Dalam ilmu biologi, hukum mendel adalah salah satu hukum yang dipelajari. Hukum ini biasa disebut dengan hukum pewarisan sifat Mendel pada makhluk hidup yang diperkenalkan oleh Gregor Johann Mendel. Ia membuktikan terkait pewarisan sifat atau hereditas melalui pembuktian prinsip dasar genetika.
Pembuktian tersebut tentunya didasari melalui percobaan yang sudah dilakukan. Dari sini, kemudian Gregor merumuskannya menjadi hukum pewarisan sifat atau biasa dikenal dengan Hukum Mendel. Meskipun demikian, tidak semua persilangan akan menghasilkan rasio atau perbandingan fenotip yang sesuai dengan Hukum Mendel.
Pada beberapa kasus persilangan ternyata menghasilkan rasio fenotip yang menyimpang. Hal ini disebabkan karena beberapa gen dengan alel yang berbeda-beda di mana saling mempengaruhi satu sama lain ketika pembentukan fenotip.
Akan tetapi, aturan dasar pada Hukum Mendel tentunya tetap berlaku pada penentuan genotip. Dengan arti lain, penyimpangan rasio fenotip yang ditemukan merupakan hasil modifikasi dari rasio fenotip Hukum Mendel yang biasa.
Dari sini, kemudian hasil rasio fenotipnya dapat dikatakan sebagai penyimpangan semu Hukum Mendel. Lantas, apa saja yang termasuk penyimpangan semu Hukum Mendel? Berikut ini beberapa macam penyimpangan semu Hukum Mendel.
Atavisme merupakan interkasi antar gen berbeda alel yang dapat menghasilkan keturunan dengan fenotip berbeda dari induknya. Untuk memahaminya lebih lanjut, kita dapat mengambil contoh atavisme pada kasus jengger ayam.
Bentuk jengger ayam dipengaruhi oleh dua gen yang berbeda alel di mana gen R akan menentukan bentuk rose dan gen P akan menentukan bentuk pea. Saat kedua gen tersebut bersama, maka akan menimbulkan interaksi dan sifat baru yakni walnut. Namun saat kedua gen dominan tidak ada (rrpp), maka akan muncul sifat lain yakni single.
Sehingga akan terbentuk empat macam jengger ayam yakni walnut (R-P), rose (R-pp), pea (rrP-) dan single (rrpp). Adapun contohnya sebagai berikut:
Persilangan antara jengger ayam rose (RRpp) dengan jengger ayam pea (rrPP)
P1: RRpp x rrPP
(rose) (pea)
G1: Rp x rP
F1: RrPp (walnut)
Persilangan antara gen R dengan gen P memunculkan sifat baru yang berbeda dari karakter induknya. Apabila F1 tersebut disilangkan, maka hasilnya:
P2: RrPp x RrPp
(walnut) (walnut)
G2: RP RP
Rp Rp
rP rP
rp rp
F2:
Dari hasil persilangan di atas telah diperoleh F2 yaitu walnut (RP), rose (Rpp), pea (rrP), dan single (rrpp). Adapun rasio fenotip: walnut : rose : pea : single yaitu 9 : 3 : 3 : 1
Selain ativisme, penyimpangan semu Hukum Mendel lainnya adalah Polimeri. Penyimpangan ini merupakan interaksi antar gen-gen berbeda alel yang menimbulkan satu fenotip dan memiliki sifat kumulatif atau saling menambah. Misalnya, warna merah pada biji gandum ditentukan oleh dua gen yakni M1 dan M2. Sehingga jika kedua gen itu bertemu, maka warna merah pada biji gandum akan semakin kuat.
