Daftar isi
Berbicara mengenai sastra hampir setiap negara memiliki sejarah dan bentuk-bentuk karya sastra tersendiri. Salah satu karya sastra yang cukup terkenal dan sudah ada sejak ribuan tahun lalu yaitu sajak lira.
Mungkin sebagian besar dari kita cukup asing dengan istilah tersebut, karena pada kenyataannya karya sastra tersebut dikenal sebagai puisi lirik di Indonesia.
Menurut Wikipedia, sajak lira atau lyric poetry (puisi lirik) merupakan salah satu bentuk puisi yang mengekspresikan perasaan emosional serta personal. Sesuai dengan namanya, dahulu sajak ini diiringi oleh sebuah alat musik bernama lira sehingga menjadi sajak lira.
Tidak terdapat aturan khusus untuk sajak lira salah satunya seperti tidak harus berima. Bahkan saat ini sajak lira tidak harus diiringi oleh musik sekalipun.
Sajak lira termasuk puisi yang pendek, sangat musikal dan kuat dalam menyampaikan perasaan. Dengan kata lain sajak lira adalah bentuk ekspresi dari emosi seseorang dan tidak harus menceritakan suatu peristiwa.
Sajak lira sudah ada sejak zaman Yunani Kuno sebagai cikal bakal sastra ini di mana penyampaiannya diiringi oleh alat musik gesek berbentuk huruf U yang dinamakan lira. Salah satu penyari terkenal saat itu, Sappho (610-570 SM) mengekspresikan perasaan cinta dan kerinduannya menggunakan sajak lira.
Sekitar antara abad ke-4 SM hingga abad pertama M, para penyair Ibrani mengarang mazmur-mazmur yang intim dan dinyanyikan dalam acara kebaktian untuk kaum Yahudi Kuno, bahkan telah disusun dalam Alkitab Ibrani.
Di Jepang, selama abad ke-8 para penyair mengekspresikan perasaan dan pemikiran mereka melalui haiku dan bentuk-bentuk lainnya. Sedangkan dari China, salah satu penyair terkenal yakni Tao Li Po (710-762 SM) menyampaikan sajak lira yang berisi mengenai kehidupan pribadinya.
Di dunia barat perkembangan sajak lira berawal dari sajak naratif (berisi tentang Tuhan dan kepahlawanan) yang mengalami perubahan. Di benua Eropa, sajak lira mendapat banyak pengaruh dari bangsa lain mulai dari Yunani Kuno, wilayah Timur Tengah, Mesir dan Asia.
Adapun fungsi atau manfaat dari sajak lira yakni mengekspresikan perasaan terutama bagi penyair atau pengarang seperti perasaan romantis, marah, kecewa, sedih dan lain sebagainya dengan emosi kuat.
Bentuk penyampaiannya juga tidak sembarangan karena harus benar-benar menjiwai dan memberikan emosi agar memang itulah isi dari sajak lira. Meskipun sekilas isinya mirip sebuah cerita, namun sajak lira penuh dengan perasaan manusia terhadap sesuatu.
Pada umumnya sajak lira tidak memiliki struktur tertentu atau dengan kata lain bentuknya bebas. Meskipun begitu, banyak ahli menjelaskan bahwa sajak lira memiliki struktur tersendiri yang tidak jauh berbeda dengan sajak atau aturan pada bentuk syair.
Secara umum struktur sajak lira antara lain:
Sajak lira atau puisi lirik, terbagi menjadi beberapa jenis antara lain:
Yakni salah satu puisi yang berisi mengenai perasaan duka. Contoh dari elegi yakni Elegi Jakarta karya Asrul Sani yang berisi mengenai perasaan duka penyair yang berada di kota Jakarta.
Merupakan bentuk sajak yang berisi tentang percintaan dan dapat dinyayikan. Kata “serenada” sendiri memiliki arti nyanyian yang bisa dinyayikan saat senja.
Contoh karya serenada oleh WS Rendra yang membuat Empat Kumpulan Sajak antara lain Serenada Hitam, Serenada Merah Jambu, Serenada Biru, Serenada Ungu, Serenada Kelabu dan lain sebagainya.
Merupakan puisi yang beris tentang pujaan terhadap seseorang, hal tertentu, ataupun kondisi tertentu. Hampir sebagian besar ode banyak ditulis sebagai salah satu pemujaan terhadap tokoh-tokoh yang dikagumi.
Contoh ode bisa ditemukan pada karya Chairil Anwar yang berjudul Diponegoro, Teratai karya Sanusi Pane, dan juga Ode buat Proklamator karya Leon Agusta.
Selain itu juga, beberapa ahli sastra mengklasifikasikan sajak lira menjadi:
Ada beragam jenis sajak lira yang tentunya mempunyai teknik penulisan berbeda antara satu dengan lainnya. Meskipun berbeda pada dasarnya pembuatan sajak lira mempunyai teknik dasar yang sama. Dan berikut cara atau teknik pembuatan sajak lira yang dapat diikuti.
Pada dasarnya semua bentuk puisi naratif apapun jika dapat dipadukan dengan musik sudah dapat memenuhi syarat sebagai sajak lira. Agar lebih mudah cobalah buat sebuah cerita kemudian ubah menjadi puisi lalu coba untuk utur musik sesuai dengan puisi yang telah dibuat.
Jenis sajak lira mempunyai tingkat kesulitan yang berbeda-beda. Namun demikian, hal tersebut bukanlah menjadi sebuah tantangan dan buatlah menjadi suatu hal yang menyenangkan untuk dibuat. Bagi pemula sebaiknya cari jenis sajak lira yang memiliki pola dan tema yang lebih umum.
Di beberapa negara, salah satu sajak lira yakni villanelle termasuk puisi yang cukup sulit untuk dibuat, bahkan untuk penyair profesional sekalipun karena butuh kesabaran tinggi.
Meskipun begitu beberapa penyair merasa tertantang untuk membuatnya, bahkan menulis soneta dan balad juga dapat dikatakan rumit dan ketat namun bermanfaat.
Aku Ingin
Karya: Sapardi Djoko DamonoAku ingin mencintaimu dengan sederhana:
Dengan kata yang tak sempat diucapkan
Kayu kepada api yang menjadikannya abu.Aku ingin mencintaimu dengan sederhana:
Dengan isyarat yang tak sempat disampaikan
Awan kepada hujan yang menjadikannya tiada.
Bayangan Kelam
Karya: Radhtiya ANKaki ini…semakin terasa berat…
Jalan ini…semakin terasa tak berujung…
Demi lepas darimu…dirimu yang menenggelamkanku…Sesaat timbul sepercik hati yang membara…
Tapi keputusasaan siap melanda…
Ku terus berlari…menghindarimu…
Tuk mencari cahaya sejati…dalam diriku…
Ku berusaha lepas dari jeratan selubung gelapmu…Jalanku masih panjang…
Masih banyak harapan yang harus dilakukan…
Masih banyak mimpi yang harus menjadi nyata…Keyakinanku tak akan goyah…
Api membaraku tak akan redup di tengah jalan…
Akan kubawa diriku sampai penghujung waktu…
Dan lepas dari Bayangan Kelam…