Sejarah

7 Prasasti Peninggalan Kerajaan Tarumanegara

√ Edu Passed Pass education quality & scientific checked by advisor, read our quality control guidelance for more info

Prasasti adalah salah satu kekayaan sejarah yang dimiliki Indonesia yang membuktikan sejarah panjang Indonesia jauh sebelum masa kemerdekaan dan penjajahan. Prasasti juga menjadi saksi perkembangan dan penyebaran agama di Indonesia pada masa kerajaan.

Kerajaan Tarumanegara adalah kerajaan Hindu tertua di Indonesia setelah Kerajaan Kutai di Kalimantan. Sebagai suatu kerajaan pada masa lampau, Kerajaan Tarumanegara juga sama dengan kerajaan yang lainnya dalam hal meninggalkan bukti sejarah dimana salah satunya berupa prasasti. Kerajaan ini dahulu terletak di tepi Sungai Citarum, kawasan Bogor, Jawa Barat.

Masa kejayaan kerajaan ini terjadi ketika masa kepemimpinan Raja Purnawarman dimana Kerjaan Tarumanegara berhasil menguasai kurang lebih 48 kerajaan lainnya. Sebagai salah satu kerajaan besar, tentu terdapat berbagai bukti sejarah yang ditinggalkan oleh kerajaan tersebut. Berikut beberapa prasasti peninggalan dari Kerajaan Tarumanegara.

1. Prasasti Ciaruteun

Prasasti Ciaruteun

Prasasti Ciaruteun memiliki nama lain yaitu Prasasti Ciampea. Prasasti ini ditemukan di desa dengan nama yang sama yaitu Desa Ciaruteun, kecamatan Cibungbulang, Kabupaten Bogor, Jawa Barat. Prasasti ditemukan di bukit yang diapit oleh tiga buah sunyai yaitu Sungai Ci Anten, Sungai Ci Sadane dan Sungai Ci Aruteun. Prasasti ini terbuat dari batu kali atau batu sungai yang sangat besar dengan bobot mencapai 8 ton.

Prasasti ini ditulis dengan huruf Pallawa dan bahasa Sanskerta. Pada bagian atas prasasti terdapat ukiran sepasang kaki yang dipercaya merupakan kaki Raja Purnawarman yang diibaratkan sebagai Dewa Wisnu. Prasasti ini menegaskan mengenai sepasang kaki Raja Purnawarman yang gagah berani serta tangguh. Hingga membuatnya disamakan dengan Dewa Wisnu.

Sang raja diibaratkan sebagai Dewa Wisnu yang berkuasa namun tetap memberi perlindungan pada rakyatnya. Prasasti Ciaruteun pertama kali ditemukan pada tahun 1863 di aliran Sungai Ci Aruteun yang merupakan salah satu anak sungai dari Sungai Ci Sadane. Ketika banjir besar melanda pada tahun 1893, prasasti terseret banjir hingga berpindah beberapa meter ke hilir dan membuat tulisan prasasti terbalik menjadi menghadap tanah.

Pada tahun 1891, pemerintah kemudian memindahkan prasasti dan membuatkan perlindungan berupa bangunan pendopo agar kejadian prasasti terseret banjir tidak terulang kembali. Kini replika dari cetakan pada prasasti telah dibuat dan disimpan di dua museum di Jakarta dan satu museum di Bandung. Museum-museum itu ialah Museum Nasional Indonesia dan Museum Sejarah Jakarta serta museum di Bandung yaitu Museum Sri Baduga.

2. Prasasti Jambu

Prasasti Jambu

Prasasti Jambu juga dikenal dengan nama Prasasti Pasir Kolengkak yang ditemukan di kampung Pasir Gintung, Desa Parakanmucang, wilayah Kecamatan Nanggung yang berada di Kabupaten Bogor. Prasasti ini pertama kali ditemukan pada tahun 1854 namun mulai diteliti pada tahun 1954. Prasasti ini diukir pada batu alami dengan ukuran kurang lebih 2 hingga 3 meter.

Prasasti ini ditulis dengan aksara Pallawa dan bahasa Sanskerta dalam dua baris. Serupa dengan Prasasti Ciaruteun, Prasasti Jambu juga memiliki pahatan sepasang telapak kaki pada bagian atasnya. Para peneliti mengatakan adanya goresan telapak kaki sama seperti penggunaan cap atau tanda tangan pada masa sekarang.

Prasasti ini juga menyebutkan mengenai kegagahan dari sang Raja Purnawarman. Dalam prasasti dituangkan kekaguman pada raja yang jujur dan baik dalam menjalankan tugas-tugasnya. Beliau dikatakan raja pemimpin Tarumanegara yang dihormati dan senantiasa gagah berani dalam penyerangan pada para musuhnya. Melalui aksara dan pahatannya, diperkirakan bahwa prasasti berasal dari pertengahan abad ke 5 Masehi.

