Daftar isi
Papua merupakan salah satu provinsi di Indonesia yang letaknya berada di paling Timur Indonesia. Masyarakat Papua terdiri dari berbagai suku yang memiliki tradisi atau upacara adat khas masing-masing suku. Berikut ini adalah daftar upacara adat yang ada di Papua yang perlu kamu ketahui.
Upacara wor merupakan salah satu upacara adat yang dilakukan oleh orang suku Biak di Papua. Suku Biak adalah yang dikenal sangat handal dalam mengarungi lautan. Tradisi wor sudah ada sejak nenek moyang mereka dan masih terus dilestarikan hingga saat ini. Makna dari kata wor sendiri sangatlah luas namun selalu berkaitan dengan hal-hal religi. Oleh sebab itu tradisi ini menjadi simbol hubungan antara manusia khususnya suku Biak dengan Tuhan yang Maha Kuasa.
Tradisi ini dianggap upacara adat yang sakral dan wajib dilaksanakan oleh setiap keluarga suku Biak. Masyarakat Biak mempercayai jika tradisi ini diabaikan maka akan mendatangkan hal buruk dalam keluarga mereka.
Tujuan dari upacara adat ini adalah untuk meminta perlindungan kepada Tuhan penguasa alam. Upacara wor terdiri dari berbagai rangkaian acara seperti proses memberi makan yang disebut dengan fanfan, proses membayar kembali atau disebut dengan munsasu, mas kawin yang disebut dengan ararem, serta tarian dan nyanyian.
Tradisi ini mungkin terdengar hanya lelucon namun upacara bakar batu benar-benar ada di Papua. Tradisi ini masih terus dilakukan terutama bagi orang Papua yang tinggal di Baliem, Paniai, Nabire, Pegunungan Tengah, Pegunungan Bintang, Jayawijaya, Dekai, Yahukimo dan daerah lainnya. Mereka melakukan upacara bakar batu sebagai bentuk rasa syukur mereka. Pada zaman dulu upacara ini dilakukan dengan cara mengumpulkan orang-orang di kampung dan juga prajurit yang akan berperang namun saat ini juga dilaksanakan untuk menyambut tamu.
Biasanya masyarakat Papua akan menggelar upacara ini untuk menyambut sesuatu yang membahagiakan seperti kelahiran. Upacara ini diikuti oleh berbagai suku dimana setiap suku akan mempersembahkan babi maupun daging lainnya yang akan dimasak bersama di atas tumpukkan batu yang sudah panas. Daging babi tersebut akan dimakan secara bersama-sama. Oleh sebab itulah tradisi ini diyakini dapat menyatukan berbagai suku yang ada di Papua.
Upacara adat tanam sasi merupakan tradisi yang dilakukan oleh orang-orang di Merauke khususnya suku Marind Kanum. Tradisi ini dilakukan setelah 40 hari kematian seseorang. Keluarga yang ditinggalkan akan menggelar tradisi ini dengan cara menanam kayu yang kemudian akan dicabut setelah seribu hari kematian. Sasi merupakan sejenis kayu yang dianggap sebagai simbol dari kehadiran roh leluhur mereka, rasa kebahagiaan dan kesedihan, serta simbol dari keindahan.
Tradisi tanam sasi ini diiringi oleh tarian tradisional seperti tari gatsi dan alat musik tradisional Papua yaitu Tifa. Wilayah yang sudah ditanami kayu atau sasi ini tidak diperbolehkan adanya aktivitas penebangan maupun perburuan apalagi jika menggunakan kendaraan dan senjata api. Sebab selain upacara kematian, ritual ini juga bertujuan untuk menjaga alam sekitar tetap lestari.
Upacara Adat Iki Palek sudah sangat terkenal hingga ke luar wilayah Papua. Upacara yang dilakukan oleh suku Dani ini lebih dikenal dengan nama upacara potong jari. Mereka akan memotong ruas jari mereka apabila ada anggota keluarga yang meninggal. Hal tersebut merupakan bentuk rasa sedih dan kehilangan atas kepergian orang terkasih.
