Daftar isi
Indonesia merupakan negara kepulauan dimana setiap pulau-pulau tersebut dihuni oleh berbagai suku yang berbagai macam. Salah satunya adalah pulau Papua yang memiliki beberapa suku asli seperti suku Biak. Berikut ini adalah pembahasan mengenai sejarah, ciri khas, hingga kebudayaan yang dimiliki oleh suku Biak.
Suku Biak adalah salah satu suku bangsa yang mendiami pulau paling Timur di Indonesia yaitu Papua. Suku ini dikenal sebagai “bangsa viking dari Indonesia” karena kemampuan berlayarnya yang sudah tidak diragukan lagi sejak ratusan tahun yang lalu. Orang-orang Biak mendiami pulau Biak dan wilayah lainnya seperti Manokwari, Ransiki, Oransbari, Nuni,, Supiori, Insumbabi, Meosbefandi, Ayau, Mapia, Doreri, Numfor, Padaido, Rani, Pantai Utara kepla burung hingga ke Sorong, dan pulau – pulau Raja Ampat.
Tidak banyak pembahasan mengenai dari mana suku Biak berasal atau siapa nenek moyang mereka. Mereka mempercayai sejarah mereka berdasarkan cerita-cerita atau mite yang beredar di masyarakat Biak. Berdasarkan mite yang tersebar asal usul nenek moyang suku Biak berasal dari suatu daerah yang berada di wilayah Timur. Orang-orang tersebut menyeberangi lautan dengan menggunakan perahu kemudian sampai dan memutuskan untuk tinggal di pulau War Mambo yaitu nama asli dari pulau Biak.
Cerita yang beredar di masyarakat tak hanya satu melainkan ada cerita lain yang juga dipercaya menjadi asal usul mereka. Cerita lainnya yaitu masyarakat Biak meyakini mereka berasal dari sepasang laki-laki dan perempuan dimana mereka adalah pasangan suami istri yang hanyut karena air bah, Untuk bertahan mereka memanfaatkan perahu dan kemudian terdampar di atas bukit yang diberi nama bukit Sarwambo. Bukit sarwambu adalah sebuah bukit yang terletak di sebelah timur laut dari pulau Biak. Di bukit tersebutlah mereka menjalankan kehidupan hingga mempunyai keturunan.
Nama Biak sendiri berasal dari kata v`iak yang artinya “orang-orang yang tinggal di dalam hutan, pandai melaut”. Nama tersebut diberikan oleh orang-orang pesisir yang berada di dekat tempat tinggal mereka. Seiring berjalannya waktu pengucapannya berubah menjadi Biak. Nama ini resmi disematkan sebagai nama dari pulau War Mambo pada tahun 1947 oleh lembaga Kainkain Karkara Biak. Nama Biak kemudian disandingkan dengan nama pulau dan suku di asli di Pulau Numfor sehingga jadilah nama Biak-Numfor.
Orang-orang suku Biak pada umumnya memiliki ciri fisik yang tidak jauh berbeda dengan suku di Papua lainnya. Mereka bertubuh sedang dengan rambut gelap dan ikal. Mereka juga mempunyai kulit gelap serta bibir tebal.
Bahasa tidak pernah lepas dari suatu suku maupun bangsa begitu juga dengan suku Biak. Mereka menggunakan bahasa Papua pada umumnya sebagai bahasa sehari-hari mereka. Hanya saja mereka memiliki keanekaragaman dialek diantaranya adalah Dialek Ariom, Bo’o, Dwar, Fairi, Korim, Mandusir, Mapia, Mios Num, Rumberpon, Mofu, Opif, Padoa, Penasifu, Samberi, Sor, Sorendidori, Sundei, Wari, Wadibu, Monoarfu, dan Vogelkop, .
