Daftar isi
Pada pembahasan kali ini kita akan membahas mengenai Pelayaran Hongi, berikut pembahasannya.
Pelayaran Hongi merupakan sebuah sistem keamanan khusus yang bentuk oleh VOC untuk mengawasi jalannya monopoli perdagangan rempah-rempah di Maluku. Setiap pedagang yang melanggar aturan monopoli dagang makan akan diberi sanksi. Pelayaran ini disebut juga dengan ekspedisi hongi atau dalam bahasa Belanda disebut Hongi Tochten.
Pelayaran Hongi di Hindia Belanda dikhususkan di Maluku dan menggunakan kapal kora-kora yang disebut dengan kapal hongi. Dari sanalah kebijakan ini mendapat namanya.
Kebijakan pelayaran hongi adalah VOC yang merupakan badan persekutuan dagang milik Belanda di Nusantara. Saat itu yang mereka perdagangkan adalah rempah-rempah seperti cengkeh dan pala. Namun rempah-rempah tersebut sangat langka dan sulit untuk didapatkan karena akses menuju daerah penghasil rempah-rempah tidaklah mudah.
Kesulitan dan kelangkaan tersebut membuat harga rempah-rempah setara dengan harga emas. Indonesia tepatnya Malaka adalah salah satu daerah yang kaya akan hasil rempah-rempahnya, tak heran jika Indonesia menjadi incaran bangsa Eropa.
Melihat begitu melimpahnya rempah-rempah di Nusantara membuat Belanda ingin menguasai sepenuhnya. Semua pedagang rempah-rempah diwajibkan untuk menyerahkan hasilnya ke VOC. Namun Belanda mempunyai banyak pesaing seperti Inggris, Portugis, dan Spanyol. Sehingga dibentuklah badan pengawasan untuk menghukum bahkan membunuh siapa saja yang melanggar aturan VOC. Kebijakan yang dinamakan pelayaran hongi ini diterapkan oleh Laurens Reael yang merupakan gubernur Jenderal VOC ketiga.
Dibentuknya suatu badan atau lembaga pasti mempunyai tujuan. Begitu juga dengan VOC mengadakan pelayaran hongi yang bertujuan untuk:
Diterapkannya sistem pelayaran hongi menimbulkan beberapa dampak seperti dampak positif dan juga dampak negatif bagi rakyat Nusantara.
Sebelum pelayaran hongi diterapkan, pihak VOC melakukan perjanjian dengan orang-orang yang memiliki pengaruh di daerah tersebut seperti raja, patih, maupun sultan setempat. Perjanjian tersebut berisi daerah tersebut tidak menyetujui VOC maka mereka akan memusnahkan cengkeh, namun apabila daerah tersebut setuju peraturan VOC yang semena-mena kan diterapkan.
Peraturan-peraturan dalam pelayaran hongi antara lain daerah tersebut harus menyediakan perahu kora-kora serta pendayung perahu. Perahu ini lah yang akan digunakan untuk menyebrangi pulau-pulau dan mengawasi para pedagang. Apabila ditemukan rakyat pribumi yang menolak untuk menjadi pendayung maka ia akan dicambuk atau dikenai denda.
VOC juga menerapkan aturan akan mengganti semua hal yang telah disediakan oleh daerah setempat. Namun pada kenyataannya mereka justru melakukan tindak korupsi dan kecurangan yang menyengsarakan rakyat.