Daftar isi
Tembang macapat terdiri dari 11 jenis tembang yang masing-masingnya memiliki makna, watak, dan struktur atau aturan yang berbeda satu sama lain.
Setiap tembang macapat pada dasarnya menggambarkan fase-fase kehidupan manusia sejak ia masih berada di dalam rahim hingga saat ia meninggal dan siap dikuburkan. Untuk lebih jelasnya, mari disimak uraian berikut ini:
Tembang macapat maskumambang berasal dari kata mas yang berarti emas dan kata kumambang yang berarti mengambang. Emas dalam hal ini dimaknakan sebagai sesuatu yang sangat berharga, yaitu anak.
Dan kumambang menggambarkan kehidupan anak sebagai janin yang masih dalam rahim ibunya. Dengan kata lain, makna tembang maskumambang menggambarkan perjalanan hidup manusia yang masih berupa janin dalam rahim seorang ibu.
Watak atau sifat dari tembang maskumambang adalah:
Paugeran atau struktur tembang maskumambang adalah 12i – 6a – 8i – 8o, yang artinya tembang maskumambang terdiri dari 4 gatra atau baris/larik pada tiap baitnya dengan aturan sebagai berikut:
Contoh tembang maskumambang:
Wong tan manut pitutur wong tuwa ugi
Ha nemu duraka
Ing donya tumekeng akhir
Tan wurung kasurang-surang
Artinya:
Orang yang tidak menurut perkataan orang tua
Dan senantiasa durhaka
Di dunia hingga akhirnya
Akan senantiasa tersia-sia
Tembang mijil menggambarkan benih atau biji yang terlahir ke dunia. Tembang ini bermakna kehadiran seorang bayi ke dunia yang melambangkan awal perjalanan hidup seorang manusia.
Watak dari tembang mijil adalah:
Paugeran atau struktur tembang mijil adalah 10i – 6o – 10e – 10i – 6i – 6a, berarti mijil terdiri dari 6 gatra atau baris/larik untuk setiap baitnya dengan aturan sebagai berikut:
Contoh tembang mijil:
Dedalanne guna lawan sekti
Kudu andhap asor
Wani ngalah dhuwur wekasane
Tumungkula yen dipundukanni
Ruruh sarwa wasis
Samubarangipun
Artinya:
Jalan untuk mendapatkan ilmu dan kekuatan
Harus rendah hati
Berani mengalah tinggi akhirnya
Menerimalah jika diberi nasehat
Sabar serta pandai
Dalam hal apa saja
Tembang kinanthi memiliki watak sebagai berikut:
Tembang kinanthi merupakan salah satu jenis tembang macapat yang menggambarkan kehidupan seorang anak yang masih membutuhkan tuntunan. Kata kinanthi sendiri berasal dari kata kanthi yang artinya menuntun.
Paugeran atau struktur dari tembang kinanthi terdiri dari 6 gatra atau baris pada tiap baitnya dengan aturan 8u – 8i – 8a – 8i – 8a – 8i, yakni:
Contoh tembang kinanthi:
Padha gulangen ing kalbu
Ing sasmita amrip lantip
Aja pijer mangan nendra
Ing kaprawiran den kaesthi
Pesunen sarinira
Sudanen dhahar lan guling
Artinya:
Latihlah di dalam hati
Dalam suara hati agar menjadi cerdas
Jangan hanya makan dan tidur
Turutilah jiwa ksatria
Kendalikanlah anggota tubuh
Kurangilah makan dan minum
Sinom melambangkan tunas atau sesuatu yang mulai tumbuh dan bersemi. Dalam perjalanan hidup manusia, tembang sinom menandakan seseorang memasuki masa remaja dan mulai tumbuh dewasa.
Watak dari tembang sinom adalah:
Adapun paugeran atau struktur tembang sinom yaitu 8a – 8i – 8a – 8i – 7i – 8u -7a – 8i – 12a, yang menandakan tembang sinom terdiri dari 9 baris pada tiap baitnya dengan aturan tiap barisnya sebagai berikut:
Contoh tembang sinom:
Amenangi jaman edan
Ewuh aya ing pambudi
Melu edan nora tahan
Yen tan melu anglakoni
Boya keduman melik
Kaliren wekasannipun
Dilalah kersa Allah
Begja-begjane kang lali
Luwih begja kang eling lawan waspada
Artinya:
Bertemu dengan zaman gila
Sulit dalam pikiran
lkut gila tiada tertahan
Jika tidak ikut menjalani
Tidak akan mendapat bagian apa-apa
Kelaparan pada akhirnya
Untungnya kehendak Allah
Sebaik-baiknya orang yang lupa
Lebih beruntung yang selalu ingat dan waspada
Asmaradana berasal dari kata asmara yang memiliki makna cinta kasih. Tembang ini menggambarkan fase perjalanan hidup manusia yang tengah merasakan gejolak asmara.