Suku Biak adalah orang-orang yang memiliki keahlian dalam hal kelautan dan juga bertani atau meramu. Mereka menangkap ikan dengan menggunakan jaring inanai dan arsam dengan waipapa yaitu perahu yang digunakan pada saat melaut. Sejarah mencatat perjalanan berlayar suku Biak sudah dimulai sejak tahun 1400 an. Pada saat itu suku Biak dilanda kekeringan sehingga harus mencari bahan makanan ke tempat lain untuk memenuhi kebutuhan pangan mereka.
Diketahui suku Biak menjelajah ke pulau Jawa, Sulawesi hingga Maluku. Sejarah lain mengatakan suku Biak sudah berlayar sejak abad ke 8 yang artinya perjalan mereka lebih dulu ada sebelum Eropa datang ke Indonesia. Tak hanya pandai melaut, orang Biak juga pandai melakukan perdagangan sehingga tak heran jika kala itu mereka menjadi penguasa politik dan ekonomi.
Suku Biak tradisional hidup secara berkelompok atau disebut dengan keret atau kampung yang terdiri dari berbagai macam klan kecil dan keluarga batih. Setiap keret atau kampun akan dipimpin oleh seorang mamri. Pemilihan mamri tidak bisa sembarangan, hanya orang yang terkuat lah yang akan dipercaya dan dinobatkan sebagai mamri.
Seorang mamri harus menguasai bela diri agar dapat melindungi keretnya dan juga harus pandai menangkap ikan. Jika seorang mamri berhasil menaklukan keret-keret yang lain maka berpotensi untuk dijadikan sebagai Mananuir yaitu sebutan untuk kepala suku.
Suku Biak juga mempunyai sistem kasta atau lapisan sosial. Suku Biak dibagi menjadi dua yaitu golongan bebas atau disebut dengan manseren yaitu golongan atas yang memiliki kehendak untuk memutuskan sesuatu. Berbeda dengan sistem kasta di suku lain yang umumnya golongan atas merupakan golongan bangsawan, manseren terdiri dari orang-orang yang mendirikan kampung atau keret tersebut.
Golongan kedua yaitu golongan budak atau dikenal dengan nama women yaitu terdiri dari tahanan perang. Mereka akan bekerja untuk manseren seperti menangkap ikan, berkebun, membangun rumah dan lainnya.
Untuk melanjutkan keturunan mereka, suku Biak dilarang untuk menikahi orang yang masih satu keret dengan artian mereka harus menikah dengan keret lain.
Orang-Orang Suku Biak percaya adanya roh sejak dahulu kala dan beberapa dari mereka masih mempercayainya hingga saat ini. Suku biak percaya adanya kekuatan yang mengendalikan dunia ini yaitu Nanggi yang berada di Mandep yang artinya surga yang ada di langit. Suku Biak mempercayai adanya makhluk mitologi yang bernama Manarmakeri. Menurut mereka makhluk ini pergi ke sisi barat dan akan kembali dengan membawa kebahagian untuk suku Biak. Namun saat ini beberapa dari mereka telah menganut agama Kristen.
Setiap suku memiliki ciri khas dalam berbagai bentuk termasuk bentuk rumah. Suku Biak memiliki dua jenis rumah adat yakni rumah Rum Som dan Rumsram, Keduanya memiliki fungsi yang berbeda dimana rumah adat Rum Som merupakan rumah yang diperuntukkan bagi orang tua dan anak laki-laki mereka yang sudah berkeluarga. Bentuk dari rumah adat rum som tidak memiliki tiang sehingga terlihat seperti mengambang.
Rumah adat yang kedua adalah rumah adat rumsram yakni rumah yang dibangun untuk anak laki-laki yang belum menikah dan sudah dewasa. Rumah adat rumsram berbentuk persegi dengan bagian atap mirip seperti perahu terbalik. Rumah yang terlihat serupa dengan rumah panggung ini juga memiliki ukiran pada beberapa bagian.
