Tari beksan lawung agung atau lebih sering dikenal sebagai tari beksan agung adalah tarian tradisioanl yang berasal dari Yogyakarta. Satu hal yang membuat tarian ini sangat spesial yaitu penciptanya. Tari beksan agung merupakan tari tradisional yang diciptakan oleh Sri Sultan Hamengkubuwono I.
Tari ini juga digolongkan sebagai tarian pusaka keraton Ngayogyakarta. Serta isi rangkaian tari beksan agung lebih banyak memuat tentang ritual kenegaraan. Tarian beksan agung berdasarkan info yang dirilis keraton Ngayogyakarta merupakan tarian yang mempertontonkan adu ketangkasan para prajurit keraton.
Para penari seolah-seolah berperan sebagai prajurit keraton dengan membawa tombak. Dalam tariannya penari saling adu ketangkasan dalam menggunakan senjata tombaknya. Sekalipun jaman sudah moder, tari beksan lawung ageng hanya dipertontonkan pada acara-acara khusus yang digelar kasultanan.
Acara yang sering mempertontonkan tarian pusaka ini adalah kegiatan upacara kenegaraan dan pernikahan putra-putri turunan para Sultan.
Sebagai tarian pusaka tentunya tari beksan lawung agung juga memiliki unsur utama dalam tari yaitu unsur waktu. Unsur waktu pada setiap tarian tentunya berkaitan erat dengan total durasi pertunjukkan suatu tarian.
Dimana total durasi didapatkan dari lamanya gerakan yang dilakukan penari serta musik pengiring yang mengiringinya menari. Berikut adalah beberapa gerakan yang memiliki peranan dalam unsur waktu tari beksan lawung ageng.
Jajar adalah posisi dimana empat penari berperan sebagai prajurit muda. Dalam tingkat keprajuritan jajar merupakan pangkat yang paling rendah untuk seorang prajurit. Jajar ini nantinya akan berperang melawan Lurah. Lurah sendiri adalah tingkat pangkat prajurit di atas jajar.
Lurah merupakan posisi dimana empat prajurit memiliki sikap dan sifat yang lebih matang daripada jajar. Para penari dengan posisi ini menggunakan gerak kalang kinantang. Gerakan kalang kinantang merupakan gerakan yang menggambarkan kegagahan dan keanggunan prajurit. Sebagaimana telah dijelaskan di atas, lurah nantinya akan saling berhadapan dengan jajar untuk melakoni perang.
Botoh merupakan posisi yang hanya dilakukan oleh dua orang penari. Pada tingkatan botoh dua orang penari akan berperan sebagai tokoh yang mengadu ketangkasan prajuritnya.
Ploncon adalah penari yang bertugas memegang tombak. Pada dasarnya tombak ini nantinya akan digunakan oleh jajar dan lurah pada adegan peperangan. Namun, sebelum digunakan akan ada empat orang penari yang memegang tombak dan disebut sebagai ploncon.
Salaotho adalah perna yang diisi oleh dua orang penari. Dua orang penari ini berperan sebagai abdi dalam. Dimana kedua harus patuh terhadap perintah yang diberikan oleh botho.
Selain gerakan, unsur waktu pada tari beksan lawung ageng juga dipercantik dengan adanya sub unsur properti dan busana. Busana yang digunakan oleh para penari beksan lawung ageng terlihat sederhana, namun kaya akan makna.
Biasanya penari akan mengenakan tutup kepala, kain batik, kain cinde untuk bahan celana, sampur, lonthong, kalung, buntal, dan lainnya. Pembeda tingkatan peran dalam tarian pusaka ini adalah corak batik yang dikenakan para penari.
Motif parang rusak barong ceplok gurdha dengan motif kecil-kecil biasanya digunakan oleh penari dengan peran lurah. Penari dengan peran ploncon akan mengenakan batik motif parang seling. Terakhir, motif batik kawung biasanya dikenakan oleh para penari peran ajar dan kalangan terbatas di dalam keraton.
Tarian beksan lawung ageng biasanya dibawakan oleh enam belas orang penari. Sebagai musik pengiring yang tidak dapat lepas dari unsur waktu gendhing gangsaran biasanya digunakan sebagai prolog gerakan.
Kemudian akan dilanjutkan dengan iringan gedhing roning tawang untuk mengiringi babak peperangan antar prajurit jajar. Satu kekhasan musik pengiring pada tari beksan ageng yaitu semua gendhing dimainkan oleh gangsa kiai guntur sari.
Gangsa kiai guntur sari yaitu seperangkat gamelan dengan jumlah saron yang lebih banyak dibandingkan dengan gamelan lain. Sebagi tarian pusaka seluruh gerakan, busana. bahkan musik pengiring tari ini memiliki kandungan falsafag hidup.
Pangeran Mangkubumi melalui tarian ini ingin menanamkan nilai-nilai keberanian pada tiap-tiap diri prajurit keraton. Tarian yang telah diciptakan semenjak Belanda masih ada di bumi pertiwi ini memang hanya dipertunjukkan untuk acara tertentu saja hingga saat ini.