Daftar isi
Indonesia merupakan negara yang sangatlah kaya, kaya akan budaya, adat, istiadat, tradisi, agama bahkan keseniannya. Kesenian yang menjadi turun temurun dari generasi ke generasi berikutnya yaitu kain tradisional. Kain tradisional di setiap daerah memiliki ciri khas tersendiri.
Keunikan dari kain tradisional yang berbeda beda di setiap daerahnya lah yang menjadikan Indonesia negara yang sangat kaya. Salah satu kain tradisional yang keberadaannya sudah ada sejak lama yaitu kain lurik yang berasal dari Solo dan Jogjakarta.
Kain lurik merupakan salah satu kain tradisional yang berasal dari Indonesia, tepatnya yaitu daerah Solo dan Jogjakarta. Kata dari lurik sendiri diambil dari bahasa Jawa yaitu “lorek” yang memiliki arti lajur atau garis atau corak.
Kain lurik ini memiliki nilai sejarah yang sangat tinggi di wilayah Solo dan Jogjakarta.
Kain lurik ini diperkirakan sudah ada sejak jaman dahulu, yaitu sekitar 3000 tahun silam. Orang orang membuat kain lurik ini dengan cara ditenun. Pada abad 15 M kain lurik ini digunakan oleh masyarakat Terakota asal Trowulan di Jawa Timur.
Persebaran dari kain lurik sendiri terdapat di berbagai kota yaitu Solo, Jogjakarta hingga Tuban. Pada dasarnya kain lurik memiliki 3 motif dasar yaitu motif lajuran dengan corak garis panjang searah, motif pakan malang dengan garis lebar dan motif cacahan dengan corak kecil kecil.
Catatan sejarah membuktikan dalam prasasti dari jaman Hindu-Budha, adanya kain lurik pertama yaitu di Pakkan Malang. Corak tuluh watu merupakan salah satu jenis motif yang terdapat di kain lurik juga tercatat di prasasti Erlangga tahun 1033 M.
Orang orang biasanya menyebut kain lurik sama dengan batik, padahal jenis produksinya sendiri berbeda. Jika kain lurik diproduksi dengan cara ditenun, maka batik diproduksi dengan menggunakan teknik tulis.
Di dalam sejarah, kain tenun luriklah yang hadir dan ada terlebih dahulu. Pada jaman dahulu kain lurik ini hanya digunakan untuk kaum bangsawan saja. Beberapa corak dari kain lurik ini memiliki simbol dan maknanya tersendiri.
Ada corak yang dianggap sangat sakral. Pada jaman dahulu kain lurik dibuat menggunakan benang yang dipintal menggunakan tangan, lalu benang tersebut ditenun menjadi selembar kain. Pada saat ini kain lurik diproduksi menggunakan mesin yang biasa disebut dengan ATBM.
Peralatan yang lebih modern tersebut dapat menghasilkan kain yang lebih panjang dan juga lebar. Lambat laun kain lurik tumbuh dan berkembang di kalangan masyarakat. Sudah dikenal oleh seluruh masyarakat bahkan luar negeri.
Corak kluwung ini memiliki arti yaitu pelangi. Corak kain lurik jenis kluwung ini dilukiskan dengan garis garis lebar yang memiliki beraneka warna mirip seperti pelangi. Hal tersebut bermakna sebagai keajaiban alam dan tanda akan kebesaran Tuhan Yang Maha Kuasa.
Kain lurik dengan corak kluwung ini dianggap sakral bagi masyarakat Jawa yang digunakan untuk tolak bala. Karena kesakralannya, kain lurik ini digunakan hanya untuk upacara sakral seperti nikahan, labuhan dan mitoni saja.
Tuluh watu disini memiliki arti yaitu batu yang bersinar dan dianggap sebagai bertuah untuk tolak bala. Corak tuluh watu ini merupakan motif yang cukup sakral dikarenakan pada jaman dahulu corak ini digunakan oleh orang orang tertentu yaitu yang memiliki kepribadian yang kuat dan berbudi luhur.
Kata lompatan ini memiliki arti yaitu terlewatan dari bahaya maut. Kain lurik dengan corak lompatan ini biasanya digunakan sebagai kemben disaat upacara mitoni. Fungsi utama dari kain lurik corak lompatan ini yaitu sebagai tolak bala.
Kata telupat ini diambil dari bahasa jawa “telu” yang berarti tiga dan “papat” yang berarti empat. Kain lurik dengan motif telupat ini konon diciptakan oleh Sri Sultan Hamengkubuwono I.
Kain lurik corak telupat ini memiliki corak lajuran yang jumlahnya ada tujuh. Di dalam motif ini terdapat satu satuan kelompok dengan empat lajur dan satunya lagi dengan tiga lajur. Di dalam kepercayaan Jawa, angka tujuh dianggap sebagai angka yang keramat.
Angka tujuh melambangkan kehidupan dan kemakmuran yang memiliki arti pertolongan dari Tuhan Yang Maha Kuasa.
Kain lurik dengan corak tumbar pecah ini biasanya digunakan dalam upacara mitoni dengan maksud agar kelahiran bayi berjalan dengan lancar. Ibu dan anaknya dalam keadaan selamat serta nantinya sang anak yang dilahirkan bisa berguna dan harum namanya.
Corak tumbar pecah ini dilambangkan sebagai seseorang yang sedang memecah ketumbar dan menyebarkan aroma seharum ketumbar.
Corak ini memiliki arti yaitu jepit udang. Pada jaman dahulu ungkapan tersebut digunakan untuk siasat perang ketika musuh mengelilingi dan mengepung komando. Komando berada di tengah tengah. Kain lurik dengan corak sapit urang ini biasanya banyak digunakan sebagai busana prajurit keraton.
Corak udan liris ini memiliki arti yaitu hujan gerimis. Kain lurik dengan corak ini biasanya digunakan oleh penguasa dan harapannya yaitu agar si pemakai dari kain lurik ini diberkati oleh Tuhan Yang Maha Kuasa dan juga membawa kesejahteraan bagi para pengikutnya.
Kain lurik dengan corak dringin ini biasanya digunakan untuk ibu ibu yang sedang hamil. Kain lurik dengan corak ini memiliki makna yaitu agar anak yang dilahirkan kelak memiliki jiwa yang rendah hati, bisa membaur dan juga sederhana.