3. Prasasti Kebon Kopi

Prasasti Kebon Kopi

Prasasti Kebon Kopi atau yang juga dikenal dengan Prasasti Tapak Gajah adalah prasasti yang ditemukan ketika melakukan pembukaan lahan kopi di kampung Muara, Desa Ciaruteun Ilir, Bogor.  Prasasti ini dipahat diatas batu andesit pipih dengan ukuran kurang lebih 1 meter.

Pada prasasti ini terdapat ukiran sepasang telapak kaki gajah dan ditengahnya terdapat ukiran tulisan dari huruf Pallawa dengan bahasa Sanskerta.

Sepasang kaki gajah ini dikatakan merupakan gajah yang menjadi kendaraan sang Raja Purnawarman. Kaki gajah ini juga diibaratkan sama dengan kaki gajah Airawata yang menjadi wahana dari Dewa Indra.

4. Prasasti Tugu

Prasasti Tugu

Prasasti Tugu terpahat di atas batu berbentuk bulat telur dengan ukuran kurang lebih 1 meter dan pertama kali ditemukan di Kampung Batutumbuh, Desa Tugu.

Tidak berbeda dengan prasasti Kerajaan Tarumanegara lainnya, prasasti ini juga tidak memberikan keterangan tanggal pembuatannya. Prasasti Tugu memiliki kemiripan pahatan aksara dengan Prasasti Cidanghiyang, sehingga para peneliti berkesimpulan bahwa pemahat prasasti ini adalah orang yang sama.

Prasasti Tugu merupakan prasasti denga nisi terpanjang yang ditemukan pada masa Raja Purnawarman. Terdiri dari lima barisan melingkar yang ditulis dengan huruf Pallawa dan bahasa Sanskerta. Prasasti ini mengisahkan mengenai peresmian penggalian Sungai Candrabaga dan Sungai Gomati.

Penggalian ini dilakukan pada tahun ke-22 pemerintahan Raja Purnawarman, dan digalinya sungai ini dikarenakan sering terjadi bencana banjir ketika musim hujan dan terjadinya kekeringan di musim kemarau. Kini, Prasasti Tugu tersimpan apik di Museum Nasional Indonesia yang terletak di Jakarta.

5. Prasasti Muara Cianten

Prasasti Muara Cianten

Prasasti Muara Cianten atau yang awalnya dikenal dengan Prasasti Pasir Muara pertama kali ditemukan di tepi Sungai Cisadane, Desa Ciaruteun Ilir, Cibungbuang, Bogor. Prasasti ini diukir diatas sebuah batu andesit dengan ukuran yang cukup besar kurang lebih 2,5 meter x 1,5 meter.

Namun hal yang disayangkan adalah hingga kini para peneliti sejarah belum dapat membaca dengan pasti arti atau makna yang tertuang dalam prasasti tersebut. Hal ini dikarenakan ukiran yang tertulis diatas batu berupa pahatan sulur-sulur berbentuk ikal dan diprediksi merupakan huruf sangkha.

6. Prasasti Pasir Awi

Prasasti Pasir Awi

Prasasri Pasir Awi atau dikenal juga dengan nama Prasasti Cemperai ditemukan di kawasan perbukitan Cipamingkis, Desa Sukamakmur, Bogor. Prasasti ini dipahat diatas batuan alam yang berada di puncak ketinggian bukit. Pada prasasti ini terdapat pahatan telapak kaki yang menghadap ke arah utara-timur.

Selain pahatan kaki, pada prasasti ini juga terdapat tulisan yang menggunakan huruf ikal sehingga para ahli masih kesulitan untuk membacanya. Pertama kali ditemukan prasasti ini ialah pada tahun 1867.

7. Prasasti Cidanghiang

Prasasti Cidanghiang

Sesuai dengan namanya, Prasasti Cidanghiang merupakan prasasti yang ditemukan di tepi aliran Sungai Cidanghiang, Desa Lebak, Pandeglang, Banten. Pertama kali ditemukan sekitar tahun 1947 namun mulai diteliti pada tahun 1954.

Prasasti ini terpahat diatas batu andesit dengan ukuran kurang lebih 2×3 meter. Huruf Pallawa dan bahasa Sanskerta digunakan dalam pahatan prasasti ini, dimana aksaranya dikatakan memiliki kemiripan dengan Prasasti Tugu.

Dalam prasasti ini juga berisikan mengenai keagungan Raja Purnawarman. Serta menjelaskan cakupan wilayah yang menjadi wilayah kekuasaan Kerajaan Tarumanegara pada masa pemerintahan Raja Purnawarman.

Kini prasasti ini dirawat dan diletakkan di tempat ditemukannya dan dilindungi oleh bangunan cungkup tanpa dinding. Sehingga ketika hujan deras dan debit air sungai tinggi, dikhawatirkan prasasti akan terendam.