Perasaan asmara atau cinta kasih itu tidaklah terbatas pada cinta kepada sesama manusia saja, melainkan juga rasa cinta kepada Sang Pencipta maupun alam semesta.
Watak dari tembang asmaradana:
Paugeran atau struktur dari tembang asmaradana adalah 8i – 8a – 8e – 7a – 8a – 8u – 8a. Tembang asmaradana terdiri dari 7 gatra/baris untuk tiap baitnya dengan ketentuan sebagai berikut:
Contoh tembang asmaradana:
Lumrah tumrap wong ngaurip
Dumunung sadhengah papan
Tan ngrasa cukup butuhe
Ngenteni rejeki tiba
Lamun tanpa makarya
Sengara bisa kepthuk
Kang mangkono bundhelana
Artinya:
Wajar bagi orang yang menjalani kehidupan
Dimanapun dia berada
Tidak merasa cukup akan kebutuhannya
Menunggu datangnya rezeki
Tapi tidak berkerja
Bagaimana bisa bertemu rezeki
Yang demikian itu, maka ingatlah
Gambuh merupakan tembang macapat yang memiliki makna menyambungkan atau menghubungkan. Dalam fase kehidupan manusia, tembang gambuh melambangkan seseorang yang telah menemukan belahan jiwanya dan kemudian bersama-sama membina mahligai rumah tangga melalui perkawinan.
Watak dari tembang gambuh adalah:
Tembang gambuh cocok digunakan untuk memberi nasehat atau petuah yang tidak terlalu serius.
Tembang gambuh memiliki struktur atau paugeran 7u – 10u – 12i – 8u – 8o, yang artinya bahwa tembang gambuh terdiri dari 5 gatra atau baris untuk tiap baitnya dimana masing-masing baris memiliki ketentuan sebagai berikut:
Contoh tembang gambuh:
Rasaning tyas kayungyung,
Angayomi lukitaning kalbu,
Gambir wana kalawan hening ing ati,
Kabekta kudu pinutur,
Sumingkiringreh tyas mirong.
Artinya:
Keinginan dari rasanya hati,
Memberi perlindungan rasa nyaman di hati,
Melahirkan perasaan yang hening di dalam hati,
Karena harus memberikan nasihat,
Agar dapat menyingkap hal-hal yang salah.
Dhandhanggula melambangkan manisnya kehidupan manusia. Kata dhandhanggula berasal dari kata “gegadhangan” yang bermakna harapan atau cita-cita dan kata “gula” yang berarti sesuatu yang manis.
Tembang dhandhanggula merupakan gambaran fase kehidupan sepasang manusia yang telah mendapatkan impian atau meraih harapannya serta merasakan kebahagiaan hidup setelah sebelumnya melewati berbagai suka duka kehidupan.
Watak atau sifat dari tembang dhandhanggula adalah:
Tembang dhandhanggula cocok dilantunkan pada kondisi bahagia.
Struktur atau paugeran dari tembang dhandhanggula adalah 10i – 10a – 8e – 7u – 9i – 7a – 6u – 8a – 12i – 7a, yang artinya tembang ini memiliki 10 baris pada tiap baitnya dengan ketentuan:
Contoh tembang dhandhanggula:
Wus ndilalah kersaning Hyang Widhi,
Ratu Peranggi anulya prapta,
Wadya tambuh Wilangane,
Prawirane kalangkung,
Para ratu kalah ngajurit,
Tan ana kang nanggulang,
Tanah Jawa gempur,
Wus Jumeneng tanah Jawa,
Ratu Prenggibet budi kras anglangkungi,
Tetep neng tanah Jawa.
Artinya:
Sudah menjadi kehendak Tuhan,
Ratu Parenggi akan segera datang,
Bilangan pasukannya bertambah,
Kekuatannya berlebih,
Para raja kalah berperang,
Tidak ada yang menghalangi,
Tanah Jawa digempur,
Sudah berdiri tanah Jawa,
Raja Prenggi menjadi raja sangat keras melebihi,
Tetap di Tanah Jawa.