Persilangan biji gandum merah (M1M1M2M2) dengan biji gandum putih (m1m1m2m2)
P1: M1M1M2M2 x m1m1m2m2
(merah) Wx (putih)
G1: M1M2 x m1m2
F1: M1m1M2m2 (merah)
Apabila F1 tersebut disilangkan, maka hasilnya:
P2: M1m1M2m2 x M1m1M2m2
(merah) x (merah)
G2: M1M2 M1M2
M1m2 M1m2
m1M2 m1M2
m1m2 m1m2
F2:
Dari hasil persilangan di atas dapat diketahui bahwa banyaknya jumlah gen M akan mempengaruhi warna pada biji gandum. Sehingga semakin banyak faktor M, maka akan warna biji gandum akan semakin merah tua (menua) atau gelap. Adapun rasio fenotipnya yaitu merah : putih = 15 : 1
Kriptomeri merupakan kondisi tersembunyinya suatu gen dominan bila tidak berpasangan dengan gen dominan dari alel lainnya. sehingga apabila gen dominan itu berdiri sendiri maka sifatnya juga akan tersembunyi. Adapun contoh kriptomeri dapat dilihat dari persilangan bunga Linaria maroccana di mana warna bunganya dipengaruhi oleh 4 gen, sebagai berikut:
Misalnya, kita melakukan persilangan bunga Linaria maroccana berwarna merah dengan bunga Linaria maroccana yang berwarna putih. Hal ini dapat dilakukan di mana antosianin merupakan pigmen yang dapat memicu pembentukan warna pada bunga Linaria maroccana.
Dengan arti lain, bunga Linaria yang bergen A akan menghasilkan bunga yang berwarna. Sementara bunga yang tidak memiliki gen A maka akan menghasilkan albino atau berwarna putih.
Akan tetapi warna yang dihasilkan oleh antisianin sesuai dari tingkat keasaman (pH) protoplasma sel. Apabila protoplasma memiliki sifat basa yang dipengaruhi oleh gen B maka akan menghasilkan warna ungu, sementara saat protoplasma bersifat asam yang dipengaruhi gen b maka akan timbul warna merah.
Sehingga warna yang dihasilkan bunga Linaria maroccana tidak hanya dipengaruhi oleh gen penentu pigmen saja, melainkan juga oleh gen penentu pH protoplasma. Untuk memahami persilangannya, berikut ini contohnya:
Persilangan antara Linaria Maroccana Merah(AAbb) dengan Linaria Maroccana Putih(aaBB)
P1: AAbb x aaBB
(merah) (putih)
G1: Ab x aB
F1: AaBb (ungu)
Apabila F1 tersebut disilangkan, maka hasilnya:
P2: AaBb x AaBb
(ungu) (ungu)
G2: AB AB
Ab Ab
aB aB
ab ab
F2:
Dari hasil persilangan di atas telah diperoleh F2 yaitu ungu (A-B-), merah (A-bb) dan putih (aaB-) dan putih (aabb). Adapun rasio ungu : merah : putih yaitu 9 : 3 : 4
Epistasis-hipostasis merupakan kejadian saat gen yang sifatnya dominan akan menutupi pengaruh gen dominan lain yang bukan alelnya. Epistasis adalah gen yang menutupinya, sementara gen yang ditutup disebut dengan hipostasis. Hal ini dapat dilihat dari kasus epsitasis-hipostasis pada persilangan labu. Adapun selengkapnya sebagai berikut:
Persilangan antara labu berwarna putih dan labu berwarna kuning
P1: PPkk x ppKK
(putih) x (kuning)
G1: Pk x pK
F1: PpKk (putih seluruhnya)
Perlu diketahi bahwa gen P memiliki sifat dominan terhadap gen P, sementara gen K juga bersifat dominan pada gen k. Sehingga gen P menyebabkan labu berwarna merahh dan gen K berwarna kuning. Gen p dan k akan menyebabkan labu berwarna hijau.
Pada F1, terlihat bahwa gen P dan gen K berada bersama dan keduanya dominan. Namun sifat yang muncul adalah putih. Hal ini menunjukkan bahwa gen P sebagai epistasis (gen yang menutupi) terhadap gen K dan gen K adalah hipostasis (gen yang ditutupi) oleh gen P. maka jika F1 disilangkan akan menghasilkan:
P2: PpKk x PpKk
(putih) x (putih)
G2: PK PK
Pk Pk
pK pK
pk pk
F2
Dari hasil persilangan di atas telah diperoleh F2 yaitu labu putih (P-K-) dan (P-kk), labu kuning (ppK-) dan juga labu hijau (ppkk) dengan rasio fenotipmu yaitu 12 : 3 : 1