Ciri khas kebudayaan suatu suku atau bangsa tergambarkan dalam berbagai bentuk salah satunya yaitu pakaian adat. Pakaian adat yang dimiliki oleh suku Biak Numfor pada zaman dahulu adalah pakaian yang terbuat dari kulit kayu dari pohon mandwam. Kulit kayu tersebut dihaluskan terlebih dahulu kemudian dijemur hingga kering barulah dijahit menjadi sebuah pakaian yang juga disebut dengan mandwam.
Namun setelah orang-orang Biak bersosialisasi dengan suku-suku lainnya di luar pulau Biak bahan kulit kayu tersebut diganti dengan kain. Pakaian tersebut kemudian diberi nama kruben dan srei. Kruben adalah sebutan untuk pakaian yang digunakan oleh kaum laki-laki sedangkan srei adalah sebutan untuk pakaian wanita. Cara penggunaannya pun berbeda dimana kruben digunakan dengan cara dililitan pada tubuh mulai dari pinggang hingga menutupi alat kelamin pria sementara srei digunakan dengan cara dililitkan dari bagian dada hingga ke bawah.
Selain pakaian untuk menutupi tubuh mereka, orang-orang Biak juga selalu mengenakan aksesori gelang yang terbuat dari logam dan perak atau disebut dengan sarak ataupun yang terbuat dari kulit kerang yang disebut dengan samfar. Para wanita juga mengenakan aksesoris tambahan yaitu berupa kasyap. Kasypa merupakan anting yang terbuat dari logam kuningan. Pakaian dan aksesoris tersebut akan dikenakan dalam acara-cara tertentu seperti upacara adat maupun ritual sakral.
Suku Biak merupakan suku yang masih memegang teguh adat dan kebudayaannya. Salah satu adat kebudayaan tersebut terangkum dalam sebuah acara yang disebut dengan festival biak munara. Festival yang diadakan setiap satu tahun sekali tersebut menampilkan berbagai tarian khas seperti tari wor dan tari yospan serta tradisi biak lainnya seperti snap mor.
Tarian khas wor adalah tarian yang menggambar siklus hidup dari seseorang sedangkan tarian khas yospan adalah tarian yang menggambarkan semangat perjuangan para pemuda Biak. Sementara itu snap mor merupakan sebutan untuk kegiatan menangkap ikan di laut saat air pasang maupun air surut. Festival ini biasanya diadakan dalam bentuk parade sepanjang tiga kilometer.
Suku Biak Numfor merupakan suku yang mendiami salah satu pulau terindah di Indonesia yaitu suku Biak. Asal-usul dari suku ini tidak tidak tertulis sehingga tidak ada bukti yang jelas mengenai bagaimana awal dari kehadiran suku ini. Sejarah dari suku ini berasal dari cerita atau mite yang beredar di masyarakat salah satunya mengatakan suku Biak berasal dari sepasang suami istri yang terdapat di bukit sarwambo.
Orang-orang suku Biak pada umumnya memiliki penampilan seperti orang Papua pada umumnya yaitu bertubuh sedang dengan rambut hitam ikal serta. Kulit orang Biak umumnya berwarna gelap dan memiliki bibir tebal. Masyarakat Biak terkenal sebagai pelaut yang handal. Tak heran sebab perjalanan berlayar mereka sudah dimulai sejak ratusan tahun yang lalu untuk memenuhi kebutuhan hidup mereka.
Suku biak berbicara dengan menggunakan bahasa Papua dengan berbagai dialek seperti Mandusir, Mapia, Mios Num, Rumberpon dan lainnya. Mereka mempercayai adanya kehidupan lain yang memiliki kekuatan lebih yaitu kekuatan para roh. Suku biak tinggal dalam sebuah rumah yang disebut dengan rumah rum som dan rumsram. Sedangkan untuk pakaian yang dikenakan mereka disebut dengan kruben dan srei. Pakaian adat tersebut digunakan dalam upacara adat maupun tradisi budaya yang ada di suku Biak seperti dalam ritual wor dan tari yospan.