Bagi masyarakat Dani kebersamaan dan kekeluargaan merupakan suatu hal yang sangat penting sehingga menangis saja tidak cukup. Oleh sebab itulah mereka melakukan tradisi ini dimana rasa sakit ketika pemotongan jari tidak sebanding dengan kesedihan mereka. Mengapa jari yang dipotong? alasannya adalah jari dianggap sebagai simbol dari keharmonisan, persatuan dan kekuatan. Pada umumnya yang melakukan ritual ini adalah kaum perempuan namun bukan berarti laki-laki tidak ada yang mengikuti tradisi ini.
Cara memotong jari pun berbagai macam yaitu dengan menggunakan kapak atau pisau. Namun ada juga yang menggunakan tali yang kemudian diikatkan di ruas jari mereka hingga aliran darah berhenti. Apabila aliran darah sudah berhenti maka proses pemotongan ruas jari dapat dilaksanakan.
Ritual ini masih berasal dari suku Dani yaitu tradisi yang dilakukan setelah kematian. Ritual ini masih sama dengan ritual iki palek hanya saja pada ritual nasu palek dilakukan oleh kaum pria suku Dani. Anggota tubuh yang dipotong bukanlah ruas jari melainkan sedikit bagian dari daun telinga mereka. Proses pemotongan daun telinga pun ekstrem dimana alat yang digunakan yaitu sebilah bambu yang diiris tipis.
Selain merupakan simbol kesedihan ritual ini juga merupakan bentuk penghormatan terhadap anggota keluarga mereka yang telah terlebih dahulu berpulang kepada sang pencipta.
Setiap suku memiliki adat dan ritual pernikahan yang khas dan unik begitu pula dengan suku Biak. Terdapat dua cara perkawinan yang dilakukan oleh masyarakat Biak. Cara yang pertama adalah dengan cara sanepen atau menjodohkan anak-anak mereka sejak dini. Cara yang kedua adalah fakufen adalah proses lamaran resmi yang dilakukan oleh kedua belah pihak ketika usia mereka mencapai 15 tahun.
Seperti pada perkawinan modern, perkawinan suku Biak juga terdapat mas kawin. Mas kawin merupakan sebuah tanda untuk menuju ikatan pernikahan yang akan diberikan kepada sang calon istri. Menurut suku Biak pada zaman dahulu pria yang berasal dari keluarga bangsawan akan memberikan mas kawin berupa kapal. Sedangkan mempelai pria yang berasal dari keluarga biasa saja akan memberikan gelang yang terbuat dari kulit kerang.
Selain itu, Mas kawin yang digunakan oleh suku Biak Numfor lainnya adalah piring, guci, hasil laut, hasil kebun, dan barang-barang berharga lainnya yang dapat mendukung kehidupan. Uniknya mas kawin tersebut akan diantarkan oleh warga kainnya menuju rumah wanita dengan salah satu orang akan membawa bendera merah putih. Kegiatan mengantar mas kawin tersebut disebut dengan tradisi ararem.
Masyarakat Biak tinggal berdampingan dengan laut sehingga kehidupan mereka tak jauh berkaitan dengan laut termasuk adat budaya mereka. Salah satunya adalah tradisi snap mor yaitu kegiatan menangkap ikan di laut pada saat air surut terendah dan juga pasang tertinggi. Kegiatan ini dilakukan secara bersama-sama dengan tujuan sebagai ungkapan rasa syukur masyarakat suku Biak. Mereka akan berkumpul di tepi pantai kemudian menangkap ikan yang terjebak di sana.
Ritual ini merupakan rangkaian dari festival munara. Sebelum diadakannya upacara snap mor biasanya suku Biak akan mengadakan ritual. Namun dikarenakan upacara snap mor bersifat hiburan sedangkan ritual bersifat sakral maka keduanya diadakan secara terpisah.