Daftar isi
Satu lagi sejarah yang pernah terjadi di Indonesia yakni adanya pemberontakan yang dilakukan oleh penduduk Maluku yang menyebut diri mereka sebagai Republik Maluku Selatan (RMS). Pemberontakan tersebut dilakukan karena ingin memisahkan diri dari Negara Kesatuan Republik Indonesia.
Pada saat itu sudah melakukan proklamasi pada tanggal 25 April 1950 bahwa telah berdiri Republik Maluku Selatan yang diproklamasikan oleh sekelompok mantan anggota KNIL dan masyarakat pro-Belanda.
Awal mula pemberontakan tersebut terjadi karena adanya rasa ketidakpuasan terhadap kembalinya Republik Indonesia Serikat ke dalam Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI). Ditambah dengan status KNIL yang merupakan tentara Kerajaan Hindia Belanda, dianggap tidak jelas.
Ditengah upaya dalam mempersatukan keseluruh wilayah Indonesia, ternyata terjadi aksi teror yang sedang mengancam masyarakat Indonesia. Hal ini justru membuat keinginan untuk memisahkan diri dari NKRI semakin kuat, bahkan beberapa birokrat pemerintah daerah memprovokasi bahwa bergabungnya Ambon ke NKRI dapat berdampak buruk dan membahayakan masyarakat di kemudian hari.
Pada 20 April 1950 telah diajukan mosi tidak percaya kepada Parlemen NIT (Negara Indonesia Timur) agar meletakkan jabatannya untuk dapat bergabung ke dalam wilayah NKRI. Meskipun begitu pemberontakan tetap terjadi dan bertekad ingin memisahkan diri dari NKRI.
Pemberontakan yang dilakukan oleh Republik Maluku Selatan dipimpin oleh seorang mantan jaksa agung Negara Indonesia Timur bernama Dr. Christian Robert Steven Soumokil, bermaksud membebaskan wilayah Maluku dari NKRI.
Sebelum memproklamirkan diri mereka sebagai Republik Maluku Selatan, Gubernur Sembilan Bangsa yang memiliki Partai Timur Besar dan anggota Angkatan Bersenjata KNIL, melakukan propaganda.
Propaganda tersebut dilakukan untuk membuat wilayah Maluku dapat dipisahkan dari wilayah Republik Indonesia Serikat. Bahkan Soumokil telah berhasil meyakinkan masyarakat dengan membangun kekuatan di Maluku Tengah.
Untuk orang-orang yang tidak mendukung dibentuknya RMS, mendapat ancaman dan dimasukan ke dalam penjara.
Setelah melakukan proklamasi pada tanggal 25 April 1950, terpilihlah J. H. Manuhutu sebagai presiden RMS dengan Albert Fairisal menjabat sebagai perdana menteri. Dan pada tanggal 27 April 1950 terpilihlah Dr. J. P. Nikijuluw sebagai wakil presiden dari Republik Maluku Selatan untuk wilayah luar negeri dan berkedudukan di Den Haag, Belanda.
Tokoh-tokoh yang terlibat dalam pemberontakan di Republik Maluku Selatan cukup banyak. Namun beberapa pemimpin RMS lainnya berhasil melarikan diri ke Belanda sedangkan yang lain berhasil ditangkap dan diberi hukuman.
Dr. Christian Robert Steven Soumokil, Andi Aziz dan Westerling menjadi tokoh yang terlibat dalam memproklamasikan berdirinya RMS.
Berikut tokoh-tokoh lain yang terlibat dapat pemberontakan di Republik Maluku Selatan:
Merupakan presiden RMS yang berhasil ditangkap dan dipenjara selama 4 tahun.
Yang saat itu menjabat sebagai Perdana Menteri Dalam Negeri di RMS, ditangkap dan dipenjara selama 5 tahun.
Saat itu menjabat sebagai Menteri Keuangan di RMS, ditangkap dan dihukum selama 4,5 tahun.
Saat itu menjabat sebagai Menteri Keuangan di RMS, ditangkap dan dihukum selama 5,5 tahun.
Saat itu menjabat sebagai Kepala Staf Tentara RMS, ditangkap dan dihukum selama 7 tahun.
Saat itu menjabat sebagai Panglima Tertinggi Tentara RMS, ditangkap dan dihukum selama 10 tahun.
Saat itu menjabat sebagai Menteri Pangan RMS, ditangkap dan dihukum selama 4,5 tahun.
Saat itu menjabat sebagai Menteri Kemakmuran RMS, ditangkap dan dihukum selama 5,5 tahun.
Saat itu menjabat sebagai Menteri Penerangan RMS, ditangkap dan dihukum selama 5,5 tahun.
Saat itu menjabat sebagai Menteri Kesehatan RMS, ditangkap dan dihukum selama 3 tahun.
Saat itu menjabat sebagai Menteri Perhubungan RMS, ditangkap dan dihukum selama 4 tahun.
Tentunya pemerintah NKRI tidak tinggal diam dalam mengatasi pemberontakan yang dilakukan oleh Republik Maluku Selatan. Saat itu pemerintah Indonesia berupaya dengan mengambil jalan perdamaian dalam menangani pemberontakan di Maluku.
Langkah yang dilakukan yakni dengan mengirim misi perdamaian dan diketuai secara langsung oleh penduduk asli Maluku, Dr. Leimena. Namun langkah tersebut tidak berjalan sesuai dengan keinginan dan ditolak secara langsung oleh Soumokil.
Usaha pemerintah Indonesia tidak berhenti sampai di situ. Pemerintah mengirim sebuah misi perdamaian berikutnya yang didalamnya terdapat dokter, politikus, pendeta, dan wartawan. Akan tetapi mereka semua tidak dapat bertemu dengan Soumokil secara langsung.
Tindakan militer mulai dipilih setelah misi perdamaian ditolak dalam upaya memberantas gerakan Republik Maluku Selatan. Dipilihlah Kolonel A. E. Kawilarang sebagai ketua dari Gerakan Operasi Militer III yang saat itu masih memimpin sebagai Panglima tentara dan Teritorium Indonesia Timur.
Operasi tersebut dimulai pada tanggal 14 Juli 1950. Selang satu hari tepatnya pada tanggal 15 Juli 1950, RMS membuat pengumuman bahwa kondisi wilayahnya dalam keadaan sangat berbahaya.
Pada tanggal 28 September 1950, Pasukan GOM (Gerakan Operasi Maluku) III mulai masuk dan menembus wilayah Ambon, bahkan mereka sudah mengambil alih benteng Nieuw Victoria. Dengan jumlah yang tidak seimbang serta banyaknya korban yang jatuh di pihak Maluku, membuat Republik Maluku Selatan dapat ditaklukkan.
Akibat kekalahan yang diderita oleh pihak Republik Maluku Selatan, maka pusat pemerintahan dipindahkan ke Pulau Seram. Setelah dipindahkan, perjuangan dalam skala kecil masih dilakukan hingga tahun 1962 sampai akhirnya pada tanggal 12 Desember 1963 Soumokil ditangkap dan diadili di Mahkamah Militer Luar Biasa di Jakarta.
Berdasarkan pada hasil sidang oleh Mahkamah Militer Luar Biasa diputuskan bahwa Soumokil dijatuhi hukuman mati dan berakhirlah pemberontakan yang dilakukan Republik Maluku Selatan.