Daftar isi
Bencana alam sering sekali terjadi baik disebabkan karena perilaku manusia atau bisa juga karena alamiah karena bumi sudah semakin tua. Indonesia juga termasuk negara yang sering kali terjadi bencana alam, mulai dari gempa, longsor, banjir dan lainnya.
Peristiwa likuifaksi merupakan peristiwa yang terjadi pada saat bencana alam yaitu gempa bumi. Likuifaksi ini sangat berbahaya bagi manusia apalagi jika likuifaksi terjadi di daerah pemukiman dari masyarakat. Pada materi ini kita akan membahas likuifaksi atau yang dikenal dengan pencairan tanah.
Likuifaksi atau biasa kita sebut sebagai pencairan tanah. Likuifaksi ini biasanya terjadi pada saat bencana alam yaitu gempa bumi. Likuifaksi adalah hilangnya kekuatan dan kekakuan dari tanah jenuh air yang diakibatkan adanya perubahan tegangan pada tanah. Tanah yang pada awalnya padat menjadi lebih mudah bergeser.
Pada umumnya likuifaksi ini sebagian besar terjadi pada tanah yang memiliki jenis pasir. Akibat dari pencairan tanah atau likuifaksi ini beragam bentuknya, yaitu longsor, tanah berubah teksturnya menjadi lumpur dan juga pergerakan tanah yang secara tiba-tiba.
Tanah berpasir, berkerikil dan berlumpur sangat rentan terhadap likuifaksi ini. Likuifaksi ini sangat berbahaya karena sifatnya mirip dengan banjir ditambah dengan kandungan tanah yang ikut mencair.
Pada umumnya komponen di dalam tanah terdapat 3 unsur yaitu partikel tanah, udara dan air. Setiap jenis tanah memiliki tingkat unsur yang berbeda beda. Seperti tanah lepas yaitu komposisi partikel tanahnya jauh lebih besar daripada unsur air dan udara.
Hal tersebut yang harus dilakukan untuk memadatkan tanah dengan cara menekan tanah, agar air dan udara dari tanah keluar. Sehingga hanya tersisa partikel tanah saja. Cara memperkecil jarak butiran pada tanah yaitu dengan memadatkan tanah, ditekan agar partikelnya keluar.
Gempa menjadi salah satu penyebab dari terjadinya likuifaksi. Pada saat gempa terjadi, bumi akan bergetar dan pada saat daerah yang memiliki jenis pasir lepas dan jenuh air mengalami getaran, air yang mengisi pori pori diantara partikel pasir akan menekan ke segala arah.
Kemudian akan mendorong partikel-partikel pasir menjadi lebih renggang, agar supaya gaya kontak diantara partikel pasir menjadi tidak ada atau menghilang. Hal inilah yang akan kita lihat sebagai likuifaksi.
Selain itu likuifaksi juga dapat terjadi karena peledakan, proses vibroflotation dan juga pemadatan tanah. Beberapa hal tersebut juga dapat menyebabkan terjadinya peristiwa likuifaksi ini.
Sebenarnya peristiwa likuifaksi tidak bisa ditangani atau dicegah. BMKG juga hanya bisa memberikan beberapa peringatan akan bahaya tsunami atau tidak setelah terjadi gempa bumi atau terjadinya likuifaksi.
Jika gempa sudah benar-benar selesai dan likuifaksi sudah tidak terjadi lagi maka bisa membenahi dan menata ulang mengenai area yang terkena likuifaksi atau pencairan tanah. Kita juga harus menunggu tanah kembali agar solid jika ingin membangun kembali daerah yang terkena likuifaksi.
Namun, biasanya menunggu tanah kembali agar solid lagi membutuhkan waktu yang sangat lama bahkan hingga tahunan, agar tanah bisa kembali kuat lagi.
Ada beberapa cara yang dilakukan untuk mengatasi likuifaksi tanah diantaranya yaitu densifikasi, penguatan pondasi bangunan, mengangkat tekanan air di pori-pori tanah dan juga melakukan modifikasi fisik.
Upaya tersebut memerlukan penanganan dan perawatan yang intensif dan dilakukan secara terus menerus. Biasanya penerapan tersebut memerlukan biaya yang tidak sedikit, namun sangat besar.
Ada sebuah pendekatan baru yang digunakan untuk mengurangi dampak dari berbagai bencana atau mitigasi. Yaitu dengan cara memasukkan gelembung gas ke dalam tanah. Gelembung gas tersebut akan mengurangi kelebihan pori-pori pada air di dalam tanah dan bebannya akan berkurang.
Cara memasukkan gelembung gas ke dalam tanah yaitu menggunakan mikroorganisme yang disebut sebagai metode desaturasi biogas. Metode ini dilakukan dan juga menunjukkan jumlah dari tekanan air yang berkurang secara signifikan, tingkat efektivitasnya mencapai 90%.
Metode ini dikembangkan oleh beberapa ahli seperti Shifan Wu, Jia He dan Jian Chu. Metode ini cukup menjanjikan jika digunakan sebagai upaya dalam mengurangi dampak dari berbagai macam bencana utamanya likuifaksi tanah.
Metode ini membutuhkan energi yang paling sedikit, cairan nutrisi dapat dengan mudah dimasukkan ke dalam pasir dan jua bakteri viskositas yang rendah. Gas yang dihasilkan dari bakteri tersebut dapat di sebarkan secara merata dan gelembung gas tidak mudah lepas dari tanah.