no 1172 yang berbunyi
كَانَ يَعْتَكِفُ الْعَشْرَ الأَوَاخِرَ مِنْ رَمَضَانَ حَتَّى تَوَفَّاهُ اللَّهُ ، ثُمَّ اعْتَكَفَ أَزْوَاجُهُ مِنْ بَعْدِهِ
Artinya: “Biasanya (Nabi sallallahu alaihi wasallam) beri’tikaf pada sepuluh malam akhir Ramadhan sampai Allah wafatkan. Kemudian istri-istrinya beri’tikaf setelah itu.” (HR. Bukhari, no. 2026 dan Muslim, no. 1172).
Rukun adalah segala sesuatu yang harus ada dalam melakukan sesuatu yang apabila tertinggal maka sesuatu tersebut tidak sah atau batal. Untuk menjalankan amalan i’tikaf terdapat rukun yang harus dipenuhi yakni sebagai berikut.
Rukun pertama dalam i’tikaf yang harus dipenuhi adalah niat. Niat untuk beri’tikaf adalah sebagai berikut.
نَوَيْتُ أَنْ أَعْتَكِفَ فِي هَذَا الْمَسْجِدِ مَا دُمْتُ فِيهِ (“Nawaitu I’tikaf Lillahi Ta’ala”)
Artinya: “Saya berniat i’tikaf di masjid ini selama saya berada di dalamnya.”
Ketika sudah berada di dalam masjid dan meniatkan diri untuk beri’tikaf maka harus berdiam diri paling tidak dalam kurun waktu setara dengan ketika tuma’ninah sholat. Tidak ada batasan waktu berapa lama harus beri’tikaf namun semakin lama maka makin semakin baik.
I’tikaf adalah amalan menempatkan diri di dalam masjid maka ibadah ini dilakukan di dalam masjid. Namun dalam mazhab memperbolehkan i’tikaf di dalam rumah khususnya bagi kaum perempuan.
Orang yang hendak melakukan I’tikaf adalah yang beragama Islam, berakal dan suci dari hadas besar. Apabila orang tersebut tidak memenuhi syarat-syarat ini maka dianggap batal atau tidak sah.
Setelah mempelajari hal-hal yang harus dipenuhi agar i’tikaf sah atau diterima maka hal selanjutnya adalah menjaganya agar tidak batal. Berikut adalah hal-hal yang dapat membatalkan atau menjadikan i’tikaf tidak sah.
Berdasarkan surat Al Baqarah ayat 187 berhubungan suami istri dapat membatalkan i’tikaf.
Ketika beri’tikaf dianjurkan untuk beranjak dari masjid atau tempat duduk kecuali ada kepentingan atau uzur seperti buang hajat atau mengambil makanan di laur masjid. Selain daripada itu terutama tidak ada kepentingan mendesak maka i’tikaf dianggap batal dan harus diulang dari awal.
Selagi urusan dan kepentingan tersebut masih dapat ditunda maka sebaiknya ditunda sampai i’tikaf selesai.
Rukun untuk mengerjakan i’tikaf adalah suci dari hadas maka bagi perempuan yang sedang menjalankan ibadah ini lantas mengalami haid diharuskan untuk berhenti. I’tikaf bisa dilakukan kembali ketika tubuh sudah dalam keadaan bersih atau suci.
Jika kamu memiliki niatan untuk melakukan i’tikaf maka tata cara yang bisa kamu lakukan selama berdiam diri di masjid adalah sebagai berikut.
Meskipun termasuk ibadah sunnah namun i’tikaf dianjurkan oleh para ulama bahkan Rasulullah. Tentu karena i’tikaf memiliki keutamaan yakni sebagai berikut:
Malaikat akan berdoa kepada Allah subhanahu wata’ala untuk orang-orang yang mengerjakan i’tikaf. Malaikat akan memohon ampunan dan memohon keberkahan untuk mereka. Hal ini tercantum dalam HR. Imam Ahmad yang artinya “Tidaklah seseorang di antara kalian duduk menunggu salat, selama ia berada dalam keadaan suci, melainkan para malaikat akan mendoakannya, “Ya Allah, ampunilah ia. Ya Allah, sayangilah ia”.
Ketika beri’tikaf maka yang kita lakukan adalah berdiam diri di masjid dan mengisinya dengan berbagai hal yang mendekatkan diri kepada Allah. Dengan begitu maka iman orang tersebut akan semakin meningkat dan hubungganya dengan Allah akan semakin erat.
Sesuatu hal yang sunnah apabila dikerjakan maka akan mendapatkan pahala. Diriwayatkan dalam hadits Baihaqi Rasulullah berkata bahwa pahala orang yang beri’tikaf sama besarnya dengan pergi berhaji. Apabila i’tikaf dilakukan selama 10 hari terakhir bulan Ramadhan maka pahalanya lebih besar daripada itu yakni setara dengan dua kali haji dan dua kali umroh.
Dikatakan bahwa malam lailatul qadar adalah malam diturunkannya Al Qur’an sehingga malam tersebut adalah malam yang lebih baik dibandingkan dengan 1000 bulan. Tidak ada yang mengetahui secara pasti kapan malam ini akan datang namun para ulama mengatakan lailatul qadar datang di 10 hari terakhir Ramadhan.
Pada saat itulah umat muslim dianjurkan untuk meningkatkan ibadah mereka. Dengan beri’tikaf maka kesempatan untuk mendapatkan malam lailatul qadar akan semakin besar.