Daftar isi
Jangka sorong merupakan suatu alat ukur yang digunakan untuk mengukur ketebalan, panjang serta tinggi dari suatu benda atau objek. Biasanya kita akan menggunakan alat ukur jangka sorong ini saat kita sedang melakukan praktik di sekolah.
Pada materi kali ini kita akan membahas mengenai salah satu alat ukur ini yaitu jangka sorong. Mulai dari pengertian, fungsi, bagian, jenis, cara membaca hingga contoh soal dari jangka sorong ini.
Jangka sorong merupakan alat yang digunakan untuk mengukur panjang dan ketebalan dari benda atau objek dengan tingkat akurasi dan presisi yang sangat baik yaitu 0,05 mm. Jangka sorong ini umumnya digunakan untuk mengukur diamater dari suatu objek atau benda.
Jangka sorong sudah ada sejak jaman dahulu yaitu sejak jaman Yunani dan Romawi Kuno. namun, bentuk dari jangka sorong yang terdahulu memiliki perbedaan dari jangka sorong yang sekarang.
Bangsa Cina menggunakan jangka sorong juga pada saat era Dinasti Han sekitar 202 – 220 SM. Alat jangka sorong pada jaman tersebut dibuat dari bahan perunggu dan bertuliskan tanggal dari pembuatannya.
Pada jaman dahulu, selain digunakan untuk mengukur suatu benda, jangka sorong juga digunakan sebagai penunjuk arah pada bangsa Eropa. Orang yang pertama kali menemukan jangka sorong yaitu Pierre Vernier, seorang ahli teknik dari negara Prancis
Jangka sorong yang biasa kita gunakan untuk praktik di sekolah saat ini ditemukan di negara Perancis yaitu pada tahun 1600-an. Pierre lah yang menciptakan mengani skala yang diberi nama skala vernier atau skala nonius.
Skala nonius ini adalah skala yang terdapat di jangka sorong. Penggunaan dari skala nonius ini sudah banyak digunakan oleh kebanyakan orang yang sudah hidup sejak sebelum adab ke 19.
Skala nonius tersebut ditemukan oleh seseorang yang berkebangsaan Spanyol yang bernama Dedron Nunes. Namun, pada awal abad ke 19, seorang berkebangsaan Perancis menguba nama skala tersebut kembali menjadi skala vernier.
Jangka sorong modern yang sering kita gunakan pada saat praktik disekolah pertama kali diproduksi pada tahun 1851 oleh Joseph Brown. Hingga saat ini alat ukur jangka sorong telah berkembang dan digunakan oleh kalangan siswa di sekolah sekolah.
Jangka sorong jenis analog atau manual biasanya digunakan di dalam praktikum pada sekolahan. Cara menggunakan alat ukur jangka sorong jenis analog ini yaitu secara manual, sehingga membutuhkan ketelitian yang lebih tinggi.
Untuk mengetahui hasil pengukuran dari jangka sorong analog atau manual ini kita harus menghitungnya terlebih dahulu.
Jangka sorong jenis digital ini adalah perkembangan dari jangka sorong analog atau manual. Jangka sorong digital jarang ditemui di dalam praktik di sekolah. Jenis jangka sorong ini memiliki layar yang dapat muncul nilai dari benda atau objek yang kita ukur tanpa harus menghitung terlebih dahulu.
Jangka sorong digital ini dari segi harga, lebih mahal daripada jangka sorong analog atau manual. Dengan menggunakan jangka sorong digital ini memudahkan kita dalam mengukur suatu benda atau objek.
Jangka sorong jenis ketinggian ini memiliki fungsi untuk mengukur suatu ketinggian. Alat ukur jangka sorong ketinggian ini dilengkapi dengan rahang ukur yang bergerak secara vertikal pada batang berskala yang tegak lurus dengan landasannya.
Permukaan rahang ukur jangka sorong ketinggian ini dibuat sejajar dengan alas sehingga garis ukur akan tegak lurus dengan permukaan diatas mana landasan diletakkan. Di dalam pemakaian jangka sorong jenis ini, memerlukan permukaan rata sebagai acuannya.
Jangka sorong jenis arloji ini adalah jangka sorong yang pembacaannya menggunakan jarum ukuran analog yang kemudian ditempelkan pada bagian muka. Jangka sorong ini menggunakan jam ukur sebagai pengganti dari skala nonius di dalam menginterpolasikan posisi garis indeks terhadap skala batang ukur.
Contoh 1
Hitunglah hasil dari pengukurannya!
Penyelesaian:
Pada skala utama menunjukkan 58 mm
Pada skala nonius menunjukkan 5 x 0,1 = 0,5 mm
Hasil dari pengukuran = 58 mm+ 0,5 mm
= 58,5 mm
= 5,85 cm.
Contoh 2
Jangka sorong dengan ketelitian sebesar 0,02 mm. Hitunglah hasil dari pengukurannya!
Penyelesaian:
Hasil pengukuran = angka nominal (A) + angka desimal (B)
Angka nominal = 9 garis (1 garis = 1 mm)
Angka desimal = 13 garis (1 garis = 0,02 mm)
Hasil pengukuran = (9 x 1 mm) + (13 x 0,02 mm)
= 9 mm + 0,26 mm
= 9,26 mm