Daftar isi
Kerajaan Gowa-Tallo merupakan kerajaan kembar kesultanan yang dibangun di daerah Sulawesi Selatan, khususnya kabupaten Gowa. Kerajaan yang mengadopsi ajaran Islam ini pernah mengalami puncak kejayaannya di abad ke – 17.
Walaupun sekarang kerajaan sudah tidak lagi berdiri, namun hingga saat ini kita masih bisa menjumpai beberapa peninggalan kerajaan Gowa-Tallo tersebut. Lalu, apa saja sih peninggalan kerajaan Gowa Tallo? Pada artikel kali ini kami akan membahas mengenai beberapa peninggalan kerajaan Gowa Tallo. Yuk, simak pembahasan berikut ini!
Peninggalan sejarah kerajaan Gowa Tallo yang pertama ini cukup membuat hati terpana yakni Ford Rotterdam atau dapat disebut juga dengan Benteng Ujung Pandang yang dapat dijumpai di pesisir pantai barat Makassar.
Benteng ini dibangun oleh I Manrigau Daeng Bonto Karaeng Lakiung yang dahulu kala disebut dengan Benteng Panyyua yang dimanfaatkan menjadi markas untuk pasukan katak Kerajaan Gowa.
Bentuk penyu yang dimiliki oleh benteng ini membuat masyarakat setempat menyebutnya Panyyua.
Peninggalan sejarah Kerajaan Gowa Tallo yang kedua adalah Balla Lompoa yang menjadi rumah besar sekaligus istana bagi tempat tinggal para sultan Gowa. Istana tersebut memiliki luas kurang lebih 3 hektar dan hingga saat ini masih berdiri.
Bangunan ini berdiri setelah adanya pengangkatan Raja Gowa XXXV, I Mengimingi Daeng Matutu yang pada 1936 memimpin dengan gelar Sultan Muhammad Tahir Mahibuddin. Balla Lompoa itu sendiri dapat ditemukan di Sungguminasa, Kabupaten Gowa, Sulawesi Selatan.
Selanjutnya, peninggalan sejarah yang ketiga adalah Mesjid Katangka atau dapat disebut juga dengan Masjid Al-Hilal adalah salah satu masjid paling tua yang letaknya berada di Katangka, Kabupaten Gowa, Sulawesi Selatan.
Kala itu, masjid ini digunakan sebagai benteng pertahanan oleh Kesultanan Gowa dalam melawan penjajah. Mesjid ini dibangun dengan desain yang cukup unik yakni memadukan arsitektur Jawa-Eropa-Cina.
Masjid Katangka sudah berdiri seja 1603 dan memiliki luas kurang lebih 150 meter. Akan tetapi, tak sedikit pula peneliti yang menyatakan bahwa masjid ini sudah dibangun sejak awal abad ke – 18.
Peninggalan sejarah yang selanjutnya yang masih ada hingga saat ini adalah Kompleks Makam Katangka yang menjadi situs pemakaman para raja yang memimpin kesultanan Gowa. Makam Katangka dapat ditemukan di area halaman Masjid Katangka, tepatnya di Kecamatan Somba Opu, Gowa.
Di dalam situs makam Katangka, terdapat 71 makam kuno dilengkapi dengan 112 nisan dengan 76 nisan yang memiliki bentuk pipih, 31 yang berbentuk silinder, dan 4 yang memiliki bentuk balok polos. Nama dari makam Katangka mulanya diambil dari bahasa Makassar Tangkasa yang memiliki arti kampung suci.
Peninggalan sejarah yang kelima yakni Masjid Nurul Mukminin yang merupakan salah satu masjid kuno yang dapat ditemukan di Panakkukang, Kota Makassar. Pada zaman dahulu, masyarakkat menyebutnya Karuwisi karena pemiliknya bernama H. Kawari.
Mulanya, masjid ini dirancang oleh H. Andi Cincin Karaeng Lengkese yang ditujukan menjadi tempat untuk berbagai macam aktivitas peribadatan keluarga. Namun, pada tahun 1995 namanya berubah karena masyarakat menjulukinya.
Sebelum dilakukan renovasi pada masjidini, masjid ini memiliki dua menara kembar yang berada di kanan dari kiri serambi depan masjid.
Masjid Jongaya atau Babul Firdaus merupakan salah satu masjid tertua yang dibangun pada tahun 1893 Masehi yang terletak di Jongaya, Tamalate, Kota Makassar.
Babul Firdaus itu sendiri merupakan masjid ketiga yang dibangun Kesultanan Gowa khususnya untuk memperdalam ilmu agama Islam sekaligus menjadi tempat perkumpulan raja dalam mengatur strategi dalam perang melawan penjajah Belanda.
Selanjutnya, peninggalan sejarah Kerajaan Gowa Tallo yang ketujuh adalah makam Syekh Yusuf Tajul Khalwati yang dapat ditemukan tak jauh dari Benteng Somba Opu.
Selain menjadi tokoh yang memperjuangkan kemerdekaan tanah air tercinta dari jajahan Belanda, Syekh Yusuf Tajul Khalwati juga merupakan seorang yang berperan dalam persebaran agama Islam khususnya di Kerajaan Gowa Tallo.
Shekh Yusuf itu sendiri wafat di daerah Afrika Selatan pada 23 Mei 1699 dan pemakamannya dilakukan di Lakiung, Gowa pada tahun 1705. Hingga saat ini, makam tersebut masih dilestarikan dan dijaga sebagai cagar budaya yang ada di Gowa.
Peninggalan sejarah Kerajaan Gowa Tallo yang selanjutnya adalah Batu Pallantikang yang juga dikenal sebagai Batu Petantikan. Batu ini dahulu kala menjadi tempat ikrar sumpah bagi raja – raja yang menguasai Kerajaan Gowa Tallo.
Kita dapat menemukan batu tersebut pada bagian tenggara Kompleks Pemakaman Tamalate. Batu ini terbentuk secara alami dan tersusun atas dua jenis batuan yakni andesit dan batu kapur. Batu Andesit itu sendiri biasanya dimanfaatkan dalam ritual bagi para penganut animisme yang percaya bahwa batu tersebut berasal dari khayangan.
Benteng Somba Opu merupakan benteng yang dibangun oleh Daeng Matanre Karaeng Tumapa risi’ Kallonna yang saat itu menjabat sebagai raja ke-9 Kerajaan Gowa. Benteng Somba Opu dapat ditemukan di Barombong, Sulawesi Selatan.
Kala itu, Benteng Somba Opu digunakan sebagai pusat dagang sebelum dikuasai oleh VOC an menghilang akibat air laut. Namun, pada tahun 1980 benteng ini kembali ditemukan.
Benteng yang berada di muara sungai Tallo ini memiliki luas kurang lebih 2 km. Benteng Tallo dihancurkan pada tahun 1667 setelah dirumuskannya perjanjian Bongaya.
Walaupun tak berbentu lagi, masyarakat masih dapat melihat sisa reruntuhan dan memanfaatkan batuannya untuk keperluan tertentu.