Durma memiliki makna memberi sebagaimana asal katanya, yakni “derma” yang artinya suka berderma. Tembang durma menggambarkan fase kehidupan seseorang yang telah memperoleh banyak nikmat dan kecukupan harta untuk berbagai kepada orang lain.
Watak tembang durma adalah:
Pada tembang durma tergambar semangat seperti saat perang maupun pemberontakan.
Paugeran atau struktur tembang durma yaitu 12a – 7i – 6a – 7a – 8i – 5a – 7i, artinya memiliki 7 gatra dalam tiap baitnya dengan ketentuan:
Contoh tembang durma:
Ingkang eling Iku ngelingana marang
sanak kadang kang lali
Den nedya raharja
Mangkono tindak ira
Yen tan ngugu ya uwis
Teka menenga
Mung aja sok ngrasani
Artinya:
Yang ingat itu ingatlah pada
sanak saudara yang lupa
hanya ingin hidup sejahtera
itulah yang harus dilakukan
Jika tidak percaya ya sudah
Tinggal diam saja
Hanya jangan membicarakannya di belakang
Tembang macapat pangkur bermakna meninggalkan hawa nafsu dan urusan duniawi. Hal ini sesuai dengan makna kata pangkur yang berasal dari kata “mungkur” yang artinya membelakangi, meninggalkan, atau pergi.
Tembang pangkur menggambarkan fase hidup manusia yang telah memasuki masa senja atau tua, dimana pada usia tersebut manusia cenderung sudah mengurangi aktivitas duniawinya dan lebih banyak melakukan instropeksi diri.
Tembang pangkur memiliki watak sebagai berikut:
Paugeran atau struktur tembang pangkur adalah 8a – 11i – 8u – 7a – 8i – 5a – 7i. Tembang pangkur terdiri dari 7 baris pada tiap baitnya dengan ketentuan tiap barisnya sebagai berikut:
Contoh tembang pangkur:
Sekar Pangkur kang Winarna,
Lelabuhan kang kangge wong aurip,
Ala lan becik punika,
Prayoga kawruhana,
Adat waton punika dipun kadulu,
Miwah ingkang tatakrama,
Den kaesthi siyang ratri
Artinya:
Tembang Pangkur yang diceritakan,
Pengabdian untuk orang hidup,
Jelek dan baik itu,
Sebaiknya kamu ketahui,
Adat istiadat itu hendaknya dilaksanakan,
Juga yang berupa tata krama,
Dilaksanakan siang dan malam.
Nama tembang megatruh berasal dari dua kata, yaitu “megat” dan “roh”. Megat berarti memutus sehingga megatruh artinya memutus roh/ruh. Tembang ini menggambarkan fase kehidupan manusia ketika tengah menghadapi kematian, saat roh berpisah dari raga.
Watak dari tembang megatruh adalah:
Adapun paugeran atau struktur tembang megatruh adalah terdiri dari 5 baris dengan kaidah 12u – 8i – 8u – 8i – 8o, yakni:
Contoh tembang megatruh:
Ulatna kang nganti bisane kepangguh,
Galedhahen kang sayekti,
Talitinen awya kleru,
Larasen sajroning ati,
Tumanggap dimen tumanggon.
Artinya:
Lihatlah sampai bisa ketemu,
Pandanglah dengan sungguh-sungguh,
Telitilah jangan keliru,
Endapkan di dalam hati,
Agar mudah menanggapi segala sesuatu.
Pocung atau Pucung berasal dari kata “pocong”, merupakan tembang macapat yang menggambarkan akhir kehidupan manusia di dunia, yakni setelah ia meninggal dan dikafani sebelum kemudian akan dikuburkan.
Meskipun bermakna kematian, tembang pocung memiliki watak jenaka dan menghibur.
Paugeran atau struktur tembang pocung disusun menurut kaidah 12u – 6a – 8i – 12a, dimana ia memiliki 4 baris pada tiap baitnya dengan ketentuan:
Contoh tembang pocung:
Bapak pocung, dudu watu dudu gunung
Sangkane ing sabrang
Ngon angone sang bupati
Yen lumampah si pocung lambeyan gena
Artinya:
Bapak pocung bukan batu bukan gunung
Asalnya dari seberang
Peliharaan sang Bupati
Kalau berjalan si pocung tidak memakai pakaian