Sejarah

Punden Berundak: Pengertian, Ciri-Ciri dan Fungsinya

√ Edu Passed Pass education quality & scientific checked by advisor, read our quality control guidelance for more info

Indonesia terkenal dengan kekayaan warisan budayanya. Salah satu warisan budaya yang dianggap sebagai bagian dari kebudayaan khas nusntara adalah punden berundak.

Punden berundak tersebut merupakan bagian dari alat-alat peninggalan zaman neolitikum serta zaman megalitikum di Indonesia, selain menhir, dolmen waruga, kubur batu, dan lain sebagainya.

Beberapa wilayah di Indonesia yang menjadi bagian dari persebaran punden berundak, yaitu Sumatera Utara, Sumatera Selatan, Jambi, Lampung, Banten, Jawa Barat, Jawa Tengah, Jawa Timur, Bali, Sulawesi Selatan, Nusa Tenggara Barat, serta Nusa Tenggara Timur.

Pengertian Punden Berundak

Menurut Pardi (2013), punden berundak secara umum adalah sarana atau media pemujaan untuk memberi penghormatan serta pemujaan pada roh leluhur yang saat ini dikenal sebagai salah satu peninggalan zaman megalitikum di Indonesia.

Sagimun (1987) dlam Pardi (2013) menyatakan bahwa kata “punden” dalam bahasa Jawa memiliki arti orang yang dimuliakan. Sementara berundak dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia artinya bertingkat sehingga punden berundak dapat didefinisikan sebagai bangunan suci tempat memuja roh leluhur yang mempunyai bentuk bertingkat-tingkat.

Di sisi lain, situs Kebudayaan Kemendikbud Balai Pelestarian Cagar Budaya Bali mendefinisikan punden berundak sebagai simbol sebuah gunung yang menjadi tempat suci untuk bersemayamnya roh para leluhur dan diyakini dapat memberi berkah, seperti kesuburan, kedamaian, serta kesejahteraan bagi masyarakat yang mempercayainya.

Berdasarkan tingkatannya, terdapat makna-makna tersendiri dari setiap tingkatan batu yang ada pada punden berundak. Salah satunya adalah tingkatan pertama yang melambangkan kehidupan manusia saat masih berada di dalam kandungan ibu.

Lalu, tingkatan kedua melambangkan kehidupan dunia yang dijalani manusia saat ini. Terakhir, tingkatan ketiga melambangkan tahap kehidupan manusia yang selanjutnya, yakni setelah kematian. Selain itu, beberapa punden berundak memiliki menhir di puncaknya.

Maka dari itu, ada pula yang berpendapat bahwa punden berundak mempunyai makna sebagai manifestasi tingkat perjalanan roh nenek moyang dari sebelum lahir ke dunia sampai meninggalkan dunia.

Ciri-Ciri Punden Berundak

Punden berundak tidak dibuat sekadar untuk menjadi tangga, tetapi menjadi bagian dari kebudayaan milik masyarakat zaman dahulu kala. Beberapa ciri khas dari peninggalan sejarah punden berundak di antaranya, yaitu:

  • Memiliki tingkatan-tingkatan dari yang terendah dengan bagian paling luas hingga yang tertinggi dengan bagian paling kecil.
  • Disusun menggunakan bebatuan oleh manusia.
  • Digunakan untuk acara keagamaan atau kepercayaan tertentu.
  • Setiap tingkatannya memiliki makna tersendiri.
  • Biasanya di puncak punden berundak terdapat menhir atau menjadi tempat untuk memberikan persembahan.

Fungsi Punden Berundak

Punden berundak yang dibangun pada zaman dahulu memiliki beberapa fungsi. Fungsi pertama, yaitu sebagai tempat untuk meletakkan sesajen atau persembahan lainnya yang diberikan oleh masyarakat purba dengan keyakinan animisme dan dinamisme.

Fungsi kedua masih berkaitan dengan fungsi pertama, yakni sebagai sarana untuk memuja arwah para leluhur masyarakat zaman dahulu yang dikenal sebagai bagian dari kebudayaan zaman megalitikum atau batu besar dan berkembang juga pada zaman neolitikum atau batu baru.

Sesuai dengan kepercayaan masyarakat pada saat itu, pemujaan roh leluhur tersebut bertujuan untuk mencegah datangnya bencana atau musibah pada mereka, seperti gempa bumi, wabah, atau penyakit menular.

Selain itu, pemujaan juga dilakukan agar mereka mendapat rahmat dari apa yang dipercayainya, seperti hujan atau kesuburan tanah.

Selain berfungsi sebagai bagian penting dari budaya masyarakat zaman dahulu, fungsi dari punden berundak masih bisa dirasakan oleh masyarakat saat ini. Banyak struktur bangunan yang menerapkan konsep dari punden berundak, misalnya pada pembangunan masjid-masjid serta monumen nasional.

Bentuk Punden Berundak

Seperti namanya, punden berundak memiliki bentuk yang bertingkat-tingkat. Struktur punden berundak pada umumnya terdapat tingkatan dengan tingkatan terendahnya mempunyai daerah yang luas dan terus mengecil sampai ke puncaknya.

Punden berundak itu dibuat oleh manusia dengan batu-batu yang disusun agar membentuk tingkatan-tingkatan mirip anak tangga dengan setiap tingkatnya memberikan makna tersendiri berdasarkan masyarakat yang membuatnya.

Kebanyakan punden berundak berbentuk segi empat, seperti contoh-contoh yang ada, sebagai berikut:

Punden berundak di Gunung Penanggungan, Mojokerto, Jawa Timur
Punden berundak Pugung Raharjo di Lampung
Punden berundak di Pura Mehu, Desa Selulung, Bangli, Bali
Punden berundak Gunung Padang, Cianjur, Jawa Barat
Candi Borobudur

Kesimpulan Pembahasan

Demikianlah penjelasan mengenai pengertian, ciri-ciri, fungs, serta bentuk dari peninggalan sejarah punden berundak.

Kesimpulannya, punden berundak dapat diartikan sebagai sarana atau tempat suci bagi masyarakat pada zaman dahulu untuk memberikan penghormatan kepada roh leluhur sekaligus memberikan pemujaan dan persembahan.

Terdapat ciri-ciri punden berundak yang membedakannya dari tangga pada umumnya, seperti mempunyai tingkatan-tingkatan dengan makna tertentu, bahan penyusunnya adalah batu-batu, masyarakat menggunakannya untuk acara keagamaan dalam kepercayaannya, dan biasanya terdapat menhir di bagian puncak.

Secara umum, fungsi punden berundak adalah menjadi sarana masyarakat yang memiliki kepercayaan animisme atau dinamisme pada zaman dahulu untuk memberi sesajen maupun persembahan lainnya sebagai bentuk pemujaan pada arwah leluhur.

Tujuannya adalah untuk melindungi mereka dari berbagai bencana atau musibah sekaligus agar mendapat rahmat, seperti hujan dan tanah yang subur.

Bentuk punden berundak pada dasarnya mirip dengan konsep tangga yang bertingkat-tingkat. Akan tetapi, punden berundak mempunyai struktur khusus yang disusun menggunakan bebatuan dengan makna-makna di balik tingkatannya.